Gambaran Tingkat Stres dilihat dari Aspek Fisik dan Emosional pada Pengajar Anak Autis di Sekolah Khusus Al-Ihsan

(1)

DI SEKOLAH KHUSUS AL IHSAN

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)

OLEH :

HILMA AZMI

NIM : 1110104000038

PROGRAM STUDI ILMU KEPERWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1435 H /2014 M


(2)

(3)

ii

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES

SCHOOL OF NURSING SYARIF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVERSITY OF JAKARTA

Undergraduate Thesis, July 2014 Hilma Azmi, NIM : 1110104000038

Images of Stress Levels of the Physical and Emotional Aspects of theTeacher of Children with Autism in Special Schools of Al-Ihsan

xviii + 68 pages, 14 tables, 2 chart

Keywords : Stress, teacher of children with autism, children with autism

ABSTRACT

To be a teacher of children with autism could increase the vulnerability to stress and fatigue because many of challenges faced by teacher during learning process. These are cerrtainly an issue that will affect the teacher own life and also to students, considering a child with autism require more the supervision of the teacher. This study aimed to describe the stress level seen from the physical and emotional aspects of the teaching autistic children in Special School of Al-Ihsan.

This research was a quantitative research used a cross-sectional design which get the data by total sampling techniques by 30 respondents. Analysis of the data used was univariate. This study was conducted at special School of Al-Ihsan.

The result of the research on teacher with 30 children with autism at Special School of Al-Ihsan showed that seen from the physical aspect there were 13 teachers (43.3%) had very severe stress and when viewed from the emotional aspect there were 15 (50%) experienced teachers very stress. The data indicated that the physical aspect and the emotional aspect of most of the teaching at Al-Ihsan School suffered stress in teaching students with autism. Based on the results, the authors suggest to the school to provide he emotional support to the teachers.


(4)

iii

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Skripsi, Juli 2014

Hilma Azmi, NIM : 1110104000038

Gambaran Tingkat Stres dilihat dari Aspek Fisik dan Emosional pada Pengajar Anak Autis di Sekolah Khusus Al-Ihsan

xviii + 68 halaman, 14 Tabel, 2 Bagan

Kata kunci : Stres, pengajar anak autis, anak autis

ABSTRAK

Menjadi pengajar anak penyandang autis dapat meningkatkan kerentanan terhadap stres dan kelelahan kerja bagi para pengajar karena banyak tantangan yang dihadapi pengajar selama proses belajar mengajar. Hal ini tentu menjadi suatu permasalahan yang akan berdampak bagi kehidupan pengajar sendiri maupun kepada muridnya mengingat anak penyandang autis justru jauh lebik banyak membutuhkan pengawasan dari pengajar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat stres dilihat dari aspek fisik dan emosional pada pengajar anak autis di Sekolah Khusus Al-Ihsan.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif menggunakan desain cross sectional dengan teknik pengambilan data total sampling yang terdiri dari 30 responden dan menggunakan instrumen berupa kuesioner. Analisis data yang digunakan adalah univariat. Penelitian ini dilakukan di Sekolah Khusus al-Ihsan.

Hasil penelitian pada 30 pengajar anak autis di Sekolah Khusus Al-Ihsan menunjukkan bahwa dilihat dari aspek fisik terdapat 13 pengajar (43,3%) mengalami stres sangat berat dan jika dilihat dari aspek emosional terdapat 15 pengajar (50%) mengalami stres sangat berat. Data tersebut menunjukkan bahwa dari aspek fisik dan aspek emosional sebagian besar pengajar di Sekolah Al-Ihsan mengalami stres berat dalam mengajar siswa autis. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, penulis menyarankan kepada pihak sekolah agar lebih memberikan dukungan emosional pada pengajar.


(5)

(6)

(7)

(8)

vii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Hilma Azmi

Tanggal Lahir : Jeunieb, 29 September 1991 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Jl. Masjid lama Ds. Janggot Seungko Kec. Jeunieb Kab. Bireuen Provinsi Aceh

Hp : 085260343441

Email : hilmaazmi@gmail.com

Fakultas/Jurusan : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan/ Program Studi Ilmu Keperawatan

Latar Belakang Pendidikan

1 TK Mujahidin Jeunieb 1996-1998

2 MIN Jeunieb 1998-2004

3 MTsS Dayah Jeumala Amal 2004-2007

4 PONPES MAS Ruhul Islam Anak Bangsa 2007-2010 5 Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2010- Sekarang

Pengalaman Organisasi

1. OSMID 2005-2006

2. OPDA 2009-2010

3. BEMJ Ilmu Keperawatan 2011-2012

4. CSS Mora UIN Jakarta 2011-2012

5. IMAPA Cab. Ciputat 2012-2013


(9)

viii

LEMBARAN PERSEMBAHAN

Jika Kau Percaya Akan Ada Akhir Yang Indah Yang Telah Dirancang

OlehNYA

Maka Jalankanlah, Lakukanlah, Lewatilah

Walau Sepahit Apapun Awal Dari Perjalanan Itu

Karena Keindahan Pelangi Terbit Setelah Riuhnya Gemuruh Petir

….

Skripsi ini saya persembahkan untuk:

Bunda, motivator terhebat di jagad raya ini. Alhamdulillah, bisa menjadi anak

yang lahir dari rahimmu, banyak kasih sayang dan ilmu yang telah kudapat

selama ini.Terima kasih untuk semuanya Bunda. Love you Mom, Miss you so

much.

Ayah, laki-laki pertama yang kucinta, yang selalu memberikan cinta dan kasih

y

y .T

y y , y ’

man who I ever knew. Love you more and more

K

y ’ y

,

&

F

y ’ y

.

, I ’

I y, y `

I

, y ’ y y

.

y

brotha... I love you

Teruntuk sahabat-

, y ’ y

,

y y

bestfriends.

Semua orang yang telah mendoakan tanpa aku ketahui. DanTerima kasih untuk

orang-orang yang selalu memberikan kasih sayang yang tulus, semoga Allah

membalas semua kebaikan kalian.


(10)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya serta shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Gambaran Tingkat Stres dilihat dari Aspek Fisik dan Emosional pada Pengajar Anak Autis di Sekolah Khusus Al-Ihsan”.

Skripsi ini disusun sebagaimana untuk memenuhi salah satu syarat guna mencapai gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) UIN Jakarta serta menerapkan dan mengembangkan teori-teori yang penulis peroleh selama kuliah.

Penulis telah berusaha untuk menyajikan suatu tulisan ilmiah yang rapi san sistematik sehingga mudah dipahami oleh pembaca. Penulis menyadari bahwa penyajian skripsi ini jauh dari sempurna. Hal ini disebabkan masih terbatasnya pengetahuan, pengalaman dan kemampuan penulis dalam melihat fakta, memecahkan masalah yang ada, serta mengeluarkan gagasan ataupun saran-saran. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang berguna untuk menyempurnakan skripsi akan penulis terima dengan hati terbuka dan rasa terima kasih.

Sesungguhnya banyak pihak yang telah memberikan dorongan dan bantuan yang tak terhingga nilainya hingga skripsi ini dapat penulis selesaikan tepat pada waktunya. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :


(11)

x

1. Prof. DR (hc). Dr. Muhammad Kamil Tajuddin, Sp. And., selaku dekanFakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ns. Waras Budi Utomo, S.Kep, M.KM, selaku Ketua Program Studi dan Ns. Eni Nuraini Agustini, S.Kep, M.Sc, selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Gusrina Komara Putri, MSN, dan Bapak Karyadi, Mkep, PhD, selaku Dosen Pembimbing, terima kasih sebesar-besarnya untuk beliau yang telah meluangkan waktu serta memberi arahan dan bimbingan dengan sabar kepada penulis selama proses pembuatan skripsi ini.

4. Ibu Nia Damiati, S.Kp,MNS, Ibu Gusrina Komara Putri, MSN, Bapak Karyadi, Mkep, PhD, selaku Dosen Penguji Skripsi, terima kasih sebesar-besarnya atas saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

5. Bapak Jamaluddin, M.Kep, selaku Dosen Pembimbing Akademik, terima kasih sebesar-besarnya untuk beliau yang telah membimbing, menjadi tempat curhat, dan memberi motivasi selama 4 tahun duduk di bangku kuliah.

6. Segenap Staf Pengajar dan karyawan di lingkungan Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmunya kepada saya selama duduk di bangku kuliah.


(12)

xi

7. Segenap Jajaran Staf dan Karyawan Akademik serta Perpustakaan Fakultas yang telah banyak membantu dalam pengadaan referensireferensi sebagai bahan rujukan skripsi.

8. Staff karyawan Sekolah Khusus Al-Ihsan yang telah memberikan kesempatan pada peneliti untuk melakukan penelitian.

9. Kementerian Agama RI yang telah memberikan beasiswa penuh selama proses perkuliahan, tanpa beasiswa tersebut saya belum tentu bisa menikmati indahnya nikmat kuliah gratis.

10. Orang tuaku, Bpk. H. Djamaluddin AR dan Bunda Hj. Mursyidah yang telah mendidik, mencurahkan semua kasih sayang tiada tara, mendo‟akan keberhasilan penulis, serta memberikan bantuan baik moril maupun materiil kepada penulis selama proses menyelesaikan skripsi ini. Tak lupa, kakaku Riza Sabrina dan Ulfa Jazila, Abangku Zahrial Fakhri dan Rahmatul Fadhil, Adikku Akmal Adila, Abang Ipar Nasrun dan Fadli Azhari dan seluruh keluarga besarku yang selalu memberikan semangat tanpa pamrih.

11. Sahabat-sahabatku yang selalu mendoakan dan memberikan semangat walaupun dari kejauhan, Misrul Hayati, Afifah, Isra Rizki Muntari, Inas Ghina, Mulyadi, Murni Mustari, Ista‟ana dan teman-teman lainnya yang tidak akan habis jika saya sebutkan disini.

12. Teman-teman FKIK 2010-2014, PSIK 2010, CSS MoRA 2010, IMAPA Jakarta, penghuni kosan“white house” Shulcha, Ariyanti, Reka, Nia, Lina walaupun berbeda jurusan tapi tekad kita berjalan dan berjuang bersama, memberi inspirasi, menghibur, memberi masukan, dan mengundang tawa saya selama menyelesaikan skripsi ini, serta semua pihak yang telah mendo‟akan selama proses pembuatan skripsi ini.


(13)

xii

Pada akhirnya penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, namun penulis harapkan semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukannya.

