Definisi Penerjemahan PENERJEMAHAN IDIOM DAN GAYA BAHASA (METAFORA, KIASAN, PERSONIFIKASI, DAN ALITERASI) DALAM NOVEL”TO KILL A MOCKINGBIRD” KARYA HARPER LEE DARI BAHASA INGGRIS KE BAHASA INDONESIA

commit to user 21

BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI,

DAN KERANGKA PIKIR PENULISAN

A. Kajian Pustaka

Pada bagian ini dikaji beberapa pustaka yang relevan dan aktual dengan penulisan. Kajian pustaka ini mencakup: 1 definisi penerjemahan, 2 pendekatan penerjemahan, 3 problematika penerjemahan, 4 penilaian kualitas terjemahan, 5 novel dan kekhasan bahasanya, 6 penerjemahan novel, 7 aturan penerjemahan novel, 8 pendekatan penerjemahan novel, 9 penerjemahan idiom, 9 penerjemahan gaya bahasa: a idiom, b metafora, c kiasan, d personifikasi, e aliterasi, dan f asonansi dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia, dan 10 penerjemah dan kompetensi penerjemahan.

1. Definisi Penerjemahan

Setiap pakar penerjemahan memiliki versi yang berbeda-beda tentang definisi penerjemahan. Nida 1969: 12 menyatakan bahwa menerjemahkan ialah mereproduksi padanan yang wajar dan paling dekat dengan pesan bahasa sumber BSu ke dalam bahasa sasaran Bsa, pertama yang berhubungan dengan arti dan kedua yang berhubungan dengan gaya. “Translation consists of reproducing in the receptor language the closest natural equivalence of the source language message, first in terms of meaning and secondly in terms of style.” commit to user 22 Definisi ini tampaknya terkesan bebas dalam memaknai konsep penerjemahan. Dalam hal ini yang penting adalah bahwa pesan dari teks sumber Tsu tersampaikan ke teks sasaran Tsa secara lentur. Definisi ini mengusung padanan alamiah dalam cakupan makna dan gaya. Benarkah penerjemahan hanya sekedar menyampaikan pesan yang berpadanan alamiah? Bagaimana dengan kedudukan gramatika yang berterima pada konteks sosio-budaya pengguna bahasa sasaran? Selanjutnya Catford 1978: 20 mengemukakan bahwa penerjemahan adalah penggantian material teks bahasa sumber dengan material teks bahasa sasaran yang sepadan. Dia mengatakan: “Translation is the replacement of textual material in one language SL by equivalent textual material in another language TL.” Definisi yang kedua ini lebih sederhana daripada definisi yang dikemukakan oleh Nida di atas. Karena sederhananya itu, maka penulis tidak memperoleh keterangan secara jelas tentang apa saja yang harus diganti dalam proses replacement itu. Namun dari frasa equivalent textual material ini dapat dipahami bahwa yang diganti atau ditempatkan kembali replaced itu adalah informasinya. Jadi dalam hal ini seorang penerjemah harus mampu mengganti atau menempatkan kembali informasi teks sumber Tsu dengan informasi yang sepadan pada teks sasaran Tsa. Kemudian Larson 1984: 3 menambahkan: “Translation is transferring the meaning of the source language into the receptor language. This is done by going from the form of the first language to the form of a commit to user 23 second language by way of semantic structure. It is meaning which is being transferred and must be held constant.” Penulis setuju dengan definisi yang ketiga ini. Dalam definisi ini, Larson 1984 memunculkan sebuah kelengkapan dan keharmonisan antara bentuk bahasa dan struktur makna. Inilah sebuah kemasan yang mampu menghantarkan pemahaman berupa makna yang dikandung oleh Tsu yang harus mampu ditransfer ke Tsa dengan penuh tanggungjawab. Selain daripada itu Newmark 1988: 5 menyatakan: “Translation is rendering the meaning of a text into another language in the way that the author intended the text.” Definisi ini tampak lebih sederhana, namun mengandung keluasan jangkauan karena ada konsep yang sama sekali dilupakan oleh para penulis definisi yang terdahulu, yaitu the author intended the text. Konsep ini mengandung pemahaman bahwa maksud penulis teks sumber Tsu merupakan unsur utama yang harus diperhatikan oleh seorang penerjemah pada saat dia membaca Tsu. Pada saat membaca Tsu, seorang penerjemah otomatis adalah seorang pembaca Tsu, sehingga dia yang harus memahami isi hati dan maksud penulis teks sumber Tsu. Jadi penerjemah adalah jembatan yang menghubungkan tali batin antara penulis asli dengan penerima pesan yang berbahasa sasaran. Yang lebih unik lagi adalah bahwa dalam hal ini Newmark menggunakan kata rendering untuk mengganti istilah transferring, replacement, atau reproducing. Apa keunikannya? Apakah kata rendering padanannya sama dengan kata-kata di atas? Ternyata kata rendering bermakna sama dengan commit to user 24 translating =menerjemahkan. Newmark 1988 