xx
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Dokumen Perizinan Lampiran 2. Informed Consent
Lampiran 3. Kuisioner Lampiran 4. Hasil Olahan SPSS Uji Validitas dan Reliabilitas
Lampiran 5. Hasil Olahan SPSS Univariat
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak  dengan  Autism  Spectrum  Disorder  ASD  memiliki  keterbatasan kemampuan  dalam  menerima,  memproses  dan  merespon  sekitarnya  sehingga
membuat mereka sulit belajar secara berkelompok. Jika selama di sekolah dibuat interaksi kelompok, anak dengan ASD cenderung menarik diri Probst  Leppert,
2008.  Karena  keterbatasan  dalam  interaksi  sosial,  komunikasi  dan  bahasa,  oleh karena  itu  anak  dengan  ASD  membutuhkan  dukungan  tambahan  di  sekolah
Loveland, 2005 dalam Probst  Tobias, 2008. Selain  kekurangan  sosial  ini,  anak-anak  autis  juga  memperlihatkan
keabnormalan komunikasi yang berfokus pada masalah penggunaan bahasa dalam rangka  membangun  komunikasi  sosial,  tidak  adanya  keselarasan  dan  kurangnya
timbal  balik  dalam  percakapan,  serta  penggunaan  bahasa  yang  stereotip  dan berulang-ulang.  Sebanyak  satu  dari  setiap  dua  orang  anak  autis  tidak  pernah
belajar berbicara Santro, 1995 dalam Pujiani, 2007. Menjadi  pengajar  anak  autis  tentu  bukan  hal  yang  mudah  mengingat  anak
autis mengalami gangguan dalam berkomunikasi dan dalam berhubungan dengan orang di sekitarnya.  Ini  sering menjadi stresor tersendiri bagi para pengajar anak
autis  dalam  komunikasi  selama  proses  belajar  berlangsung,  stresor  ini  juga  akan mempengaruhi  aspek  lain  dari  kehidupan  individu  pengajar  yang  nantinya  akan
mempengaruhi  kualitas  mengajar  dan  juga  mempengaruhi  aspek  kehidupan lainnya.  Hal  ini  tentu  menjadi  suatu  permasalahan  yang  akan  berdampak  bagi
pengajar  sendiri  maupun  kepada  muridnya  mengingat  anak  penyandang  autis justru  jauh  lebik  banyak  membutuhkan  pengawasan  dari  sang  pengajar.  Menjadi
pengajar  murid  penyandang  autis  akan  meningkatkan  kerentanan  terhadap  stres dan  kelelahan  kerja  bagi  para  pengajar,  hal  ini  disebabkan  karena  banyak
tantangan yang dihadapi Kokkinos, Davazoglou, 2009 dalam Ruble, 2011. Stres  adalah  emosi  negatif,  kognitif,  tingkah  laku  dan  proses  fisiologis  yang
terjadi  pada  individu  untuk  mencoba  menyesuaikan  atau  menawar  stresor  yang ada. Dimana dapat mengganggu atau mengancam fungsi sehari-hari individu dan
menyebabkan individu tersebut untuk membuat penyesuaian. Dalam menghadapi stresor tersebut dapat ditandai dengan adanya respon fisik, psikologis dan tingkah
laku Bernstein dkk, 2008. Sedangkan  Arnold  1986  dalam  Adypato  2011  menyebutkan  bahwa  ada
empat  konsekuensi  yang  dapat  terjadi  akibat  stres  kerja  yang  dialami  oleh individu,  yaitu terganggunya kesehatan  fisik,  kesehatan  psikologis, performance,
serta mempengaruhi individu dalam pengambilan keputusan Arnold, 1986 dalam Adypato,2011.  Stres  yang  dirasakan  terus-menerus  akan  membahayakan
kesehatan fisik dan emosi seseorang, stres menghasilkan berbagai gejala fisik dan mental  yang  bervariasi  sesuai  dengan  faktor-faktor  situasional  masing-masing
individu Damayanti, 2010 Paparan jangka panjang terhadap stres dapat menyebabkan masalah kesehatan
yang serius. Stres kronis mengganggu hampir setiap sistem dalam tubuh. Hal  ini dapat  meningkatkan  tekanan  darah,  menekan  sistem  kekebalan  tubuh,
meningkatkan  risiko  serangan  jantung  dan  stroke,  berkontribusi  terhadap infertilitas, dan mempercepat proses penuaan. Stres jangka panjang bahkan dapat
merusak  otak,  membuat  lebih  rentan  terhadap  kecemasan  dan  depresi  Melinda dkk, 2013.