Jakarta, Juli 2014


(14)

xiii DAFTAR ISI

Surat Pernyataan... .i

Abstract ... ii

Abstrak ... iii

Pernyataan Persetujuan ... iv

Lembar Pengesahan ... v

Daftar Riwayat Hidup ... vii

LembarPersembahan...viii

Kata Pengantar ... ix

Daftar Isi... xi

Daftar Singkatan...xv

Daftar Tabel...xvi

Daftar Bagan...xvii

Daftar Lampiran...xviii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Pertanyaan Penelitian ... 7

D. Tujuan Penelitian ... 7

1. Tujuan Umum ... 7

2. Tujuan Khusus ... 7

E. Manfaat Penelitian ... 8


(15)

xiv

2. Bagi Sekolah Khusus Al-Ihsan ... 8

3. Bagi Peneliti ... 8

F. Ruang Lingkup Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Stres ... 10

1. Pengertian Stres ... 10

2. Sumber Stres ... 11

3. Reaksi Stres atau Dampak Stres ... 13

4. Gejala-gejala Stres ... 14

5. Mekanisme Koping Stres ... 16

6. Faktor yang Mempengaruhi Stres ... 17

7. Situasi Stres ... 18

8. Teori tentang Stres ... 19

9. Pengaruh Stres pada Kesehatan ... 21

10. Penelitian Terkait ... 23

11. Stres dalam Perspektif Islam ... 25

B. Autisme ... 27

1. Pengertian Autis ... 27

2. Kriteria Diagnostik Autis ... 28


(16)

xv

BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS

A. Kerangka Konsep ... 32

B. Definisi Operasional ... 33

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 35

B. Subjek Penelitian ... 35

1. Populasi ... 35

2. Sampel ... 36

C. Tempat dan Waktu Penelitian ... 36

D. Validitas dan Reliabilitas ... 36

E. Alat Pengumpulan Data ... 39

F. Metode Pengumpulan Data ... 41

1. Sumber Data ... 41

2. Prosedur Pengumpulan Data ... 41

G. Pengolahan Data ... 42

H. Analisis Data... 44

I. Etika Penelitian ... 44

BAB V HASIL PENELITIAN A. Profil Umum Sekolah Khusus Al-Ihsan ... 46


(17)

xvi BAB VI PEMBAHASAN

A. Analisa Univariat ... 57 B. Keterbatasan Penelitian ... 66

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 67 B. Saran ... 68

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(18)

xvii

DAFTAR SINGKATAN

SMA : Sekolah Menengah Atas

S1 : Strata Satu

S2 : Strata Dua

ASD : Autism Spectrum Disorder

LDL : Low Density Blood Cholesterol


(19)

xviii

DAFTAR TABEL

No Tabel Halaman

3.1 Definisi Operasional 33

5.1 Distribusi Frekuensi Pengajar Berdasarkan Data Demografi 52 5.2 Distribusi Frekuensi Reaksi Stres Aspek Fisik 53 5.3 Distribusi Frekuensi Reaksi Stres Aspek Emosional 54 5.4 Distribusi Frekuensi Reaksi Stres Aspek Fisik Berdasarkan

Jenis Kelamin

54

5.5 Distribusi Frekuensi Reaksi Stres Aspek Emosional Berdasarkan Jenis Kelamin

55

5.6 Distribusi Frekuensi Reaksi Stres Aspek Fisik Berdasarkan Usia

55

5.7 Distribusi Frekuensi Reaksi Stres Aspek Emosional Berdasarkan Usia

56

5.8 Distribusi Frekuensi Reaksi Stres Aspek Fisik Berdasarkan Tingkat pendidikan

57

5.9 Distribusi Frekuensi Reaksi Stres Aspek Emosional Berdasarkan Tingkat pendidikan

57

5.10 Distribusi Frekuensi Reaksi Stres Aspek Fisik Berdasarkan Status Perkawinan

58

5.11 Distribusi Frekuensi Reaksi Stres Aspek Emosional Berdasarkan Status Perkawinan

59

5.12 Distribusi Frekuensi Reaksi Stres Aspek Fisik Berdasarkan Lama Megajar

59

5.13 Distribusi Frekuensi Reaksi Stres Aspek Emosional Berdasarkan Lama Megajar


(20)

xix

DAFTAR BAGAN No. Bagan

Bagan 2.1 Kerangka Teori ... 31 Bagan 3.1 Kerangka Konsep ... 32


(21)

xx

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Dokumen Perizinan

Lampiran 2. Informed Consent Lampiran 3. Kuisioner

Lampiran 4. Hasil Olahan SPSS Uji Validitas dan Reliabilitas Lampiran 5. Hasil Olahan SPSS Univariat


(22)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak dengan Autism Spectrum Disorder (ASD) memiliki keterbatasan kemampuan dalam menerima, memproses dan merespon sekitarnya sehingga membuat mereka sulit belajar secara berkelompok. Jika selama di sekolah dibuat interaksi kelompok, anak dengan ASD cenderung menarik diri (Probst & Leppert, 2008). Karena keterbatasan dalam interaksi sosial, komunikasi dan bahasa, oleh karena itu anak dengan ASD membutuhkan dukungan tambahan di sekolah (Loveland, 2005 dalam Probst & Tobias, 2008).

Selain kekurangan sosial ini, anak-anak autis juga memperlihatkan keabnormalan komunikasi yang berfokus pada masalah penggunaan bahasa dalam rangka membangun komunikasi sosial, tidak adanya keselarasan dan kurangnya timbal balik dalam percakapan, serta penggunaan bahasa yang stereotip dan berulang-ulang. Sebanyak satu dari setiap dua orang anak autis tidak pernah belajar berbicara (Santro, 1995 dalam Pujiani, 2007).

Menjadi pengajar anak autis tentu bukan hal yang mudah mengingat anak autis mengalami gangguan dalam berkomunikasi dan dalam berhubungan dengan orang di sekitarnya. Ini sering menjadi stresor tersendiri bagi para pengajar anak autis dalam komunikasi selama proses belajar berlangsung, stresor ini juga akan mempengaruhi aspek lain dari kehidupan individu pengajar yang nantinya akan mempengaruhi kualitas mengajar dan juga mempengaruhi aspek kehidupan lainnya. Hal ini tentu menjadi suatu permasalahan yang akan berdampak bagi


(23)

pengajar sendiri maupun kepada muridnya mengingat anak penyandang autis justru jauh lebik banyak membutuhkan pengawasan dari sang pengajar. Menjadi pengajar murid penyandang autis akan meningkatkan kerentanan terhadap stres dan kelelahan kerja bagi para pengajar, hal ini disebabkan karena banyak tantangan yang dihadapi (Kokkinos, Davazoglou, 2009 dalam Ruble, 2011).

Stres adalah emosi negatif, kognitif, tingkah laku dan proses fisiologis yang terjadi pada individu untuk mencoba menyesuaikan atau menawar stresor yang ada. Dimana dapat mengganggu atau mengancam fungsi sehari-hari individu dan menyebabkan individu tersebut untuk membuat penyesuaian. Dalam menghadapi stresor tersebut dapat ditandai dengan adanya respon fisik, psikologis dan tingkah laku (Bernstein dkk, 2008).

Sedangkan Arnold (1986) dalam Adypato (2011) menyebutkan bahwa ada empat konsekuensi yang dapat terjadi akibat stres kerja yang dialami oleh individu, yaitu terganggunya kesehatan fisik, kesehatan psikologis, performance, serta mempengaruhi individu dalam pengambilan keputusan (Arnold, 1986 dalam Adypato,2011). Stres yang dirasakan terus-menerus akan membahayakan kesehatan fisik dan emosi seseorang, stres menghasilkan berbagai gejala fisik dan mental yang bervariasi sesuai dengan faktor-faktor situasional masing-masing individu (Damayanti, 2010)

Paparan jangka panjang terhadap stres dapat menyebabkan masalah kesehatan yang serius. Stres kronis mengganggu hampir setiap sistem dalam tubuh. Hal ini dapat meningkatkan tekanan darah, menekan sistem kekebalan tubuh, meningkatkan risiko serangan jantung dan stroke, berkontribusi terhadap infertilitas, dan mempercepat proses penuaan. Stres jangka panjang bahkan dapat


(24)

merusak otak, membuat lebih rentan terhadap kecemasan dan depresi (Melinda dkk, 2013).

Sebuah penelitian oleh Paul dan Tobias (2008) yang dilakukan pada pengajar anak autis didapatkan hasil bahwa stres pada pengajar anak autis berkurang setelah diberikan training selama penelitian. Ia menjelaskan bahwa ada 80% pengajar anak autis yang melaporkan bahwa mereka memiliki stresor yang tinggi dalam mengajar anak autis (Probst and Tobias, 2008).

Ervasti (2012) dalam jurnalnya menjelaskan penelitiannya yang dilakukan antara pengajar biasa dengan pengajar anak dengan kebutuhan khusus dan didapatkan hasil bahwa pengajar anak dengan kebutuhan khusus memiliki tingkat stres yang tinggi terutama fisik dan emosional (Ervasti, 2012).

Robbert dkk (2013) juga melakukan penelitian pada pengajar anak autis yang baru, dalam jurnalnya dijelaskan bahwa pengajar anak autis memiliki tingkat stres kerja yang lebih dari pada pengajar lainnya, sehingga butuh bimbingan dari pengajar anak autis yang lebih senior supaya pengajar yang baru masuk ini mampu mengatasi stresor yang ada. Didapatkan hasil penelitian bahwa stresor pengajar baru yang mendapat bimbingan dari pengajar senior lebih rendah daripada pengajar baru tanpa bimbingan pengajar senior (Stempien & Loeb, 2002 dalam Roberts, 2013).

Berdasarkan laporan yang diterima dari beberapa penelitian yang pernah dilakukan bahwa pengajar anak dengan kebutuhan khusus memiliki rasa kepuasaan yang sangat rendah terhadap pekerjaan akibat stres yang spesifik dan frustasi yang dialami oleh pengajar sehingga akhirnya pengajar lebih memilih untuk berhenti bekerja. Pengajar anak dengan kebutuhan khusus memiliki tingkat


(25)

stres lebih tinggi baik stres fisik maupun kondisi emosi pengajar (Stempien, 2013).

Terdapat penelitian yang termasuk beberapa anak-anak dengan ASD, masalah perilaku anak dikaitkan dengan kelelahan emosional antara 27 guru dan 28 asisten pengajar yang bekerja di sekolah-sekolah pendidikan khusus (Tellenback, 1983 dalam Lecavalier, 2006). Antara 20 % dan 40% laporan dari pengajar melaporkan bahwa mengajar anak dengan kebutuhan khusus memiliki stres yang tinggi (Kyriacou, 1978 dalam Lecavalier, 2006).

Sebagian besar guru yang mengajar siswa dengan autisme menunjukkan lebih banyak menunjukkan stres dibandingkan dengan mengajar siswa penyandang cacat seperti siswa dengan masalah emosional atau perilaku, atau cacat kognitif (Ruble, McGrew, 2013).

