xvii
DAFTAR LAMPIRAN 1.
Kuesioner Penelitian
2. Daftar Skor Jawaban Responden Tentang Pelaksanaan Kaderisasi
3. Daftar Skor Jawaban Responden Tentang Kehidupan Sosial Ekonomi
4. Daftar Distribusi Jawaban Responden
5. Daftar Tabel Critical Values
6. Surat Izin Penelitian
7. Surat Balasan dari Kepala Desa Huta Padang
i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL ABSTRAK
Skripsi ini terdiri dari 6 BAB, 150 halaman, 20 kepustakaan, 2 sumber lain dan 5 sumber internet, 40 tabel, 1 bagan serta lampiran.
Pada dasarnya Indonesia adalah negara agraris, dimana sebagian besar dari penduduknya memiliki mata pencaharian di sektor pertanian. Maka sudah
selayaknya pembangunan agrarian dijadikan sebagai tulang punggung pembangunan Bangsa dan Negara. Kaderisasi merupakan hal yang penting dalam
pengorganisasian masyarakat sebagai suatu metode dalam upaya mewujudkan kesejahteraan sosial. Proses kaderisasi Serikat Petani Indonesia SPI memiliki
capaian atas terbangunnya kesadaran kritis pada jiwa petani terhadap permasalahan yang dihadapi, dan dapat menyikapinya dengan pemahaman dan
kemampuan yang diperoleh atas tercapainya tujuan bersama.
Tujuan dilakukannya penelitian ini untuk mengetahui proses pelaksanaan kaderisasi Serikat Petani Indonesia SPI Basis Simpang Kopas, dan mengetahui
dampak pelaksanaannya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat tani di Desa Huta Padang Kecamatan Bandar Pasir Mandoge Kabupaten Asahan. Tipe
penelitian ini adalah penelitian eksplanatif dengan analisis kuantitatif melalui uji perbedaan atau uji t. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner,
wawancara dan observasi. Populasi dalam penelitian ini adalah petani di Desa Huta Padang yang menjadi anggota Serikat Petani Indonesia SPI yang berjumlah
sebanyak 116 orang, dan sampel yang diambil sebesar 25 dari populasi yaitu sebanyak 29 orang.
Berdasarkan data yang dikumpulkan dan telah dianalisis dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan kaderisasi SPI Basis Simpang Kopas
memberikan dampak yang signifikan terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat tani di Desa Huta Padang Kecamatan Bandar Pasir Mandoge
Kabupaten Asahan, Kehidupan sosial ekonomi tersebut meliputi pendidikan formal, pendidikan informalnon formal, penguasaan lahan pertanian, alat
produksi, pemasaran hasil pertanian, tingkat hasil produksi, penghasilan, pemenuhan kebutuhan hidup, jaminan kesehatan dan upaya peningkatan gizi bagi
keluarga.
Kata Kunci : Kaderisasi, Sosial Ekonomi, Masyarakat Tani.
ii
UNIVERSITY OF NORTH SUMATRA FACULTY OF SOCIAL SCIENCES AND POLITICAL SCIENCES
DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE SCIENCE ABSTRACT
Thesis it consists of 6 chapter, 150 page, 20 literature, 2 sources and 5 source of the internet, 40 table, 1 figure and appendix.
Basically Indonesia is a country agraris, where most of of its population having livelihoods in the agricultural sector. So must be development agrarian
used as the backbone this nation development. Regeneration it is important in organizing the community as a method of in the pursuit of social welfare. The
process regeneration Serikat Petani Indonesia SPI having these over waked critical awareness on the farmers of the problems faced by, and can do with it with
the understanding and the ability obtained on the achievement of the aims with.
The purpose of he did this research to know the implementation of the regeneration Serikat Petani Indonesia SPI Basis Simpang Kopas, and he knows
their implementation affect the social life community economic farming in Desa Huta Padang Kecamatan Bandar Pasir Mandoge Kabupaten Asahan. Type this
research is research eksplanatif with a quantitative analysis with this distinction or t test. Technique the data collection was done through the questionnaire,
interviews and observation. Population in this study are farmers in the Desa Huta Padang the member Serikat Petani Indonesia SPI total about 116 people, and
samples to be taken by 25 percent of the population of with 29 people.
Based on the data that is collected and has analyzed we can conclude that the implementation of the SPI regeneration Basis Simpang Kopas give significant
impact on social life farm community economic in the Desa Huta Padang Kecamatan Bandar Pasir Mandoge Kabupaten Asahan, social life has included
economic formal education, education informalnon-formal, mastery of agricultural land, a means of production, the marketing of agricultural products,
the outcome level the production, income, the fulfillment of the necessities of life , of the health insurance and efforts to improve the nutrition as for the family.
Keywords : Regeneration, Socioeconomic, The Community Farm.
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Teori pembangunan dewasa ini telah menjadi mainstream dan teori yang paling dominan dalam perubahan sosial. Pembangunan sebagai salah satu teori
perubahan sosial ialah fenomena yang luar biasa, karena sebuah gagasan dan teori begitu mendominasi dan mempengaruhi pikiran umat manusia secara global,
yakni bahkan seakan menjanjikan harapan baru untuk memecahkan masalah- masalah kemiskinan dan keterbelakangan bagi terkhusus di negara-negara dunia
ketiga Fakih, 2001 : 11. Akan tetapi pada realitanya paradigma pembangunan yang telah terdiskursus, telah membawa kondisi sosial dan ekonomi negara-
negara tersebut dalam arah pembangunan yang masih diarahkan dan berorientasi pada pertumbuhan ekonomi secara liberal. Sehingga dampaknya, kondisi sosial
ekonomi menjadi keropos dan negara tidak mampu memenuhi hak sebagian besar rakyatnya untuk hidup layak dan bermartabat.
Berbicara tentang pembangunan, secara umum di satu pihak terdapat suatu gejala yang menunjukkan semakin dominannya paradigma mainstream yang
berakar pada paradigma teori klasik dan modernisasi. Namun, di pihak lain juga muncul gejala lain yakni semakin menguatnya peran organisasi non-pemerintah
dan gerakan sosial secara global, serta bangkitnya masyarakat sipil civil society Fakih, 2001 : 199.
Dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan, selain aparat pemerintah governmental organization juga terlibat berbagai organisasi non pemerintah
2
non-governmental organization.
Dalam kontribusinya pada kegiatan pembangunan, organisasi non pemerintah mempunyai kecenderungan dalam
kemampuannya untuk lebih menerapkan pendekatan yang partisipatif. Hal ini disebabkan antara lain karena sifat organisasi non pemerintah yang tidak terlalu
birokratis, sehingga mempunyai kemampuan untuk membuat penyesuaian dengan situasi dan kondisi.
Masyarakat Indonesia betapapun mereka hidup sederhana, telah mengembangkan mekanisme dalam upaya memenuhi kebutuhan, menjangkau
sumber dan pelayanan serta berpartisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan. Mekanisme tersebut dilembagakan dalam sebuah wahana yang berupa organisasi.
Dengan demikian menjadi jelas, bahwa keberadaan organisasi yang telah tumbuh dan berkembang pada masyarakat lokal, telah menjadi alternatif mekanisme
pemecahan masalah. Sebab organisasi lokal tersebut akan mengakomodasi unsur hak asasi manusia dan demokratisiasi pada tingkat lokal.
Pada dasarnya seseorang akan bersedia masuk kedalam suatu organisasi apabila kebutuhan organisasi dirasakan sama dengan kebutuhannya, seperti apa
yang disampaikan oleh james D.Mooney 1947 bahwa organisasi adalah bentuk setiap perserikatan manusia untuk pencapaian suatu tujuan bersama Sutarto,
1984: 22. Dari penjelasan tersebut, dapat digambarkan bahwasanya faktor yang dapat menimbulkan organisasi, yaitu orang-orang, kerjasama, dan tujuan tertentu,
walaupun dalam tujuannya sebagian besar dilatarbelakangi rasa keinginan untuk dapat mencapai kebutuhan-kebutuhan sebagai makhluk hidup manusia.
Suatu kontradiksi yang terjadi dari permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia ini seakan belum banyak dipahami oleh masyarakat itu sendiri, untuk
3
sampai memahami determinasi pokok atas permasalahan yang ada. Karena pemahaman dan penyadaran inilah yang dibutuhkan dalam suatu gerakan yang
terideologi agar masyarakat itu dapat menentukan arah gerakannya, yang tertuju pada keinginan masyarakat itu sendiri dan mampu menjawab permasalahan yang
mereka hadapi. Untuk menyikapi hal tersebut dibutuhkan suatu proses kaderisasi dalam
organisasi, yang juga merupakan bagian dari konsep pengorganisasian dan pengembangan masyarakat. Dimana dalam melakukan proses kaderisasi, para
pekerja sosial harus mampu merangsang pemahaman masyarakat itu sendiri atas segala kebutuhan dan permasalahan yang mereka hadapi. Pemahaman yang
diberikan sarat dengan pilihan-pilihan nilai, mengandung sejumlah azas, prinsip keyakinan dan pemahaman tentang rakyat dan bagaimana agar keadilan,
perdamaian dan hak-hak asasi manusia ditegakkan dalam seluruh aspek kehidupan rakyat. Pelaksanaan kaderisasi bertujuan untuk mengembangkan kemampuan dan
spiritualitas, serta penyatuan visi dan misi para kader. Pada dasarnya Indonesia adalah negara yang memiliki ciri dan
karakteristik agraris, maka oleh karena itu sudah selayaknya pembangunan agrarian dijadikan sebagai tulang punggung pembangunan Bangsa dan Negara.
Namun pada kenyataannya kebijakan pembangunan negara lebih diarahkan kepada pembangunan yang sangat tidak sesuai dengan ciri dan karakteristik
bangsa Indonesia. Arah pembangunan yang hanya sesuai dengan semangat kapitalisme itu telah mengakibatkan kemunduran dan kehancuran peradaban
petani secara khusus, dan kehancuran peradaban bangsa dan negara secara keseluruhan.
4
Indonesia sebagai negara agraris, dimana sebagian besar dari penduduk Indonesia bermata pencaharian dari hasil pertanian. Walaupun menurut hasil
sensus pertanian 2013 terjadi penurunan rumah tangga petani dari 31,17 juta rumah tangga pada tahun 2003 menjadi 26,13 juta rumah tangga pada tahun 2013.
Namun penduduk yang bekerja di sektor pertanian masih mendominasi bila dibandingkan dengan lapangan pekerjaan di sektor lain pada umumnya. Jumlah
penduduk Indonesia yang bekerja di sektor pertanian masih tinggi yaitu mencapai 38,07 juta orang.
Penurunan jumlah petani di Indonesia diiringi dengan peningkatan produktivitas hasil pertanian, ditunjukkan dengan hasil sensus pertanian tahun
2013 untuk produksi padi sebesar 69,27 juta ton. Bila dibandingkan dengan jumlah produksi padi pada tahun 2003 yaitu 52,14 juta ton, maka terjadi kenaikan
rata-rata sebesar 3,29 per tahun. Selain itu, Badan Pusat Statistik BPS juga mencatat produksi jagung pada tahun 2013 mencapai 18,84 juta ton, atau naik
rata-rata 7,16 persen per tahun bila dibandingkan dengan tahun 2003 yang produksi jagungnya hanya 10,89 juta ton. Kontribusi sektor pertanian dalam
Produk Domestik Bruto PDB juga mengalami peningkatan walaupun berfluktuasi dari 14,3 persen pada tahun 2004 menjadi 15,04 persen pada tahun
2013 BPS, 2013. Hal tersebut telah menggambarkan bahwa sumber ekonomi dan sosial
penduduk sangat tergantung pada tata produksi dan hasil-hasil pertanian. Selain berfungsi sebagai penjamin kedaulatan pangan bangsa, sektor ini juga telah
menjadi tulang punggung kekuatan ekonomi nasional. Dengan demikian, persoalan pertanian sesungguhnya merupakan masalah pokok bagi masyarakat
5
Indonesia. Masalah pertanian merupakan indikator penting untuk mengukur tingkat kesejahteraan kehidupan masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Akan
tetapi dengan adanya penguasaan modal asing dalam sektor industri, hasil olahan pertanian dan perkebunan yang menjadi wujud nyata dari liberalisasi seperti
adanya UU PMA Penanaman Modal Asing mengakibatkan ekonomi rakyat tidak mendapatkan kekuatan untuk dapat bersaing.
Pertanian bukan hanya sekedar suatu usaha ekonomi, tetapi lebih jauh dari itu bahwa usaha pertanian adalah kehidupan itu sendiri, karena mayoritasnya
manusia bergantung pada pangan dari hasil pertanian. Oleh karena itu, keselamatan dan kesejahteraan hidup manusia sangat bergantung oleh kondisi
pertanian itu sendiri. Maka dari itu, melindungi dan memenuhi hak-hak asasi petani merupakan suatu keharusan untuk kelangsungan manusia itu sendiri.
Reaksi para petani yang ada untuk menjawab persoalan yang dihadapi dalam hal agraria dapat dikatakan begitu kompleks. Situasi agraria yang tidak
menentu ini diakibatkan begitu banyaknya sistem yang menyimpang dari kepentingan rakyat petani. Ini tercermin dari keberpihakan pemerintah sebagai
eksekutor negara kepada sistem kapitalisme yang memakai semangat modal, industrialisasi dan pasar. Kesemua hal itu mengakibatkan petani terpinggirkan
oleh persaingan yang ada di dalam ekonomi kapitalisme, yang malah akan menyeret para petani dalam arus persaingan modal. Maka tidak diherankan
apabila ditemukan para pekerja buruh tani bekerja di tanah yang sebelumnya mereka miliki.
Tanah yang merupakan sumber produksi absolut bagi petani, tetapi kondisinya dimana rata-rata kepemilikan lahan oleh petani yaitu relatif sempit,
6
yang mengakibatkan sistem produksi yang beroperasi tidak akan ekonomis. Mempertahankan keadaan demikian sama artinya dengan memperpendek
jangkauan pemikiran petani, sehingga makin menurunkan harkat hidupnya secara indivindu maupun sosial. Hal tersebut harus dihentikan dengan mengenalkan
tatanan kelembagaan yang dapat mengkonsolidasikan tanah-tanah kedalam satuan luas dengan skala ekonomi yang lebih menguntungkan.
Melihat situasi agraria yang ada, memunculkan gejolak pertentangan sosial dari masyarakat atau petani. Petani mulai berpikir kritis untuk menyikapi
hal-hal tersebut. Munculnya kelompok-kelompok petani dan organisasi-organisasi petani seakan mengisyaratkan gerakan petani itu akan muncul. Meskipun dulu
pada masa orde baru kehidupan berserikat ini sangat ditentang, namun tetap muncul secara tersembunyi. Pada masa demokrasi sekarang semangat munculnya
gerakan petani ini tampak dipermukaan, yang salah satu diantaranya adalah Serikat Petani Indonesia SPI.
SPI merupakan organisasi yang bersifat perjuangan massa dan kader petani Indonesia pasal 4 ayat 1, Anggaran Dasar SPI yang juga menggunakan
metode pengorganisasian dan pengembangan masyarakat. SPI yang berperan diantaranya sebagai wadah untuk membangun, mengkonsolidasikan dan
mempergunakan secara seksama kekuatan ekonomi, politik, sosial, dan budaya yang dimiliki anggota pasal 13 ayat 1, Anggaran Dasar SPI, dan adapun
kegiatan-kegiatannya antara lain melakukan berbagai bentuk
pendidikankaderisasi bagi anggota pasal 14 ayat 1, Anggaran Dasar SPI. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa kaderisasi merupakan hal
yang sangat penting dalam pengorganisasian masyarakat, atas berjalannya dan
7
tercapainya tujuan organisasi yang tentunya juga menjadi tujuan dari masyarakat itu sendiri. Proses kaderisasi yang dilakukan Serikat Petani Indonesia SPI
memiliki capaian atas terbangunnya kesadaran kritis pada jiwa petani, dan menyadarkan petani akan realitas serta dapat menyikapinya dengan tindakan yang
efektif. Selain itu juga mengharapkan munculnya sikap, wacana dan keterampilan yang kritis terhadap situasi sosial, ekonomi, dan politik yang dirasakan oleh
petani, dan memiliki kemampuan dalam menganalisa dan mencermati kondisi tersebut. Sehingga petani mampu menempatkan diri dan mencari alternatif-
alternatif menuju arah kehidupan yang lebih manusiawi dan berkeadilan. Desa Huta Padang Kecamatan Bandar Pasir Mandoge Kabupaten Asahan
merupakan suatu desa yang mayoritas penduduknya adalah petani, dan memiliki mata pencaharian di sektor pertanian. Sebagian besar dari masyarakat tani di Desa
Huta Padang terorganisir dalam organisasi tani yaitu Serikat Petani Indonesia, pada tingkatan Basis yakni Basis Simpang Kopas. Basis Simpang Kopas berada
dalam kepemimpinan Dewan Pengurus Basis DPB SPI Simpang Kopas yang merupakan bagian atau tingkatan paling bawah dalam struktur organisasi Serikat
Petani Indonesia SPI. Serikat Petani Indonesia SPI Basis Simpang Kopas yang berada di Desa
Huta Padang merupakan salah satu basis SPI yang telah lama berdiri di Indonesia, yaitu selama 9 tahun. Maka akan cukup banyak waktu yang digunakan untuk
melakukan dan menjalankan proses kaderisasi terhadap masyarakat tani Desa Huta Padang, untuk mengembangkan potensi dan kemampuan petani di desa
tersebut khususnya dalam meningkatkan kehidupan sosial ekonomi pada masyarakat itu sendiri.
8
Berangkat dari latar belakang ini, penulis tertarik untuk mengetahui seperti apa pelaksanaan kaderisasi Serikat Petani Indonesia SPI Basis Simpang Kopas.
Mengingat Serikat Petani Indonesia SPI Basis Simpang Kopas telah melakukan dan menjalankan proses kaderisasi dalam waktu yang panjang terhadap
masyarakat tani di Desa Huta Padang Kecamatan Bandar Pasir Mandoge Kabupaten Asahan, dan melihat kehidupan petani anggota yang masih semangat
dalam menjalankan proses perjuangan agraria hingga saat peneliti melakukan penelitian ini, maka peneliti akan mengangkat suatu karya ilmiah dalam bentuk
skripsi yang berjudul Dampak pelaksanaan kaderisasi Serikat Petani Indonesia SPI Basis Simpang Kopas terhadap kehidupan sosial ekonomi
masyarakat tani di Desa Huta Padang Kecamatan Bandar Pasir Mandoge Kabupaten Asahan.
9
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan penjabaran yang telah disebutkan dalam latar belakang, maka penulis dapat merumuskan masalah yang nantinya akan diteliti. Agar penelitian
yang dilakukan terhadap masalah tersebut bisa fokus dan tidak keluar dari alur pembahasannya, dalam pembahasan Skripsi ini penulis mengajukan rumusan
permasalahan pokok sebagai berikut : 1.
Seperti apa proses pelaksanaan kaderisasi yang dilakukan oleh Serikat Petani Indonesia SPI Basis Simpang Kopas ?
2. Sejauh mana dampak pelaksanaan kaderisasi yang dilakukan Serikat
Petani Indonesia SPI Basis Simpang Kopas terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat tani di Desa Huta Padang Kecamatan Bandar Pasir
Mandoge Kabupaten Asahan ?
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah : 1.
Untuk mengetahui dan memahami proses pelaksanaan kaderisasi Serikat Petani Indonesia SPI Basis Simpang Kopas.
2. Untuk mengetahui dampak pelaksanaan kaderisasi Serikat Petani
Indonesia SPI Basis Simpang Kopas terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat tani di Desa Huta Padang Kecamatan Bandar Pasir Mandoge
Kabupaten Asahan.
10
1.3.2. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah : 1.
Secara akademis, dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap kajian dan bacaan di lingkungan mahasiswa Departemen Ilmu
Kesejahteraan Sosial yang berminat mengenai studi tentang kaderisasi dalam konteks pengorganisasian dan pengembangan masyarakat terhadap
petani. 2.
Secara teoritis, dapat mempertajam kemampuan penulis dalam penulisan karya ilmiah, menambah pengetahuan dan mengasah kemampuan berpikir
terhadap fenomena sosial, gejala sosial, dan masalah sosial secara kritis hingga solusi dari pelaksanaan kaderisasi dalam pengorganisasian dan
pengembangan masyarakat. 3.
Secara praktis, diharapkan mampu memberi masukan dan kontribusi yang signifikan terhadap proses pelaksanaan kaderisasi dalam pengorganisasian
dan pengembangan masyarakat petani di Indonesia bagi Serikat Petani Indonesia SPI khususnya SPI Basis Simpang Kopas.
11
1.4. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: BAB I
: PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisikan tentang uraian dan teori-teori yang berkaitan tentang masalah dan objek yang akan diteliti,
kerangka pemikiran, penelitian terdahulu, hipotesis, definisi konsep, dan definisi operasional.
BAB III : METODE PENELITIAN
Bab ini berisikan tentang tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi penelitian, sampel penelitian serta teknik
penarikan sampel, teknik pengumpulan data serta teknik analisis data yang diterapkan.
BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini berisikan tentang gambaran umum mengenai lokasi dimana peneliti melakukan penelitian dan data-data
lain yang turut memperkaya karya ilmiah ini.
12
BAB V : PENYAJIAN DAN ANALISA DATA
Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian beserta analisisnya.
BAB VI : PENUTUP
Bab ini berisikan tentang kesimpulan dari hasil penelitian dan saran atas penelitian yang dilakukan. Bab ini juga
akan memberikan kritik dan saran dalam rangka proses membangun kearah yang lebih baik lagi untuk semua
objek yang terkait dalam penelitian ini.
13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Gerakan Sosial 2.1.1.
Gerakan Sosial Sebagai Kekuatan Perubahan Sosial
Faktor-faktor penyebab perubahan sosial ataupun yang mempengaruhi proses suatu perubahan sosial dibagi dalam dua bagian, dari dalam dan luar
masyarakat. Faktor-faktor yang mempengaruhi dari dalam masyarakat, yaitu bertambah atau berkurangnya penduduk, penemuan-penemuan baru, pertentangan
masyarakat, dan terjadinya pemberontakan atau revolusi. Sedangkan dari luar masyarakat ialah sebab-sebab yang berasal dari lingkungan alam fisik yang ada
disekitar manusia, peperangan, dan pengaruh kebudayaan masyarakat lain Soekanto, 1982: 318.
