Analisi Univariat Analisa Data

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Manifestasi Reaksi Stres Aspek Emosional Berdasarkan Jenis Kelamin Pengajar Di Sekolah Khusus Al-Ihsan n=30 Tingkat Stres Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah Persentase Jumlah Persentase Sangat Ringan 1 11,1 Sedang 2 22,2 Berat 1 11,1 5 23,8 Sangat Berat 2 22,2 13 61,9 Bahaya 3 33,3 3 14,3 Total 9 100 21 100 Tabel 5.5 memperlihatkan dari 30 responden dilihat dari aspek fisik didapatkan bahwa 61,9 pengajar perempuan mengalami stres sangat berat dan didapatkan bahwa 33,3 pengajar laki-laki mengalami stres bahaya. Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Manifestasi Reaksi Stres Aspek Fisik Pengajar Berdasarkan Usia Di Sekolah Khusus Al-Ihsan n=30 Tingkat Stres Usia 20-35 Tahun 36-50 Tahun Jumlah Persentase Jumlah Persentase Sangat Ringan 1 7,1 Sedang 2 12,5 Berat 5 35,7 4 25 Sangat Berat 4 28,6 9 56,2 Bahaya 4 28,6 1 6,2 Total 14 100 16 100 Tabel 5.6 memperlihatkan dari 30 responden dilihat dari aspek fisik didapatkan 56,2 pengajar dengan usia 36-50 tahun mengalami stres sangat berat. Dan masing-masing 28,6 pengajar usia 20-35 tahun mengalami stres sangat berat dan bahaya. Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Manifestasi Reaksi Stres Aspek Emosional Pengajar Berdasarkan Usia Di Sekolah Khusus Al-Ihsan n=30 Tingkat Stres Usia 20-35 Tahun 36-50 Tahun Jumlah Persentase Jumlah Persentase Sangat Ringan 1 7,1 Sedang 2 12,5 Berat 5 25,7 1 6,2 Sangat Berat 5 25,7 10 62,5 Bahaya 3 21,4 3 18,8 Total 14 100 16 100 Tabel 5.7 memperlihatkan dari 30 responden dilihat dari aspek emosional didapatkan 62,5 pengajar dengan usia 36-50 tahun mengalami stres sangat berat. Dan masing-masing 25,7 pengajar usia 20-35 tahun mengalami stres berat dan sangat berat. Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Manifestasi Reaksi Stres Aspek Fisik Pengajar Berdasarkan Tingkat Pendidikan Di Sekolah Khusus Al-Ihsan n=30 Tingkat Stres Tingkat Pendidikan SMA S1 S2 Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase Sangat Ringan 1 3,8 Sedang 2 7,7 Berat 2 100 7 26,9 Sangat Berat 12 46,2 1 50 Bahaya 4 15,4 1 50 Total 2 100 26 100 2 100 Tabel 5.8 memperlihatkan dari 30 responden dilihat dari aspek fisik didapatkan pengajar dengan tingkat S1 mengalami stres sangat berat lebih banyak 46,2 dari pengajar dengan tingkat pendidikan SMA dan S2. Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Manifestasi Reaksi Stres Aspek Emosional Pengajar Berdasarkan Tingkat Pendidikan Di Sekolah Khusus Al-Ihsan n=30 Tingkat Stres Tingkat Pendidikan SMA S1 S2 Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase Sangat Ringan 1 3,8 Sedang 2 7,7 Berat 1 50 4 15,4 1 50 Sangat Berat 1 50 13 50 1 50 Bahaya 6 23,1 Total 2 100 26 100 2 100 Tabel 5.9 memperlihatkan dari 30 responden dilihat dari aspek emosional didapatkan pengajar dengan tingkat S1 mengalami stres sangat berat lebih banyak 50 dari pengajar dengan tingkat pendidikan SMA dan S2. Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Manifestasi Reaksi Stres Aspek Fisik Pengajar Berdasarkan Status Perkawinan Di Sekolah Khusus Al-Ihsan n=30 Tingkat Stres Status Perkawinan Belum Menikah Menikah Jumlah Persentase Jumlah Persentase Sangat Ringan 1 10 Sedang 2 10 Berat 3 30 6 30 Sangat Berat 3 30 10 50 Bahaya 3 30 2 10 Total 10 100 20 100 Tabel 5.10 memperlihatkan dari 30 responden dilihat dari aspek fisik didapatkan 50 pengajar dengan status menikah mengalami stres sangat berat. Tabel 5.11 Distribusi Frekuensi Manifestasi Reaksi Stres Aspek Emosional Pengajar Berdasarkan Status Perkawinan Di Sekolah Khusus Al-Ihsan n=30 Tingkat Stres Status Perkawinan Belum Menikah Menikah Jumlah Persentase Jumlah Persentase Sangat Ringan 1 10 Sedang 2 10 Berat 3 30 3 15 Sangat Berat 3 30 12 60 Bahaya 3 30 3 15 Total 10 100 20 100 Tabel 5.11 memperlihatkan dari 30 responden dilihat dari aspek emosional didapatkan 60 pengajar dengan status menikah mengalami stres sangat berat. Tabel 5.12 Distribusi Frekuensi Manifestasi Reaksi Stres Aspek Fisik Pengajar Berdasarkan Lama Mengajar Di Sekolah Khusus Al-Ihsan n=30 Tingkat Stres Lama Mengajar 1-10 Tahun 11-20 Tahun Jumlah Persentase Jumlah Persentase Sangat Ringan 1 4,3 Sedang 1 4,3 1 14,3 Berat 8 34,8 1 14,3 Sangat Berat 9 39,1 4 57,1 Bahaya 4 17,4 1 14,3 Total 23 100 7 100 Tabel 5.12 memperlihatkan dari 30 responden dilihat dari aspek fisik didapatkan 39,1 pengajar dengan lama mengajar 1-10 tahun mengalami stres sangat berat. Tabel 5.13 Distribusi Frekuensi Manifestasi Reaksi Stres Aspek Fisik Pengajar Berdasarkan Lama Mengajar Di Sekolah Khusus Al-Ihsan n=30 Tingkat Stres Lama Mengajar 1-10 Tahun 11-20 Tahun Jumlah Persentase Jumlah Persentase Sangat Ringan 1 4,3 Sedang 1 4,3 1 14,3 Berat 6 34,8 14,3 Sangat Berat 11 39,1 4 57,1 Bahaya 4 17,4 2 14,3 Total 23 100 7 100 Tabel 5.12 memperlihatkan dari 30 responden dilihat dari aspek emosional didapatkan 39,1 pengajar dengan lama mengajar 1-10 tahun mengalami stres sangat berat.