Dalam sebuah buku psikologi klinis dijelaskan bahwa dasar pemikiran psikologi kesehatan adalah adanya hubungan antara pikiran manusia (mind) dan tubuhnya. Penelitian menunjukkan bahwa variabel psikososial, personal, perilaku berlebihan, kebiasaan - kebiasaan tertentu dapat meningkatkan resiko terjadinya penyakit kronis, kecelakaan dan cedera. Dalam buku tersebut juga dijelaskan bahwa kesehatan psikologi memberi sumbangan pada peningkatan promosi kesehatan, dan pencegahan serta penyembuhan penyakit (Slamet, 2004).

Di tengah perbedaan definisi dasar tentang stres, para ilmuan juga mengambangkan konsep stres dengan cara yang berbeda-beda. Beberapa pakar membedakan antara pandangan subjektivitas dan objektivitas dari stres, sementara yang lainnya mengukur stres sebagai pengalaman dengan cara yang


(26)

sama dari masing-masing individu. Dalam pandangan subjektif, stres diukur dari pandangan masing-masing orang berdasarkan pengetahuan, familiaritas, dan latar belakang masing-masing. Sementara itu, para peneliti lain juga membuat pengukuran objektif berdasarkan jumlah stres yang dihubungkan dengan kejadian kehidupan tertentu yang disimpulkan dari pendapat sejumlah besar orang. Penelitian menunjukkan bahwa penilaian subjektif dan objektif dalam stres penting untuk memperkirakan kesehatan fisik sebagai hasilnya (Hasan, 2008).

Sekolah Khusus Al-Ihsan adalah sekolah yang berisi siswa dengan kebutuhan khusus, sekolah ini terletak di Serpong, Bintaro, Tangerang Selatan. Sekolah ini memiliki cabang di daerah Pamulang dan Cilegon.

Uraian di atas telah menyebutkan bahwa menjadi pengajar anak autis tidaklah mudah. Terlebih mengajar murid dengan autisma memerlukan perhatian yang lebih daripada mengajar anak biasa. Seorang pengajar hanyalah manusia biasa yang memiliki banyak kekurangan maka tidak jarang terkadang pengajar akan merasa kecewa, lelah dan marah. Dengan kata lain, keterbatasan anak autis menjadi stresor tersendiri bagi pengajar yang akan berdampak pada psikologis pengajar dan akhirnya mempengaruhi kesehatannya (Kokkinos, Davazoglou, 2009 dalam Ruble, 2011). Oleh karena itu peneliti disini ingin mengetahui gambaran tingkat stres dilihat dari aspek fisik dan emosioanal pada pengajar anak autis di Sekolah Khusus Al-ihsan.

Hasil studi pendahuluan terhadap 5 orang pengajar anak autis di Sekolah Khusus Al-Ihsan didapatkan data bahwa pengajar di sekolah tersebut sering mengalami stres disebabkan oleh pekerjaannya sebagai pengajar anak autis.


(27)

B. Rumusan Masalah

Telah dilakukan beberapa penelitian tentang bagaimana stres dapat mempengaruhi kesehatan fisik. Berbagai jalur yang berbeda-beda dapat terjadi. Pertama, stres dapat membuat individu melakukan perilaku kompromi terhadap masalah kesehatannya. Misalnya stres kronik dapat membuat orang lupa memerhatikan dirinya : kurang berolahraga, mengabaikan diet, kurang tidur, menggunakan narkoba, dan lain-lain. Orang yang mengalami stres juga dapat terpecah konsentrasinya dan membuatnya mengabaikan keselamatannya, seperti lupa menggunakan sabuk pengaman sehingga lebih mudah mengalami kecelakaan. Kedua, beberapa orang bereaksi terhadap situasi stres dengan mengadopsi peran orang sakit dan mencari pengobatan sehingga memiliki alasan untuk tidak berfungsi secara efektif. Misalnya, orang yang mengaku sakit memiliki alasan untuk bolos kerja atau tidak melakukan kewajibannya seperti biasanya. Ketiga, stres mempengaruhi perubahan fisiologis yang kondusif untuk perkembangan penyakit. Dengan adanya stres, ketahanan fisik dapat terganggu dan angka resiko penyakit tertentu juga akan meningkat (Hasan, 2008).

Penelitian stres sebagai suatu yang dinamik, banyak mengkaji mengenai stres kronik (chronic stres) dan keruwetan sehari-hari (daily hassles) yang menyebabkan stres (Hasan, 2008). Stres kronik terjadi pada situasi hidup yang membutuhkan penyesuaian yang signifikan dan persisten. Salah satu sumber stres kronik terbesar saat ini adalah stres kerja. Beban kerja yang terlalu berlebihan dapat menyebabkan kecelakaan kerja, distres emosional, dan masalah kesehatan fisik. Jenis stresor lain adalah keruwetan sehari-hari. Keruwetan sehari-hari


(28)

merupakan kejadian kecil yang mengecewakan dimana tidak terdapat tanggapan adaptif yang otomatis, terjadi secara tiba-tiba tapi membutuhkan penyesuaian. Keruwetan sehari-hari yang terjadi jangka panjang terbukti memiliki akibat bagi kesehatan (Hasan, 2008). Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui gambaran tingkat stres pada pengajar anak autis di Sekolah Khusus Al-Ihsan.

C. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka pertanyaan penelitian ini adalah : a. Bagaimana gambaran tingkat stres dilihat dari aspek fisik dan emosional pada

pengajar anak autis di Sekolah Khusus Al-Ihsan?

D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran tingkat stres pada pengajar anak autis di Sekolah Khusus Al-Ihsan.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui gambaran tingkat stres dilihat dari aspek fisik pada kehidupan pengajar anak autis di Sekolah Khusus Al-Ihsan.

b. Untuk mengetahui gambaran tingkat stres dilihat dari aspek emosional pada kehidupan pengajar anak autis di Sekolah Khusus Al-Ihsan.

c. Untuk mengetahui gambaran tingkat stres berdasarkan jenis kelamin pada pengajar anak autis di Sekolah Khusus Al-Ihsan.

d. Untuk mengetahui gambaran tingkat stres berdasarkan usia pada pengajar anak autis di Sekolah Khusus Al-Ihsan.


(29)

e. Untuk mengetahui gambaran tingkat stres berdasarkan tingkat pendidikan pada pengajar anak autis di Sekolah Khusus Al-Ihsan.

f. Untuk mengetahui gambaran tingkat stres berdasarkan status perkawinan pada pengajar anak autis di Sekolah Khusus Al-Ihsan.

g. Untuk mengetahui gambaran tingkat stres berdasarkan lama mengajar pada pengajar anak autis di Sekolah Khusus Al-Ihsan.

3. Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini, peneliti berharap dapat memberikan manfaat bagi :

1. Ilmu Keperawatan :

Penelitian ini dapat dijadikan acuan oleh perawat maupun mahasiswa keperawatan dalam pemberian promosi kesehatan tentang mekanisme coping terhadap stres.

2. Sekolah Khusus Al-Ihsan :

Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan tentang gambaran tingkat stres dilihat dari aspek fisik dan emosional pada pengajar anak autis serta sekolah turut memberikan solusi pada pengajar.

3. Peneliti :

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai database tentang stres bagi peneliti sebagi dasar untuk melakukan penelitian selanjutnya tentang stres.


(30)

4. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini menggambarkan tingkat stres pada pengajar anak autis. Penelitian ini dilakukan di Sekolah Khusus Al-Ihsan pada tanggal 16 Juni 2014. Populasi penelitian ini adalah seluruh pengajar di Sekolah Khusus Al-Ihsan. Desain penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan cross sectional.


(31)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Stres

Sepanjang masa perkembangan dari lahir hingga dewasa, kebutuhan-kebutuhan seseorang tidak selalu dapat terpenuhi dengan lancar. Seringkali terjadi hambatan dalam pemuasan suatu kebutuhan, motif, dan keinginan. Keadaan terhambat dalam mencapai suatu tujuan dinamakan frustasi. Keadaan frustasi yang berlangsung terlalu lama dan tidak dapat diatasi oleh seseorang akan menimbulkan stres. Frustasi dapat bersumber pada hambatan yang terjadi di luar diri, maupun di dalam diri (Hasan, 2008).

1. Pengertian Stres

Stres adalah ketegangan dan tekanan yang dihasilkan ketika individu melihat situasi yang menampilkan suatu tuntutan yang mengancam dari kemampuan yang ia punya (Bisen, Priya, 2010). Stres adalah emosi negatif, kognitif, tingkah laku dan proses fisiologis yang terjadi pada individu untuk mencoba menyesuaikan atau menawar stresor yang ada. Dimana dapat mengganggu atau mengancam fungsi sehari-hari individu dan menyebabkan individu tersebut untuk membuat penyesuaian. Dalam menghadapi stresor tersebut dapat ditandai dengan adanya respon fisik, psikologis dan tingkah laku (Bernstein dkk, 2008). Stres merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Hal ini terjadi karena kehidupan manusia tidak bisa dilepaskan dari perubahan yang terjadi di lingkungan maupun diri sendiri. Karenanya, setiap orang pasti pernah mengalami stres (Sumampouw & Mundzir, 2011). Dalam kata lain, stres meliputi sebuah


(32)

transaksi antara orang dan fisik mereka dan lingkungan psikologikal (Bernstein dkk, 2008).

Stres terjadi ketika tekanan dirasakan melebihi kemampuan individu untuk mengatasi masalah tersebut (Palmer dkk, 2003 ). Stres adalah suatu keadaan dimana beban yang dirasakan seseorang tidak sepadan dengan kemampuan untuk mengatasi beban itu (Slamet, 2003).

Istilah „stres‟ sudah sejak lama kita gunakan dalam pembicaraan sehari-hari. Stres adalah suatu keadaan tidak nyaman pada seseorang karena adanya perubahan dalam diri atau lingkungan yang menuntut adanya penyesuaian. Seseorang dituntut untuk menyesuaikan diri karena keadaan stres membebani sumber daya orang tersebut dan mengganggu kesejahteraannya (Sumampouw & Mundzir, 2011).

Berdasarkan berbagai penjelasan mengenai definisi tentang stres di atas dapat disimpulkan bahwa stres adalah ketegangan yang timbul sebagai reaksi dari stresor yang dirasakan oleh seseorang dimana dapat mengganggu atau mengancam fungsi sehari-hari individu dan dapat ditandai dengan adanya respon fisik, psikologis dan tingkah laku.

2. Sumber Stres

Sumber penyebab stres (stresor) adalah sesuatu yang menghasilkan tekanan fisik maupin mental. Stresor merupakan faktor penekan yang mempunyai potensi menciptakan stres. Faktor penekan menghasilkan kondisi-kondisi yang menuntut manusia memberikan energi atau perhatian khusus (Kartono, 2000 dalam Widiani 2011).