Secara sosiologis, berbicara tentang perubahan sosial, kita membayangkan sesuatu yang terjadi setelah jangka waktu tertentu; kita berurusan dengan
perbedaan keadaan yang diamati antara sebelum dan sesudah jangka waktu tertentu. Untuk dapat menyatakan perbedaannya , ciri-ciri awal unit analisis harus
diketahui dengan cermat, meski terus berubah Strasser randall, 1981: 16. Jadi konsep dasar perubahan sosial mencakup tiga gagasan: 1 perbedaan; 2 pada
waktu yang berbeda; dan 3 diantara sistem sosial yang sama. Contoh defenisi sosial yang bagus yaitu apa yang disampaikan Hawley, perubahan soial adalah
perubahan yang tak terulang dari sistem soial sebagai satu kesatuan Hawley 1978 ; Sztompka, 2004: 3.
14
Banyak pakar yang menyimak peran khas gerakan sosial. Blummer 1951 melihat gerakan sosial sebagai salah satu cara untuk menata ulang masyarakat
modern, hingga Killian 1964 juga mengatakan bahwa gerakan sosial sebagai pencipta perubahan sosial, dan Adamson Borgos 1984 menyatakan bahwa
gerakan massa dan konflik yang ditimbulkan adalah agen utama perubahan sosial Eric, 1988: 321. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Gerakan
sosial adalah tindakan atau agitasi terencana yang dilakukan sekelompok masyarakat yang disertai program terencana dan ditujukan pada suatu perubahan
atau sebagai gerakan perlawanan untuk melestarikan pola-pola dan lembaga masyarakat yang ada.
Faktor utama yang melatarbelakangi rasa keinginan terhadap perubahan dari suatu gerakan adalah cita-cita dari manusia itu sendiri. Seperti apa yang
disampaikan oleh Ali Syari’ati bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki cita-cita dan merindukan sesuatu yang ideal, dimana usaha untuk mecapai cita-cita
merupakan faktor utama dalam pergerakan dan kesempurnaan manusia. Faktor inilah yang mendorongnya untuk tidak tinggal diam saja di alam, kehidupan dan
lingkaran, realitas yang ada, tetap dan terbatas. Inilah kekuatan yang mendorongnya untuk selalu berpikir , menggali, mengkaji, mencari kebenaran,
mencipta dan melakukan pembentukan fisik dan spiritual Syari’ati, 1992: 49.
2.1.2. Pendidikan Dalam Membangun Kesadaran Kritis
Menurut Antunio Gramsci, tugas utama pendidikan adalah meyakinkan kelas bawah bahwa “yang dalam kepentingannya bukan tunduk kepada disiplin
tetap dari kultur, tetapi mengembangkan konsepsi dunia dan sistem hubungan manusia, ekonomi, dan spiritual yang kompleks yang membentuk kehidupan
15
sosial global”. Dengan demikian, peran kependidikan organisasi gerakan sosial, pendidik, dan pemimpin adalah mencakup pencapaian tujuan jangka pendek
bersifat praktis dan tujuan jangka panjang bersifat ideologi untuk menghasilkan transformasi sosial. Upaya untuk memunculkan kesadaran dan
pendidikan kritis termasuk yang dilakukan oleh organisasi gerakan sosial merupakan bagian terpenting dalam seluruh proses perubahan sosial atau
transformasi sosial. Pendidikan yang merupakan proses penyadaran, ialah suatu pokok
determinasi dalam proses gerakan sosial. Suatu kesadaran kritis terhadap realitas sangat dibutuhkan sebagai dasar sejarah atas permasalahan-permasalahan yang
dihadapi masyarakat. Maka oleh karena itu, pendidikan yang membebaskan dan melahirkan kesadaran kritis pada masyarakat ialah pokok kekuatan dari proses
kaderisasi dalam pengorganisasian masyarakat. Di Indonesia, pendidikan sebagai proses penyadaran dan pembebasan akan
sangat sulit ditemukan. Selain dari permasalahan komersialisasi pendidikan dimana tidak semua kalangan ekonomi yang mampu merasakan dunia pendidikan
formal, terdapat juga permasalahan yang lain, yaitu konsep belajar dan mengajar antara guru dan murid ternyata menjadi permasalahan yang tersistem. Dimana
konsep pendidikan tersebut juga dimaksud oleh Paulo Freire dengan sebutan pendidikan gaya Bank.
Konsep pendidikan gaya “bank” menurut Paulo Freire, dimana ruang gerak yang disediakan bagi kegiatan para murid hanya terbatas pada menerima,
mencatat, dan menyimpan. Pendidikan karenanya menjadi sebuah kegiatan menabung, dimana para murid adalah celengan dan para guru adalah
16
penabungnya. Yang terjadi bukanlah proses komunikasi, tetapi guru menyampaikan pernyataan-pernyataan dan mengisisi tabungan yang diterima,
dihafal, dan diulangi dengan patuh oleh para murid Freire, 1984 : 52. Pendekatan gaya bank dalam pendidikan orang dewasa, tidak akan menyarankan
kepada peserta didik agar mereka melihat realitas secara kritis. Permasalahan yang dilahirkan melaui metode pendidikan gaya bank yang
tidak sesuai dengan prsoses gerakan pembebasan yang humanis menuntut adanya pola pendidikan yang bersifat humanis dan suatu proses pembebasan yang
melahirkan kesadaran kritis. Menurut Paulo freire bahwa hanya dialoglah yang mununtut adanya pemikiran kritis, yang mampu melahirkan pemikiran kritis.
1
2.2. Pengorganisasian Dan Pengembangan Masyarakat
Tanpa dialog tidak akan ada komunikasi, dan tanpa komunikasi tidak akan mungkin ada pendidikan sejati.
Mc. Millan Wayne 1947 mengatakan bahwa community organizing dalam pengertian umum adalah suatu usaha yang ditujukan untuk membantu
kelompok-kelompok dalam mencapai kesatuan tujuan dan tindakan. Hal ini merupakan praktek yang tujuannya adalah untuk mencapai sumber-sumber daya
yang dibutuhkan oleh dua atau lebih kelompok-kelompok yang ada. G. Ross Murray juga mengatakan bahwa community organizing ialah suatu proses dengan
mana suatu masyarakat menemukan kebutuhan-kebutuhan dan tujuannya adalah untuk menciptakan teoritis diantara kebutuhan-kebutuhan, juga menemukan
sumber-sumber baik sumber informal dari masyarakat sendiri maupun sumber eksternal dari luar masyarakat agar masyarakat dapat meningkatkan dan
17
mengembangkan sikap-sikap dan praktek-praktek cooperative didalam masyarakat Agus Suriadi, dalam buku diktat kuliah Pengorganisasian dan
Pengembangan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara, 2005: 5. Murray G.Ross juga mengemukakan beberapa pendapat mengenai
community organizing Suriadi, 2005: 12, ialah: 1.
Proses menghasilkan suatu kemajuan yang efektif berupa penyesuaian antara sumber-sumber kesejahteraan sosial dan kebutuhan kesejahteraan
sosial yang sesuai dengan areal geografis masyarakat setempat. 2.
Community oganization juga berusaha untuk mencari kebutuhan yang potensial dari masyarakat setempat.
3. Untuk mecapai tujuan pada program-program community organization
perlu diadakan pendekatan antara disiplin ilmu. 4.
Pendekatan antara disiplin ilmu tersebut haruslah pada social therapy yang sifatnya menyeluruh dan melalui proses secara bertahap.
Beberapa asumsinilai yang mendasari community organization Suriadi, 2005: 7, yaitu :
1. Seorang CO worker harus dapat membina sikap “cooperative”.
Seorang CO worker adalah orang yang ditugaskan untuk memotivasi masyarakat agar masyarakat itu bisa mengenal permasalahannya sendiri dan
mengatasi masalahnya sendiri. Menurut Murray G. Ross juga dimana social action, social planning, dan social development adalah merupakan proses dari
community organizing. Sedangkan menurut Jack Rothman, mengatakan
18
social action, social planning, dan social development merupakan proses dari community organizing yang dimana posisinya masing-masing berdiri sendiri.
2. Co bergerak dari nilai tradisional kearah nilai philosofi pekerjaan sosial.
Nilai tradisional berupa nilai keagamaan dan kemanusiaan, sedangkan nilai philosofinya merupakan prinsip partisipasi, prinsip kemandirian masyarakat
untuk memecahkan masalahnya, prinsip untuk menghargai individukelompok yang ada dalam masyarakat, dan prinsip demokrasi.
Community development merupakan proses dimana usaha masyarakat bertemu dengan usaha pemerintah untuk meningkatkan kondisi, baik kondisi
ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat Perserikatan Bangsa-Bangsa. Arthur Durkheim menyatakan bahwa community development adalah suatu proses yang
bertujuan untuk meningkatkan keadaan ekonomi dan sosial seluruh masyarakat dengan partisipasi aktif masyarakat Agus Suriadi, dalam buku diktat
Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara; 2005: 30.
Irwin Sanders mengatakan bahwa community development merupakan program dan aktifitas atau kegiatan community organizing, dan juga community
development merupakan sebagian dari pembangunan ekonomi masyarakat. Jadi menurut Irwin Sanders, community development merupakan gabungan antara
community organizing dan economic development atau pembangunan ekonomi. Unsur-unsur community development yang diambil dari community organizing
merupakan masalah-masalah mengenai kesejahteraan sosial dan pendidikan sosial bagi orang-orang dewasa adult education yang diberikan dalam bentuk
pendidikan non-formal. Sedangkan unsur-unsur yang diambil dari economic
19
development merupakan perencanaan dibidang ekonomi dan juga aspek-aspek kolektivitas untuk meningkatkan pengembangan tingkat pendapatan dimana
tujuan akhirnya adalah peningkatan kesejahteraan sosial Irwin Sanders dalam Suriadi, 2005: 31.
Semua pengembangan masyarakat seharusnya bertujuan membangun masyarakat. Pengembangan masyarakat melibatkan pengembangan modal sosial,
memperkuat interaksi sosial dalam masyarakat, menyatukan mereka, dan membantu mereka untuk saling berkomunikasi dengan cara yang dapat mengarah
pada dialog yang sejati, pemahaman dan aksi sosial. Pengembangan masyarakat sangat diperlukan jika pembentukan struktur dan proses level masyarakat yang
baik dan langgeng ingin dicapai Putnam, 1993; Tesoriero Ife, 2008: 363.
2.3. Kaderisasi Pendidikan Organisasi
2.3.1. Pengertian Kaderisasi
Kaderisasi berasal dari kata dasar kader, istilah kader memiliki beberapa pengertian. Kata kader berasal dari bahasa Perancis cadre, yang berarti elit atau
inti. Jadi, kader merupakan orang-orang yang termasuk dalam jajaran inti suatu organisasi yang memiliki kemampuan lebih dibanding dengan yang pada
umumnya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kader merupakan orang yang
diharapkan memegang peranan atau pekerjaan penting di dalam sebuah pemerintahan, partai, organisasi mahasiswa, tentara, partai, organisasi masyarakat,
dan sebagainya. Sedangkan pengertian kaderisasi sendiri adalah pembentukan kader. Sementara itu, pengertian kaderisasi menurut Kamus Besar Bahasa
20
Indonesia berarti proses pengkaderan, yaitu sebuah cara perbuatan mendidik atau membentuk seseorang menjadi kader, yang nantinya diharapkan memegang
peranan penting dalam masyarakat, ORMAS Organisasi Masyrakat, partai, dan lain-lain. Drs. Mohammad Hatta wakil presiden pertama Indonesia menegaskan
bahwa “kaderisasi sama artinya dengan edukasi atau pendidikan, pendidikan tidak harus diartikan pendidikan formal, melainkan dalam pengertian yang lebih luas”
stikes-biges.blogspot.com : 3032015 pukul 10.22 WIB.
2.3.2. Tujuan Kaderisasi
Tujuan dari sebuah kaderisasi pemimpin tidak terlepas dari pandangan tentang peran kaderisasi yang sangat penting dalam keberlangsungan sebuah
perjuangan dan pergerakan organisasi. Kaderisasi merupakan hal penting bagi sebuah organisasi, karena merupakan inti dari kelanjutan perjuangan organisasi di
masa depan. Tanpa adanya proses kaderisasi, sebuah organisasi akan sulit bergerak dan melakukan berbagai tugas keorganisasiannya dengan baik dan
dinamis. Maka, kegiatan kaderisasi merupakan sebuah hal yang mutlak untuk membangun sebuah struktur kerja yang mandiri dan bersifat berkelanjutan.
Semua hal proses kaderisasi berfungsi untuk mempersiapakan ‘embrio’ calon yang nantinya siap dan terlatih melanjutkan tongkat estafet perjuangan sebuah
organisasi serta memiliki berbagai keterampilan dan disiplin ilmu. Dengan demikian seorang kader memiliki kemampuan di atas rata-rata orang lain pada
umumnya.
21
2.3.3. Pentingnya Pendidikan SPI sebagai Organisasi Perjuangan Petani
Termaktub dalam GBHO SPI, bahwa pendidikan harus diarahkan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman kader dan massa tani terhadap
struktur organisasi dan berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh SPI, sehingga terjadi pemerataan pemahaman dan persepsi bagi anggota. Demikian juga
meningkatkan pengetahuan dan pemahaman kader dan massa tani terhadap berbagai persoalan yang dihadapi mulai dari tingkat basis, nasional hingga
internasional. Meningkatkan keterampilan dalam memperkuat organisasi tani sebagai organisasi gerakan berbentuk unitaris, meningakatkan keterampilan dalam
melakukan berbagai perjuangan atas hak demokrasi dan hak konstitusional kaum tani. Meningkatkan keterampilan tentang teknik-teknik pertanian berkelanjutan
yang mampu memacu berkembangnya ekonomi petani. Pendidikan dan latihan ini juga harus melahirkan kader-kader petani yang andal, tangguh dan militan, serta
mampu melahirkan pemimpin-peminpin petani yang berwatak demokratis, berkemampuan politik sesuai asas SPI, dan mengakar pada massa.
Pendidikan harus pula memberikan kesempatan dan mendorong tumbuh dan kuatnya peran petani-petani perempuan dalam organisasi, sehingga keputusan
organisasi dapat diambil secara maksimal dan dalam perspektif yang emansipatorik. Oleh karena itu, harus dirumuskan strategi bagi penguatan,
penumbuhan, dan pengembangan petani perempuan, sehingga mereka memiliki kesempatan yang sama dalam memperoleh setiap akses baik didalam maupun
diluar organisasi. Dari penjelasan tersebut, capaian yang diharapkan dari pendidikan itu
ialah :
22
- Terbangunnya kesadaran kritis di jiwa petani, tidak lagi ada kesadaran
yang naïf dan magis. Kesadaran kritis untk menciptakan terjadinya perubahan atau perombakan sistem atau struktur sosial yang menindas dan
tidak adil. -
Pendidikan secara kritis menyadarkan petani akn realitas dengan cara yang mengakibatkan tindakan yang efektif terhadap realitas itu.
- Memunculkan sikap, wacana dan keterampilan yang kritis terhadap situasi
sosial, ekonomi dan politik yang paling nyata dirasakan oleh petani. -
Dan agar petani mempunyai kemampuan dalam menganalisa serta mencermati perubahan situasi sosial ekonomi, politik, serta budaya
bangsa, sehingga petani mampu menempatkan diri dan mencari alternatif- alternatif menuju arah kehidupan yang lebih manusiawi dan berkeadilan.
2.3.4. Tujuan Pendidikan SPI
Tujuan Umum
1. Secara umum pendidikan SPI bertujuan; melahirkan atau membentuk massa,
anggota dan kader organisasi yang kritis, radikal, militant, revolusioner sebagai pejuang, penggerak, penyatu dan penjaga semangat perlawanan agar
organisasi mampu mewujudkan posisi dan perannya secara terus-menerus. 2.
Mendorong pembaruan dan perombakan sosial ekonomi, sosial politik dan sosial budaya yang perlu dengan cara memaksimalkan kemerdekaan individu
petani di sekolah dan dengan mengangkat kondisi-kondisi yang lebih berkemanusiaan dan memanusiakan dalam masyarakat secara luas.
23
Tujuan Khusus
1. Melahirkan dan membentuk kader organisasi SPI sebagai pejuang dan
penjaga semangat perlawanan terhadap sistem dan struktur yang tidak adil. 2.
Penanaman nilai-nilai organisasi perjuangan dari sebuah perwujudan proses penyadaran kepada anggotanya sehingga dapat membangkitkan semangat
perjuangan kaum tani dalam menegakkan hak-haknya.
2.3.5. Pendidikan Kader
Pendidikan merupakan tugas atau hal yang penting bagi kader, karena perjuangan rakyat haruslah perjuangan yang memiliki dasar. Setiap langkah kader
harus didasar atas kesadaran bahwa apa yang dilakukannya merupakan kebutuhan perjuangan. Dengan pendidikan kita dapat menentukan apa yang hendak
dilakukan, merumuskan rencana, dan cara memenuhi kebutuhan perjuangan. Jadi,
pendidikan memberikan pedoman bagi perjuangan.
Pendidikan bukan hanya menuntut pada jalan yang benar, namun juga memberikan bekal untuk ketajaman pikiran. Dengan ketajaman pikiran, seorang
kader dapat mengenal gagasan-gagasan kebaikan palsu yang disebarluaskan oleh kelas penindaspenguasa. Penindaspenguasa mempunyai kebaikan hati palsu. Bila
seorang kader terjebak oleh kebaikan palsu dari penindaspenguasa, maka ia telah tersesat, karena ia telah menyalurkan kepentingan kaum penindaspenguasa.
Pendidikan seorang kader dapat diwujudkan secara berkelompok, seperti melalui diskusi, kursus, latihan; atau secara pribadi dengan membaca, pemikiran dan
penyelidikan Konsorsium Pembaruan agraria, Seri Panduan Organisasi Tani–8,
Kader Petani, 1998: 13.
24
2.4. Petani
2.4.1. Pengertian dan Kehidupan Petani
Petani menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah orang yang pekerjaannya bercocok tanam. Kehidupan petani identik dengan kehidupan
pedesaan. Amri Marzali membedakannya menjadi peladang atau pekebun, peisan dari bahasa Inggris Peasant, dan petani pengusaha atau farmer. Sebagian besar
petani yang ada di Indonesia merupakan peisan atau petani pemilik yang sekaligus juga menggarap lahan pertanian yang mereka miliki.
Petani peladang atau pekebun menurut Dobby 1954, merupakan tahap yang istimewa dalam evolusi dari berburu dan meramu sampai pada bercocok
tanam yang menetap. Keistimewaan itu kelihatannya terdiri dari ciri-ciri hampa seperti tidak adanya hubungan dengan usaha pedesaan dan sangat sedikitnya
produksi yang mempunyai arti penting bagi perdagangan. Gourou 1956, secara garis besar menguraikan empat ciri perladangan: 1 dijalankan di tanah tropis
yang kurang subur; 2 berupa teknik pertanian yang elementer tanpa menggunakan alat-alat kecuali kampak; 3 kepadatan penduduk rendah; dan 4
menyangkut tingkat konsumsi yang rendah. Pelzer 1957, menyatakan bahwa petani peladang ini ciri-cirinya juga ditandai dengan tidak adanya pembajakan,
sedikitnya masukan tenaga kerja dibandingkan dengan cara bercocok tanam yang lain, tidak menggunakan tenaga hewan ataupun pemupukan, dan tidak adanya
konsep pemilikan tanah pribadi. Konsep mengenai peasant atau petani kecil sekurang-kurangnya mengacu
pada tiga pengertian yang berbeda. Konsep pertama mengacu pada pandangan Gillian Hart 1986, Robert Hefner 1990, dan Paul Alexander dkk 1991, yang
25
menyatakan bahwa istilah peasant ditujukan kepada semua penduduk pedesaan secara umum, tidak peduli apapun pekerjaan mereka. Konsep kedua mengacu
pada pandangan James C. Scott 1976 dan Wan Hashim 1984, yang menyatakan bahwa peasant tidak mencakup seluruh pedesaan, tetapi hanya
terbatas kepada penduduk pedesaan yang bekerja sebagai petani saja. Konsep ketiga atau terakhir mengacu pada pandangan Eric Wolf yang kemudian diikuti
oleh Frank Ellis 1988, yang menyatakan bahwa peasant ditujukan untuk menunjukkan golongan yang lebih terbatas lagi, yaitu hanya kepada petani yang
memiliki lahan pertanian, yang menggarap sendiri lahan tersebut untuk mendapatkan hasil yang digunakan untuk memenuhi keperluan hidupnya, bukan
untuk dijual, atau yang di Indonesia biasa disebut sebagai petani pemilik penggarap Witrianto witrianto.blogdetik.com : 2832015 pukul 20.48 WIB.
Konsep mengenai farmer atau petani kaya adalah petani-petani kaya yang lebih mempunyai kecenderungan untuk menanamkan kembali modalnya didalam
kegiatan usaha tani capital oriented. Mereka lebih mempunyai bentuk-bentuk lembaga ekonomi yang lebih modern seperti bank koperasi desa, BUUD, dan lain-
lain. Selanjutnya oleh karena adanya kemampuan ekonomi yang lebih besar terjadi kecenderungan menumpuknya tanah kepada mereka dengan beli ataupun
sewa Sediono Wiradi, 2008: 323. Peasant atau yang biasa juga disebut sebagai petani kecil, merupakan
golongan terbesar dalam kelompok petani di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Ciri-ciri petani yang tergolong sebagai peasant adalah sebagai mengusahakan
pertanian dalam lingkungan tekanan penduduk lokal yang meningkat, mmpunyai sumberdaya terbatas sehingga menciptakan tingkat hidup yang rendah, bergantung
26
seluruhnya atau sebagian kepada produksi yang subsisten, kurang memperoleh pelayanan kesehatan, pendidikan dab pelayanan lainnya Soekartawi, 1986: 1.
Dari segi ekonomi, ciri yang sangat penting pada petani kecil ialah terbatasnya sumberdaya dasar tempat ia mengusahakan pertanian. Pada umumnya
mereka hanya menguasai sebidang lahan kecil, kadang-kadang disertai dengan ketidakpastian dalam pengelolaannya. Lahannya selalu tidak subur dan terpisah-
pisah dalam beberapa petak. Mereka mempunyai tingkat pendidikan, pengetahuan, dan kesehatan yang sangat rendah. Mereka sering terjerat oleh
hutang dan tidak terjangkau oleh lembaga kredit dan sarana produksi. Walaupun petani-petani kecil mempunyai ciri yang sama, yaitu memiliki sumberdaya yang
terbatas dan pendapatan yang rendah, namun cara bekerjanya tidak sama. Oleh karena itu, petani kecil tidak dapat dipandang sebagai kelompok yang serba sama,
walaupun mereka berada di suatu wilayah kecil witrianto.blogdetik.com :
2732015 pukul 20.55 WIB. 2.4.2.