juga lebih cenderung mengusung makna meaning dalam konsep penerjemahannya, sehingga wajar apabila dia menganggap bahwa metode yang dapat dikatakan sebagai penghasil terjemahan adalah metode penerjemahan semantik semantic translation, penerjemahan idiomatik idiomatic translation, dan penerjemahan komunikatif communicative translation. Mengapa demikian? Karena ketiga metode tersebut mewakili penerjemahan makna yang dia utamakan itu. Kemudian Hawkes dalam Basnett-McGuire 1991:13 mengemukakan: “Translation involves the transfer of ‘meaning’ contained in one set of language signs into another set of language through competent use of the dictionary and grammar, the process involves a whole set of extralinguistic criteria also.” Definisi kelima ini tampaknya sangat rumit dan tidak mudah untuk dipahami secara langsung. Kita ditarik pada sebuah pemetaan konsep makna, diksi dan gramatika, serta semesta kriteria ekstra- linguistik dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. Yang paling sulit untuk dijabarkan adalah unsur semesta ekstra-linguistik, yang mungkin jarang sekali diketahui secara pasti dalam wujud atau bentuk apa saja, sehingga definisi di atas seharusnya memberi keterangan rinci seputar ektra- linguistik yang dimaksud. Selanjutnya Sperber and Wilson dalam Bell 1991:6 mengutarakan: “Translation is the replacement of a representation of a text in one language by a representation of an equivalent text in a second commit to user 25 language.” Apa yang terjadi dalam definisi keenam ini tampaknya memiliki kesamaan yang hampir mirip dengan pendapat Catford pada definisi kedua. Bedanya adalah bahwa Sperber dan Wilson memunculkan konsep representasi teks yang sepadan representation of an equivalent text, sedangkan Catford menyebutnya dengan informasi tekstual textual material. Yang pertama lebih condong pada sajian teks, sedangkan yang kedua pada informasi tekstual. Kemudian Toury dalam James, 2000 menyebutkan: “Translation is a kind of activity which inevitably involves at least two languages and two cultural traditions.” Apa yang ada dalam definisi ketujuh ini juga kurang begitu jelas. Toury 2000 tidak menyebutkan jenis kegiatan apa yang dimaksud dengan a kind of activity itu, walaupun di sana tersurat inevitably yang artinya ”tidak bisa dihindarkan”. Jadi kegiatan yang dimaksud kurang jelas apakah memindahkan makna, menyampaikan pesan atau memahami bahasa dan budaya sumber, dan lain-lain. Di samping itu definisi ini terlalu sederhana dan umum yang hanya menyitir pelibatan dua bahasa dan dua tradisi kultural. Bagaimana dengan aspek stilistik dari dua kutub yang berbeda? Definisi yang dinyatakan oleh Toury dalam James: 2000 ini memiliki kelengkapan dan kepaduan, yaitu bahasa dan tradisi kultural yang menjadi sumber utama sebuah pesan. Dalam hal ini Toury lebih menyoroti dua aspek penting yang tidak bisa disepelekan dalam proses penerjemahan, terlebih warna tradisi kultural yang tersurat dalam bentuk kata, frasa, commit to user 26 maupun kalimat, sehingga penerjemah diharapkan mampu menerjemahkan ungkapan-ungkapan tradisi kultural yang seringkali menimbulkan masalah dalam penerjemahan, misalnya ungkapan-ungkapan stereotip, peristiwa budaya, bangunan tradisional, kekerabatan, kata ganti, dan undha-usuk basa sebagaimana yang pernah dikemukakan oleh Soemarno 2003: 31. Selanjutnya Steiner dalam Choliludin 2006: 5 menjelaskan: “Translation can be seen as co generation of texts under specific constraints that is relative stability of some situational factors and, therefore, register, and classically, change of language and context of culture.” Definisi yang terakhir ini menurut hemat penulis, tampak lebih mengusung format moderen karena Steiner mengangkat hasil terjemahan sebagai teks generasi kedua yang memperhatikan sosiolinguistik dan konteks kultural. Steiner lebih memandang kondisi kekinian yang sarat dengan kompleksitas register yang ada dalam masyarakat dewasa ini, sehingga dengan definisinya dia lebih dahulu mengantisipasi permasalahan leksis dan perubahan bahasa yang bisa muncul setiap saat. Dari sekian definisi yang telah disebutkan di atas, dapat dikatakan bahwa penerjemahan merupakan sebuah aktivitas membaca pesan penulis teks sumber Tsu dan mereproduksi keseluruhan pesan tersebut ke dalam bahasa yang dipahami oleh penerima pesan atau pembaca teks sasaran, sehingga apa yang dimaksud oleh penulis teks sumber dapat diketahui oleh pembaca teks sasaran. Aktivitas ini terus berlangsung dalam sebuah siklus yang simultan. commit to user 27

2. Problematika Penerjemahan