(33)

Stres kerja bisa muncul karena adanya sumber-sumber stres. Sumber-sumber stres tersebut ditimbulkan oleh kondisi dilingkungan kerja, diluar lingkungan kerja, maupun dari diri sendiri (Zahrotunnisa, 2001 dalam Ambarsari, 2011).

Lazarus (1983) dalam Ambarsari (2011) membagi sumber-sumber stres ke dalam 3 bagian umum yaitu :

a. Cataclysmic Events

Stresor yang terjadi secara tiba-tiba dan berkekuatan besar dan terjadi pada waktu yang singkat, sehingga individu tidak sempat mengantisipasi atau memberikan respon. Sumber stres ini mempunyai dampak yang besar bagi orang banyak, misalnya menyebabkan kematian. Namun jika peristiwa telah terjadi, maka ketakutan akan ancaman serupa akan mudah hilang. Contoh dari sumber stres ini adalah bencana alam, perang dan lain-lain.

b. Personal Stressor

Situasi yang menekan dan tidak diharapkan yang dirasakan hanya pada orang-orang tertentu. Peristiwa ini menyangkut hal-hal yang cukup kuat dan menantang individu untuk beradaptasi. Contoh dari sumber stres ini antara lain, kematian orang yang dicintai, dikeluarkan dari pekerjaan, kejadian-kejadian khusus yang tidak diharapkan, dan lain-lain.

c. Background Stressor

Kejadian dalam kehidupan sehari-hari yang dapat menimbulkan tekanan bagi individu. Berbeda dengan jenis sumber stres lain, sumber stres ini tidak mempunyai kekuatan besar, namun berlangsung secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama dan efek yang timbul adalah secara umum, misalnya bertempat tinggal dalam lingkungan yang berisik, atau ketidakpuasan kerja.


(34)

3. Reaksi Stres atau Dampak stres

Sumber stres yang berbeda dapat menimbulkan reaksi stres yang berbeda. Secara umum, reaksi stress dalam diri seseorang dapat dilihat dalam

empat aspek yaitu: aspek fisik, aspek emosi, aspek perilaku dan aspek pikiran (Slamet, 2003).

a. Aspek Fisik

Reaksi fisik seseorang dalam menghadapi stress merupakan reaksi yang paling sulit dikendalikan. Reaksi fisik terjadi secara otomatis. Dalam menghadapi stress, reaksi fisik yang dialami seseorang tampil sebagai reaksi yang dapat diamati oleh orang lain maupun reaksi yang hanya dirasakan dan diketahui oleh seseorang yang mengalaminya. Contoh reaksi fisik adalah: peningkatan detak jantung, munculnya keringat, ketegangan pada otot, sakit kepala dan gangguan tidur.

b. Aspek Emosi (Perasaan)

Seseorang yang mengalami stres akan merasakan berbagai jenis emosi. Pada umumnya, emosi-emosi tersebut bersifat negatif seperti: sedih, marah, kecewa, bingung, gelisah, frustrasi, dan perasaan tidak berdaya.

c. Aspek Perilaku

Reaksi dalam aspek perilaku merupakan reaksi stres yang paling jelas karena dapat diamati oleh orang lain. Orang lain dapat dengan mudah memberikan penilaian bahwa orang lain sedang stres karena orang tersebut menunjukkan perilaku yang berbeda dari biasanya ia lakukan. Reaksi stres dalam aspek perilaku ini sangat berkaitan dengan ketiga aspek lainnya. Misalnya: seseorang anak usia


(35)

sekolah yang ibunya meninggal merasakan kesedihan yang mendalam (aspek emosi) disertai dengan suhu badan yang tinggi (aspek fisik) dan menarik

diri dari interaksi dengan orang lain (aspek perilaku). d. Aspek Pikiran

Aspek pikiran terdiri dari keadaan dan isi pikiran seseorang. Contoh keadaan pikiran yang dipengaruhi oleh stres adalah sulit berkonsentrasi atau terus menerus memikirkan masalahnya. Isi pikiran seseorang yang dipengaruhi oleh stres cenderung bersifat negatif, seperti pikiran bahwa dirinya tidak berguna lagi, pemikiran bahwa lebih baik mati daripada hidup namun menderita, atau pemikiran bahwa tidak ada lagi orang lain yang peduli terhadap dirinya. Isi pikiran seseorang ketika menghadapi stress sebenarnya dapat dikendalikan menjadi lebih baik atau diubah menjadi lebih positif. Isi pikiran yang lebih

positif dapat membantu seseorang menghindari dampak stres yang lebih buruk (Slamet, 2003).

4. Gejala-Gejala Stres

Gejala stres akan ditemukan dalam segala sisi dari orang yang mengalaminya : fisik, emosi, intelektual dan interpersonal. Gejala ini tentu saja berbeda pada setiap orang karena pengalaman stres sangat individual sifatnya (Hardjana,1994, dalam Widiani 2011).

Hardjana (1994) dalam Widiani (2011) mengemukakan gejala-gejala yang terjadi pada saat orang mengalami stres, diantaranya yaitu :


(36)

a. Gejala fisik yang terjadi pada saat orang mengalami stres antara lain : Sakit kepala, pusing, tidur tidak teratur, insomnia (susah tidur), tidur melantur, bangun tidur awal, sakit punggung, terutama dibagian bawah, diare dan radang usus besar, gatal-gatal pada kulit, sulit buang air besar/sembelit, urat tegang terutama pada leher dan bahu, gangguan pencernaan, tekanan darah tinggi atau serangan jantung, perubahan selera makan (anoreksia), terlalu banyak mengeluarkan keringat, telah atau kehilangan daya energi

b. Gejala emosional stres antara lain :

- Gelisah atau cemas, sedih, depresi, mudah nangis, suasana hati dan jiwanya berubah-ubah dengan cepat, mudah marah, gugup , harga diri rendah atau merasa tidak nyaman, mudah tersinggung, gampang menyerang atau bermusuhan

c. Stres juga berdampak pada kerja intelek, dan gejala-gejalanya yaitu :

- Sulit berkonsentrasi, sulit membuat keputusan, mudah lupa , pikiran kacau, daya ingat menurun, sering melamun, kehilangan rasa humor yang sehat, produktivitas menurun.

Everly dan Girdano (2001 dalam Hendiyansyah, 2010) mengajukan daftar tanda-tanda distress. Menurut keduanya, stres akan mempunyai dampak pada suasana hati (mood), otot kerangka (musculoskeletal), dan organ dalam badan (viseral). Tanda-tanda distressnya adalah sebagai berikut : 1) Tanda-tanda suasana hati yaitu menjadi overexcited, cemas, menjadi bingung dan mudah lupa, gelisah, dan gugup. 2) Tanda-tanda otot kerangka yaitu jari-jari dan tangan gemetar, tidak dapat duduk diam, sakit kepala, merasa otot menjadi tegang dan kaku, gagap ketika bicara, leher menjadi kaku. 3) Tanda-tanda organ dalam badan yaitu


(37)

gangguan pencernaan, jantung berdebar, banyak keringat, tangan berkeringat (Everly dan Girdano, 2001 dalam Hendiyansyah, 2010)

5. Mekanisme Koping Stres

Seseorang dapat melakukan bermacam-macam cara penyesuaian diri untuk mengatasi berbagai macam stres. Tiap orang mempunyai cara penyesuaian diri yang khusus, tergantung dari kemampuan-kemampuan yang dimiliki, pengaruh-pengaruh lingkungan, pendidikan dan bagaimana ia mengembangkan dirinya. Anak dan orang dewasa memiliki cara penyesuaian diri yang berbeda terhadap stres dan lingkungan, begitu pula ada perbedaan dalam penyesuaian diri antara orang yang berpendidikan tinggi dengan yang buta huruf, antara kelompok sosial tinggi dan menengah dan sebagainya. Dalam menghadapi stres seseorang dapat mengadakan penyesuaian diri secara efektif, yaitu mengarahkan tindakannya pada sasaran tertentu untuk mengatasi sebab-sebab stres. Sifat-sifat dan tindakan yang terarah pada sasaran ialah objektif, rasional dan efektif (Slamet, 2003).

Menurut Slamet (2003 ) secara berturut-turut, langkah yang dilakukan untuk penyesuaian diri terhadap stres adalah :

a. Menilai situasi stres, yaitu menggolongkan jenis stres (kategorisasi), dan memperkirakan bahaya yang berkenaan dengan stres itu ;

b. Merumuskan alternatif tindakan yang dapat dilakukan dan menentukan tindakan yang paling mungkin untuk dilakukan.

c. Melaksanakan tindakan adalah langkah yang sukar.

d. Melihat feedback. Jika langkah pertama behasil maka diteruskan, jika tidak maka segera dilakukan alternatif lain.


(38)

6. Faktor yang Mempengaruhi Stres

Faktor-faktor yang mempengaruhi stres pada individu (Kozier 1998, dalam Faradiyati 2010) antara lain :

a. Sifat dari Stresor yang dihadapi

Sifat stresor merupakan faktor yang dapat mempengaruhi respon tubuh terhadap stresor. Sifat stresor ini dapat berupa tiba-tiba atau berangsur-angsur. Sifat ini pada setiap individu dapat berbeda-beda tergantung dari pemahaman tentang arti stresor.

b. Persepsi terhadap Stresor

Persepsi terhadap stresor yaitu cara yang dihadapinya akan mempengaruhi tingkat stres. Persepsi individu terhadap stresor dipengaruhi oleh kemampuan kognitif, ketrampilan verbal, pengalaman masa lalu, hubungan interpersonal, respon orang-orang yang disayangi dan perasaan yang menguasainya.

c. Jumlah Stresor

Banyaknya stresor yang diterima individu dalam waktu bersamaan. Jika individu tidak siap akan menimbulkan perilaku yang tidak baik, misalnya marah pada hal-hal kecil.

d. Lama Stresor

Lamanya stresor merupakan lamanya individu terpapar oleh stresor. Jika lamanya stresor melebihi batas pertahanan dan kekuatan koping, individu akan merasa lelah sehingga sulit beradaptasi dan mengatasi stres pada situasi yang serupa.


(39)

e. Pengalaman Masa Lalu terhadap Stres

Pengalaman individu yang lalu mempengaruhi individu terhadap masalah, dapat membantu individu dalam beradaptasi dan mengatasi stres pada situasi yang sama.

f. Usia

Usia seseorang mempengaruhi bagaimana individu mengatasi stresor dengan baik.