Kaum Tani : Masyarakat Terbelah
Struktur soisal kaum tani dan masyarakat-masyarakat yang menyerupai petani meliputi hubungan pengaruh cultural dan contoh antara belahan elite dan
belahan petani dari seluruh sistem sosial yang lebih besar. Tidak ada gunanya melukiskan hubungan ini hanya sebagai hubungan antara penguasa dengan yang
dikuasai atau yang pengisap dan yang dihisap, meskipun unsure-unsur ini kelihatannya ada. Mereka yang mempelajarinya juga mau melukiskan prestise dan
penghinaan, rasa superioritas atau inferioritas, dan contoh-contoh keistimewaan yang harus disamai atau kerendahan yang harus dihindari yang bisa saja ada
didalam hubungan antara petani dan elite.
27
Orang yang terdidik, yang kehidupannya sebagian didalam komunitas lokal dan sebagian didalam lingkungan yang lebih urban sekurang-kurangnya
secara mental menganggap remeh petani. “Oh what a rogue and peasant slave am I”, demikian teriak Hamlet di dalam salah satu dari berbagai cara yang sering
digunakan untuk menghina dirinya sendiri. Diseluruh dunia kata-kata itu dipakai untuk orang desa oleh orang kota yang berarti penghinaan, sikap rendah diri, atau
dan inilah lawan dari sikap tersebut suatu kekaguman tertentu terhadap kebaikan dari yang sederhana, yang primitif, dan yang tabah. Di pihaknya petani mengakui
rasa rendah dirinya yang relatif misalnya dalam kebudayaan dan prilaku akan tetapi secara alamiah mengklaim kebijakan yang diberikan kepadanya dan melihat
orang kota sebagai penganggur, atau palsu, dan boros. Dia melihat dirinya rendah dalam hubungan dengan kebudayaan umum akan tetapi meskipun demikian
dengan sebuah cara hidup yang secara moral lebih tinggi daripada orang kota. Komunitas primitif terasing tampak bagi orang yang mempelajari struktur
sosial sebagai suatu sistem yang lebih sederhana dan lebih kecil, dimana hubungan sosial adalah kompak, setara, dan sebagain besar personal. Dengan
pertumbuhan dan persebaran kebudayaan hubungan sosial meluaskan dirinya ke luar dari komunitas setempat, kehilangan kongruensinya sebagaimana di dalam
perkembangan bidang kegiatan industri, dan mengembangkan banyak ragam hubungan impersonal dan formal. Di dalam masyarakat petani terlihat
penyesuaian yang relatif stabil dan secara sangat kasar tipikal antara kehidupan lokal dan nasional atau feodal, suatu sistem sosial yang maju dan lebih besar
dimana ada dua kebudayaan didalam satu kebudayaan, satu sistem sosial yang terdiri dari belahan atas dan bawah. Hubungan sosial kedua belahan tersebut harus
28
ditekankan. Sjoberg mengatakan “elite memamerkan kepada petani prestasi yang dinilai sangat tinggi, memberikan kepada sistem sosial petani dengan suatu
pembenaran yang luar biasa untk eksistensi dan kelangsungan hidupnya”. Imam dan senator dalam paroki Kanada Perancis, intelligentsia di desa
Bulgaria dan Senoritos di Andalusia, di komunitas petani di India Timur kaum pundits dan guru, menunjukkan dengan contoh-contohnya dan menderita dengan
ajarannya tentang suatu versi lain dan yang lebih tinggi tentang kehidupan tani sebagai suatu lingkaran kecil yang bertumpang-tindih dengan kebudayaan yang
jauh lebih besar dan kurang jelas batasannya, atau dapat dibayangkan bahwa kehidupan petani sebagai lingkaran lebih rendah yang melingkar naik ke dalam
spiral kebudayaan yang menyebar ke atas. Bila yang mempelajari masyarakat petani harus melukiskan hubungan sosial masyarakat tersebut, maka dia akan
mempelajari hubungan sosial yang menghubungkan dimensi kebudayaan yang lebih tinggi kepada dimensi yang lebih rendah atau dimensi petani Redfield,
1985: 49-50. 2.4.3.
Kepentingan Kelas Petani
Masyarakat terdiri atas golongan-golongan atau disebut juga kelas-kelas. Ada kelas buruh, kelas pedagang, kelas pemilik modal atau kapitalis, dan lain-
lain. Petani adalah sebuah golongan atau kelas tertentu dalam masyarakat, yang hidupnya langsung dari pokok usahanya di lapangan, dari penghasilan pertanian
dengan mengerjakan tanah. Karena masyarakat Indonesia mayoritas terdiri dari kaum tani, maka peninjauan atas masalah kemakmuran rakyat harus diproritaskan
kepada masalah pertanian.
29
Setiap kelas memiliki kepentingannya sendiri, yang berbeda dengan kepentingan kelas lainnya. Kepentingan kelas petani ialah terjaminnya segala
unsur yang berkaitan langsung dengan kelangsungan kemakmuran hidupnya sebagai petani. Bila dikelompokkan, maka ada tiga pokok kepentingan kelas
petani Konsorsium Pembaruan Agraria, Seri Panduan Organisasi Tani–8, Kader Petani, 1998: 5, yaitu :
1. Terjaminnya sarana produksi petani.
2. Meningkatkan kemakmuran petani melalui hasil pertanian yang bagus dan
harga jual yang layak. 3.
Terbebasnya petani dari penghisapan dan penindasan.
2.5. Kader Petani
2.5.1. Pengertian Kader Petani
Kader petani adalah orang yang mengabdikan dirinya untuk tujuan-tujuan perjuangan petani. Kader petani harus berasal dari petani sendiri, agar semangat
dan gerak langkah perjuangannya tetap berdiri atas dasar kepentingan petani. Seorang kader petani selalu mengerahkan pikiran, perasaan dan tindakannya
untuk perjuangan kepentingan petani. Hal ini tidaklah mudah, karena masing- masing kader masih membawa pikiran, perasaan, dan tindakan yang
mementingkan diri sendiri individualis, dan mengabaikan kepentingan petani secara umum. Maka terdapat pertentangan antara kepentingan perjuangan petani
dengan kepentingan diri sendiri. Menghadapi pertentangan tersebut, setiap kader dituntut untuk mengubah dirinya sendiri. Mengubah dengan pikiran, perasaan dan
tindakan yang mementingkan diri sendiri menuju pikiran, perasaan dan tindakan yang mementingkan perjuangan petani.
30
Untuk mengubah diri bukanlah suatu hal yang mudah, perubahan diri membutuhkan waktu yang panjang dan dilakukan sejalan dengan jalannya
perjuangan itu sendiri. Perubahan menjadi kader petani sejati menuntut kader untuk mencela pikiran, perasaan dan tindakan dirinya yang salah, karena akan
merugikan perjuangan petani. Sebaliknya, ia juga dituntut untuk selalu memuji pikiran, perasaan dan tindakan yang benar karena memihak perjuangan petani
Konsorsium Pembaruan agraria, Seri Panduan Organisasi Tani–8, Kader Petani, 1998: 7-8.
2.5.2. Tantangan Kader Petani
- Tugas dan tanggung jawab
Seorang kader menghargai sepenuhnya tugas dan tanggung jawabnya dalam perjuangan, mengetahui bahwa tugas dan tanggung jawabnya merupakan
bagian dari cita-cita luhur untuk membangunkan petani, memerdekakan diri dari penindasan dan penghisapan. Dengan demikian, seorang kader mendahulukan
kepentingan rakyat petani diatas kepentingan pribadi. -
Resiko Perjuangan
Seorang kader menerima kenyataan bahwa pengorbanan dan penderitaan tidaklah dapat dihindarkan dalam perjuangan. Hal tersebut merupakan cirri
alamiah dalam suatu perjuangan melawan kaum penindas yang memiliki mesin- mesin penindasan. Seorang kader siap menerima resiko, demi pencapaian cita-cita
perjuangan kaum petani berupa pengorbanan dan penderitaan. Keberanian seorang kader bukanlah keberanian yang membabi buta, akan tetapi keberanian yang
penuh dengan kesadaran.
31
- Massa Petani
Massa petani adalah andalan untuk tujuan perjuangan. Dalam proses perjuangan, seorang kader harus percaya bahwa massa merupakan kekuatan
utama yang tidak dapat digantikan oleh kekuatan apapun. Massa yang mengalami penderitaan, maka massalah yang seharusnya bangkit melawan penindasan dan
pemerasan. Sebab tujuan perjuangan adalah merubah penindasan menjadi kemerdekaan.
- Kawan
Seorang kader selalu bersatu dengan kader lainnya, mencintai dan selalu memikirkan kawannya, bahkan kepada kader perjuangan lain yang tidak dikenal
sekalipun. Ikut memecahkan masalah kawan, baik masalah perjuangan maupu masalah pribadi. Seorang kader membantu dan memberikan dorongan kepada
kawannya dalam menempah diri menjadi kader sejati, penderitaan dan kebahagiaan kawannya adalah penderitaan dan kebahagiaan dirinya juga
Konsorsium Pembaruan agraria, Seri Panduan Organisasi Tani–8, Kader Petani, 1998: 10-12.
2.6. Sosial Ekonomi
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, istilah sosial adalah berkenaan dengan masyarakat. Masyarakat sebagai terjemahan istilah society adalah
sekelompok orang yang membentuk sebuah entitas-entitas. Masyarakat adalah sebuah komunitas yang interdependen saling tergantung satu sama lain.
Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk mengacu sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu sistem semi tertutup atau semi terbuka, dimana
32
sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Kata masyarakat sendiri berakar dari kata dalam bahasa
Arab, musyarak. Lebih abstraknya, sebuah masyarakat adalah suatu jaringan hubungan-hubungan antar komunitas teratur.
Ekonomi merupakan salah satu ilmu sosial yang mempelajari aktivitas manusia yang berhubungan dengan produksi, distribusi, dan konsumsi terhadap
barang dan jasa. Istilah ekonomi sendiri berasal dari bahasa Yunani, yaitu oikos yang berarti keluarga, rumah tangga dan nomos yang berarti peraturan, aturan,
hukum. Secara garis besar, ekonomi diartikan sebagai aturan rumah tangga atau manajemen rumah tangga. Sementara yang dimaksud dengan ahli ekonomi
atau ekonom adalah orang menggunakan konsep ekonomi dan data dalam bekerja. Manusia sebagai makhluk sosial dan makhluk ekonomi pada dasarnya selalu
menghadapi masalah ekonomi. Inti dari masalah ekonomi yang dihadapi manusia adalah kenyataan bahwa kebutuhan manusia jumlahnya tidak terbatas, sedangkan
alat pemuas kebutuhan manusia jumlahnya terbatas. Beberapa faktor yang memengaruhi sehingga jumlah kebutuhan seseorang berbeda dengan jumlah
kebutuhan orang lain ialah faktor ekonomi, lingkungan sosial budaya, fisik, pendidikan, dan moral id.wikipedia.org : 2732015 pukul 21.38 WIB.
Pengertian kondisi sosial ekonomi adalah suatu keadaan atau kedudukan yang diatur secara sosial dan menetapkan seseorang dalam posisi tertentu dalam
struktur masyarakat. Pemberian posisi ini disertai pula seperangkat hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh si pembawa status. Tingkat sosial merupakan
faktor non ekonomis seperti budaya, pendidikan, umur dan jenis kelamin, sedangkan tingkat ekonomi sepertk pendapatan, jenis pekerjaan, pendidikan dan
33
investasi. Manusia selalu ingin memenuhi kebutuhan hidupnya baik moral maupun material. Kebutuhan pokok atau basic human needs dapat dijelaskan
sebagai kebutuhan yang sangat penting guna kelangsungan hidup manusia. Abraham Maslow mengungkapkan kebutuhan manusia terdiri dari kebutuhan
dasar fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan kasih sayang, kebutuhan akan dihargai dan kebutuhan mengaktualisasikan diri
www.psychologymania.com : 2732015 pukul 22.02 WIB. Menurut Melly G Tan bahwa kedudukan sosial ekonomi mencakup 3
tiga faktor yaitu pekerjaan, pendidikan, dan penghasilan. Pendapat diatas didukung oleh MaMahbud UI Hag dari Bank Dunia bersama dengan James Grant
dari Overseas Development Council mengatakan bahwa kehidupan sosial ekonomi di titik beratkan pada pelayanan kesehatan, pendidikan, perumahan dan
air yang sehat yang didukung oleh pekerjaan yang layak. Dari pendapat tersebut dapat diketahui bahwa status sosial ekonomi adalah kemampuan seseorang untuk
mampu menempatkan diri dalam lingkungannya sehingga dapat menentukan sikap berdasarkan atas apa yang dimilikinya dan kemampuan mengenai
keberhasilan menjalakan usaha dan berhasil mencukupinya www.psychologymania.com : 2732015 pukul 22.02 WIB.
2.7. Kesejahteraan Sosial
Menurut undang-undang No.11 Tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara
agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Sedangkan menurut Friedlander 1980
kesejahteraan sosial merupakan sistem yang terorganisasi dari pelayanan-
34
pelayanan sosial dan institusi-institusi yang dirancang untuk membantu individu- individu dan kelompok-kelompok guna mencapai standar hidup dan kesehatan
yang memadai dan relasi-relasi personal dan sosial sehingga memungkinkan mereka dapat mengemban kemampuan dan kesejahteraan sepenuhnya selaras
dengan kebutuhan-kebutuhan keluarga dan masyarakatnya. Kesejahteraan sosial sebagai kegiatan pertolongan diyakini telah ada sejak
masyarakat primitif sekalian dalam bentuk tolong-menolong untuk mengatasi masalah yang dihadapi anggotanya. Kesejahteraan sosial memiliki fungsi-fungsi
antara lain ialah: Fahrudin, 2012: 12-13 1.
Fungsi pencegahan Preventive Kesejahteraan sosial ditujukan untuk memperkuat individu, keluarga, dan
masyarakat supaya terhindar dari maslah-maslah sosial baru. 2.
Fungsi Penyembuhan Curative Kesejahteraan sosial ditujukan untuk menghilangkan kondisi-kondisi
ketidakmampuan fisik, emosional, dan sosial agar orang yang mengalami masalah tersebut dapat berfungsi kembali secara wajar dalam masyarakat.
Dalam fungsi ini tercakup juga fungsi pemulihan rehabilitasi. 3.
Fungsi Pengembangan Development Kesejahteraan sosial berfungsi untuk memberikan sumbangan langsung
maupun tidak langsung dalam proses pembangunan atau pengembangan tatanan dan sumber-sumber daya sosial dalam masyarakat.
4. Fungsi Penunjang Supportive
Fungsi ini mencakup kegiatan-kegiatan untuk membantu mencapai tujuan sektor atau bidang pelayanan kesejahteraan sosial yang lain.
35
Sebagai pekerja sosial yang merupakan stakeholder dalam kesejahteraan sosial, dan seperti apa juga yang disampaikan oleh the International Federation of
Social Workers IFSW dimana profesi pekerjaan sosial ialah berfungsi untuk meningkatkan perubahan sosial, pemecahan masalah, dalam hubungan-hubungan
manusia serta pemeberdayaan dan pembebasan orang untuk meningkatkan kesejahteraan, dimana prinsip-prinsip hak asasi manusia dan keadilan sosial
merupakan dasar bagi pekerja sosial Fahrudin, 2012: 62. Dalam hubungan antara pekerja sosial dengan pengorganisasian dan
pengembangan masyarakat dimana Murray adalah seorang pekerja sosial yang berkecimpung sebagian besar hidupnya di lingkungan masyarakat dan dia dalam
bukunya “CO Theory Principles and Practice”, berpendapat bahwa pekerja sosial yang ada di masyarakat biasanya adalah pekerja sosial yang bekerja di organisasi-
organisasi kemasyarakatan dimana organisasi kemasyarakatan tersebut bertujuan memajukanpengembangan kesejahteraan masyarakat dimana hal tersebut tidak
terlepas dari lingkungan yang ada Suriadi, 2005: 7.
2.8. Kerangka Pemikiran
Indonesia sebagai negara agraris, dimana sebagian besar dari penduduk Indonesia bermata pencaharian dari hasil pertanian. Petani sangat bergantung pada
lahan tanah sebagai alat produksi utama bagi petani, namun kondisinya kepemilikan lahan oleh petani pada umumnya relatif sempit bahkan hanya
menjadi buruh tani, yang mengakibatkan sistem produksi yang beroperasi tidak ekonomis. Hal tersebut disebabkan dari beberapa determinasi yang diantaranya
perampasan tanah secara paksa maupun secara neoliberalisasi ekonomi pada sistem kapitalisme yang dipraktekkan di Indonesia. Kondisi tersebut harus
36
dihentikan dengan mengenalkan tatanan kelembagaan yang dapat mengkonsolidasikan para petani dalam suatu lembaga komunitas atau organisasi.
Suatu organisasi massasosial juga harus melakukan pengembangan terhadap anggota kader dalam organisasi tersebut, baik dari aspek pemahaman
maupun kehidupan sosial ekonomi mereka. Juga pada petani yang kondisinya dalam suatu ketidakadilan secara sosial ekonomi, yang sebenarnya merupakan hak
azasi petani itu sendiri. Upaya pengembangan masyarakat petani yang menjadi anggota kader dalam organisasi dilakukan dengan proses kaderisasi untuk
mengembangkan kemampuan dan spiritualitas petani, serta penyatuan visi dan misi para
petani untuk menyelesaikan permasalahan petani hingga tercapainya tujuan organisasi yang menjadi cita-cita bagi masyarakat tani itu sendiri. Proses
kaderisasi dilakukan dengan memberian pendidikan organisasi yang meliputi pendidikan massa, pendidikan dasar atau perkenalan organisasi, pendidikan kader,
dan pendidikan keahlianpelatihan. Serikat Petani Indonesia SPI melaksanakan proses kaderisasi untuk
kelompokmasyarakat tani yang terkena imbas dari ketidakadilan dari sebuah sistem yang ada khususnya di daerah-daerah yang menjadi tanggungjawabnya
secara organisatoris, dalam penelitian ini khususnya pada masyarakat tani di Desa Huta Padang Kecamatan Bandar Pasir Mandoge Kabupaten Asahan yang
tergabung dalam Serikat Petani Indonesia SPI Basis Simpang Kopas. Proses kaderisasi mampu memberikan kesadaran petani untuk melakukan
perjuangan secara kolektif, dan juga terhadap pengembangan kondisi sosial ekonomi masyarakat tani. Sehingga dengan proses kaderisasi yang dilakukan
dalam organisasi mampu mewujudkan semangat perjuangan tani untuk menuju
37
tatanan sosial ekonomi yang lebih ideal bagi petani, dalam aspek pendidikan, sistem produksi, penghasilan, dan kesehatan.
Bagan Kerangka Pemikiran
Serikat Petani Indonesia SPI Basis Simpang Kopas
Kaderisasi
Kehidupan Sosial Ekonomi Petani Petani
Pendidikan Sistem Produksi
Penghasilan Kesehatan
Pendidikan Massa Pendidikan Dasar
Pendidikan Kader Pelatihan
38
2.9. PenelitianKarya Ilmiah Terdahulu
Adapun yang menjadi penelitiankarya ilmiah terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini, ialah:
a. Yudhistira, Dika. 2011 Skripsi: Gerakan Sosial kaum Tani Studi
Kasus Pengorganisasian Tani di Dewan Pengurus Wilayah Serikat Petani Indonesia Sumatera Utara. Metode penelitian eksploratif
dengan menggunakan pendekatan kualitatif. b.
Amirullah. 2011 Skripsi: Pengaruh partisipasi anggota keluarga petani dalam wadah koperasi basis terhadap sosial ekonomi keluarga
petani di kelurahan rengas pulau kecamatan medan marelan kota medan. Metode penelitian eksplanatif dengan menggunakan
pendekatan kualitatif. c.
Sinaga, Randa.2013 Skripsi: Pengaruh pengorganisasian dan pengembangan masyarakat Serikat Petani Indonesia SPI terhadap
kondisi sosial ekonomi petani di Desa Mekar Jaya Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat Sumatera Utara. Metode penelitian eksplanatif
dengan menggunakan pendekatan kuantitatif.
2.10. Hipotesis
Secara etimologi istilah hipotesis berasal dari bahasa latin, yang tersiri dari kata, yaitu hipo yang berarti sementara dan these yang berarti pernyataan. Dengan
demikian secara sederhana hipotesis dapat diartikan sebagai pernyataan sementara. Kerlinger 1997 Siagian, 2011:147 mengemukakan bahwa hipotesis
39
adalah suatu pernyataan sementara yang menyatakan hubungan antara dua variabel atau lebih. Hipotesis harus dirumuskan dalam kalimat pernyataan.
Hipotesis yang baik harus menyatakan hubungan yang jelas dan tegas antara dua atau lebih variabel dan juga membenarkan, bahkan memerlukan
pengujian atas kebenaran pernyataan yang dirumuskan. Maka dapat kita simpulkan bahwa hipotesis adalah suatu pernyataan yang menegaskan hubungan
antara dua atau lebih variabel dimana pernyataan tersebut merupakan jawaban yang bersifat sementara atas masalah penelitian. Selain itu hipotesis adalah arahan
sementara untuk menjelaskan fenomena yang diteliti Siagian, 2011:149. Hipotesis itu bias ditolak H- dan juga bias diterima H+, dan bias juga
tid ak dipengaruhi sama sekali terhadap penelitian yang dilakukan Hо Nawawi,
1998: 43. Adapun hipotesa penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: H+ :
Terdapat dampak pelaksanaan kaderisasi Serikat Petani Indonesia SPI Basis Simpang Kopas yang signifikan terhadap kehidupan sosial ekonomi
masyarakat tani di Desa Huta Padang Kecamatan Bandar Pasir Mandoge Kabupaten Asahan.
Hо:
Tidak terdapat dampak pelaksanaan kaderisasi Serikat Petani Indonesia SPI Basis Simpang Kopas yang signifikan terhadap kehidupan sosial
ekonomi masyarakat tani di Desa Huta Padang Kecamatan Bandar Pasir Mandoge Kabupaten Asahan.