Sebuah penelitian oleh Paul dan Tobias 2008 yang dilakukan pada pengajar anak  autis  didapatkan  hasil  bahwa  stres  pada  pengajar  anak  autis  berkurang
setelah  diberikan  training  selama  penelitian.  Ia  menjelaskan  bahwa  ada  80 pengajar anak autis yang melaporkan bahwa mereka memiliki stresor yang tinggi
dalam mengajar anak autis Probst and Tobias, 2008. Ervasti  2012  dalam  jurnalnya  menjelaskan  penelitiannya  yang  dilakukan
antara  pengajar  biasa  dengan  pengajar  anak  dengan  kebutuhan  khusus  dan didapatkan hasil bahwa pengajar anak dengan kebutuhan khusus memiliki tingkat
stres yang tinggi terutama fisik dan emosional Ervasti, 2012. Robbert dkk 2013 juga melakukan penelitian pada pengajar anak autis yang
baru, dalam jurnalnya dijelaskan bahwa pengajar anak autis memiliki tingkat stres kerja  yang  lebih  dari  pada  pengajar  lainnya,  sehingga  butuh  bimbingan  dari
pengajar  anak  autis  yang  lebih  senior  supaya  pengajar  yang  baru  masuk  ini mampu  mengatasi  stresor  yang  ada.  Didapatkan  hasil  penelitian  bahwa  stresor
pengajar  baru  yang  mendapat  bimbingan  dari  pengajar  senior  lebih  rendah daripada pengajar baru tanpa bimbingan pengajar senior Stempien  Loeb, 2002
dalam Roberts, 2013. Berdasarkan  laporan  yang  diterima  dari  beberapa  penelitian  yang  pernah
dilakukan  bahwa  pengajar  anak  dengan  kebutuhan  khusus  memiliki  rasa kepuasaan  yang  sangat  rendah  terhadap  pekerjaan  akibat  stres  yang  spesifik  dan
frustasi  yang  dialami  oleh  pengajar  sehingga  akhirnya  pengajar  lebih  memilih untuk berhenti bekerja. Pengajar anak dengan kebutuhan khusus memiliki tingkat
stres  lebih  tinggi  baik  stres  fisik  maupun  kondisi  emosi  pengajar  Stempien, 2013.
Terdapat penelitian yang termasuk beberapa anak-anak dengan ASD, masalah perilaku anak dikaitkan dengan kelelahan emosional antara 27 guru dan 28 asisten
pengajar  yang  bekerja  di  sekolah-sekolah  pendidikan  khusus  Tellenback,  1983 dalam Lecavalier, 2006. Antara 20  dan 40 laporan dari pengajar melaporkan
bahwa  mengajar  anak  dengan  kebutuhan  khusus  memiliki  stres  yang  tinggi Kyriacou, 1978 dalam Lecavalier, 2006.
Sebagian besar guru yang mengajar siswa dengan autisme menunjukkan lebih banyak  menunjukkan  stres  dibandingkan  dengan  mengajar  siswa  penyandang
cacat  seperti  siswa  dengan  masalah  emosional  atau  perilaku,  atau  cacat  kognitif Ruble, McGrew, 2013.
Dalam  sebuah  buku  psikologi  klinis  dijelaskan  bahwa  dasar  pemikiran psikologi  kesehatan  adalah  adanya  hubungan  antara  pikiran  manusia  mind  dan
tubuhnya. Penelitian menunjukkan bahwa variabel psikososial, personal, perilaku berlebihan,  kebiasaan  -  kebiasaan  tertentu  dapat  meningkatkan  resiko  terjadinya
penyakit  kronis,  kecelakaan  dan  cedera.  Dalam  buku  tersebut  juga  dijelaskan bahwa  kesehatan  psikologi  memberi  sumbangan  pada  peningkatan  promosi
kesehatan, dan pencegahan serta penyembuhan penyakit Slamet, 2004. Di  tengah  perbedaan  definisi  dasar  tentang  stres,  para  ilmuan  juga
mengambangkan    konsep  stres  dengan  cara  yang  berbeda-beda.  Beberapa  pakar membedakan    antara  pandangan  subjektivitas  dan  objektivitas  dari  stres,
sementara  yang  lainnya  mengukur  stres  sebagai  pengalaman  dengan  cara  yang
sama dari masing-masing individu. Dalam  pandangan subjektif, stres diukur dari pandangan    masing-masing  orang  berdasarkan  pengetahuan,  familiaritas,  dan
latar  belakang  masing-masing.  Sementara  itu,  para  peneliti  lain  juga  membuat pengukuran objektif berdasarkan jumlah stres yang dihubungkan dengan  kejadian
kehidupan  tertentu  yang  disimpulkan  dari  pendapat  sejumlah  besar  orang. Penelitian  menunjukkan  bahwa  penilaian  subjektif  dan  objektif  dalam  stres
penting untuk memperkirakan  kesehatan fisik sebagai hasilnya Hasan, 2008. Sekolah Khusus Al-Ihsan adalah sekolah yang berisi siswa dengan kebutuhan
khusus,  sekolah  ini  terletak  di  Serpong,  Bintaro,  Tangerang  Selatan.  Sekolah  ini memiliki cabang di daerah Pamulang dan Cilegon.
Uraian di atas telah menyebutkan bahwa menjadi pengajar anak autis tidaklah mudah.  Terlebih  mengajar  murid  dengan  autisma  memerlukan  perhatian  yang
lebih  daripada  mengajar  anak  biasa.  Seorang  pengajar  hanyalah  manusia  biasa yang  memiliki  banyak  kekurangan  maka  tidak  jarang  terkadang  pengajar  akan
merasa  kecewa,  lelah  dan  marah.  Dengan  kata  lain,  keterbatasan  anak  autis menjadi  stresor  tersendiri  bagi  pengajar  yang  akan  berdampak  pada  psikologis
pengajar  dan  akhirnya  mempengaruhi  kesehatannya  Kokkinos,  Davazoglou, 2009  dalam  Ruble,  2011.  Oleh  karena  itu  peneliti  disini  ingin  mengetahui
gambaran tingkat stres dilihat dari aspek fisik dan emosioanal pada pengajar anak autis di Sekolah Khusus Al-ihsan.
Hasil  studi  pendahuluan    terhadap  5  orang  pengajar  anak  autis  di  Sekolah Khusus  Al-Ihsan    didapatkan  data  bahwa  pengajar  di  sekolah  tersebut  sering
mengalami stres disebabkan oleh  pekerjaannya sebagai pengajar  anak autis.