7. Situasi stres

Stres ringan biasanya tidak mengakibatkan kerusakan fisiologis kronis, tetapi stres sedang dan berat dapat menimbulkan resiko penyakit medis atau memburuknya penyakit kronis (Kline-Leidy, 2005 dalam Faradiyati 2010). Potter & Perry (2005) mengklasifikasikan stres dalam 3 tahap, yaitu :

a. Situasi stres ringan

Stresor yang dihadapi setiap orang secara teratur, seperti dulu banyak tidur, kritikan dari orang lain. Situasi ini termasuk dalam situasi yang tidak beresiko karena biasanya hanya berlangsung beberapa menit atau jam. Stresor ringan yang banyak dalam waktu singkat dapat meningkatkan risiko penyakit (Holmes & Rahe, 1976 dalam Potter & Perry, 2005)

b. Situasi stres sedang

Berlangsung lebih lama dari beberapa jam sampai beberapa hari, seperti anak yang sakit, ketidakhadiran yang lama dari orang terdekat. Situasi ini termasuk dalam situasi beresiko.


(40)

c. Situasi stres berat

Situasi kronis yang dapat ber langsung beberapa minggu sampai beberapa tahun, seperti penyakit fisik jangka panjang. Semakin sering dan lama situasi stres, semakin tinggi resiko kesehetan yang ditimbulkan (Wiebe & William, 1992 dalam Potter & Perry 2005)

8. Teori tentang Stres

Selye (1956 dalam Hasan, 2008) mengadakan penelitian model biologis yang melihat akibat stres pada kondisi fisiologis seseorang. Ia meneliti tentang bagaimana tubuh manusia ketika melakukan respon terhadap stresor. Stres dipandangnya sebagai suatu tanggapan tubuh yang bersifat tidak khusus terhadap suatu situasi yang mengancam, dimana tidak terdapat kesiapan atau tanggapan penyesuaian otomatis (Hasan, 2008).

Selye mengembangkan teori sindroma penyesuaian umum (general adaptation syndrome), yang terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama, disebut dengan tahap tanda bahaya (alarm stage), dimana tubuh melakukan mobilisasi respon dan memperlihatkan perubahan karakter akibat paparan pertama stresor. Terdapat peningkatan aktifitas kelenjar adrenal, kardiovaskular, dan fungsi pernafasan, disini terjadi reaksi stres secara fisik. Jika stresor terlalu kuat maka dapat terjadi kematian. Tahap kedua, disebut tahap pertahanan (resistance stage) individu melakukan upaya untuk mengatasi atau menyesuaikan diri terhadap stres, disini terjadi reaksi stres emosional. Karakter tubuh pada tahap sebelumnya mulai hilang. Pertahanan terhadap stresor mulai meningkat di atas normal, namun pertahanan terhadap stimulus lain menurun. Tahap ketiga, disebut tahap kelelahan (exhaustion stage), dimana seseorang mengalami kehabisan sumber daya setelah


(41)

paparan panjang dan terus-menerus ketika menyesuaikan diri terhadap stresor yang sama. Karakter fisik pada saat tanda bahaya muncul kembali, namun bersifat menetap, kemudian jika terlalu kuat maka individu akan mengalami kematian. Menurut Selye (1956) kombinasi tahapan ini memiliki pengaruh terhadap tekanan penyakit seseorang (Hasan, 2008).

Stres, sebagai respon atau tanggapan, adalah reaksi individu terhadap stressor. Ketika seseorang menggunakan kata stres, maka yang dimaksudnya adalah keadaan tegangnya itu sendiri. Respon atau reaksi individu tersebut mengandung dua komponen yang saling berhubungan, yaitu psikologis dan fisiologis. Reaksi psikologis meliputi perilaku, pola pikir, dan emosi dalam ruang lingkup yang luas. Sementara, reaksi fisiologis meliputi reaksi tubuh yang meningkat, seperti jantung berdebar-debar, mulut terasa kering, perut kembung, dan sebagainya. Kedua jenis tersebut juga disebut ketegangan (Hasan, 2008).

Lazarus (1983, dalam Hasan 2008) mengembangkan teori penilaian kognitif (cognitive appraisal) untuk memberikan penjelasan tentang stres dalam lingkup yang luas. Ia memberikan definisi stres yang mencakup berbagai faktor, yang terdiri dari stimulus, tanggapan, penilaian kognitif terhadap ancaman, gaya pertahanan (coping styles), perlindungan psikologis dan situasi sosial. Lazarus menilai bahwa ancaman (threat) merupakan kata kunci dari stres, yang dinilai secara subjektif ketika seseorang mempersepsikan efek negatif potensial stresor. Dalam teorinya ini, lazarus mengatakan bahwa terdapat dua tahap penilaian dari stresor potensial. Penilaian utama (primary appraisal) merupakan penilaian pribadi, apakah kejadian memiliki implikasi negatif. Penilaian sekunder (secundary appraisal) melibatkan determinasi pribadi, apakah ia memiliki


(42)

kemampuan dan sumber daya yang memadai untuk mengatasi potensi ancaman dan bahaya. Menurut teori ini, seseorang baru mengalami stres sebagai reaksi setelah penilaian diberikan (Hasan, 2008)

Selain penelitian Lazarus yang mengkaji stres dari segi penilaian pribadi, para ilmuwan juga mengadakan penelitian yang lebih berorientasi pada stresor yang dihadapi seseorang secara objektif. Beberapa peneliti melihat stresor sebagai suatu yang dinamik, yang dihasilkan secara episodik, dan berlangsung terus-menerus atau menetap. Sementara itu, peneliti yang lain mengkaji stres sebagai suatu yang statik, yang terjadi pada suatu peristiwa yang tersendiri (Hasan, 2008)

9. Pengaruh Stres pada Kesehatan

Penelitian yang mencoba melihat bagaimana stres mempengaruhi fungsi fisologis seseorang memiliki sejarah yang cukup panjang. Ilmuwan muslim, seperti yang dilakukan oleh Al-Razi (841-926 M dalam Hasan, 2008) dan Ibnu Sina (980-1037 M dalam Hasan, 2008), telah mengobati pasien-pasien psikosomatik, dan memanfaatkan stimulus psikologis untuk mengobati penyakit fisik pasiennya. Dalam buku Al-Qanun, Ibnu Sina (980-1037 M, dalam Hasan, 2008) juga menyatakan bagaimana denyut nadi seseorang bervariasi terhadap kondisi fisik yang dialaminya. Dia menyatakan bahwa denyut nadi orang yang marah kuat, tinggi, cepat, dan teratur. Untuk kebahagiaan, denyut rata-rata cukup kuat tetapi pelan dan tidak teratur. Namun dalam kesedihan denyut rata-rata rendah, lemah, tidak teratur dan pelan. Sementara denyut untuk perasaan ketakutan yaitu cepat, bergetar dan tidak teratur (Hasan, 2008).

Pada awal tahun 1900-an, Walter Cannon mengadakan penelitian tentang bagaimana respon individu terhadap stimulus jika harus berhadapan dengan


(43)

situasi yang membahayakan. Respon individu terhadap stresor disebutnya sebagai stres kritikal (critical stres), dan Cannon juga mengidentifikasi tanggapan tempur atau lari (fight-or-flight response) pada individu yang mengalami stres. Secara fisiologis, tanggapan yang terjadi sangat mencolok : tekanan darah meningkat, rata-rata detak jantung dan pernapasan meningkat, tingkat gula darah naik, tangan berkeringat, otot menjadi tegang (Hasan, 2008).

Lazarus (1994) dalam Slamet (2003) ada 4 jenis penyakit yang diduga berkaitan dengan emosi yang menimbulkan keadaan tidak senang (distressing) : emosi marah, iri, cemburu, cemas, bersalah, malu, sedih dan berharap. Friedman dan Roseman (1993) telah melakukan penelitian terhadap penderita penyakit jantung koroner. Penelitian menunjukkan bahwa penyakit jantung koroner lebih banyak berhubungan dengan stres kerja, dan kurang mampunyai seseorang dalam mengolah kemarahan. Emosi yang tidak menyenangkan tersebut dapat menimbulkan penyesuaian maladaptif (seperti merokok, makan banyak, dan lain-lain) dan memacu produksi hormon-hormon yang mempunyai daya kuat dan dapat meningkatkan penyebab primer dari penyumbatan arteri (meningkatkan low density blood cholesterol/LDL). Selanjutnya emosi ini dapat mengakibatkan produksi hormon yang menurunkan jumlah sel daya tahan tubuh (limfosit). Ini yang memungkinkan terjadinya penyakit infeksi. Walaupun begitu, belum ada jawaban yang pasti tentang fungsi tubuh mana (hormon, sistem, dan-lain) yang dipengaruhi oleh emosi (Lazarus, 1994 dalam Slamet, 2003).

Selye (1956 dalam Hasan, 2008) yang kemudian juga mengadakan penelitian model biologis yang melihat akibat stres pada kondisi fisiologis seseorang. Ia meneliti tentang bagaimana tubuh manusia ketika melakukan respon terhadap


(44)

stresor. Stres dipandangnya sebagai suatu tanggapan tubuh yang bersifat tidak khusus terhadap suatu situasi yang mengancam, dimana tidak terdapat kesiapan atau tanggapan penyesuaian otomatis (Hasan, 2008).

Teori Selye kemudian menjadi model penting yang melatarbelakangi berbagai penelitian lanjutan tentang bagaimana stres dapat menyebabkan kerusakan fungsi fisiologis. Stmulus yang memancing kemarahan dapat menyebabkan peningkatan aktivitas adrenalin (Levi, 1965 dalam Hasan, 2008). Beban kerja yang berat yang disertai kontrol yang kurang dapat meningkatkan tingkat catecholamin (Theorell 1974 dalam Hasan, 2008). Pengeluaran epinephrine dan norephinephrine ditemukan sebagai tanggapan stimulus psikologis murni (Frankenheuser, 1975 dalam Hasan, 2008) dan terjadi perubahan tanggapan adrenal pituitary mengikuti periode stres (Mason, 1975 dalam Hasan, 2008). Penemuan awal tersebut membawa penelitian tentang bagaimana peran stres dalam perkembangan penyakit. Tiga garis penting perkembangan yang melihat mekanisme stres dalam masalah kesehatan fisik dewasa ini adalah pengembangan psikoneuroimunologi, penelitian stres pada penyakit kardiovaskular dan penelitian gangguan psikofisiologis.

10.Penelitian Terkait

Sebuah penelitian oleh Paul dan Tobias (2008) yang dilakukan pada pengajar anak autis didapatkan hasil bahwa stres pada pengajar anak autis berkurang setelah diberikan training selama penelitian. Ia menjelaskan bahwa 80% pengajar anak autis yang melaporkan bahwa mereka memiliki stresor yang tinggi dalam mengajar anak autis (Probst and Tobias, 2008).


(45)

Ervasti (2012) dalam jurnalnya menjelaskan penelitiannya yang dilakukan antara pengajar biasa dengan pengajar anak dengan kebutuhan khusus dan didapatkan hasil bahwa pengajar anak dengan kebutuhan khusus memiliki tingkat stres yang tinggi terutama fisik dan emosional (Ervasti, 2012).