40
2.11. Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional
2.11.1. Defenisi Konsep
Konsep merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian
ilmu sosial Singarimbun, 1989:33. Dalam hal ini defenisi konsep bertujuan untuk merumuskan dan mendefenisikan istilah-istilah yang digunakan secara
mendasar agar tercipta suatu persamaan persepsi dan menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan tujuan penelitian ini.
Untuk lebih memahami pengertian konsep-konsep yang akan digunakan, maka penulis membatasi konsep-konsep tersebut sebagai berikut:
1. Dampak, yang dimaksud dengan dampak dalam penelitian ini adalah
akibat positif atau negatif yang disebabkan oleh suatu peristiwa atau suatu keadaankondisi. Dalam hal ini dilihat sejauh mana dampak
pelakasanaan kaderisasi Serikat Petani Indonesia SPI Basis Simpang Kopas terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat tani di Desa Huta
Padang Kecamatan Bandar Pasir Mandoge Kabupaten Asahan. 2.
Kaderisasi, yang dimaksud dengan kaderisasi dalam penelitian ini ialah pendidikan organisasi yang didalamnya terdapat transformasi nilai-nilai
organisasi yang mengandung sejumlah azas, pemahaman tentang kerakyatan dan perjuangan untuk meningkatkan potensi dan spiritualitas
kader, yang meliputi pendidikan massa, pendidikan dasar atau perkenalan organisasi, pendidikan kader, dan pendidikan
keahlianpelatihan.
41
3. Serikat Petani Indonesia SPI adalah sebuah organisasi massa petani di
Indonesia. Organisasi ini merupakan wadah perjuangan para petani kecil dan buruh tani yang semakin termarjinalkan dari pembangunan. Fokus
perjuangannya adalah pembaruan agraria, hak asasi petani, kedaulatan pangan, pertanian berkelanjutan, dan melawan neoliberalisme.
4. Serikat Petani Indonesia SPI Basis Simpang Kopas merupakan Serikat
Petani Indonesia SPI yang berbasis di Desa Huta Padang Kecamatan Bandar Pasir Mandoge Kabupaten Asahan, dalam kepemimpinan Dewan
Pengurus Basis DPB Serikat Petani Indonesia SPI Simpang Kopas. 5.
Sosial ekonomi, yang dimaksud dengan sosial ekonomi dalam penelitian ini adalah suatu kondisi atau kedudukan yang diatur secara sosial dan
menempatkan seseorang pada posisi tertentu dalam masyarakat, yang ditentukan berdasarkan tingkat pendidikan, sistem produksi, tingkat
penghasilan, dan kesehatan. 6.
Masyarakat tani, yang dimaksud dengan masyarakat tani dalam penelitian ini adalah para petani Desa Huta Padang yang tergabung
sebagai anggota Serikat Petani Indonesia SPI Basis Simpang Kopas.
42
2.11.2. Defenisi Operasional
Defenisi operasional adalah langkah lanjutan dari perumusan defenisi konsep. Defenisi operasional sering disebut sebagai suatu konsep yang semula
bersifat statis menjadi dinamis. Wujud operasionalisasi konsep adalah dalam bentuk sajian yang benarbenar terperinci, sehingga makna dan aspek-aspek yang
terangkum dalam konsep tersebut terangkat dan terbuka. Defenisi operasional merupakan petunjuk bagaimana suatu variable dapat diukur Siagian, 2011:141.
Adapun yang menjadi defenisi operasional yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
A. Variabel bebas atau disebut juga X adalah segala gejala, faktor, atau unsur
yang menentukan atau mempengaruhi munculnya variable kedua Nawawi, 1998:57. Dalam penelitian ini yang menjadi variable X adalah kaderisasi
Serikat Petani Indonesia SPI Basis Simpang Kopas, adapun pelaksanaan dari kaderisasi tersebut meliputi :
a. Pendidikan Massa, yang merupakan segala aktivitas yang mengandung
nilai informasi dan mendidik yang berhubungan langsung dengan massa internal dan eksternal SPI, biasanya dikategorikan sebagai aktivitas
penyuluhan, pengorganisasian dan pemberdayaan. Media pendidikan ini dapat dilakukan secara rutin dan temporer, seperti demonstrasi, rapat,
diskusi, seminar, dan praktek-praktek perjuangan dan kegiatan petani lainnya.
43
b. Pendidikan DasarPerkenalan Organisasi, yang merupakan proses belajar
mengajar materi dasar yakni mengenal organisasi secara umum untuk anggotaanggota pemula yang dilangsungkan secara rutin di tingkat basis.
c. Pendidikan Kader, yang merupakan pendidikan berjenjang yang
diselenggarakan sebagai upaya melahirkan kader-kader yang memiliki kemampuan dan kapasitas dalam menerjemahkan kinerja organisasi dan
perjuangan. Adapun jenjang kaderisasinya ialah ; -
Kader E : mereka yang terdaftar dalam keanggotaan SPI yang dikeluarkan oleh DPC dan telah lulus pelatihan ke-SPI-an tingkat
Satu. -
Kader D : mereka yang terdaftar dalam keanggotaan SPI yang dikeluarkan oleh DPW dan telah lulus pelatihan ke-SPI-an tingkat
Dua. -
Kader C : mereka yang terdaftar dalam keanggotaan SPI yang dikeluarkan oleh DPW dan telah lulus pelatihan ke-SPI-an tingkat
Tiga. -
Kader B : mereka yang terdaftar dalam keanggotaan SPI yang dikeluarkan oleh DPP dan telah lulus pelatihan ke-SPI-an tingkat
Empat kader inti. -
Kader A : mereka yang terdaftar dalam keanggotaan SPI yang dikeluarkan oleh DPP dan telah lulus pelatihan ke-SPI-an tingkat
Lima kader inti.
44
d. Pendidikan KeahlianPelatihan, yang merupakan pendidikan di
lingkungan SPI yang mengajarkan keterampilan-keterampilan teknis seperti : budidaya pertanian, pengolahan hasil pertanian, keterampilan
administrasi keuangan, jurnalistik, dan lain-lain. B.
Variabel terikat atau disebut juga Y adalah sejumlah gejala atau faktor maupun unsur yang ada atau muncul dipengaruhi atau ditentukan dengan
adanya variabel bebas dan bukan karena adanya variabel lain Nawawi, 1998:57. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel Y adalah kehidupan
sosial ekonomi masyarakat tani, sebelum dan sesudah bergabung bersama Serikat Petani Indonesia SPI Basis Simpang Kopas di Desa Huta Padang
Kecamatan Bandar Pasir Mandoge Kabupaten Asahan. Sosial Ekonomi masyarakat tani tersebut meliputi:
a. Pendidikan formal, informal, maupun non formal merupakan usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran dalam mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
pengetahuan, kekuatan spiritual, pengendalian diri, kecerdasan, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
b. Sistem produksi merupakan suatu gabungan dari beberapa unit atau
elemen yang saling berhubungan dan saling menunjang untuk melaksanakan proses produksi. Beberapa elemen tersebut antara lain
adalah alat produksi, hubungan produksi, dan hasil produksi. Bagi petani sendiri yang menjadi alat produksi utama adalah lahan tanah.
45
c. Penghasilan, yang dalam hal ini tingkat penghasilan bagi petani yang
diukur berdasarkan hasil produksi pertanian, pendapatan, dan pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
d. Kesehatan merupakan kemampuan memberikan jaminan kesehatan
terhadap keluarga. Indikator yang digunakan adalah kemampuan membeli obat-obatan, peningkatan gizi, dan kemampuan untuk berobat
ke rumah sakit, puskesmas atau pengobatan tradisional.
46
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Tipe Penelitian
Tipe penelitian ini adalah penelitian eksplanatif, yaitu suatu penelitian yang dilakukan untuk menemukan penjelasan tentang mengapa suatu kejadian
atau gejala yang terjadi. Hasil akhir dalam penelitian ini adalah gambaran mengenai hubungan sebab akibat Prasetyo dan Janah, 2005:43. Dalam hal ini
adalah dampak pelaksanaan kaderisasi Serikat Petani Indonesia SPI Basis Simpang Kopas terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat tani di Desa Huta
Padang Kecamatan Bandar Pasir Mandoge Kabupaten Asahan.
3.2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Huta Padang Kecamatan Bandar Pasir Mandoge Kabupaten Asahan. Mayoritas masyarakat di Desa Huta Padang
berprofesi sebagai petani. Di lokasi penelitian ini juga telah terbentuk Dewan Pengurus Basis DPB Serikat Petani Indonesia SPI yaitu DPB SPI Simpang
Kopas, sebagai wadah gerakan petani dalam roda organisasi yang terorganisir dan administratif.
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi
Populasi adalah jumlah total dari seluruh unit atau elemen dimana penyelidik tertarik. Populasi dapat berupa organisme, atau sekelompok orang
masyarakat, organisasi, benda, objek, peristiwa, atau laporan yang semuanya
47
memiliki ciri dan harus didefenisikan secara spesifik dan tidak secara mendua silalahi, 2009:253.
Populasi dalam penelitian ini adalah petani di Desa Huta Padang Kecamatan Bandar Pasir Mandoge Kabupaten Asahan yang menjadi anggota
Serikat Petani Indonesia SPI, yang berjumlah sebanyak 116 orang dari 5.748 jiwa penduduk Desa Huta Padang.
3.3.2. Sampel
Sampel adalah wakil dari populasi yang dianggap representatif atau memenuhi syarat untuk menggambarkan keseluruhan dari populasi yang
diwakilinya. Jika populasi lebih dari 100 maka dianjurkan sampel yang diambil antara 10-15 atau 20-25 Arikunto, 2002:107. Dikarenakan jumlah
populasinya dari jumlah anggota sebanyak 116 orang dan lebih dari 100, maka sampelnya diambil 25 dari jumlah populasi, yaitu 29 orang petani. Teknik
penarikan sampel dalam penelitian ini menggunakan random sampling atau teknik penarikan acak.
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan, peneliti menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut :
1. Studi Kepustakaan
Yaitu dengan dengan cara mengumpulkan data dan informasi yang ada menyangkut masalah yang akan di teliti dengan mempelajari dan menelaah buku-
buku dan media lainnya yang memiliki hubungan atau relevansi terhadap masalah yang diteliti.
48
2. Studi Lapangan
Pengumpulan data yang diperoleh melalui kegiatan penelitian langsung turun ke lokasi penelitian untuk mencari faktor yang berkaitan dengan masalah
yang diteliti. Penelitian ini dilakukan dengan cara : a.
Observasi, mengumpulkan data tentang gejala-gejala tertentu yang dilakukan dengan mengamati, mendengar, dan mencatat kejadian yang
menjadi sasaran penelitian. b.
Kuisioner, mengumpulkan data dan informasi dengan cara menyebarkan angket yang kemudian dijawab oleh responden.
c. Wawancara, yaitu data yang diperoleh melalui percakapan atau tanya
jawab dengan responden.
3.5. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan pendekatan eksplanatif kuantitatif, dengan analisis kuantitatif melalui uji perbedaan atau uji t
t.test. Teknik uji t untuk menguji sampel yang berpasangan. Sampel berpasangan adalah sebuah sampel dengan subjek yang sama tetapi mengalami dua perlakuan
atau pengukuran yang berbeda Silalahi, 2009:386. 1.
Kehidupan sosial ekonomi masyarakat tani Desa Huta Padang sebelum adanya pelaksanaan kaderisasi SPI Basis Simpang Kopas.
2. Kehidupan sosial ekonomi masyarakat tani Desa Huta Padang setelah
adanya pelaksanaan kaderisasi SPI Basis Simpang Kopas.
49
Rumus t.test adalah sebagai berikut:
t =
∑ D �
N ∑ D
2
− ∑ D
2
N- 1 N−1
Keterangan : t = Nilai mean kelompok sampel
D = Perbedaan skor antar subjek D
2
= Kuadarat perbedaan skor N = Sampel
Di mana: ∑D adalah jumlah keseluruhan selisih nilai X
1
perlakuan pertama dan X
2
perlakuan kedua ∑D
2
adalah jumlah keseluruhan selisih dari kuadrat perlakuan pertama dan perlakuan kedua dan
N adalah jumlah sampel. Pengolahan data dilakukan dengan cara manual, data dikumpulkan dari
hasil kuisioner angket dan wawancara. Pengolahan data secara umum dilaksanakan dengan melalui tahap pemeriksaan editing, proses pemberian
identitas coding, dan proses pembeberan tabulations dan kemudian dianalisis secara mendalam.
1. Editing, yaitu meneliti kembali catatan yang diperoleh dari penelitian.
50
2. Koding, yaitu mengklasifikasikan jawaban menurut macamnya.
3. Membuat kategori untuk mengklasifikasikan jawaban. Hal ini berguna
untuk dapat dipahami sebagai data sehingga mudah dianalisis serta disimpulkan dan menjawab masalah yang dikemukakan dalam penelitian
sehingga jawaban yang beraneka ragam itu dapat disingkatkan. 4.
Tabulasi, dimana data disusun dalam keadaan ringkas dan tersusun dalam suatu tabel tunggal sehingga data dapat dibaca dengan mudah
untuk mengetahui jawaban dari masalah yang diteliti.
51
BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Desa Huta Padang 4.1.1.
Kondisi Geografis
Desa Huta Padang merupakan salah satu desa dari 9 Sembilan Desa yang terdapat di Kecamatan Bandar Pasir Mandoge Kabupaten Asahan yang memiliki
luas wilayah + 13.000 Ha dengan batas-batasnya sebagai berikut: -
Sebelah Utara berbatasan dengan Desa GontingDesa Sei Kopas -
Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Tomuan HolbungHuta Bagasan.
- Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Bandar Pasir Mandoge.
- Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Tomuan HolbungKecamatan
Hatonduhan. Jarak Pusat Desa terjauh dari Ibukota Desa ke Dusun + 20 Km dengan waktu
tempuh + 1,5 Jam sedangkan Ibukota Desa ke Ibukota Kecamatan + 12 Km dengan waktu tempuh + ½ Jam.
4.1.2. Kondisi Demografis
Jumlah penduduk Desa Huta Padang Kecamatan Bandar Pasir Mandoge pada akhir Maret 2015 adalah 6.228 jiwa atau 1.429 Kepala Keluarga KKdengan
rincian penduduk laki-laki sebanyak 3.158 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 3.070 jiwa. Desa Huta Padang terbagi menjadi 12 dusun, berikut adalah
luas wilayah dan jumlah penduduk masing-masing dari setiap dusun.
52
Tabel 4.1 : Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk
Sumber: Kantor Desa Huta Padang
4.1.3. Distribusi Penduduk Berdasarkan Suku Bangsa
Berdasarkan data yang diperoleh bahwa jenis suku bangsa yang ada pada penduduk Desa Huta Padang adalah Suku Batak, Aceh, Jawa, Tionghoa, Melayu,
dan Nias. Dimana mayoritas penduduknya bersuku Batak yaitu sebanyak 5.319 jiwa, sedangkan yang bersuku Jawa sebanyak 798 jiwa, Tionghoa sebanyak 12
NO DUSUN
LUAS HA JUMLAH JIWA
JUMLAH KK
1 DUSUN I
350 621
140 2
DUSUN II 320
655 172
3 DUSUN III
250 343
70 4
DUSUN IV 300
622 152
5 DUSUN V
180 759
142 6
DUSUN VI 200
314 84
7 DUSUN VII
350 631
130 8
DUSUN VIII 250
476 96
9 DUSUN IX
700 567
125 10
DUSUN X 160
448 90
11 DUSUN XI
1300 366
92 12
DUSUN XII 1200
426 96
JUMLAH 13.000
6.228 1.429
53
jiwa, Melayu sebanyak 8 jiwa, dan Nias sebanyak 86 jiwa. Selengkapnya dapat dilihat dari table dibawah ini:
Tabel 4.2 : Distribusi Penduduk Berdasarkan Suku Bangsa NO
SUKU JUMLAH JIWA
PERSENTASE
1 BATAK
5.319 85,41
2 JAWA
798 12,81
3 TIONGHOA
12 0,19
4 MELAYU
8 0,12
5 ACEH
5 0,08
6 NIAS
86 1.39
JUMLAH 6.228
100 Sumber : Kantor Desa Huta Padang
4.1.4. Distribusi Penduduk Berdasarkan Agama
Berdasarkan data yang diperoleh bahwa jenis Agama yang ada pada penduduk Desa Huta padang adalah Agama Kristen Protestan, Islam, Kristen
Katholik dan Budha. Dimana mayoritas dari penduduknya beragama Kristen Protestan yaitu sebanyak 4.087 jiwa, sedangkan yang beragama Islam sebanyak
2.114 jiwa, Kristen Katholik sebanyak 25 jiwa dan Budha sebanyak 2 jiwa. Selengkapnya dapat dilihat dari table berikut:
Tabel 4.3 : Distribusi Penduduk Berdasarkan Agama NO
AGAMA JUMLAH JIWA
PERSENTASE
54
1 KRISTEN PROTESTAN
4.087 65,47
2 KRISTEN KHATOLIK
25 0,53
3 ISLAM
2.114 33,97
4 BUDHA
2 0,03
JUMLAH 6.228
100 Sumber : Kantor Desa Huta Padang
4.2. Kegiatan Ekonomi Penduduk 4.2.1.
Mata Pencaharian Penduduk
Berdasarkan data yang diperoleh bahwa pekerjaan ataupun sumber mata pencaharian penduduk Desa Huta Padang adalah sebagai Petani, Karyawan,
Pedagang, PNSTNIPOLRI, dan ada juga yang bermata pencaharian di sektor lain. Akan tetapi mayoritas penduduk Desa Huta Padang bekerja ataupun bermata
pencaharian sebagai petani yang berjumlah sebanyak 1268 jiwa, sedangkan yang bermata pencaharian sebagai karyawan sebanyak 272 jiwa, pedagang sebanyak 86
jiwa, PNSTNIPOLRI sebanyak 41 jiwa, dan yang lainnya sebanyak 323 jiwa. Maka berdasarkan data tersebut, dapat dianggap bahwa penduduk Desa Huta
Padang sangat bergantung pada pertanian. Selengkapnya dapat dilihat dari table diberikut:
Tabel 4.4 : Distribusi Penduduk Berdasarkan Mata Pencarian
NO MATA PENCAHARIAN
JUMLAH JIWA PERSENTASE
1 PETANI
1268 63,71
2 KARYAWAN
272 13,66
3 PEDAGANG
86 4 ,33
55
4 PNSTNIPOLRI
41 2 ,07
5 LAIN-LAIN
323 16 ,23
JUMLAH 1.990
100 Sumber: Kantor Desa Huta Padang
4.2.2. Pertanian
Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa perekonomian penduduk Desa Huta Padang sangat tergantung dengan pertanian. Sumber daya alam dan sumber
daya lainnya yang mengerakan masyarakat sesuai dengan mata pencaharian tersebut adalah pertanian palawija, perkebunan sawit, perkebunan karet serta jasa
lainnya. Adapun jenis pertanian palawija yang terdapat di Desa Huta padang yaitu padi gogo seluas 30 Ha, jagung seluas 15 Ha, kacang tanah seluas 1 Ha, dan
pisang seluas 5 Ha. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.5 : Distribusi Pertanian Palawija Penduduk
NO JENIS TANAMAN
LUAS AREAL 1
PADI GOGO 30 HA
2 JAGUNG
15 HA 3
KACANG TANAH 1 HA
4 PISANG
5 HA Sumber: Kantor Desa Huta Padang
4.2.3. Peternakan
Jenis peternakan yang terdapat di Desa Huta Padang antara lain ayam bukan ras sebanyak 20.000 ekor, itik sebanyak 350 ekor, kambing sebanyak 256
56
ekor, lembu sebanyak 101 ekor, kerbau sebanyak 4 ekor, dan babi sebanyak 412 ekor. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.6 : Distribusi Jenis Peternakan Penduduk
NO JENIS TERNAK
JUMLAH 1
AYAM BUKAN RAS 20.000 EKOR
2 ITIK
350 EKOR 3
KAMBING 256 EKOR
4 LEMBU
101 EKOR 5
KERBAU 4 EKOR
6 BABI
412 EKOR Sumber : Kantor Desa Huta Padang
4.3. Serikat Petani Indonesia 4.3.1.
Sejarah Serikat Petani Indonesia
SPI adalah singkatan dari Serikat Petani Indonesia. SPI merupakan organisasi gerakan petani kecil, buruh tani, masyarakat adat petani dan muda-
mudi yang berkeinginan kuat menjadi petani. Sebagai organisasi gerakan petani, SPI aktif memperjuangkan isu-isu yang dianggap representative oleh para petani
yaitu seperti pembaharuan agraria, Hak asasi petani, kedaulatan petani, keanekaragaman hayati, pertanian berkelanjutan serta perlawanan terhadap
neoliberalisme. Secara historis, SPI merupakan perubahan bentuk dari Federasi Serikat
Petani Indonesia FSPI dimana pendirinya dan juga salah satu anggotanya adalah Serikat Petani Sumatera Utara SPSU. Embrio Serikat Petani Sumatera Utara
57
berasal dari komite-komite aksi petani yang tersebar di beberapa desa di beberapa kabupaten se-Sumatera Utara. Komite-komite aksi petani ini muncul atas
pengorganisasian dan pendampingan yang dilakukan oleh aktifis Sintesa. Sintesa merupakan Lembaga Swadaya Masyarakat yang konsen terhadap permasalahan
petani dan mencurahkan aktifitasnya untuk membangun dan menguatkan organisasi massa petani ditingkat lokal maupun nasional. Sintesa sendiri muncul
dari gagasan-gagasan di forum diskusi menjadi lembaga pengembangan masyarakat. Sintesa atau Yayasan sintesa Sinar Tani Indonesia didirikan pada
tahun 1987, kata sintesa sendiri awalnya berasal dari 3 tiga kata, yaitu: tesis, anti tesi dan sintesis. Kelompok ini tidak secara khusus membatasi kajian-kajian di
bidang pertanian saja, melainkan di bidang lainnya, seperti kebijakan-kebijakan pemerintah dan lain-lain.