BAB VI PEMBAHASAN

A. Analisa Univariat

Hasil penelitian tingkat stres berdasarkan jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, status perkawinan dan lama mengajar akan diuraikan dalam pembahasan. 1. Gambaran Tingkat Stres Berdasarkan Jenis Kelamin Pengajar Hasil penelitian tingkat stres berdasarkan jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, status perkawinan dan lama mengajar akan diuraikan dalam pembahasan. Hasil penelitian berdasarkan jenis kelamin pengajar anak autis di Sekolah Al-Ihsan, yaitu 9 orang pengajar laki-laki dan 21 orang pengajar perempuan. Dari 30 responden dilihat dari aspek fisik pada pengajar dengan jenis kelamin laki-laki didapatkan hasil bahwa sebanyak 11,1 pengajar mengalami stres sangat ringan, stres sedang 22,2, stres berat 11,1, stres sangat berat 22,2 dan stres bahaya sebanyak 33,3. Dan pada pengajar dengan jenis kelamin perempuan didapatkan bahwa 0 pengajar mengalami stres sangat ringan, stres sedang 0, stres berat 38,1, stres sangat berat 52,1, dan stres bahaya sebanyak 9,5. Dari data tersebut terlihat bahwa pengajar perempuan lebih banyak mengalami stres sangat berat 52,4 dan pada pengajar laki-laki lebih banyak mengalami bahaya 33,3 . Sedangkan dilihat dari aspek emosional didapatkan bahwa pengajar dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 11,1 pengajar mengalami stres sangat ringan, stres sedang 22,2, stres berat 11,1, stres sangat berat 22,2 dan stres bahaya sebanyak 33,3. Dan pada pengajar dengan jenis kelamin perempuan didapatkan bahwa 0 pengajar mengalami stres sangat ringan, stres sedang 0, stres berat 238, stres sangat berat 61,9, dan stres bahaya sebanyak 14,3. Dari data tersebut terlihat bahwa pada pengajar perempuan semuanya mengalami stres sangat berat 61,9 dan pada pengajar laki-laki lebih banyak mengalami stres bahaya 33,3. Ervasti 2012 menjelaskan bahwa pengajar perempuan siswa dengan kebutuhan khusus memiliki tingkat stres lebih tinggi daripada pengajar laki-laki. Ervasti, 2012. Green 1980, dalam Mardliyah,2013 menyatakan bahwa jenis kelamin termasuk predisposing factor terjadinya perubahan perilaku seseorang. Hal ini dapat disimpulkan bahwa perbedaan jenis kelamin mungkin bisa mempengaruhi seseorang dalam menghadapi stresor yang ada.

2. Gambaran Tingkat Stres Berdasarkan Usia Pengajar

Menurut Cooper 1987 usia mempengaruhi stres pada kebanyakan orang dalam melewati tahap-tahap kehidupan dan respon terhadap stres pun berbeda- beda Cooper, 1987 dalam Lutfiyah, 2011. Penelitian lainnya oleh Lecavalier 2006 dijelaskan bahwa usia dan jenis kelamin pengajar anak dengan autism mempengaruhi respon terhadap stres. Menurut Gibson 1997 dalam Mardliyah, 2013 umur sebagai sub variabel demografik mempunyai efek tidak langsung pada perilaku kerja individu. Usia pengajar dibagi menjadi dua kategori yaitu usia 20-35 tahun dan usia 36- 50 tahun. Hasil persentase usia 36-50 tahun lebih banyak 53,3 dari usia 20-35 tahun. Pengajar yang berusia 20-35 sebanyak 14 orang dan pengajar yang berusia 36-50 tahun sebanyak 16 orang. Dari 30 responden dilihat dari aspek fisik pada pengajar dengan usia 20-35 tahun didapatkan hasil bahwa sebanyak 7,1 pengajar mengalami stres sangat ringan, stres sedang 0, stres berat 35,7, stres sangat berat 28,6 dan stres bahaya sebanyak 28,6. Dan pada pengajar dengan usia 36-50 tahun didapatkan bahwa 0 pengajar mengalami stres sangat ringan, stres sedang 12,5, stres berat 25, stres sangat berat 56,2, dan stres bahaya sebanyak 6,2. Dari data tersebut terlihat bahwa pengajar dengan usia 36-50 tahun mengalami stres sangat berat lebih banyak 56,2 dari usia 20-35 tahun. Sedangkan dilihat dari aspek emosional didapatkan bahwa pengajar dengan usia 36-50 tahun didapatkan hasil bahwa sebanyak 7,1 pengajar mengalami stres sangat ringan, stres sedang 0, stres berat 25,7, stres sangat berat 25,7 dan stres bahaya sebanyak 21,4. Dan pada pengajar dengan usia 36-50 tahun didapatkan bahwa 0 pengajar mengalami stres sangat ringan, stres sedang 12,5, stres berat 6,2, stres sangat berat 62,5, dan stres bahaya sebanyak 18,8. Dari data tersebut terlihat bahwa pengajar dengan usia 36-50 tahun juga mengalami stres sangat berat lebih banyak 62,5 dari usia 20-35 tahun. Hal ini tidak sesuai dengan yang dijelaskan oleh Siagian 2002 bahwa semakin meningkatnya usia seseorang maka kedewasaan teknis dan psokologinya semakin meningkat. Ia akan semakin mampu mengambil keputusan, semakin bijaksana, semakin mampu berpikir secara rasional, mengendalikan emosi, dan toleran terhadap pendapat orang lain.