Robbert dkk (2013) juga melakukan penelitian pada pengajar anak autis yang baru, dalam jurnalnya dijelaskan bahwa pengajar anak autis memiliki tingkat stres kerja yang lebih dari pada pengajar lainnya khususnya bagi pengajar baru, sehingga butuh bimbingan dari pengajar anak autis yang lebih senior supaya pengajar yang baru masuk ini untuk mengatasi stresor yang ada. Didapatkan hasil penelitian bahwa stresor pengajar baru yang mendapat bimbingan dari pengajar senior lebih rendah daripada pengajar baru tanpa bimbingan pengajar senior sehingga (Stempien & Loeb, 2002 dalam Roberts, 2013).

Ervasti (2012) menjelaskan bahwa pengajar perempuan siswa dengan kebutuhan khusus memiliki tingkat stres lebih tinggi daripada pengajar laki-laki. (Ervasti, 2012). Lecavalier (2006) menjelaskan bahwa usia dan jenis kelamin pengajar anak dengan autism mempengaruhi respon terhadap stres. Goliszek (2005) bahwa persepsi stres dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain usia,kecerdasan, kemampuan fisik, tingkat pendidikan, agama dan lain sebagainya.

Singer (1992, dalam Adera, 2009) yang menjelaskan bahwa pengajar dengan pengalaman kerja kurang dari 10 tahun memiliki resiko stres yang tinggi, penelitian tersebut dilakukan pada 82 pengajar anak dengan kebutuhan khusus.

Stempien (2013) menjelaskan bahwa berdasarkan laporan yang diterima dari beberapa penelitian yang pernah dilakukan bahwa pengajar anak dengan


(46)

kebutuhan khusus memiliki rasa kepuasaan yang sangat rendah terhadap pekerjaan akibat stres yang spesifik dan frustasi yang dialami oleh pengajar sehingga akhirnya pengajar lebih memilih untuk berhenti bekerja. Pengajar anak dengan kebutuhan khusus memiliki tingkat stres lebih tinggi baik stres fisik maupun kondisi emosi pengajar (Stempien, 2013).

11. Stres dalam Perspektif Islam

Stres merupakan gejala penyakit terbesar di abad modern. Dengan demikian , kesempatan peneliti psikologi Kesehatan Islam i berkaitan dengan masalah ini sangat terbuka lebar. Pengumpulan data-data empiris masih harus dilakukan, untuk mengangkat wacan a serta menjadi ilmu pengetahuan. Ajaran islam memberikan banyak cara untuk mengatasi konflik psikologis, kedukaan, kemarahan, atau ketakutan yang dapat menjadi dasar penelitian dalam mengatasi stres (Hasan, 2008)

Alquran telah menggunakan permisalan yang memakai prinsip mekanika beban untuk menggambarkan masalah yang dihadapi manusia. Prinsip mekanika beban merupakan konstruk awal yang melahirkan penelitian yang mendalam tentang stres. Secara keseluruhan ayat alquran yang membahas konsep beban dalam masalah manusia ini berbunyi :

Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu ?. Dan Kami telah menghilangkan daripadamu bebanmu. Yang memberatkan punggungmu. Dan Kami tinggikan bagimu sebutanmu. Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesudah kesulitan ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan) kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang


(47)

lain. Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap”. (QS. Al-Insyirah [ 94] : 1-8 )

Jika dianalisis, surat diatas telah memasukkan perspektif subjektif dan objektif tentang stres. Ayat dua (beban) lebih berorientasi pada perspektif objektif, namun ayat ketiga (punggung) dan ayat satu (dada) lebih mengandung perspektif subjektif (Hasan, 2008).

Dalam teori penilaian kognitif tentang stres menyatakan bahwa stres timbul sebagai reaksi subjektif setelah seseorang melakukan perbandingan antara implikasi negatif dari kejadian yang menegangkan dengan kemampuan atau sumber daya yang memadai untuk mengatasi kejadian tersebut. Dalam teori ini stres terjadi karena seseorang memandang besar akibat dari kejadian yang menegangkan ini, dan tidak memiliki kemampuan untuk mengatasinya. Dalam Alquran dinyatakan :

“Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebaikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa) : “ ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkau penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir”. (QS. Al-Baqarah [ 2] : 286 )


(48)

B. Autisme

1. Pengertian Autis

Autis adalah gangguan perkembangan yang parah yang meliputi ketidkmampuan dalam membangun hubungan sosial, ketidaknormalan dalam berkomunikasi dan pola perilaku yang terbatas, berulang-ulang dan stereotip. Ketidakmampun sosialisasi meliputi suatu kegagalan untuk menggunakan pandangan mata langsung untuk membangun interaksi sosial, jarang mencari orang lain untuk memperoleh kenyamanan atau afeksi, jarang memprakarsai permainan dengan orang lain dan tidak memiliki relasi teman sebaya untuk berbagi minat dan emosi secara timbal balik (Santro, 1995 dalam Pujiani, 2007).

Perilaku autistik digolongkan dalam dua jenis, yaitu perilaku yang eksesif (berlebihan) dan perilaku yang defisit (berkekurangan). Yang termasuk perilaku eksesif adalah hiperaktif dan tantrum (mengamuk) berupa menjerit, menyepak, menggigit, mencakar, memukul dan lain sebagainya. Di sini juga sering terjadi anak menyakiti diri sendiri (self abuse). Perilaku defisit ditandai dengan gangguan bicara, perilaku sosial kurang sesuai, defisit sensoris sehingga dikira tuli, bermain tidak benar dan emosi yang tidak tepat, misalnya tertawa tanpa sebab menangis tanpa sebab dan melamun (Handojo, 2003 dalam Pujiani, 2007).

Autisma adalah gangguan perkembangan yang luas dan berat yang gejalanya mulai tampak pada anak sebelum mencapai usia tiga tahun. Gangguan perkembangan ini meliputi keterlambatan pada bidang komunikasi, interaksi sosial dan perilaku (Yuspendi, 2005 dalam Pujiani, 2007).


(49)

2. Kriteria Diagnostik Autis

Kriteria diagnostik autis menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mentat Disorder / DSM-IV (Hanjono, 2003 dalam Pujiani, 2007) adalah sebagai berikut :

a. Harus ada sedikitnya enam gejala dari 1,2 dan 3 dengan minimal dua indikasi dari gejala 1 dan masing-masing satu indikasi dari gejala 2 dan 3.

1) Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal-balik. Minimal harus ada dua indikasi dibawah ini :

- Tidak mampu menjalani interaksi sosial yang cukup memadai : kontak mata sangat kurang, ekspresi muka kurang hidup dan gerak-gerik kurang tertuju. - Tidak bisa bermain dengan teman sebaya.

- Tidak ada empati (tidak dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain). - Kurang mampu mengadakan hubungan sosial dan emosional yang

timbal-balik.

2) Gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi. Minimal harus ada satu indikasi dibawa ini :

- Perkembangan bicara terlambat atau sama sekali tidak berkembang. Anak tidak berusaha untuk berkomunikasi secara non-verbal.

- Bila anak bisa bicara maka bicaranya tidak dipakai untuk komunikasi. - Cara bermain kurang variatif, kurang imajinatif dan kurang dapat meniru. 3) Adanya pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dalam perilaku, minat

dan kegiatan. Minimal harus ada satu dari indikasi dibawa ini :

- Mempertahankan satu minat atau lebih dengan cara yang sangat khas dan berlebihan.


(50)

- Terpaku pada suatu kegiatan yang ritualistik atau rutinitas yang tidak ada gunanya.

- Ada gerakan-gerakan aneh yang khas dan diulang-ulang - Seringkali sangat terpukau pada bagian-bagian benda.

- Sebelum umur tiga tahun tampak adanya keterlambatan atau gangguan dalam bidang interaksi sosial, bicara dan berbahasa, cara bermain yang monoton dan kurang variatif.

- Bukan disebabkan oleh Sindrom Rett atau Gangguan Disintegratif Masa Kanak.

Umumnya penyandang autisme memperlihatkan perilaku yang tidak wajar dibandingkan anak-anak lainnya. Anak autisme terkesan tidak acuh, menyendiri, individual dan pendiam. Mereka umumnya tidak mampu bereaksi terhadap sesuatu dalam lingkungannya. Bahkan mereka tidak bisa berkomunikasi secara sederhana sekalipun, seperti kontak mata dengan orang tuanya, orang yang paling dekat secara emosional. Sebagian mereka bahkan tidak mempunya memori, tidak bisa mengingat apa yang telah terjadi, atau yang dia lakukan sebelumnya. Anak-anak autisme hidup dalam dunianya sendiri. Mereka umumnya melakukan gerakan yang sama diulang-ulang hingga berjam-jam, atau memperlakukan suatu barang, misalnya mainan mobil-mobilan tidak pada fungsi yang lazim (kompas, 1999 dalam Pujiani, 2007).

Penyandang autisme mempunyai karakteristik antara lain : Selektif berlebihan terhadap rangsang, kurangnya motivasi untuk menjelajahi lingkungan baru, respon stimulus diri sehingga mengganggu integrasi sosial, respon unik terhadap imbalan (reinforcement), khususnya imbalan dari stimulasi diri. Anak merasa


(51)

mendapat imbalan berupa hasil penginderaan terhadap perilaku stimulus dirinya, baik berupa gerakan maupun berupa suara. Hal ini menyebabkan anak autis selalu mengulang perilakunya secara khas (Handjono, 2003 dalam Pujiani 2007).

C. Kerangka Teori

Lazarus (1983, dalam Hasan 2008) mengembangkan teori penilaian kognitif (cognitive appraisal). Dalam teorinya ini, lazarus mengatakan bahwa terdapat dua tahap penilaian dari stresor potensial. Penilaian utama (primary appraisal) merupakan penilaian pribadi, apakah kejadian memiliki implikasi negatif. Penilaian sekunder (secundary appraisal) melibatkan determinasi pribadi, apakah ia memiliki kemampuan dan sumber daya yang memadai untuk mengatasi potensi ancaman dan bahaya. Menurut teori ini, seseorang baru mengalami stres sebagai reaksi setelah penilaian diberikan (Hasan, 2008)

Selye (1956) mengembangkan teori sindroma penyesuaian umum (general adaptation syndrome), yang terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama, disebut dengan tahap tanda bahaya (alarm stage). Tahap kedua, disebut tahap pertahanan (resistance stage). Tahap ketiga, disebut tahap kelelahan (exhaustion stage) (Hasan, 2008)


(52)

Bagan 1.1 Modifikasi kerangka teori dari Lazarrus (1994) dan Selye (1956) Sumber stres

Cataclysmic Events Personal Stressor Background Stressor

Respon penyesuaian individu :

Alarm stage (respon fisik) Reistance stage

(respon emosi) Exhaustion stage

Penilaian Kognitif (cognitive appraisal :

Primary appraisalSecundary appraisal


(53)

BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Stres dapat mempengaruhi aspek fisik, emosional, perilaku dan pikiran. Namun dalam penelitian ini penulis hanya menilai dampak stres dari aspek fisik dan emosional. Dampak stres pada aspek fisik dan emosional akan dijelaskan pada skema di bawah ini.