Pada awalnya sintesa memulai pendampingannya dengan proyek Teknologi Tepat Guna TTG berupa pembangunan pembangkit listrik tenaga
mycrohydro didesa Lobu Rappa yang terpinggirkan dibawah mega proyek PLTA Asahan. Dalam perjalanan selanjutnya Sintesa memasuki arah baru dalam
perkembangan visi dan misinya yang mulai terfokus pada masalah penguatan petani. Persoalan perampasan lahan petani yang marak terjadi dimasa
meningkatnya pembangunan perusahaan-perusahaan perkebunan Sumatera Utara mendorong Sintesa terlibat dalam advokasi persoalan tanah petani. Dimasa
tersebut, cikal bakal Serikat Petani Sumatera Utara mulai lahir dari komite-komite aksi petani sebagai wadah perjuangan ditingkat lokal yang muncul atas
dampingan yang dilakukan aktifis Sintesa. Komite-komite aksi tersebut menyebar di beberapa Kabupaten yang memiliki basis konflik agraria di 16 desa di 3
58
Kabupaten Asahan, Labuhan Batu dan Tapanuli Selatan telah melahirkan beberapa kesepakatan. Sejalan dengan terbentuknya komite-komite aksi di tingkat
lokal tersebut, juga terindentifikasi beberapa petani yang sering dilibatkan oleh sintesa dalam pertemuan petani baik di tingkat kabupaten, propinsi maupun
tingkat nasional. Pelibatan petani dalam pertemuan dimaksudkan sebagai proses pendidikan bagi petani agar lebih memahami persoalan-persoalan petani secara
menyeluruh. SPSU dideklarasikan pada 3 Juni 1994 di Pesantren KH Ahmad Basyir,
Desa Parsariran, Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan. Pertemuan deklarasi tersebut diikuti oleh 53 peserta yakni, 30 petani dari 6
Kabupaten Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, Tapaanuli Utara, Asahan, Labuhan Batu dan Deli Serdang, 5 orang mahasiswa, dan aktifis LSM sekaligus
fasilitator dan moderator sebanyak 15 orang. Kongres pertama dilaksanakan pada September 1997, di Desa Lobu
Rappa, Kecamatan Bandar Pulo, Kabupaten Asahan. Kongres kedua dilaksanakan pada tahun 2000, Kongres ketiga pada Maret 2004, di Lobu Rappa, Bandar Pulo,
Asahan, Dan pada akhir November 2007 yang lalu telah dilaksanakan Kongres ke-IV SPSU.
Dalam perkembangannya, SPSU juga telah memperluas gerakan dan jaringan dalam mendorong lahirnya organisasi petani yang kuat. Posisi tawar yang
kuat akan semakin mempermudah perjuangan petani melalui gerakan petani yang terorganisir dan memiliki jaringan yang luas. Dalam upaya memperkuat basis
massanya, SPSU melakukan langkah-langkah ekspansi kewilayah lain dengan membentuk organisasi-organisasi tani lokal baru. Keanggotaan SPSU merupakan
59
Organisasi Tani Lokal OTL yang awalnya lahir dari komite-komite aksi yang terlibat dalam pendeklarasian SPSU. Dalam perkembangan selanjutnya, SPSU
memperluas basis massa dukungannya dengan melakukan ekspansi ke wilayah lain, dengan mendirikan OTL baru maupun menarik kelompok-kelompok tani
yang sudah ada untuk berintegrasi kedalam SPSU. Hingga saat ini SPSU telah memiliki anggota sebanyak 103 OTL yang tersebar di 8 Kabupaten, 63
Kecamatan dan 105 Desa. data SPSU tahun 2006 SPSU merupakan pendiri dan anggota Federasi Serikat Petani Indonesia
FSPI. FSPI dideklarasikan pada tanggal 8 Juli 1998 di Dolok Maraja, Desa Lobu Ropa, Kecamatan Bandar pulo, Kabupaten Asahan, Sumatera Utara oleh beberapa
organisasi petani di Indonesia. Saat deklarasi diadakan, dibentuklah badan pelaksana sementara yang bertugas mengkonsolidasikan kekuatan-kekuatan
perjuangan petani Indonesia untuk menjadi anggota FSPI. Badan ini juga bertanggungjawab dalam hal untuk melaksanakan kongres pertama.
Pada Tanggal 22-25 Februari 1999 kongres pertama FSPI diselenggarakan di Medan, Sumatera Utara. Kongres pertama ini juga menetapkan kepengurusan
FSPI yang berkantor pusat di Medan dan juga membuka kantor perwakilan di Jakarta, akan tetapi pada kongres kedua yang dilakukan di Malang, Jawa timur
kedudukan kantor pusat FSPI dipindahkan ke Ibu kota Jakarta. Pada Kongres ke-III FSPI, di Wonosobo Desember 2007 yang lalu,
Bentuk organisasi berubah format dari federatif menjadi unitaris. Perubahan format organisasi tersebut di sepakati dan diterima oleh 10 Serikat Anggotanya,
Salah satunya adalah SPSU sendiri. Kesepuluh serikat tersebut yakni ; SPSU,
60
SPSB, PERTAJAM, SPSS, SPL, SPB, SPJT, SP-Jatim, Serta NTB dan Serikat Petani Kabupaten Sikka SPKS.
Di tingkat internasional, SPSU mempunyai hubungan internasional yang baik dengan berbagai organisasi tani dan organisasi prodemokrasi di luar negeri.
SPSU merupakan satu-satunya serikat petani dari Indonesia yang resmi menjadi anggota Federasi Petani Sedunia La Via Campessina yang bermarkas pusat di
Honduras, Amerika Latin, di mana anggotanya tersebar di lima benua. La Via Campesina dikenal dengan suaranya yang radikal dan keras menentang
ketidakadilan tatanan ekonomi global. Setelah melahirkan FSPI sebagai payung organisasi petani ditingkat nasional, SPSU menyerahkan keanggotaan di La Via
Campesina terhadap FSPI sebagai perwakilan organisasi petani dalam keanggotaan di La Via Campesina.
Sebagai penggagas berdirinya Federasi Serikat Petani Indonesia, Serikat Petani Sumatera Utara juga menjadi motor penggerak dari beberapa organisasi
perjuangan petani yang menyebar di wilayah Republik Indonesia yang meliputi Sumatera, Jawa serta Nusa Tenggara Barat untuk meleburkan diri menjadi Serikat
Petani Indonesia yang telah berbentuk unitaris sebagai upaya untuk penguatan organisasi dan pengkonsolidasian organisasi perjuangan tani di seluruh Indonesia.
Pada Kongres Ketiga FSPI di Wonosobo tahun 2007, diputuskan perubahan format organisasi dari federatif menjadi unitaris. Keputusan tersebut
membawa konsekuensi perubahan yang mendasar terhadap nama organisasi, mekanisme serta struktur organisasi. Federasi Serikat Petani Indonesia berubah
nama menjadi Serikat Petani Indonesia SPI, dengan menghilangkan kata federatif. Anggota FSPI yang sebelumnya adalah organisasi-organisasi tani
61
wilayah, diwajibkan melebur dalam satu wadah tunggal organisasi unitaris. Kongres ketiga tersebut dihadiri oleh organisasi tani anggota FSPI, dari 12
organisasi anggotanya hanya 10 organisasi yang siap melebur menjadi satu kesatuan organisasi nasional. Anggota FSPI ketika kongres ketiga Desember 2007
di Wonosobo adalah Perhimpunan Masyarakat Tani Aceh Permata, Serikat Petani Sumatera Utara SPSU, Serikat Petani Sumatera Barat SPSB, Persatuan
Petani Jambi Pertajam, Serikat Petani Sumatera Selatan SPSS, Serikat Petani Lampung SPL, Serikat Petani Pasundan SPP, Serikat Petani Banten SPB,
Serikat Petani Jawa Tengah SPJateng, Serikat Petani Jawa Timur SP-Jatim, Serikat Tani Nusa Tenggara Barat Serta-NTB, Serikat Petani Kabupaten Sikka –
NTT SPKS, dan dua anggota FSPI yang mengundurkan diri ketika disepakati perubahan format organisasi dari federasi menjadi unitaris adalah Perhimpunan
Masyarakat Tani Aceh Permata dan Serikat Petani Pasundan SPP. Perubahan format organisasi tersebut merupakan refleksi panjang
organisasi dalam memperjuangkan pembaruan agraria. Organisasi dalam bentuk federative memiliki kelemahan dalam hal garis kepemimpinan dan lambatnya
mekanisme pengambilan keputusan dalam organisasi. Kepemimpinan organisasi federatif di tingkat nasional tidak memiliki kewenangan penuh dalam mengatur
organisasiorganisasi tani anggotanya. Sebagai organisasi gerakan, dibutuhkan format organisasi yang luwes, cepat dan tepat dalam mengambil keputusan dan
tindakan serta memiliki garis komando yang terpimpin. Dalam dokumen Pandangan dan Sikap SPI tentang Kesatuan Kaum Tani dijelaskan bahwa,
kelemahan mendasar yang dialami selama berbentuk federatif adalah :
62
“Pertama, kampanye dan aksi-aksi yang dilakukan di tingkat basis dengan tingkat nasional atau sebaliknya tidak menyatu, terpisah sehingga membuat sulit
untuk membangun opini publik, dan menyatukan kekuatan dalam menekan atau memaksa kekuatan-kekuatan di luar petani untuk mengikuti apa yang dimaksud
oleh petani. Hal ini disebabkan beberapa diantaranya oleh simbol-simbol yang dipakai sangat beragam, dan nama-nama organisasi yang sangat beragam. Kedua,
relasi federasi dengan serikat yang ada cenderung menghilangkan sama sekali otoritas dari pimpinan di level nasional untuk ikut serta secara mendalam urusan
yang terjadi di level propinsi atau ke bawahnya, padahal banyak persoalan yang terjadi di level propinsiwilayah ke bawah dapat diatasi kalau federasi punya
wewenang, sebaliknya juga anggota serikat dan jajarannya ke bawah memandang relasinya dengan federasi hanyalah sebatas mitra saja. Ketiga, perbedaan di
tingkat propinsi sampai ke level basis sungguh sangat beragam, sehingga dengan model organisasi ini justru lebih banyak memfasilitasi perbedaan yang terjadi,
bukan menjadi mempersatukan diantara perbedaan yang terjadi. Nature rakyat dan kaum tani Indonesia itu sudah sangat beragam, yang dibutuhkan adalah
mempersatukannya, bukannya memfasilitasi perbedaan itu. Sebab tanpa dipelihara atau difasilitasipun perbedaan dan pluralitas itu akan terus terpelihara. Sebab
perbedaan itu sudah menjadi bagian masyarakat Indonesia. Oleh karena itulah founding fathers Indonesia membuat simbolisasi burung Garuda , dan Bhinneka
Tunggal Ika. Hal ini menunjukkan untuk kemajuan Indonesia itu, perbedaanperbedaan itu di persatukan, bukannya membuka peluang perbedaan-
perbedaan tersebut. Sebab kenyataannya rakyat Indonesia telah berbeda-beda dalam sosial budaya, dan juga geografis, serta historisnya. Keempat, pihak luar
63
memandang organisasi kita bukanlah satu kesatuan. Sehingga kekuatan luar dengan gampang mempengaruhi bahkan memecah belah dan memisahkan
organisasi kita dari satu kesatuan. Kelima, berbagai kesulitan dan kelemahan ketika menangani konflik pertanahanagraria ketika berhadapan dengan
pemerintah, kepolisian, bahkan aparat desa, karena kita di pandang sebagai pendamping petani dan tidak mewakili petani.” Serikat Petani Indonesia,
Pandangan Sikap Dasar SPI tentang Kesatuan Kaum Tani, Jakarta : Desember 2008, hal. 137
Anggota Serikat Petani Indonesia SPI hingga tahun 2013 berjumlah lebih dari dua ratus ribu orang, yang tersebar di 15 propinsi. Anggota SPI didominasi
oleh basis-basis yang memperjuangkan hak atas tanah. Selebihnya terdiri dari basis-basis yang mengembangkan praktik pertanian berkelanjutan, praktik
koperasi, pengolahan hasil produksi dan pemasaran, serta mengembangkan ternak. Struktur organisasi SPI berjenjang mengikuti pembagian struktur wilayah
administratif
4.3.2. Program Organisasi
Adapun program kerja dari organisasi SPI ini mencakup tiga hal yaitu sebagai berikut:
1. Perjuangan Pembaharuan Agraria dan pembangunan pedesaan
2. Penguatan, Konsolidasi dan Pengembangan Organisasi
3. Program Politik Organisasi
64
Seperti yang tergambarkan diatas, organisasi SPI ini hakikatnya adalah organisasi perjuangan untuk dapat mewujudkan kaum tani yang adil dan makmur.
Adapun agenda perjuangan di SPI adalah : a.
Pembaruan Agraria Adalah penataan kembali struktur penguasaan sumber-sumber agrarian
termasuk tanah, air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya. SPI sebagai organisasi tani terus-menerus memperjuangkan pembaruanagraria
dengan prinsip tanah untuk rakyat, sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 dan Undang Undang Pokok Agraria UUPA tahun 1960
b. Kedaulatan Pangan
Adalah hak rakyat, komunitas dan negara untuk mengatur sendiri kebijakan pertanian dan panganya. Kedaulatan pangan mengatur produksi
dan konsumsi pertanian yang berorientasi kepada kepentingan lokal dan nasional, bukan pasar global. Oleh karena itu, petani kecil dan buruh tani
harus diberikan akses terhadap tanah, air, benih dan sumber-sumber agraria lainnya. Kedaulatan pangan rakyat harus didahulukan daripada
kepentingan pasar. c.
Hak Asasi Petani Hingga saat ini kekerasan terhadap petani masih kerap ditemukan,terutama
di wilayah yang mengalami konflik agraria. Hak-hak petani seringkali diinjak-injak ketika berhadapan dengan kepentingan perusahaan
perkebunan ataupun pemodal. Oleh karena itu SPI berjuang untuk mengangkat hak dan martabat kaum tani dengan menegakkan Hak Asasi
65
Petani HAP. DI tingkat internasional SPI mendesak untuk di Adopsinya sebuah konvenan Hak Asasi Petani oleh PBB.
d. Pertanian Berkelanjutan Berbasiskan Keluarga
SPI mempromosikan model pertanian berkelanjutan keluarga dan mengakomodasi kebudayaan lokal. Pertanian berkelanjutan merupakan
cara bertani dengan input luar yang rendah, petani tidak tergantung pupuk, obat-obatan dan benih yang diproduksi oleh pabrik-pabrik besar.
e. Perlawanan Terhadap Neoliberalisme
Kebijakan pasar bebas yang diusung oleh kaum neoliberal telah meminggirkan petani dan rakyat kecil. Neoliberal memaksakan
kehendaknya terhadap negara-negera lemah melalui berbagai cara, salah satunya melalui tangan-tangan lembaga : WTO, Bank Dunia, IMF, ADB
dan lainnya melalui kebijakan-kebijakan.
4.3.3. Tujuan Organisasi
Dalam peranan dan fungsinya sebagai organisasi perjuangan petani, SPI tidak terlepas pada penanganan hal-hal yang berkaitan dengan upaya-upaya
perubahan dan pembangunan dalam konteks keadilan sosial. Merujuk dari
Anggaran Dasar lembaga pada BAB VI pasal 8, pasal 9 dan pasal 10, terdapat tiga
tujuan besar yang menjadi landasan SPI, yaitu :
1. Tujuan sosial-ekonomi
a. Terjadinya perombakan, pembaharuan, pemulihan dan penataan
pembangunan ekonomi nasional dan internasional, agar tecipta peri kehidupan ekonomi petani, rakyat, bangsa dan Negara yang mandiri,
66
adil dan makmur, secara lahhir dan batin, material dan spiritual, baik dalam kebijakan maupun dalam kenyataan hidup sehari-hari.
b. Bahwa peri kehidupan ekonomi yang mandiri, adil dan makmur
tersebut hanya dapat dicapai jika hanya terjadi tatanan agraria yang adil dan beradab.
c. Tatanan agraria yang adil dan beradab tersebut hanya dapat terjadi jika
hanya dapat terjadi jika dilaksanakan pembaharun agraria sejati oleh petani, rakyat, bangsa dan Negara.
2. Tujuan Sosial-Politik
a. Terjadinya perombakan, pembaharuan, pemulihan dan penataan
model pembangunan politik nasional dan internasional, agar tercipta peri kehidupan politik yang bebas, mampu melindungi segenap
bangsa Indonesia dari seluruh tumpah darah Indonesia, mampu memajukan kesejahteraan umum, sanggup mencerdaskan kehidupan
bangsa dan sanggup untuk ikut melaksanakan ketertiban dunia. b.
Peri kehidupan politik tersebut hanya dapat tercapai jika rakyat berdaulat secara politik baik dalam kebijakan maupun dalam
kenyataan hidup sehari-hari. c.
Kedaulatan politik rakyat tersebut hanya dapat dicapai jika petani berdaulat secara politik baik dalam kebijakan maupun dalam
kenyataan hidup sehari-hari. 3.
Tujuan Sosial-Budaya a.
Terjadinya perombakan, pembaharuan, pemulihan dan penataan model pembangunan kebudayaan nasional dan internasional, agar
67
tercipta peri kehidupan budaya yang berkemanusiaan, adil dan beradab.
b. Peri kehidupan kebudayaan tersebut hanya dapat dicapai jika petani,
rakyat, bangsa dan Negara mengembangkan kebudayaan yang berkepribadian, mempunyai harkat, martabat dan harga diri baik dalam
kebijakan maupun dalam kenyataan hidup sehari-hari dalam pergaulan nasional dan internasional.
4.3.4. Dewan Pengurus Basis DPB Serikat Petani Indonesia SPI Simpang
Kopas
Dewan Pengurus Basis DPB Serikat Petani Indonesia SPI merupakan organisasi petani yang berbasis di Desa Huta Padang Kecamatan Bandar Pasir
Mandoge Kabupaten Asahan. Dalam struktur Organisasi SPI, Dewan Pengurus Basis DPB merupakan tingkatan paling bawah dalam struktur unitaris organisasi
Serikat Petani Indonesia SPI. Termasuk juga diantaranya Dewan Pengurus Basis DPB Serikat Petani Indonesia SPI Simpang Kopas yang merupakan bagian
atau tingkatan paling bawah dalam struktur organisasi Serikat Petani Indonesia SPI. DPB SPI Simpang Kopas diketuai oleh Maulina Sitorus.
Pada awalnya, sebelum SPI berubah bentuk menjadi unitaris dari FSPI yang berbentuk federatif, DPB SPI Simpang Kopas adalah kelompok tani yang
bernama OTL Organisasi Tani Lokal Saurmatua Inatani Perdembanan. OTL Saurmatua Inatani Perdembanan merupakan anggota dari Serikat Petani Sumatera
Utara SPSU yang juga merupakan bagian dari FSPI. OTL Saurmatua Inatani Perdembanan terbentuk pada tahun 2006 sebagai wadah pergerakan petani Desa
Huta Padang yang memperjuangkan lahan tanah peninggalan orang tua mereka
68
yang sedang dikelola oleh PT. Jaya Baru Pratama, untuk dapat kembali mereka kuasai sebagai lahan pertanian mereka sendiri. Dengan berjalannya waktu pada
tahun 2007, perubahan bentuk organisasi FSPI yang berbentuk federatif menjadi organisasi SPI yang berbentuk unitaris, maka dengan hal tersebut juga membawa
perubahan bentuk OTL Saurmatua Inatani Perdembanan menjadi Dewan Pengurus Basis DPB Serikat Petani Indonesia SPI Simpang Kopas.
Hingga saat penulis melakukan observasi di lokasi penelitian, adapun yang menjadi komoditi pertanian anggota SPI Basis Simpang Kopas di lokasi lahan
perjuangan berupa sawit dan tanaman lainnya seperti ubi, jagung, durian, kelapa, mangga, coklatkakau, nangka, dan pisang.
69
BAB V PENYAJIAN DAN ANALISA DATA
Pada bab ini penulis akan menyajikan dan menganalisis data-data yang diperoleh melalui observasi, wawancara, dan kuisioner yang berjalan selama
proses penelitian ini. Dalam bab ini, pembahasan dalam penyajian dan analisis data akan disesuaikan dengan tujuan penelitian yang telah dijelaskan pada bab I.
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami proses pelaksanaan kaderisasi Serikat Petani Indonesia SPI Basis
Simpang Kopas di Desa Huta Padang Kecamatan Bandar Pasir Mandoge Kabupaten Asahan, dan juga mengetahui dampak pelaksanaan kaderisasi Serikat
Petani Indonesia SPI Basis Simpang Kopas terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat tani di Desa Huta Padang Kecamatan Bandar Pasir Mandoge
Kabupaten Asahan. Sebelum menganalisis dampak pelaksanaan kaderisasi Serikat Petani Indonesia SPI Basis Simpang Kopas terhadap kehidupan sosial ekonomi
masyarakat tani di Desa Huta Padang Kecamatan Bandar Pasir Mandoge Kabupaten Asahan, terlebih dahulu akan menyajikan dan menganalisis data untuk
mengetahui bagaimana proses pelaksanaan kaderisasi Serikat Petani Indonesia SPI Basis Simpang Kopas di Desa Huta Padang.
70
5.1 Proses Pelaksanaan Kaderisasi Serikat Petani Indonesia SPI Basis Simpang Kopas
Seperti yang telah dijelaskan pada defenisi konsep bahwa pelaksanaan kaderisasi yang dimaksud dalam penelitian ini meliputi pendidikan massa,
pendidikan dasarperkenalan organisasi, pendidikan kader, dan pendidikan pelatihankeahlian. Berikut penjelasan tentang proses pelaksanaan kaderisasi
Serikat Petani Indonesia SPI Basis Simpang Kopas dari masing-masing jenis pendidikan yang ada berdasarkan data yang diperoleh melalui observasi dan
wawancara disaat melakukan penelitian.
5.1.1. Pendidikan Massa
Kegiatan-kegiatan pendidikan massa yang pernah dilakukan Serikat Petani Indonesia SPI Basis Simpang Kopas seperti rapat, demonstrasi, diskusi, seminar,
dan reclaiming perjuangan lahan. -
Rapat Sesuai dengan Anggaran Dasar SPI Pasal 27, jenis-jenis rapat yang
dilakukan di tingkat Basis seperti: a.