3. Gambaran Tingkat Stres Berdasarkan Tingkat Pendidikan Pengajar

Tingkat pendidikan pengajar di Sekolah Khusus Al-Ihsan terdiri dari SMA, S1 dan S2. Pengajar dengan tingkat pendidikan SMA sebanyak 2 orang, tingkat pendidikan S1 sebanyak 26 orang dan pengajar dengan tingkat pendidikan S2 sebanyak 2 orang. Hasil persentase tingkat pendidikan S1 lebih banyak 86,7 daripada tingkat pendidikan SMA dan S2. Dilihat dari aspek fisik pada 30 responden didapatkan bahwa pengajar dengan tingkat pendidikan S1 mengalami stres sangat berat lebih banyak 46,2 daripada pengajar dengan tingkat pendidikan SMA dan S2 dengan total jumlah pengajar S1 sebanyak 26 orang. Begitu juga dilihat dari aspek emosi didapatkan bahwa pengajar dengan tingkat pendidikan S1 juga mengalami stres sangat berat lebih banyak 50 daripada pengajar dengan tingkat pendidikan SMA dan S2. Seperti yang dijelaskan oleh Goliszek 2005 bahwa persepsi stres dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain usia,kecerdasan, kemampuan fisik, tingkat pendidikan, agama dan lain sebagainya. Data ini tidak menggambarkan tingkat stres pengajar secara umum berdasarkan tingkat pendidikan karena keterbatasan jumlah sampel dan jumlah pengajar dengan tingkat pendidikan S1 lebih banyak dari pengajar dengan tingkat pendidikan SMA dan S1.

4. Gambaran Tingkat Stres Berdasarkan Status perkawinan pengajar

Status perkawinan pada pengajar di Sekolah Khusus Al-Ihsan terdiri dari tiga kategori yaitu belum menikah, menikah dan bercerai. Terdapat 10 orang pengajar dengan status belum menikah dan 20 orang pengajar dengan statsus menikah. Dari 30 responden persentase pengajar dengan status menikah lebih banyak 66,7 daripada pengajar dengan status belum menikah. Dari 30 responden dilihat dari aspek fisik pada pengajar dengan status belum menikah didapatkan hasil bahwa sebanyak 10 pengajar mengalami stres sangat ringan, stres sedang 0, stres berat 30, stres sangat berat 30 dan stres bahaya sebanyak 30. Dan pada pengajar dengan status menikah didapatkan bahwa 0 pengajar mengalami stres sangat ringan, stres sedang 10, stres berat 30, stres sangat berat 50, dan stres bahaya sebanyak 10. Dari data tersebut terlihat bahwa pengajar dengan status menikah mengalami stres sangat berat lebih banyak 50 dari pengajar dengan status belum menikah 30. Sedangkan dilihat dari aspek emosional didapatkan bahwa pengajar dengan status belum menikah sebanyak 10 pengajar mengalami stres sangat ringan, stres sedang 0, stres berat 30, stres sangat berat 30 dan stres bahaya sebanyak 30. Dan pada pengajar dengan status menikah didapatkan bahwa 0 pengajar mengalami stres sangat ringan, stres sedang 10, stres berat 15, stres sangat berat 60, dan stres bahaya sebanyak 15. Dari data tersebut terlihat bahwa pengajar dengan status menikah mengalami stres sangat berat lebih banyak 60 dari pengajar dengan status belum menikah 30. Data ini tidak menggambarkan tingkat stres pengajar secara umum berdasarkan status perkawinan, hal ini dikarenakan keterbatasan jumlah sampel dan jumlah pengajar dengan status menikah lebih banyak dari pengajar dengan status belum menikah.