Bagan 1.2 Kerangka Konsep Sekolah Autis

Tingkat stres pengajar:  Fisik


(54)

33 B. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil ukur Skala

1 Stres Stres adalah gambaran kondisi psikologis responden pada aspek fisik dan emosional menurut Stress Indicator Questionnaire oleh the counseling team international (2012)

Kuesioner

Mengunakan skala Likert 1-5, dengan jumlah 30 pertanyaan. Dengan rincian 11 pertanyaan aspek fisik dan 19 pertanyaan aspek emosional.

Level stres untuk aspek fisik : 1. Sangat ringan = 11-13 2. Sedang = 14-17 3. Berat = 18-21 4. Sangat berat = 22-25 5. Bahaya = 26- >29

Level stres untuk aspek emosional :

1. Sangat ringan = 31-37 2. Sedang = 38-44 3. Berat = 45-51 4. Sangat berat = 52-58 5. Bahaya = 59->65

(Hidayat, 2008)


(55)

34 2 Jenis Kelamin Karakteristik biologis

responden

Kuesioner

1= Laki-laki 2= perempuan

Nominal

No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil ukur Skala

3 Usia Usia responden sampai ulang tahun terakhir.

Kuesioner 1= Usia 20-35 tahun 2= Usia 36-50 tahun


(56)

35 4 Tingkat Pendidikan Pendidikan terakhir yang

ditempuh oleh responden.

Kuesioner 1= SMA

2= S1 3= S2

Ordinal

5 Status Perkawinan Status pernikahan responden. Kuesioner 1= Belum menikah 2= Menikah 3= Cerai

Nominal

6 Lama Mengajar Lama mengajar responden dari awal mengajar di Sekolah Khusus Al-Ihsan sampai saat dilakukan pengukuran.

Kuesioner 1= 1-10 tahun 2= 11-20 tahun


(57)

35 BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Rancangan cross sectional merupakan rancangan penelitian dengan melakukan pengukuran atau pengamatan pada saat bersamaan (Hidayat, 2008).

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif sederhana yang menggunakan variabel penelitian secara statistik sederhana. Metode deskriptif kuantitatif sederhana yaitu suatu metode dalam penelitian sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem, pemikiran suatu kelas peristiwa pada masa sekarang (Nazir dalam Konaah, 2010). Tujuan dari penelitian deskriptif kuantitatif sederhana ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan penelitian.

B. Subjek Penelitian 1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono dalam hidayat, 2008). Populasi pada penelitian ini berjumlah 30 orang pengajar anak autis di Sekolah Khusus Al-Ihsan.


(58)

2. Sampel

Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2008). Metode sampling yang digunakan adalah total sampling, karena sampel yang ada terbatas. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh pengajar di Sekolah Khusus Al-Ihsan. Jumlah sampel sebanyak 30 orang.

C. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada tanggal 16 Juni 2014 di Sekolah Khusus Al-Ihsan. Alasan peneliti memilih Sekolah Khusus Al-Ihsan sebagai lokasi penelitian karena sekolah ini letaknya yang terjangkau, kemudahan dalam hal birokrasi, dan belum pernah dilakukan penelitian mengenai gambaran tingkat stres dilihat dari aspek fisik dan emosional pada pengajar anak autis di Sekolah Khusus Al-Ihsan.

D. Validitas dan Reliabilitas Kuesioner 1. Hasil Uji Validitas

Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang diukur. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Dalam hal ini digunakan beberapa item pertanyaan yang dapat secara tepat mengungkapkan variabel yang akan diukur tersebut. Uji ini dilakukan dengan menghitung korelasi antara masing-masing skor item pertanyaan dari tiap variabel dengan total skor variabel tersebut. Uji validitas menggunakan korelasi Product Moment dari Pearson. Suatu instrument dikatakan valid atau sahih


(59)

apabila korelasi tiap butiran memiliki nilai positif dan nilai t hitung > t tabel (Hidayat, 2008).

Pengambilan keputusan dilakukan dengan melihat hasil perhitungan r hitung. Apabila r > r tabel, maka pertanyaan tersebut valid, sedangkan apabila r < r tabel, maka pertanyaan tidak valid. Jenis uji validitas ini adalah content validity yang bertujuan untuk menguji ketepatan isi instrumen penelitian (kuesioner).

Pada penelitian ini, uji coba instrumen dilakukan pada tanggal 12-15 Mei tahun 2014. Uji coba dilakukan terhadap 20 orang pengajar di Sekolah Spectrum di daerah Bintaro. Dari uji ini, pada poin B item yang tidak valid terdapat pada nomor : 1,2,3,13,14,16,18,19,20 dan pada poin C item yang tidak valid terdapat pada nomor : 5 dan 20. Item-item tersebut diperbaiki dan tetap digunakan dalam kuesioner penelitian.

Selanjutnya, dilakukan uji validitas lagi dengan item yang telah diperbaiki tersebut dan didapatkan hasil bahwa item-item tersebut tetap tidak valid, sehingga akhirnya dilakukan uji validitas kembali tanpa menggunakan item 1,2,3,13,14,16,18,19,20 pada aspek fisik dan tanpa menggunakan item 5 dan 20 pada aspek emosional dan didapatkan hasil seluruh item adalah valid. Jadi kesimpulannyam item 1,2,3,13,14,16,18,19,20 dikeluarkan dari aspek fisik dan item 5 dan 20 juga dikeluarkan dari aspek emosional karena dianggap tidak valid, sehingga total pertanyaan yang dipakai dalam kuesioner adalah 30 pertanyaan dengan rincian 11 pertanyaan untuk aspek fisik dan 19 pertanyaan untuk aspek emosional.


(60)

2. Hasil Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala sama, dengan menggunakan alat ukur yang sama. Pengukuran reliabilitas menggunakan bantuan software komputer dengan rumus Alpha Cronbach. Suatu variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Alpha Cronbach > 0,60 (Hidayat, 2007).

Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Untuk mendapatkan data yang valid dan reliabel maka kuesioner tersebut akan diuji validitas dan reliabilitas. Sebelum kuesioner digunakan dalam penelitian, terlebih dahulu dilakukan uji validitas dengan rumus Pearson Product Moment dan dicari reliabilitas dengan menggunakan metode Alpha Cronbach.

Tujuan dari uji coba kuesioner adalah untuk mengetahui apakah pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam kuesioner penelitian mudah dimengerti atau sulit/tidak dimengerti oleh responden. Apabila hasil uji coba kuesioner ini terdapat pertanyaan yang belum memiliki validitas dan reliabilitas, maka akan dilakukan perbaikan atau penyempurnaan.

Pada penelitian ini, reliabilitas pada aspek fisik saat pertama kali diuji menghasilkan nilai α = 0.772 dan pada aspek emosional menghasilkan nilai α = 0.618. Selanjutnya, dilakukan uji reliabilitas yang kedua pada aspek fisik tanpa menggunakan item 1,2,3,13,14,16,18,19,20 menghasilkan nilai α = 0,742 dan pada aspek emosional tanpa menggunakan item 5 dan 20 menghasilkan nilai α =


(61)

0,743. Karena nilai Alpha Cronbach > 0,60 maka instrumen ini dianggap reliabel dan dapat dipercaya.

E. Alat Pengumpulan Data

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar kuesioner yang diambil dari stress indicator questionnaire berisi 41 pertanyaan mengenai gambaran stres dari beberapa aspek yaitu fisik, emosional, perilaku, dan tidur karena fokus penelitian ini adalah pada aspek fisik dan emosional maka penulis hanya mengambil dua aspek tresebut sebagai pertanyaan dalam kuesioner penelitian.

Kuesioner dibagi dalam tiga poin, poin A terdiri dari karakteristik responden, poin B berisi pertanyaan tentang aspek fisik dengan jumlah 11 soal dan poin C berisi pertanyaan tentang aspek emosional dengan jumlah 19 pertanyaan. Kuesioner adalah suatu alat pengumpulan data mengenai suatu masalah yang umumnya banyak menyangkut kepentingan umum/orang banyak (Notoadmodjo dalam faridayati, 2010).

Instrumen yang digunakan berupa lembar kuesioner yang berisi 30 item pertanyaan tentang gambaran stres yang muncul pada pengajar di Sekolah Khusus Al-Ihsan. Reaksi stres dinilai dengan skor, yaitu (1) = Tidak pernah, (2) = Hampir tidak pernah, (3) = Sering, (4) = Biasanya, (5) = Hampir selalu. Masing-masing aspek memiliki nilai terendah dan tertinggi. Nilai terendah aspek fisik yaitu 11 dan nilai tertinggi yaitu 35. Sedangkan untuk aspek emosional, nilai terendah yaitu 31 dan nilai tertinggi yaitu 69. Nilai tersebut diperoleh dari mencari interval


(62)

nilai tertinggi dan terendah dari hasil jawaban responden, tingkat stres diklasifikasikan berdasarkan rumus berikut :

=

Setelah didapatkan nilai interval dari masing-masing aspek maka selanjutnya ditentukan kelas interval. Nilai rentang untuk setiap kelas didapatkan dengan cara sebagai berikut :

Kelas Nilai rentang diperoleh dari :

Sangat Ringan Nilai terendah s/d [ nilai terendah + (nilai interval-1) ] Sedang Nilai terendah s/d [ nilai terendah + (nilai interval-1) ] Berat Nilai terendah s/d [ nilai terendah + (nilai interval-1) ] Sangat Berat Nilai terendah s/d [ nilai terendah + (nilai interval-1) ] Bahaya Nilai terendah s/d [ nilai terendah + (nilai interval-1) ]

Kemudian didapatkan hasil level untuk aspek fisik yaitu : sangat ringan skor 11-13, sedang skor 14-17, berat skor 18-21, sangat berat skor 22-25, bahaya skor 26- >29. Untuk level stres aspek emosional didapatkan hasil yaitu : sangat ringan skor 31-37, sedang skor 38-44, berat skor 45-51, sangat berat skor 52-58, bahaya skor 59- >65.


(63)

F. Metode Pengumpulan data 1. Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner yang memenuhi kriteria untuk menjadi responden. Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti.