Musyawarah Basis MUSBA atau Musyawarah Basis Luar Biasa MUSBALUB
b. Musyawarah Basis Antar Periode MBAP
c. Rapat Pleno Dewan Pengurus Basis RP-DPB
d. Musyawarah Majelis Basis Petani MMBP
e. Rapat Kerja Basis RAKERBA
71
f. Rapat Kerja Badan Pelaksana Basis RAKER-BPB
Akan tetapi rapat-rapat tersebut tidak semua dijalankan sesuai dengan ketentuan organisasi atau ADART di Serikat Petani Indonesia SPI Basis
Simpang Kopas, rapat yang dijalankan sesuai dengan kebutuhan Basis. Namun selain melakukan rapat-rapat formal yang diatur didalam ADART, SPI Basis
Simpang Kopas juga melakukan rapat yang sifatnya tidak formal seperti rapat rutin yang dilaksanakan dalam 1 satu bulan sekali untuk membahas
programagenda yang akan dilakukan. Namun setelah dilaksanakannya rapat rutin, juga dilaksanakan rapat lanjutan untuk membahas atau menindaklanjuti
pembahasan yang dilakukan pada rapat rutin yang telah dilakukan dalam setiap bulannya.
- Demonstrasi
Demonstrasi sebagai kegiatanupaya yang dilakukan petani untuk merubah keadaan menuju suatu kondisi yang dicita-citakan. Dimana dengan melakukan
demonstrasi para petanianggota dapat menyampaikan aspirasi mereka terhadap kondisi yang mereka alami, dan juga untuk menuntun hak-hak mereka sebagai
petani dan warga negara. Demontrasi ataupun aksi juga dilakukan untuk memberikan tekanan politik berbentuk mobilisasi massa aksi terhadap rezim dan
lawan petani yang anti permbaruan agraria, agar dijalankannya pembaruan agraria yang sejati, dan sebagai pemenuhan hak-hak demokratis kaum tani.
Biasanya anggota SPI Basis Simpang Kopas melakukan aksi demonstrasi kepada pihak perusahaan perkebunan dan juga pihak pemerintah. Aksi
demonstrasi juga selalu dilakukan di Hari Tani Nasional bersama seluruh anggota
72
Serikat Petani Indonesia SPI Sumatera Utara Sumut dibawah koordinasi DPW SPI Sumut, yang dilakukan serentak bersama SPI di wilayah lainnya.
- Seminar
Adapun seminar yang pernah dilakukan SPI Basis Simpang Kopas di Desa Huta Padang selalu bertemakan tentang pertanian berkelanjutan, undang-undang
yang mengatur tentang pertanian, dan hak asasi petani. Sehingga masyarakat tani Desa Huta Padanganggota mendapatkan keterampilan teknik-teknik pertanian
berkelanjutan yang mampu memacu berkembangnya ekonomi petani, dan keterampilan dalam melakukan berbagai perjuangan atas hak-hak demokrasi dan
hak-hak konstitusional kaum tani, juga memperluas pengetahuan umum mereka dalam lingkungan sosial dan kehidupan bernegara.
- Reclaiming
Reclaiming merupakan bentuk praktek perjuangan dengan melakukan aksi pendudukan lahan untuk merebut kembali tanah nenek moyang mereka yang telah
dikuasi oleh pihak perkebunan. Proses reclaiming memaksa pemerintah untuk merespon tuntutan petani atau bernegosiasi dengan pihak lawan untuk
mengembalikan tanah yang menjadi hak-hak petani. Meski kerap mengalami kriminalisasi dan penangkapan atas aksi-aksi reclaiming lahan yang dijalankan,
Serikat Petani Indonesia SPI menyatakan bahwa tindakan tersebut legal dan memiliki payung hukum.
Sebelum melakukan reclaiming dengan menduduki lahan, SPI mengumpulkan bukti-bukti bahwa lahan tersebut telah dirampas dari petani. Bukti
yang dikumpulkan tidak sebatas bukti formal, karena dalam banyak kasus bukti-
73
bukti formal surat kepemilikan tanah turut dirampas dan dimusnahkan. Bukti sejarah dan pengumpulan fakta-fakta di lapangan, dianggap cukup untuk menjadi
dasar pendudukan lahan. Secara hukum, aksi reclaiming yang dilakukan SPI didasarkan pada Hak Konstitusi UUD 1945, UU Pokok Agraria, serta PP Nomor
224 tahun 1961.
5.1.2. Pendidikan DasarPerkenalan Organisasi
Pokok bahasan yang disampaikan pada pendidikan dasar adalah pendidikan yang bersifat ke-organisasian secara umum dan mendasar,
penyampaian informasi dan penyadaran serta perkenalan organisasi SPI. Adapun sasaran peserta dalam pendidikan ini adalah petani kecil, petani penyewa kecil,
buruh tani, buruh perkebunan, orang-orang tak bertanah, dan pemudapemudi yang berkeinginan kuat menjadi petani yang kemudian mengajukan permohonan
untuk menjadi anggota SPI. Minimal peserta berusia 17 tujuh belas tahun, atau sudah menikah.
Penanggung jawab atas terlaksananya pendidikan ini adalah Dewan Pengurus Cabang DPC atau Panitia Persiapan Cabang yang berkoordinasi
dalam penyelenggaraannya dengan pelaksana pendidikan di tingkat ranting atau basis yang bertugas menjalankan fungsi pendidikan. Pelaksanaan pendidikan
dasar dilaksanakan selama 2 dua hari, tempat penyelenggaraanya biasanya dilakukan di basis balai pertemuan desa, rumah penduduk, dll. Penilaian hasil
belajar dalam pendidikan ini adalah keaktifan dan secara penuh mengikuti proses pendidikan, adapun kelulusan tahap pendidikan ini ditandai dengan Kartu Tanda
74
Anggota KTA, serta aktif mengikuti pertemuan organisasi. Peserta lulusan pendidikan dasar akan diproyeksikan mengikuti pendidikan lanjutankader.
Menurut informasi yang diterima dari ibu Maulina Sitorus Ketua DPB SPI Simpang Kopas bahwa dahulu pelaksanaan pendidikan dasar dilaksanakan
dengan rutin untuk memberikan pemahaman dan persepsi bagi anggota tentang bagaimana hak yang seharusnya dan kondisi yang mereka alami. Namun
penyelenggaraan pendidikan dasar sudah cukup lama tidak dilaksanakan karena kurangnya perhatian oleh pihak DPC SPI Asahan dibawah koordinasi DPW SPI
Sumut karena kondisi tertentu. Dengan kondisi yang ada harapannya pelaksanaan pendidikan dasar perlu ditingkatkan untuk generasi penerus SPI Basis Simpang
Kopas dan juga anggota basis saat ini.
5.1.3. Pendidikan Kader
Seperti yang telah di jelaskan pada defenisi operasional bahwa pendidikan kader merupakan pendidikan berjenjang yang ada di Serikat Petani Indonesia
SPI, yang diantaranya yaitu pendidikan Kader E, Kader D, Kader C, Kader B, dan Kader A. Berikut adalah penjelasan bagaimana proses pelaksanaan dari
masing-masing jenjang pendidikan tersebut. -
Kader E Adapun tergetan dalam jenjang pendidikan kader E ialah agar terdidiknya
anggota tentang pemahaman dasar berorganisasi dan ke SPI-an dan kemampuan mengorganisir serta analisis sosial. Adapun pokok bahasan yang disampaikan
pada pendidikan kader E adalah pendidikan yang bersifat ke-organisasian dan pemahaman masalah petani, sehingga kader E mampu melihat persoalan yang
75
terjadi di sekitarnya persoalan agrarian dan hak asasi petani, dan mampu menjalankan kegiatan-kegiatan organisasi, serta rasa memiliki terhadap
organisasinya. Sasaran peserta dalam pendidikan ini adalah semua anggota SPI yang telah
terdaftar dan mengikuti pendidikan dasar, yang kemudian diidentifikasi untuk menjadi kader. Perserta dalam pendidikan kader E diikuti oleh 25 orang 1 basis
terdiri dari 5-10 orang, pendidikan kader E dilaksanakan sekurang-kurangnya sebanyak 2 dua kali, sehingga dalam 1 DPC akan terdidik 50 orang kader E.
Adapun yang menjadi penanggung jawab atas penyelenggaraan pendidikan ini adalah DPC yang berkoordinasi dengan pelaksana pendidikan tingkat ranting atau
basis yang bertugas menjalankan fungsi pendidikan. Pelaksanaan pendidikan kader E diselenggarakan selama 2 dua hari, biasanya diselenggarakan di
basisrantingcabang Pusdiklat, balai pertemuan desa, balai kecamatan, rumah penduduk, mesjid, dll. Penilaian hasil belajar adalah keaktifan dan secara penuh
mengikuti proses pendidikan, adapun kelulusan tahap pendidikan ini ditandai
dengan sertifikat cap kader, serta kegiatan lapangan yang berupa praktek
pengorganisasian. Peserta lulusan pendidikan kader E akan diproyeksikan mengikuti pendidikan kader lanjutan, adapun evaluasi dari kader tersebut adalah
dari tugas lapangan dan aturan disiplin organisasi yang termaktub dalam ADART.
Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh dari ibu Maulina Sitorus Ketua Basis SPI Simpang Kopas bahwa pendidikan kader E juga sudah cukup
lama tidak diselenggarakan di SPI Basis Simpang Kopas, penyelenggaraan pendidikan kader E yang terakhir kali dilaksanakan di Basis Simpang Kopas
76
sekitar 3-4 tahun yang lalu. Namun seiring dengan berjalannya waktu juga ada anggota SPI Basis Simpang Kopas yang mengikuti pendidikan kader E yang
diselenggarakan di basis lain, akan tetapi tidak dengan jumlah yang begitu banyak. Sehingga masih terdapat anggota yang belum mengikuti pendidikan kader
E, dan hanya mengikuti pendidikan dasar. Maka dengan kondisi yang ada dan masih kurang disiplinnya SPI Basis Simpang Kopas dalam status keanggotaan,
harapannya pendidikan kader E dapat diselenggarakan dengan rutin sesuai dengan kebutuhan organisasi dan ADART SPI.
- Kader D
Yang menjadi tergetan dalam jenjang pendidikan kader D adalah agar terdidiknya anggota tentang pemahaman dasar berorganisasi dan ke SPI.
Pendidikan kader D dilaksanakan minimal 3 tiga bulan sekali dalam setahun, adapun pokok bahasan yang disampaikan pada pendidikan kader D adalah
pendidikan yang bersifat ke-organisasian dan pemahaman tentang tema perjuangan, sehingga kader D mampu melihat, menganalisis dan memecahkan
persoalan yang terjadi di sekitarnya, mampu menjalankan kegiatan-kegiatan organisasi dan memiliki kemampuan memimpin organisasi kepemimpinan.
Sasaran peserta dalam pendidikan ini adalah semua anggota SPI yang telah terdaftar dan telah mengikuti pendidikan kader E, yang kemudian diidentifikasi
dan direkomendasikan untuk menjadi kader D. Perserta dalam pendidikan kader D diikuti oleh 20 orang 1 basis minimal terdiri dari 4 orang dan diikuti minimal 3
ranting. Adapun yang menjadi penanggung jawab atas penyelenggaraan pendidikan ini adalah DPC yang berkoordinasi dengan pelaksana pendidikan
77
tingkat cabang atau wilayah yang bertugas menjalankan fungsi pendidikan. Pelaksanaan pendidikan kader D diselenggarakan selama 2 dua hari, biasanya
diselenggarakan di rantingcabang Pusdiklat wilayahkabupaten, balai kecamatan, rumah penduduk, dll. Penilaian hasil belajar adalah keaktifan dan secara penuh
mengikuti proses pendidikan, adapun kelulusan tahap pendidikan ini ditandai
dengan sertifikat cap kader, serta kegiatan lapangan yang berupa praktek
pengorganisasian. Peserta lulusan pendidikan kader D akan diproyeksikan mengikuti pendidikan kader lanjutan, adapun evaluasi dari kader tersebut adalah
dari tugas lapangan dan aturan disiplin organisasi yang termaktub dalam ADART.
- Kader C
Tergetan dalam jenjang pendidikan kader C adalah agar terdidiknya anggotakader tentang kepemimpinan dan pemahaman tema perjuangan.
Pendidikan kader C dilaksanakan sekurang-kurangnya 6 enam bulan dalam setahun, adapun pokok bahasan yang disampaikan pada pendidikan kader C
adalah pemahaman praktek ormas berbentuk
kesatuan perjuanga, berpolitikberjaringan dan pemahaman menghubungkan tema perjuangan sebagai
sebuah perlawanan, sehingga kader C mampu melihat, menganalisis dan memecahkan persoalan yang terjadi di sekitarnya, mampu menjalankan kegiatan-
kegiatan organisasi dan memiliki kemampuan memimpin organisasi kepemimpinan.
Sasaran peserta dalam pendidikan ini adalah semua anggota SPI yang telah terdaftar dan telah mengikuti pendidikan kader D, yang kemudian diidentifikasi
78
dan direkomendasikan untuk menjadi kader C. Perserta dalam pendidikan kader C diikuti oleh 20 orang minimal dari 3 ranting. Adapun yang menjadi penanggung
jawab atas penyelenggaraan pendidikan ini adalah DPW yang berkoordinasi penyelenggaraannya dengan pelaksana pendidikan tingkat cabang atau wilayah
yang bertugas menjalankan fungsi pendidikan. Pelaksanaan pendidikan kader C diselenggarakan selama 2 dua hari, biasanya diselenggarakan di rantingcabang
Pusdiklat wilayahkabupaten, balai kecamatan, rumah penduduk, dll. Penilaian hasil belajar adalah keaktifan dan secara penuh mengikuti proses pendidikan,
adapun kelulusan tahap pendidikan ini ditandai dengan sertifikat cap kader, serta
kegiatan lapangan yang berupa praktek pengorganisasian. Peserta lulusan pendidikan kader C akan diproyeksikan mengikuti pendidikan kader lanjutan,
adapun evaluasi dari kader tersebut adalah dari tugas lapangan dan aturan disiplin organisasi yang termaktub dalam ADART.
- Kader B
Yang menjadi tergetan dalam jenjang pendidikan kader B adalah agar terdidiknya anggota tentang kepemimpinan dan pemahaman tema perjuangan.
Pendidikan kader B dilakukan minimal 6 enam bulan sekali dalam setahun, adapun pokok bahasan yang disampaikan pada pendidikan kader B adalah
pemahaman filosofi pendidikan dan filsafat perjuangan, pemahaman tentang kondisi sosial, ekonomi, politik dan budaya masyarakat Indonesia secara
komprehensif. Sehingga kader B mampu melihat, menganalisis dan memecahkan persoalan yang terjadi di sekitarnya, mampu mengkonseptualisasikan perjuangan,
dan memiliki kemampuan memimpin organisasi kepemimpinan.
79
Sasaran peserta dalam pendidikan ini adalah semua anggota SPI yang telah terdaftar dan telah mengikuti pendidikan kader C, yang kemudian diidentifikasi
dan direkomendasikan untuk menjadi kader B. Perserta dalam pendidikan kader B diikuti oleh 20 orang minimal dari 3 ranting. Adapun yang menjadi penanggung
jawab atas penyelenggaraan pendidikan ini adalah DPP yang berkoordinasi penyelenggaraannya dengan pelaksana pendidikan tingkat cabang atau wilayah
yang bertugas menjalankan fungsi pendidikan. Pelaksanaan pendidikan kader B diselenggarakan selama 2 dua hari, biasanya diselenggarakan di cabang
Pusdiklat Nasionalwilayah, dll. Penilaian hasil belajar adalah keaktifan dan secara penuh mengikuti proses pendidikan, adapun kelulusan tahap pendidikan ini
ditandai dengan sertifikat cap kader, serta kegiatan lapangan yang berupa praktek
pengorganisasian dan berjaringan. Peserta lulusan pendidikan kader C akan diproyeksikan mengikuti pendidikan kader lanjutan, adapun evaluasi dari kader
tersebut adalah dari tugas lapangan dan aturan disiplin organisasi yang termaktub dalam ADART.
- Kader A
Tergetan dalam jenjang pendidikan kader A adalah agar terdidiknya anggota tentang kepemimpinan, kepeloporan dan front serta pemahaman tema
perjuangan menuju kekuasaan politik. Pendidikan kader A dilakukan sekurang- kurangnya 6 enam bulan sekali dalam setahun, adapun pokok bahasan yang
disampaikan pada pendidikan kader A adalah pemahaman filosofi pendidikan dan filsafat perjuangan, pemahaman tentang membangun front persatuan, organisasi
dan kekuasaan politik. Sehingga kader A mampu mengkonseptulisasikan praktek
80
politik front, kepeloporan organisasi menuju kekuasaan, dan memiliki kemampuan pencitraan kepemimpinan dan organisasi.
Sasaran peserta dalam pendidikan ini adalah semua anggota SPI yang telah terdaftar dan telah mengikuti pendidikan kader B, yang kemudian diidentifikasi
dan direkomendasikan untuk menjadi kader A. Perserta dalam pendidikan kader A diikuti oleh 20 orang dalam setiap kali pendidikan perwakilan dari wilayah.
Adapun yang menjadi penanggung jawab atas penyelenggaraan pendidikan ini adalah DPP yang berkoordinasi penyelenggaraannya dengan pelaksana
pendidikan tingkat cabang atau wilayah yang bertugas menjalankan fungsi pendidikan. Pelaksanaan pendidikan kader A diselenggarakan selama 2 dua
hari, biasanya diselenggarakan di cabang Pusdiklat Nasionalwilayah, dll. Penilaian hasil belajar adalah keaktifan dan secara penuh mengikuti proses
pendidikan, adapun kelulusan tahap pendidikan ini ditandai dengan sertifikat cap kader, serta kegiatan lapangan yang berupa praktek pengorganisasian dan
berjaringan.
5.1.4. Pendidikan KeahlianPelatihan
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara jenis pendidikan keahlianpelatihan yang pernah dilakukan SPI Basis Simpang Kopas terhadap
masyarakatanggota di Desa Huta Padang seperti pelatihan pembibitan, pelatihan pengolahan keuangan organisasi, pendidikan koperasi, dan ada juga pelatihan
yang diikuti anggota di basis lain seperti pelatihan pembuatan pupuk yang baru aja dilaksanakan dalam waktu yang tidak begitu lama dengan penelitian ini
dilakukan.
81
Pelatihan yang pernah dilakukan dan direalisasikan oleh anggota SPI Basis Simpang Kopas hingga saat ini adalah pendidikan koperasi, karena sampai saat
dilakukannya penelitian ini SPI Basis Simpang Kopas telah memiliki 2 dua Koperasi, yaitu koperasi buah yang sudah berjalan selama 1 tahun dan koperasi
basis yang sudah berjalan selama 2 bulan hingga penelitian ini dilakukan. Adapun kendala dari pelatihan yang telah dilakukan yaitu minimnya
tindak lanjut atas keahlian yang telah dimiliki masyarakat Desa Huta Padang anggota, sehingga tidak dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dalam
proses pertanian. Namun juga terdapat masyarakat anggota yang melakukan pembuatan bibit dengan sendirinya untuk pertanian mereka. Maka dengan kondisi
yang ada, harapannya adanya kontrol yang baik dari pihak DPC maupun DPW atas keahlian skill yang telah dimiliki masyarakat Desa Huta Padang anggota
dari pelatihan yang pernah diperoleh. Juga diharapkan kepada pihak pemerintah untuk lebih memperhatikan sumber daya yang mereka miliki, dan memberikan
saranafasilitas terhadap masyarakat Desa Huta Padang agar kemampuan yang mereka miliki dapat diperdayakan dan menunjang kehidupan ekonomi masyarakat
tani di Desa Huta Padang.
82
5.2 Dampak Pelaksanaan Kaderisasi Serikat Petani Indonesia SPI Basis Simpang Kopas Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Tani
di Desa Huta Padang Kecamatan Bandar Pasir Mandoge Kabupaten Asahan.
Pada bagian ini penulis akan menyajikan dan menganalisis data-data yang diperoleh melalui kuisioner yang diisi oleh responden petani dari anggota Serikat
Petani Indonesia SPI Basis Simpang Kopas di Desa Huta Padang sebanyak 29 orang. Data-data yang terkumpul akan dianalisis untuk melihat dampak
pelaksanaan kaderisasi Serikat Petani Indonesia SPI Basis Simpang Kopas
terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat tani tersebut. Agar pembahasan
tersusun sistematis, maka pembahasan dalam penelitian ini dibagi menjadi 4 empat bagian, yaitu:
1. Analisis karakteristik umum responden,
2. Kaderisasi Serikat Petani Indonesia SPI Basis Simpang Kopas
variabel X 3.
Kehidupan sosial ekonomi masyarakat tani variabel Y 4.
Analisis Kuantitatif 5.
Analisis Dampak Pelaksanaan Kaderisasi Serikat Petani Indonesia SPI Basis Simpang Kopas Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi
Masyarakat Tani di Desa Huta Padang Kecamatan Bandar Pasir Mandoge Kabupaten Asahan.
6. Analisis penelitiankarya ilmiah terdahu yang terkait
Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas dari data yang telah terkumpul, dapat dilihat pada tabel-tabel distribusi frekuensi berikut beserta
analisisnya.
83
5.2.1 Data Indentitas Responden
TABEL 5.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur
No Umur
Frekuensi Persentase
1 21 – 30
2 7
2 31 – 40
11 38
3 41 – 50
10 34
4 50
6 21
Total
29 100
Sumber : Data Kuesioner Agustus 2015 Pada tabel 5.1 di atas mayoritas usia responden adalah antara 31-40 tahun
yaitu sebanyak 11 jiwa 36. Kemudian diikuti dengan usia responden antara 41-50 tahun sebanyak 10 jiwa responden 34, selanjutnya usia antara 50 tahun
sebanyak 6 jiwa 21 dan yang minoritas menjadi responden ialah usia 21-30 tahun yaitu sebanyak 2 jiwa 7.
Kenyataan ini menunjukkan bahwa mayoritas responden berada pada usia produktif dengan tingkat yang cukup tinggi. Hal tersebut dikarenakan pada usia
yang dianggap sebagai pemuda tersebut, petani berada pada posisi tingkat kemampuan fisik dan kesehatan yang lebih baik.
TABEL 5.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Agama
No Agama
Frekuensi Persentase
1 Islam
12 41
2 Kristen Protestan
17 59
Total 29
100 Sumber : Data Kuesioner Maret 2013
84
Berdasarkan tabel 5.2 hasil dari penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa mayoritas responden beragama Kristen Protestan yaitu berjumlah 17 jiwa
59. Adapun jumlah responden yang beragama Islam tidak memiliki selisih yang sangat tinggi dibandingkan jumlah responden yang beragama Kristen
Protestan, yaitu berjumlah 12 jiwa 41. Sementara itu, tidak terdapat responden yang beragama Kristen Katolik, Hindu, Budha, maupun Konghucu.
