commit to user
210
Berdasarkan analisis data di atas diperoleh temuan penulisan sebagai berikut:
1. Latar Belakang Penerjemah Novel TKM
Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa penerjemah adalah lulusan Teknik Kimia ITB. Ibunya adalah seorang editor senior pada
penerbit ITB dan aktif di IKAPI. Sejak di bangku kuliah, penerjemah sudah dikenalkan oleh ibunya pada dunia penerjemahan, di antaranya dikenalkan
dengan orang-orang dari penerbit Gramedia Jakarta dan sejak itulah dia memulai karirnya sebagai penerjemah paruh waktu
part time translator hingga sekarang. Dia sendiri mengatakan bahwa dia tidak pernah mengikuti
pendidikan formal penerjemahan atau kebahasaaan, apalagi kesusastraan. Apa yang dia lakukan lebih banyak otodidak sambil dibimbing oleh ibunya.
Pada awal karirnya sebagai penerjemah, dia banyak menerjemahkan serial Chicken Soup for the Soul yang dipesan oleh penerbit Gramedia. Di
samping menjadi penerjemah paruh waktu pada penerbit Gramedia, sejak tahun 1995 dia juga mulai bekerja pada penerbit PT Mizan Pustaka
Bandung dan banyak menerjemahkan karya non-fiksi untuk produk Kaifa, group PT Mizan.
2. Pengalaman Penerjemah Novel TKM
Sampai saat ini penerjemah sudah menerjemahkan sekitar tiga puluh buah novel. Semuanya dia kerjakan atas dasar pesanan penerbit dan
commit to user
211
dia hanya diberi waktu sangat singkat untuk menerjemahkan setiap novelnya. Maka dari itu novel yang dia terjemahkan jarang diedit kembali
dan diserahkan sepenuhnya kepada tim editor penerbit atas dasar arahan dia. Dengan demikian tidak menutup kemungkinan banyak sekali padanan yang
kurang tepat digunakan karena waktu penerjemahan sangat singkat.
3. Kompetensi Penerjemah Novel TKM
Dalam menerjemahkan Novel To Kill a Mockingbird sebagai novel
pertama, pada saat itu penerjemah hanya bermodalkan bahasa Inggris dasar Basic English. Kompetensi yang dia miliki ini lebih kuat pada penguasaan
grammar, sehingga hal tersebut sangat mewarnai dia untuk menerjemahkan teks sumber ke dalam teks sasaran dengan metode-metode yang lebih
condong ke dalam bahasa sumber Bsu, misalnya dia sering menggunakan metode harfiah dan metode setia. Dua metode memang paling banyak
mendominasi karya terjemahannya, terutama pada terjemahan gaya bahasa metafora, kiasan, personifikasi dan aliterasi.
Kemudian diketahui
juga bahwa
penerjemah kurang
memperhatikan rasa bahasa yang tersurat dalam Novel TKM, sehingga hasil terjemahannya kurang beraroma dan nuansa sastra, padahal dalam Novel
TKM tersebut banyak terdapat gaya bahasa, seperti metafora, kiasan, personifikasi dan aliterasi yang harus diterjemahkan atau ditransfer ke
dalam bahasa sasaran Bsa. Alasan mengapa hal ini terjadi karena dia tidak pernah mempelajari teori sastra. Yang selalu dia lakukan adalah
commit to user
212
menerjemahkan novel Bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia itu sesuai dengan luncuran yang dia anggap enak dan tepat.
Di samping itu, penerjemah mengatakan bahwa dia memiliki kesulitan dalam menerjemahkan gaya bahasa
figures of speech dan memahami dialek yang digunakan oleh para lakon dalam novel tersebut.
Dialek yang dimaksud adalah bahasa kelompok Kulit Hitam Amerika yang hidup sekitar tahun 1930-an. Dialek-dialek yang sering muncul tersebut
diantaranya goin untuk going; ’em untuk them dan beberapa bentuk
gramatikal yang sulit dimengerti seperti He do bukan He does. Dialek-
dialek tersebut mencerminkan tingkat pendidikan masyarakat pada zaman itu.
4. Strategi Penerjemah Novel TKM