2. Prosedur Pengumpulan Data

Proses-proses dalam pengumpulan data pada penelitian melalui beberapa tahap yaitu :

a. Setelah proposal penelitian disetujui oleh penguji, maka dilanjutkan dengan mengajukan surat permohonan izin penelitian dari Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

b. Menyerahkan surat permohonan izin penelitian kepada Kepala Sekolah Khusus Al-Ihsan.

c. Menjelaskan tujuan dan manfaat penelitian kepada calon responden.

d. Memberikan lembar persetujuan (informed consent) untuk ditanda tangani oleh calon responden apabila setuju menjadi subjek penelitian.

e. Memberikan penjelasan kepada responden tentang cara pengisian kuesioner. f. Waktu pengisian kuisioner selama kurang lebih 10 menit untuk masing-masing

responden.

g. Memberikan kesempatan kepada responden untuk bertanya kepada peneliti apabila ada yang tidak jelas dengan kuesioner

h. Mengingatkan responden untuk memeriksa kembali kuesioner yang telah diisi untuk memastikan bahwa semua item telah terisi.


(64)

i. Responden menyerahkan kembali kuesioner yang telah diisi kepada peneliti untuk diperiksa.

j. Mengolah data dan menganalisa menganalisa data sesuai uji statistik yang telah ditetapkan peneliti.

G. Pengolahan Data

Dalam melakukan analisis, data terlebih dahulu harus diolah dengan tujuan mengubah data menjadi informasi. Dalam statistik, informasi yang diperoleh dipergunakan untuk proses pengambilan keputusan, terutama dalam pengajian hipotesis (Hidayat, 2008).

Dalam proses pengolahan data, peneliti menggunakan langkah-langkah pengolahan data di antaranya :

1. Editing

Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh atau dikumpulkan . Editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul.

2. Coding

Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. Pemberian kode ini sangat penting bila pengolahan dan analisa data menggunakan komputer. Biasanya dalam pemberian kode dibuat juga daftar kode dan artinya dalam satu buku (code book) untuk memudahkan kembali melihat lokasi dan arti suatu kode dari suatu variabel.


(65)

3. Entri data

Data entri adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan ke dalam master tabel atau database komputer, kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana atau bisa juga dengan membuat tabel kontingensi. Setelah semua isian kuesioner terisi penuh dan benar, data sudah dikoding, maka langkah selanjutnya adalah memproses data untuk dianalisis.

4. Processing data

Proses pengolahan data dilakukan dengan cara memindahkan data dari kuesioner ke paket program komputer pengolahan data statistik.

5. Cleaning

Cleaning yaitu proses pengecekan kembali data-data yang telah dimasukkan untuk melihat ada tidaknya kesalahan, terutama kesesuaian pengkodean yang dilakukan. Apabila terjadi kesalahan, maka data tersebut akan segera diperbaiki sehingga sesuai dengan hasil pengumpulan data yang dilakukan.

6. Transform atau modifikasi data, yaitu :

a. Recode (pengelompokan data) untuk mengubah data dari variabel numeric menjadi variabel kategorik.

b. Compute (membuat variabel baru dari hasil perhitungan matematika) yaitu membuat variabel baru hasil dari perhitungan matematika dari beberapa variabel yang sudah di entry seperti melakukan penjumlahan.

c. Statistic, setelah melakukan semua tahapan di atas data siap untuk diolah sesuai kebutuhan dengan menggunakan prosedur Statistic yang tersedia pada program komputer dari Statistic sederhana sampai Statistic kompleks.


(66)

H. Analisa Data

1. Analisan Univariat

Analisa univariat mempunyai tujuan untuk mendiskripsikan dari masing-masing variabel. Untuk data kategorik dengan menghitung frekuensi dan persentase. Pada penelitian ini yang akan dianalisis univariat adalah tingkat stres dilihat dari aspek fisik dan emosional pada pengajar anak autis dengan melihat karakteristik masing-masing responden.

I. Etika Penelitian

Masalah etika penelitian keperawatan merupakan masalah yang sangat penting dalam penelitian, mengingat penelitian keperawatan berhubungan langsung dengan manusia, maka segi etika penelitian harus diperhatikan (Hidayat, 2008). Masalah etika yang harus diperhatikan antara lain adalah sebagai berikut :

1. Informed Consent

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan informed consent adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian, mengetahui dampaknya. Jika subjek bersedia, maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan. Jika responden tidak, maka peneliti harus menghormati hak pasien.

2. Anonimity (tanpa nama)

Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan


(67)

atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan.

3. Kerahasiaan (confidentiality)

Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset.


(68)

BAB V

HASIL PENELITIAN

A. Profil Umum Sekolah Khusus Al-Ihsan 1. Sejarah Pendirian Al-Ihsan

Berawal dari keprihatinan beberapa orangtua, dokter dan guru akan banyaknya anak berkebutuhan khusus di Serpong, maka pada tahun 1996 didirikanlah Pelatihan Al-Ihsan. Pada awalnya hanya 4 orang murid Al-Ihsan dan belum punya banyak fasilitas dan hanya menempati ruang garasi rumah sebagai lokasi belajar karena terbatasnya dana. Alhamdulillah dengan kesabaran para guru, pendiri yayasan dan orangtua murid akhirnya sekolah ini berkembang sampai saat ini, dan telah memiliki gedung sendiri yang terletak di Lengkong Karya-Serpong Utara. 2. Profil Lembaga

Sekolah Khusus Al-Ihsan adalah sekolah milik Yayasan Qurrota Ayuni yang berlokasi di Wilayah Kota Tangerang Selatan, tepatnya di Jln. Lengkong Karya Rt. 03/04 No.19Kp.Perigi Kel. Lengkong Karya Kec. Serpong Utara. Tingkat pendidikan terdiri dari SD, SMP dan SMA. Sekolah ini memiliki 2 cabang yang berada daerah Pamulang dan Cilegon.

Jumlah pengajar di sekolah ini sebanyak 30 orang dengan total jumlah siswa sebanyak 45 orang terbagi menjadi 8 kelas, masing-masing pengajar mengajar 4 sampai dengan 7 siswa. Jumlah jam belajar untuk siswa kelas 1-3 SD yaitu pukul 08.00-11.00 Wib, untuk siswa kelas 4-6 SD yaitu pukul 08.00-12.00 Wib, dan untuk siswa SMP dan SMA yaitu pukul 08.00-12.30 Wib.


(1)

Reliability

Scale: ALL VARIABLES

Case Processing Summary

N %

Cases

Valid 30 100,0

Excludeda 0 ,0

Total 30 100,0

a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics Cronbach's

Alpha

N of Items

,743 20

Item Statistics

Mean Std. Deviation N

c1 3,00 ,871 30

c2 3,03 ,669 30

c3 3,40 ,814 30

c4 3,50 ,820 30

c6 2,83 ,699 30

c7 2,90 ,662 30

c8 2,53 ,819 30

c9 2,57 ,817 30

c10 3,10 ,662 30

c11 2,57 ,858 30

c12 3,03 ,556 30

c13 3,33 ,606 30

c14 3,20 ,714 30

c15 2,97 ,809 30


(2)

c17 2,43 ,728 30

c18 2,80 ,484 30

c19 1,80 ,664 30

c21 2,43 ,728 30

total emosional 53,53 7,500 30

Item-Total Statistics Scale Mean if

Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted

c1 104,07 238,616 -,533 ,766

c2 104,03 214,516 ,514 ,732

c3 103,67 209,747 ,620 ,725

c4 103,57 208,323 ,677 ,723

c6 104,23 211,082 ,663 ,727

c7 104,17 213,661 ,565 ,730

c8 104,53 207,844 ,699 ,722

c9 104,50 207,500 ,716 ,722

c10 103,97 218,240 ,325 ,737

c11 104,50 204,534 ,805 ,717

c12 104,03 217,689 ,429 ,736

c13 103,73 214,961 ,546 ,732

c14 103,87 212,740 ,565 ,729

c15 104,10 208,783 ,667 ,724

c16 104,97 217,275 ,375 ,736

c17 104,63 211,482 ,615 ,728

c18 104,27 216,823 ,559 ,734

c19 105,27 216,064 ,436 ,734

c21 104,63 210,654 ,655 ,726

total emosional 53,53 56,257 1,000 ,868

Scale Statistics

Mean Variance Std. Deviation N of Items


(3)

Lampiran 5

Frequencies

Statistics

Jenis Kelamin Usia Tingkat Pendidikan

Status Perkawinan

Lama Mengajar

N

Valid 30 30 30 30 30

Missing 0 0 0 0 0

Mean 1,70 1,53 2,00 1,67 1,23

Median 2,00 2,00 2,00 2,00 1,00

Mode 2 2 2 2 1

Std. Deviation ,466 ,507 ,371 ,479 ,430

Variance ,217 ,257 ,138 ,230 ,185

Kurtosis -1,242 -2,127 5,581 -1,554 -,257

Std. Error of Kurtosis ,833 ,833 ,833 ,833 ,833

Range 1 1 2 1 1

Minimum 1 1 1 1 1

Maximum 2 2 3 2 2

Sum 51 46 60 50 37

Percentiles

1 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00

2 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00

3 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00

4 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00

5 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00

Statistics

Tingkat Stres Fisik Tingkat Stres Emosional

N

Valid 30 30

Missing 0 0

Mean 3,63 3,77

Median 4,00 4,00

Mode 4 4

Std. Deviation ,964 ,971


(4)

Kurtosis ,658 1,144

Std. Error of Kurtosis ,833 ,833

Range 4 4

Minimum 1 1

Maximum 5 5

Sum 109 113

Percentiles

1 1,00 1,00

2 1,00 1,00

3 1,00 1,00

4 1,24 1,24

5 1,55 1,55

Frequency Table

Jenis Kelamin

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

laki-laki 9 30,0 30,0 30,0

perempuan 21 70,0 70,0 100,0

Total 30 100,0 100,0

Usia

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

20-35 14 46,7 46,7 46,7

36-50 16 53,3 53,3 100,0


(5)

Tingkat Pendidikan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

sma 2 6,7 6,7 6,7

s1 26 86,7 86,7 93,3

s2 2 6,7 6,7 100,0

Total 30 100,0 100,0

Status Perkawinan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

blm menikah 10 33,3 33,3 33,3

menikah 20 66,7 66,7 100,0

Total 30 100,0 100,0

Lama Mengajar

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

1-10 23 76,7 76,7 76,7

11-20 7 23,3 23,3 100,0


(6)

Tingkat Stres Fisik

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

Sangat Ringan 1 3,3 3,3 3,3

Sedang 2 6,7 6,7 10,0

Berat 9 30,0 30,0 40,0

Sangat Berat 13 43,3 43,3 83,3

Bahaya 5 16,7 16,7 100,0

Total 30 100,0 100,0

Tingkat Stres Emosional

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

Sangat Ringan 1 3,3 3,3 3,3

Sedang 2 6,7 6,7 10,0

Berat 6 20,0 20,0 30,0

Sangat Berat 15 50,0 50,0 80,0

Bahaya 6 20,0 20,0 100,0