TABEL 5.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Suku Bangsa
No Suku
Frekuensi Persentase
1 Jawa
2 7
2 Batak
27 93
Total 29
100 Sumber : Data Kuesioner Agustus 2015
Berdasarkan Tabel 5.3 hasil dari penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki suku Batak yaitu berjumlah 27 jiwa 93, sebagaimana suku
mayoritas penduduk Desa Huta Padang. Kemudian diikuti dengan responden yang memiliki suku Jawa berjumlah 2 jiwa 7. Sementara itu, tidak terdapat
responden yang bersuku Aceh, Melayu, Padang dan yang lainnya.
TABEL 5.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan
No Pendidikan
Frekuensi Persentase
1 SD Sederajat
23 79
2 SMP Sederajat
4 14
3 SMA Sederajat
2 7
Total 29
100 Sumber : Data Kuesioner Agustus 2015
Dari data tabel 5.4 diatas dapat dilihat bahwa tidak ada responden yang tidak bersekolah. Sementara itu, mayoritas responden berpendidikan terakhir pada
85
jenjang SDsederajat sebanyak 23 jiwa 79, dimana sebagian responden menyatakan masih bernama Sekolah Rakyat. Kemudian diikuti dengan responden
yang memiliki jenjang pendidikan SMPSederajat sebanyak 4 jiwa 14, dan kemudian jenjang pendidikan SMASederajat sebanyak 2 jiwa 7.
Berdasarkan data yang diperoleh oleh penulis pada saat observasi di lokasi penelitian juga didapat keterangan bahwa mayoritas anggota Serikat Petani
Indonesia SPI Basis Simpang Kopas hanyalah berpendidikan formal Sekolah Dasar Sederajat. Maka dari mayoritas anggota SPI Basis Simpang Kopas yang
memiliki jenjang pendidikan formal ditingkat Sekolah DasarSederajat, dapat ditarik kesimpulan bahwa masih rendahnya tingkat pendidikan formal yang
dimiliki oleh anggota SPI Basis Simpang Kopas.
TABEL 5.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Status Anggota SPI
No Status Anggota SPI
Frekuensi Persentase
1 Anggota Pemula
4 14
2 Anggota Kader C, D, E
24 83
3 Anggota Kader Inti A, B
1 3
4 Anggota Kehormatan
- -
5 Simpatisan
- -
Total 29
100 Sumber : Data Kuesioner Agustus 2015
Berdasarkan tabel 5.5 yang ada diatas, dapat dilihat bahwa yang menjadi responden hanya berstatus sebagai Anggota Pemula, Anggota Kader, dan Anggota
Kader Inti. Berdasarkan tabel tersebut juga dapat dilihat bahwa mayoritas responden berstatus sebagai Anggota Kader yaitu sebanyak 24 jiwa 83 dari
seluruh responden. Sementara responden yang berstatus sebagai anggota pemula atau yang belum pernah mengikuti pendidikan kader secara organisatoris
86
sebanyak 4 jiwa 14, kemudian responden yang berstatus sebagai Anggota Kader Inti hanya berjumlah 1 jiwa 3. Dari data yang diperoleh dapat
disimpulkan bahwa mayoritas responden pernah mengikuti pendidikan kader secara organisatoris sehingga berstatus sebagai Anggota kader.
TABEL 5.6 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenjang Waktu Anggota SPI
No Jenjang Waktu
Frekuensi Persentase
1 2 Tahun
- -
2 2-4 Tahun
1 3
3 4-6 Tahun
2 7
4 6-8 Tahun
2 7
5 8 Tahun
24 83
Total 29
100 Sumber : Data Kuesioner Agustus 2015
Berdasarkan tabel 5.6, dapat dilihat bahwa mayoritas yang menjadi responden ialah anggota SPI yang telah menjadi anggota dengan jenjang waktu
lebih dari 8 delapan tahun, yaitu sebesar 83 dari seluruh responden. Hal tersebut dikarenakan mayoritas yang menjadi responden adalah anggota yang
telah bergabung sejak awal terbentuknya SPI Basis Simpang Kopas dari tahun 2006 dimana pada saat itu bernama OTL Saurmatua Inatani Perdembanan, dan
hingga saat ini telah terbentuk selama 9 tahun. Berdasarkan data tersebut, bahwa mayoritas responden ialah anggota yang
sudah memiliki pengalaman yang panjang di SPI, mengingat umur SPI sampai saat ini telah sampai 17 tahun. Adapun diantaranya yang menjadi responden ialah
anggota yang bergabung setelah terbentuknya dan berjalannya SPI Basis Simpang Kopas atau OTL Saurmatua Inatani Perdembanan pada waktu itu, seperti 6-8
tahun sebanyak 2 jiwa 7, 4-6 tahun juga sebanyak 2 jiwa 7, dan 2-4 tahun
87
sebanyak 1 jiwa 3. Namun tidak terdapat responden yang telah bergabung dibawah 2 tahun.
5.2.2. Kaderisasi Serikat Petani Indonesia SPI Basis Simpang Kopas
variabel X TABEL 5.7
Distribusi Jawaban Responden Mengenai Tujuan Menjadi Anggota SPI
No Tujuan Responden
Frekuensi Persentase
1 Sebagai wadah perjuangan
petani 8
27,5 2
Memperoleh kekuatan sosial dalam keadilan dan
hak azasi petani. 19
65,5
3 Belajar beroganisasi
2 7
4 Memperoleh pendidikan
informal mengenai pertanian.
- -
Total
29 100
Sumber : Data Kuesioner Agustus 2015 Dari data yang diperoleh pada tabel 5.7 dapat diketahui bahwa mayoritas
responden memiliki tujuan menjadi anggota SPI ialah memperoleh kekuatan sosial ekonomi dalam keadilan dan hak azasi petani, sebanyak 19 responden
65,5. Kemudian diikuti dengan responden yang bertujuan sebagai wadah perjuangan petani, sebanyak 8 responden, sebanyak 16 responden 27,5.
Sedangkan responden yang bertujuan memperoleh pendidikan informal mengenai pertanian hanya berjumlah 2 responden 7.
Berdasarkan hasil observasi dan uraian tersebut, dapat diketahui bahwa alasan yang paling kuat atas tujuan bergabungnya para petani Desa Huta Padang
bersama Serikat Petani Indonesia SPI ialah untuk memperoleh kekuatan sosial ekonomi dalam keadilan dan hak azasi petani. Adapun responden yang
88
bergabung bersama SPI yang memiliki tujuan sebagai wadah perjuangan petani menganggap bahwa suatu perjuangan perlu dijalankan atas dasar kebersamaan
melalui sebuah organisasi untuk memperjuangkan hak-hak petani.
TABEL 5.8 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Kegiatan Kaderisasi SPI Basis
Simpang Kopas yang Paling Bermanfaat
No Kegiatan Kaderisasi SPI
Frekuensi Persentase
1 Pendidikan dasarperkenalan
organisasi bagi anggota 2
7 2
Aktivitas penyuluhan, pengorganisasian dan
pemberdayaan demonstrasi, rapat, diskusi, seminar, praktek-
praktek perjuangan, dan lainnya. 26
90
3 Pendidikan kader pendidikan
berjenjang 1
3 4
Pendidikan keahlianpelatihan -
-
Total
29 100
Sumber : Data Kuesioner Agustus 2015 Dari data yang diperoleh pada tabel 5.8 dapat diketahui bahwa mayoritas
menurut responden kegiatan kaderisasi SPI Basis Simpang Kopas yang paling bermanfaat adalah aktivitas penyuluhan, pengorganisasian dan pemberdayaan
demonstrasi, rapat, diskusi, seminar, praktek-praktek perjuangan, dan lainnya biasanya juga disebut dengan pendidikan massa, yaitu sebanyak 26 responden
90. Kemudian diikuti dengan responden yang memilih kegiatan pendidikan dasarperkenalan organisasi bagi anggota, sebanyak 2 responden 7. Selain itu,
ada juga 1 responden 3 yang memilih kegiatan pendidikan kader pendidikan berjenjang sebagai kegiatan yang paling bermanfaat.
89
Berdasarkan uraian tersebut, dapat diketahui bahwa responden yang mayoritas memilih kegiatan kaderisasi SPI yang paling bermanfaat ialah kegiatan
aktivitas penyuluhan, pengorganisasian dan pemberdayaan demonstrasi, rapat, diskusi, seminar, praktek-praktek perjuangan, dan lainnya, dikarenakan kegiatan
tersebut sangat menambah pengetahuan dan membuka cakrawala berpikir para petani tentang masalah pertanian ataupun konflik tanah yang mereka hadapi, dan
menemukan solusi untuk dapat mengatasi permasalah tersebut. Aksi reclaiming pada lahan sengketa untuk dapat menjalankan proses pertanian di lahan tersebut
merupakan salah satu bentuk praktek perjuangan yang sangat bermanfaat yang dilakukan secara bersama-sama oleh anggota SPI Basis Simpang Kopas untuk
mencapai keadilan atas hak-hak mereka.
TABEL 5.9 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Partisipasi Dalam Kegiatan
Kaderisasi SPI Basis Simpang Kopas
No Tingkat Partisipasi
Frekuensi Persentase
1 Sangat Berpartisipasi
12 41,5
2 Cukup Berpartisipasi
16 55,5
3 Kurang Berpartisipasi
1 3
4 Tidak Berpartisipasi
- -
Total
29 100
Sumber : Data Kuesioner Agustus 2015 Dari data yang diperoleh pada tabel 5.9 dapat diketahui bahwa mayoritas
responden cukup berpartisipasi pada kegiatan kaderisasi SPI Basis Simpang Kopas, yaitu sebanyak 16 orang 55,5 dari keseluruhan responsen. Kemudian
diikuti oleh responden yang sangat berpartisipasi pada kegiatan kaderisasi, sebanyak 12 orang 41,5. Akan tetapi juga terdapat 1 responden 3 yang
90
kurang berpartisipasi pada kegiatan kaderisasi, namun tidak terdapat responden yang tidak berpartisipasi dalam kegiatan kaderisasi SPI Basis Simpang Kopas.
Maka berdasarkan uraian tersbut, dapat diketahui bahwa tingkat partisipasi yang tinggi dimiliki oleh anggota pada kegiatan-kegiatan kaderisasi SPI Basis
Simpang Kopas yang berjalan di Desa Huta Padang. Dengan tingginya tingkat partisipasi anggota pada kegiatan kaderisasi SPI, mestinya membawa perubahan
yang besar pada setiap strukutur sosial dan pengembangan metode-metode penyelesaian masalah yang dimiliki anggota SPI Basis Simpang Kopas.
TABEL 5.10 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Tingkat Partisipasi Anggota
Dalam Kegiatan Kaderisasi SPI Basis Simpang Kopas
No Tingkat Partisipasi
Frekuensi Persentase
1 Sangat Besar
8 28
2 Cukup Besar
20 69
3 Cukup Kecil
1 3
4 Sangat Kecil
- -
Total 29
100 Sumber : Data Kuesioner Agustus 2015
Dari data yang diperoleh pada tabel 5.10 dapat diketahui bahwa mayoritas responden memiliki jawaban atas tingkat partisipasi anggota dalam kegiatan
kaderisasi SPI Basis Simpang Kopas ialah cukup besar, yaitu sebanyak 20 responden 61,7. Kemudian diikuti oleh responden yang menjawab bahwa
tingkat partisipasi anggota sangat besar dalam kegiatan kaderisasi sebanyak 8 responden 28. Akan tetapi, ada juga 1 responden 3 yang menjawab bahwa
tingkat partisipasi anggota dalam kegiatan kaderisasi SPI cukup kecil, namun
91
tidak terdapat responden yang menjawab tingkat partisipasi anggota dalam kegiatan kaderisasi SPI Basis Simpang Kopas sangat kecil.
Maka berdasarkan uraian tersebut, dapat diketahui bahwa tingkat partisipasi yang besar dimiliki oleh anggota SPI Basis Simpang Kopas dalam
kegiatan kaderisasi yang dilakukan di Desa Huta Padang. Maka dari hal tersebut juga menjelaskan bahwa kegiatan kaderisasi SPI Basis Simpang Kopas telah
berjalan dengan baik dengan adanya tingkat partisipasi yang besar yang dimiliki oleh anggota SPI Basis Simpang Kopas.
TABEL 5.11 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Keberlangsungan Pelaksanaan
Pendidikan Massa Demonstrasi, Rapat, Diskusi, Seminar, Praktek Perjuangan, dll SPI Basis Simpang Kopas
No Tingkat Keberlangsungan
Frekuensi Persentase
1 Sangat Baik
7 24
2 Cukup Baik
17 59
3 Kurang Baik
5 17
4 Tidak Baik
- -
Total 29
100 Sumber : Data Kuesioner Agustus 2015
Dari data yang diperoleh pada tabel 5.11 dapat diketahui bahwa mayoritas reponden menyatakan keberlangsungan pelaksanaan pendidikan massa SPI Basis
Simpang Kopas berjalan cukup baik, yaitu sebanyak 17 responden 59. Kemudian diikuti oleh responden yang menyatakan bahwa pelaksanaan
pendidikan massa berjalan dengan sangat baik sebanyak 7 responden 24. Akan tetapi juga terdapat responden yang menyatakan berjalan dengan kurang baik
yaitu sebanyak 5 responden 17, namun tidak terdapat responden yang
92
menyatakan bahwa keberlangsungan pelaksanaan pendidikan massa SPI Basis Simpang Kopas berjalan dengan tidak baik.
Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa keberlangsungan pelaksanaan pendidikan massa SPI Basis Simpang Kopas berjalan dengan baik.
Maka sudah seharusnya mereka lebih memahami isu-isu sosial yang sedang berkembang, pengetahuan tentang pertanian, dan permasalahan pertanian yang
mereka hadapi.
TABEL 5.12 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Rutinitas Pelaksanaan Pendidikan
Dasar SPI Basis Simpang Kopas
No Tingkat Keberlangsungan
Frekuensi Persentase
1 Sangat Rutin
3 10
2 Cukup Rutin
22 76
3 Kurang Rutin
4 14
4 Tidak Rutin
- -
Total 29
100 Sumber : Data Kuesioner Maret 2013
Berdasarkan data yang diperoleh pada tabel 5.12 dapat diketahui bahwa mayoritas responden menjelaskan rutinitas pelaksanaan pendidikan dasar SPI
Basis Simpang Kopas dilaksanakan dengan cukup rutin, yaitu sebanyak 22 responden 76. Kemudian diikuti oleh responden yang menyatakan
pelaksanaan pendidikan dasar dilaksanakan dengan sangat rutin sebanyak 3 responden 10. Akan tetapi juga terdapat 4 responden 14 yang menyatakan
dilaksanakan dengan kurang rutin, namun tidak terdapat responden yang menyatakan bahwa keberlangsungan pelaksanaan pendidikan dasar SPI Basis
Simpang Kopas dilaksanakan dengan tidak rutin.
93
Maka berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa rutinitas pelaksanaan pendidikan dasar SPI Basis Simpang Kopas berjalan dengan rutin.
Maka seiring dengan rutinnya dilakukan pendidikan dasar di SPI Basis Simpang Kopas maka sudah seharusnya setiap anggota memiliki pemahaman organisatoris
yang baik dan pengetahuan tentang pertanian, serta hak dan kewajibannya sebagai petani dan warga negara Indonesia.
TABEL 5.13 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Penyelenggaraan Pendidikan
KaderPendidikan Berjenjang SPI Basis Simpang Kopas
No Tingkat Keberlangsungan
Frekuensi Persentase
1 Sangat Baik
2 7
2 Cukup Baik
15 52
3 Kurang Baik
12 41
4 Tidak Baik
- -
Total 29
100 Sumber : Data Kuesioner Agustus 2015
Berdasarkan data yang diperoleh pada tabel 5.13 dapat diketahui bahwa mayoritas responden menyatakan bahwa penyelenggaraan
pendidikan kaderpendidikan berjenjang SPI Basis Simpang Kopas dilaksanakan dengan
cukup baik, yaitu sebanyak 15 responden 52. Kemudian diikuti oleh responden yang menyatakan bahwa penyelenggaraan pendidikan
kaderpendidikan berjenjang dilaksanakan dengan kurang baik sebanyak 12 responden 41. Akan tetapi juga terdapat 2 responden 7 yang menyatakan
terselenggara dengan sangat baik, dan tidak terdapat responden yang menyatakan bahwa penyelenggaraan pendidikan kaderpendidikan berjenjang SPI Basis
Simpang Kopas terselenggara dengan tidak baik.
94
Maka berdasarkan uraian tersebut dan hasil observasi dapat diketahui bahwa penyelenggaraan pendidikan kaderpendidikan berjenjang SPI Basis
Simpang Kopas belum berjalan begitu baik. Sehingga menyebabkan adanya anggota yang belum mengikuti pendidikan kaderpendidikan berjenjang
menyandang status anggota pemula. Namun sebagian anggota SPI Basis Simpang Kopas mengikuti pendidikan kader di tempat atau di basis lain, sehingga
tidak begitu banyak anggota yang belum pernah mengikuti pendidikan kader anggota pemula.
TABEL 5.14 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Keberlangsungan Pelaksanaan
Pendidikan KeahlianPelatihan SPI Basis Simpang Kopas
No Tingkat Keberlangsungan
Frekuensi Persentase
1 Sangat Baik
3 10,5
2 Cukup Baik
23 79
3 Kurang Baik
3 10,5
4 Tidak Baik
- -
Total 29
100 Sumber : Data Kuesioner Agustus 2015
Dari data yang diperoleh pada tabel 5.14 dapat diketahui bahwa mayoritas reponden menyatakan keberlangsungan pelaksanaan pendidikan
keahlianpelatihan SPI Basis Simpang Kopas berjalan cukup baik, yaitu sebanyak 23 responden 79. Kemudian diikuti oleh responden yang menyatakan bahwa
pelaksanaan pendidikan keahlianpelatihan berjalan dengan sangat baik sebanyak 3 responden 10,5, dan yang menyatakan berjalan dengan kurang baik juga
sebanyak 3 responden 10,5, namun tidak terdapat responden yang menyatakan
95
bahwa keberlangsungan pelaksanaan pendidikan keahlianpelatihan SPI Basis Simpang Kopas berjalan dengan tidak baik.
Maka berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa keberlangsungan pelaksanaan pendidikan keahlianpelatihan SPI Basis Simpang Kopas berjalan
dengan baik. Maka seiring dengan rutinbaiknya pelaksanaan pendidikan keahlianpelatihan di SPI Basis Simpang Kopas maka sudah seharusnya setiap
anggota memiliki keahlian skill khusus mengenai pertanian seperti pembuatan benih, pupuk kompos, dan lain sebagainya.
5.2.3. Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Tani variabel Y
A. Pendidikan
TABEL 5.15 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Tingkat Kemampuan Keluarga
Untuk Mendapatkan Pendidikan Formal Sebelum Bergabung Bersama SPI
No Tingkat Kemampuan
Frekuensi Persentase
1 Sangat Mudah
- -
2 Cukup Mudah
4 14
3 Cukup Sulit
25 86
4 Sangat Sulit
- -
Total 29
100 Sumber : Data Kuesioner Agustus 2015
Berdasarkan data yang diperoleh pada tabel 5.15 dapat diketahui bahwa mayoritas responden memiliki tingkat kemampuan yang cukup sulit untuk
mendapatkan pendidikan formal sebelum bergabung bersama SPI, yaitu sebanyak 25 responden 86 dari keseluruhan responden. Akan tetapi juga terdapat 4
responden 14 yang memiliki tingkat kemampuan yang cukup mudah untuk mendapat pendidikan formal sebelum bergabung bersama SPI, namun tidak
96
terdapat responden yang memiliki tingkat kemampuan yang sangat mudah dan juga sangat sulit untuk mendapatkan pendidikan formal sebelum bergabung
bersama SPI. Maka berdasarkan hasil observasi dan uraian tersebut dapat ditarik suatu
kesimpulan bahwa sebelum masyarakat Desa Huta Padang anggota bergabung bersama SPI, cukup sulit bagi keluarga mereka untuk mendapatkan pendidikan
formal.
TABEL 5.16 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Tingkat Kemampuan Keluarga
Untuk Mendapatkan Pendidikan Formal Setelah Bergabung Bersama SPI
No Tingkat Kemampuan
Frekuensi Persentase
1 Sangat Mudah
1 3
2 Cukup Mudah
26 90
3 Cukup Sulit
2 7
4 Sangat Sulit
- -
Total 29
100 Sumber : Data Kuesioner Agustus 2015
Berdasarkan data yang diperoleh pada tabel 5.16 dapat diketahui bahwa mayoritas responden memiliki tingkat kemampuan yang cukup mudah untuk
mendapatkan pendidikan formal setelah bergabung bersama SPI, yaitu sebanyak 26 responden 90 dari keseluruhan responden, dan diikuti dengan 1 responden
3 yang memiliki tingkat kemampuan yang sangat mudah. Akan tetapi juga terdapat 2 responden 7 yang memiliki tingkat kemampuan yang cukup sulit
untuk mendapat pendidikan formal setelah bergabung bersama SPI, namun tidak terdapat responden yang memiliki tingkat kemampuan yang sangat sulit untuk
mendapatkan pendidikan formal setelah bergabung bersama SPI.
97
Maka berdasarkan hasil observasi dilapangan dan uraian tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa setelah masyarakat Desa Huta Padang anggota
bergabung bersama SPI, tingkat kemampuan keluarga mereka untuk mendapatkan pendidikan formal menjadi lebih mudah bila dibandingkan disaat mereka sebelum
bergabung bersama SPI.
TABEL 5.17 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Tingkat Kemampuan Keluarga
Untuk Mendapatkan Pendidikan Informal atau Nonformal Sebelum Bergabung Bersama SPI
No Tingkat Kemampuan
Frekuensi Persentase
1 Sangat Mudah
- -
2 Cukup Mudah
2 7
3 Cukup Sulit
17 59
4 Sangat Sulit
10 34
Total 29
100 Sumber : Data Kuesioner Agustus 2015
Dari data yang diperoleh pada tabel 5.17 dapat diketahui bahwa mayoritas responden memiliki tingkat kemampuan yang cukup sulit untuk mendapatkan
pendidikan informal atau nonformal sebelum bergabung bersama SPI, yaitu sebanyak 17 responden 59 dari keseluruhan responden. Kemudian diikuti
dengan 10 responden 34 yang memiliki tingkat kemampuan yang sangat sulit sebelum bergabung bersama SPI. Akan tetapi juga terdapat 2 responden 7
yang memiliki tingkat kemampuan yang cukup mudah untuk mendapat pendidikan informal atau nonformal sebelum bergabung bersama SPI, namun
tidak terdapat responden yang memiliki tingkat kemampuan yang sangat mudah sebelum bergabung bersama SPI.
98
Berdasarkan uraian tersebut dan hasil observasi disaat melakukan penelitian dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa sebelum masyarakat Desa Huta
Padang anggota bergabung bersama SPI, begitu sulit bagi keluarga mereka untuk mendapatkan akses pendidikan informal maupun nonformal. Disebabkan
karena sangat minimnya wadah ataupun peluang bagi mereka yang dapat dimanfaatkan sebagai tempat belajar untuk mendapatkan pendidikan diluar
bangku sekolah, dan kurangnya perhatian dari pihak pemerintah untuk memberikan pendidikan informal maupun nonformal terhadap masyarakat Desa
Huta Padang pada kondisi dimana rendahnya tingkat pendidikan masyarakat di Desa tersebut.
TABEL 5.18 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Tingkat Kemampuan Keluarga
Untuk Mendapatkan Pendidikan Informal atau Nonformal Setelah Bergabung Bersama SPI
No Tingkat Kemampuan
Frekuensi Persentase
1 Sangat Mudah
3 10
2 Cukup Mudah
24 83
3 Cukup Sulit
2 7
4 Sangat Sulit
- -
Total 29
100 Sumber : Data Kuesioner Agustus 2015
Dari data yang diperoleh pada tabel 5.18 dapat diketahui bahwa mayoritas responden memiliki tingkat kemampuan yang cukup mudah untuk mendapatkan
pendidikan informal atau nonformal setelah bergabung bersama SPI, yaitu sebanyak 24 responden 83 dari keseluruhan responden. Kemudian diikuti
dengan 3 responden 10 yang memiliki tingkat kemampuan yang sangat mudah setelah bergabung bersama SPI. Akan tetapi juga terdapat 2 responden 7 yang
99
memiliki tingkat kemampuan yang cukup sulit untuk mendapat pendidikan informal atau nonformal setelah bergabung bersama SPI, namun tidak terdapat
responden yang memiliki tingkat kemampuan yang sangat sulit setelah bergabung bersama SPI.
Berdasarkan uraian tersebut dan hasil observasi disaat melakukan penelitian dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa setelah masyarakat Desa Huta
Padang anggota bergabung bersama SPI, tingkat kemampuan keluarga mereka untuk mendapatkan pendidikan informal ataupun nonformal menjadi lebih mudah
bila dibandingkan disaat mereka sebelum bergabung bersama SPI. Hal tersebut disebabkan karena setelah mereka bergabung bersama SPI banyak pendidikan
yang diperoleh dari organisasi khususnya SPI Basis Simpang Kopas, baik pendidikan yang sifatnya informal maupun nonformal. Sehingga meningkatkan
pemahaman mereka mengenai sistem sosial, ekonomi, dan politik petani, serta menjawab kebutuhan kehidupan petani yang nyata dan vital di kehidupan yang
mereka jalani.
B. Sistem Produksi
TABEL 5.19 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Penguasaan Tanah Lahan
Pertanian Sebelum Bergabung Bersama SPI
No Tingkat Penguasaan
Frekuensi Persentase
1 Sangat Baik
- -
2 Cukup Baik
4 14
3 Cukup Buruk
15 52
4 Sangat Buruk
10 34
Total 29
100 Sumber : Data Kuesioner Agustus 2015
100
Berdasarkan data yang diperoleh pada tabel 5.19 dapat diketahui bahwa mayoritas responden memiliki tingkat penguasaan tanah lahan pertanian yang
cukup buruk sebelum bergabung bersama SPI, yaitu sebanyak 15 responden 52 dari keseluruhan responden. Kemudian diikuti dengan responden yang
sebelum bergabung bersama SPI tingkat penguasaan lahan pertaniannya sangat buruk sebanyak 10 responden 34. Akan tetapi juga terdapat 4 responden
14 yang memiliki tingkat penguasaan tanah lahan pertanian yang cukup baik sebelum bergabung bersama SPI, namun tidak terdapat responden yang memiliki
tingkat penguasaan lahan pertanian yang sangat baik ssebelum bergabung bersama SPI.
Maka berdasarkan uraian tersebut dan hasil observasi penelitian dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa sebelum masyarakat Desa Huta Padang anggota
bergabung bersama SPI, mereka memiliki lahan pertanian yang sangat sedikit. Sebagian responden mengatakan sama sekali tidak memiliki lahan pertanian,
sehingga tidak dapat melakukan proses pertanian dan memetik hasilnya. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka hanya mengambil upah buruh di lahan
pertanian orang lain.
TABEL 5.20 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Penguasaan Tanah Lahan
Pertanian Setelah Bergabung Bersama SPI
No Tingkat Penguasaan
Frekuensi Persentase
1 Sangat Baik
5 17
2 Cukup Baik
24 83
3 Cukup Buruk
- -
4 Sangat Buruk
- -
Total 29
100 Sumber : Data Kuesioner Agustus 2015
101
Berdasarkan data yang diperoleh pada tabel 5.20 dapat diketahui bahwa mayoritas responden memiliki tingkat penguasaan tanah lahan pertanian yang
cukup baik setelah bergabung bersama SPI, yaitu sebanyak 24 responden 83 dari keseluruhan responden. Kemudian diikuti dengan responden yang tingkat
penguasaan lahan pertaniannya sangat baik sebanyak 5 responden 17 setelah bergabung bersama SPI. Namun tidak terdapat responden yang memiliki tingkat
penguasaan lahan pertanian yang cukup buruk dan sangat buruk setelah bergabung bersama SPI.
Maka berdasarkan uraian tersebut dan hasil observasi disaat melakukan penelitian dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa setelah masyarakat Desa huta
Padang anggota bergabung bersama SPI, kepemilikan lahan pertanian mereka sangat meningkat bila dibandingkan disaat mereka belum bergabung bersama SPI.
Dengan kepemilikan lahan pertanian yang baik maka memberikan peluang terhadap masyarakat Desa Huta Padang untuk melakukan proses pertanian di
lahan pertanian yang mereka miliki untuk memenuhi kebutuhan ekonomi mereka. Adapun luas lahan perjuangan yang dimiliki SPI Basis Simpang Kopas
sampai saat penelitian ini dilakukan yaitu seluas 200 Ha, yang masing-masing anggotanya per kepala keluarga telah mendapatkan 1 Ha dari luas lahan tersebut.
30 Ha diantaranya dikelola bersama atas nama lahan kolektif SPI Basis Simpang Kopas, 24 Ha dihibahkan menjadi lahan Serikat, dan selebihnya masih dalam
proses pembagian namun belum menjadi lahan yang produktif.
TABEL 5.21 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Tingkat Kemudahan Memperoleh
Alat Produksi BibitBenih dan Pupuk Sebelum Bergabung Bersama SPI
102
No Tingkat Kemudahan
Frekuensi Persentase
1 Sangat Mudah
1 3,5
2 Cukup Mudah
3 10,5
3 Cukup Sulit
20 69
4 Sangat Sulit
5 17
Total 29
100 Sumber : Data Kuesioner Agustus 2015
Dari data yang diperoleh pada tabel 5.21 dapat diketahui bahwa mayoritas responden memiliki tingkat kemudahan yang cukup sulit untuk mendapatkan alat
produksi bibit, benih, dan pupuk sebelum bergabung bersama SPI, yaitu sebanyak 20 responden 69 dari keseluruhan responden. Kemudian diikuti
dengan 5 responden 17 yang memiliki tingkat kemudahan yang sangat sulit untuk mendapatkan alat produksi sebelum bergabung bersama SPI. Akan tetapi
juga terdapat 3 responden 10,5 yang memiliki tingkat kemudahan yang cukup mudah dan 1 responden 3,5 memiliki tingkat kemudahan yang sangat mudah
untuk mendapatkan alat produksi sebelum bergabung bersamas SPI. Berdasarkan uraian tersebut dan hasil observasi penelitian ditemukan suatu
kesimpulan bahwa sebelum masyarakat Desa Huta Padang anggota bergabung bersama SPI, sulit bagi mereka untuk memperoleh alat produksi seperti bibit,
benih, dan pupuk.
TABEL 5.22 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Tingkat Kemudahan Memperoleh
Alat Produksi BibitBenih dan Pupuk Setelah Bergabung Bersama SPI
No Tingkat Kemudahan
Frekuensi Persentase
1 Sangat Mudah
6 21
2 Cukup Mudah
21 72
3 Cukup Sulit
1 3,5
4 Sangat Sulit
1 3,5
Total 29
100 Sumber : Data Kuesioner Agustus 2015
103
Dari data yang diperoleh pada tabel 5.22 dapat diketahui bahwa mayoritas responden memiliki tingkat kemudahan yang cukup mudah untuk memperoleh
alat produksi bibitbenih, dan pupuk setelah bergabung bersama SPI, yaitu sebanyak 21 responden 72 dari keseluruhan responden. Kemudian diikuti
dengan 6 responden 21 yang memiliki tingkat kemudahan yang sangat mudah untuk memperoleh alat produksi setelah bergabung bersama SPI. Akan tetapi juga
terdapat 1 responden 3,5 yang memiliki tingkat kemudahan yang cukup sulit, dan juga 1 responden 3,5 yang memiliki tingkat kemudahan yang sangat sulit
untuk memperoleh alat produksi setelah bergabung bersama SPI. Berdasarkan uraian tersebut dan hasil observasi disaat melakukan
penelitian dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa setelah masyarakat Desa Huta Padang anggota bergabung bersama SPI, tingkat kemudahan mereka untuk
memperoleh alat produksi seperti bibitbenih dan pupuk menjadi lebih mudah bila dibandingkan disaat mereka sebelum bergabung bersama SPI.
TABEL 5.23 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Kondisi Pemasaran Hasil
Pertanian Sebelum Bergabung Bersama SPI
No Kondisi
Frekuensi Persentase
1 Sangat Baik
- -
2 Cukup Baik
9 31
3 Cukup Buruk
17 59
4 Sangat Buruk
3 10
Total 29
100 Sumber : Data Kuesioner Agustus 2015
Dari data yang diperoleh pada tabel 5.23 dapat diketahui bahwa mayoritas responden memiliki pemasaran hasil pertanian yang cukup buruk sebelum
104
bergabung bersama SPI, yaitu sebanyak 17 responden 59 dari keseluruhan responden. Kemudian diikuti dengan 9 responden 31 yang memiliki
pemasaran hasil pertanian yang cukup baik sebelum bergabung bersama SPI. Akan tetapi juga terdapat 3 responden 10 yang memiliki pemasaran hasil
pertanian yang sangat buruk, namun tidak terdapat responden yang memiliki pemasaran hasil pertanian yang sangat baik sebelum bergabung bersama SPI.
Berdasarkan uraian tersebut dan hasil observasi penelitian ditemukan suatu kesimpulan bahwa sebelum masyarakat Desa Huta Padang anggota bergabung
bersama SPI, sulit bagi mereka untuk memperoleh alat produksi seperti bibit, benih, dan pupuk.
TABEL 5.24 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Kondisi Pemasaran Hasil
Pertanian Setelah Bergabung Bersama SPI
No Tingkat Kemampuan
Frekuensi Persentase
1 Sangat Baik
5 17
2 Cukup Baik
22 76
3 Cukup Buruk
2 7
4 Sangat Buruk
- -
Total 29
100 Sumber : Data Kuesioner Agustus 2015
Dari data yang diperoleh pada tabel 5.24 dapat diketahui bahwa mayoritas responden memiliki pemasaran hasil pertanian yang cukup baik setelah bergabung
bersama SPI, yaitu sebanyak 22 responden 76 dari keseluruhan responden. Kemudian diikuti dengan 5 responden 17 yang memiliki pemasaran hasil
pertanian yang sangat baik. Akan tetapi juga terdapat 2 responden 7 yang memiliki pemasaran hasil pertanian yang cukup buruk, namun tidak terdapat
105
responden yang memiliki pemasaran hasil pertanian yang sangat buruk setelah bergabung bersama SPI.
Maka berdasarkan uraian tersebut dan hasil observasi penelitian dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa setelah masyarakat Desa Huta Padang anggota
bergabung bersama SPI, kondisi pemasaran hasil pertanian mereka menjadi lebih baik bila dibandingkan dengan kondisi pemasaran hasil pertanian mereka sebelum
bergabung bersama SPI.
C. Penghasilan
TABEL 5.25 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Tingkat Hasil Produksi Pertanian
Sebelum Bergabung Bersama SPI
No Tingkat Hasil Produksi
Frekuensi Persentase
1 Sangat Baik
- -
2 Cukup Baik
3 10
3 Cukup Buruk
19 66
4 Sangat Buruk
7 24
Total 29
100 Sumber : Data Kuesioner Agustus 2015
Dari data yang diperoleh pada tabel 5.25 dapat diketahui bahwa mayoritas responden memiliki tingkat hasil produksi pertanian yang cukup buruk sebelum
bergabung bersama SPI, yaitu sebanyak 19 responden 66 dari keseluruhan responden. Kemudian diikuti dengan responden yang tingkat hasil produksinya
sangat buruk sebanyak 7 responden 24. Akan tetapi juga terdapat 3 responden 10 yang sebelum bergabung bersama SPI memiliki tingkat hasil produksi
pertanian yang cukup baik , namun tidak terdapat responden yang memiliki tingkat hasil produksi pertanian yang sangat baik sebelum bergabung bersama
SPI.
106
Maka berdasarkan uraian tersebut dan hasil observasi penelitian dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa sebelum masyarakat Desa Huta Padang anggota
bergabung bersama SPI, hasil produksi pertanian mereka begitu buruk. Karena tingkat hasil produksi pertanian sangat tergantung pada luas lahan pertanian.
Sementara itu seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, disaat mereka belum bergabung bersama SPI lahan pertanian mereka sangat sedikit bahkan sebagian
darinya tidak memiliki lahan pertanian.
TABEL 5.26 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Tingkat Hasil Produksi Pertanian
Setelah Bergabung Bersama SPI
No Tingkat Hasil Produksi
Frekuensi Persentase
1 Sangat Baik
7 24
2 Cukup Baik
21 72,5
3 Cukup Buruk
1 3,5
4 Sangat Buruk
- -
Total 29
100 Sumber : Data Kuesioner Agustus 2015
Dari data yang diperoleh pada tabel 5.26 dapat diketahui bahwa mayoritas responden memiliki tingkat hasil produksi pertanian yang cukup baik setelah
bergabung bersama SPI, yaitu sebanyak 21 responden 72,5 dari keseluruhan responden. Kemudian diikuti dengan responden yang tingkat hasil produksinya
sangat baik sebanyak 7 responden 24. Akan tetapi juga terdapat 1 responden 3,5 yang memiliki tingkat hasil produksi pertanian yang cukup buruk setelah
bergabung bersama SPI , namun tidak terdapat responden yang memiliki tingkat hasil produksi pertanian yang sangat buruk setelah bergabung bersama SPI.
Maka berdasarkan uraian tersebut dan hasil observasi saat melakukan penelitian ditemukan suatu kesimpulan bahwa setelah masyarakat Desa Huta
107
Padang anggota bergabung bersama SPI, hasil produksi pertanian mereka meningkat menjadi lebih baik. Karena setelah mereka bergabung bersama SPI
mereka memiliki lahan pertanian yang lebih luas sehingga memberikan peluang untuk melakukan proses pertanian yang lebih baik dan mendapatkan hasil
produksi dari pertanian mereka.
TABEL 5.27 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Tingkat Penghasilan Dalam
Sebulan Sebelum Bergabung Bersama SPI
No Tingkat PenghasilanBulan
Frekuensi Persentase
1 Rp 3.000.000
- -
2 Rp 2.000.000 – Rp 2.999.000
3 10
3 Rp 1.000.000 – Rp 1.999.000
8 28
4 Rp 1.000.000
18 62
Total 29
100 Sumber : Data Kuesioner Agustus 2015
Berdasarkan data yang diperoleh pada tabel 5.27 dapat diketahui bahwa mayoritas responden memiliki tingkat penghasilan lebih kecil dari Rp 1.000.000
dalam setiap bulan sebelum bergabung bersama SPI, yaitu sebanyak 18 responden 62 dari keseluruhan responden. Kemudian diikuti dengan responden yang
tingkat penghasilannya Rp 1.000.000 sd Rp 1.999.000 per bulan sebanyak 8 responden 24. Akan tetapi juga terdapat 3 responden 10 yang sebelum
bergabung bersama SPI memiliki tingkat penghasilan Rp 2.000.000 sd 2.999.000 dalam sebulan, namun tidak terdapat responden yang memiliki tingkat
penghasilan lebih dari Rp 3.000.000 dalam sebulan sebelum bergabung bersama SPI.
Maka berdasarkan hasil observasi dan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa sebelum masyarakat Desa Huta Padang anggota bergabung bersama SPI,
108
tingkat penghasilan mereka dalam setiap bulannya cukup buruk dikarenakan hasil produksi pertanian mereka yang sangat rendah. Sehingga dapat dikatakan bahwa
sebelum bergabung bersama SPI masyarakat Desa Huta Padang anggota memiliki kekuatan ekonomi yang sangat lemah.
TABEL 5.28 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Tingkat Penghasilan Dalam
Sebulan Setelah Bergabung Bersama SPI
No Tingkat PenghasilanBulan
Frekuensi Persentase
1 Rp 3.000.000
2 7
2 Rp 2.000.000 – Rp 2.999.000
17 59
3 Rp 1.000.000 – Rp 1.999.000
10 34
4 Rp 1.000.000
- -
Total 29
100 Sumber : Data Kuesioner Agustus 2015
Berdasarkan data yang diperoleh pada tabel 5.28 dapat diketahui bahwa mayoritas responden memiliki tingkat penghasilan Rp 2.000.000 sd 2999.000
dalam setiap bulan setelah bergabung bersama SPI, yaitu sebanyak 17 responden 59 dari keseluruhan responden. Kemudian diikuti dengan responden yang
tingkat penghasilannya Rp 1.000.000 sd Rp 1.999.000 per bulan sebanyak 10 responden 34, dan terdapat 2 responden 7 dimana setelah bergabung
bersama SPI tingkat penghasilannya lebih dari Rp 3.000.000 dalam sebulan. Setelah bergabung dengan SPI tidak terdapat responden yang memiliki tingkat
penghasilan lebih kecil dari Rp 1.000.000 dalam sebulan. Maka berdasarkan hasil observasi dan uraian tersebut dapat ditarik suatu
kesimpulan bahwa setelah masyarakat Desa Huta Padang anggota bergabung bersama SPI, mereka mengalami tingkat penghasilan yang tinggi dalam setiap
bulannya bila dibandingkan dengan tingkat penghasilan mereka disaat sebelum
109
mereka bergabung dengan SPI. Hal tersebut disebabkan karena telah meningkatnya hasil produksi pertanian mereka dengan melakukan proses
pertanian yang lebih baik, dan mendapatkan aktivitas pertanian lainnya didalam organisasi. Ditambah lagi dengan hasil pertanian organisasi yang dikelola secara
bersama-sama. Sehingga setelah bergabung bersama SPI kekuatan ekonomi masyarakat Desa Huta Padang anggota dapat dikatakan jauh lebih kuat bila
dibandingkan dengan disaat mereka belum bergabung bersama SPI.
TABEL 5.29 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Tingkat Kemampuan Dalam
Pemenuhan Kebutuhan Hidup Sebelum Bergabung Bersama SPI
No Tingkat Kemampuan
Frekuensi Persentase
1 Sangat Mencukupi
- -
2 Mencukupi
9 31
3 Kurang Mencukupi
16 55
4 Tidak Mencukupi
4 14
Total 29
100 Sumber : Data Kuesioner Agustus 2015
Dari data yang diperoleh pada tabel 5.29 dapat diketahui bahwa mayoritas responden memiliki tingkat kemampuan yang kurang mencukupi dalam
pemenuhan kebutuhan sehari-hari sebelum bergabung bersama SPI, yaitu sebanyak 16 responden 69 dari keseluruhan responden. Kemudian diikuti
dengan 9 responden 31 yang memiliki tingkat kemampuan yang mencukupi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sebelum bergabung bersama SPI. Juga
terdapat 4 responden 14 yang kemampuannya tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, dan tidak terdapat responden yang memiliki
kemampuan sangat mencukupi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sebelum bergabung bersama SPI.
110
Maka berdasarkan uraian tersebut dan hasil observasi disaat melakukan penelitian dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa sebelum masyarakat Desa Huta
Padang anggota bergabung bersama SPI, cukup sulit bagi mereka untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Meskipun sebagian dari mereka sebelum
bergabung bersama SPI telah mampu dalam upaya pemenuhan kebutuhan sehari- hari.
TABEL 5.30 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Tingkat Kemampuan Dalam
Pemenuhan Kebutuhan Hidup Setelah Bergabung Bersama SPI
No Tingkat Kemampuan
Frekuensi Persentase
1 Sangat Mencukupi
1 3
2 Mencukupi
26 90
3 Kurang Mencukupi
2 7
4 Tidak Mencukupi
- -
Total 29
100 Sumber : Data Kuesioner Agustus 2015
Dari data yang diperoleh pada tabel 5.30 dapat diketahui bahwa mayoritas responden memiliki tingkat kemampuan yang mencukupi dalam pemenuhan
kebutuhan hidup sehari-hari setelah bergabung bersama SPI, yaitu sebanyak 26 responden 90 dari keseluruhan responden. Kemudian terdapat 1 responden
3 yang memiliki tingkat kemampuan yang sangat mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup setelah bergabung bersama SPI. Akan tetapi juga terdapat 2
responden 7 yang kemampuannya kurang mencukupi, namun tidak terdapat responden yang memiliki kemampuan tidak mencukupi dalam pemenuhan
kebutuhan hidup sehari-hari setelah bergabung bersama SPI. Maka berdasarkan uraian tersebut dan hasil observasi disaat melakukan
penelitian ini dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa setelah masyarakat Desa Huta
111
Padang anggota bergabung bersama SPI, tingkat kemampuan mereka dalam pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari mengalami peningkatan menjadi lebih
baik, dan lebih mudah bila dibandingkan dengan kemampuan mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup disaat mereka belum bergabung bersama SPI.
D. Kesehatan
TABEL 5.31 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Tingkat Kemampuan Memberikan
Jaminan Kesehatan Terhadap Keluarga Sebelum Bergabung Bersama SPI
No Tingkat Kemampuan
Frekuensi Persentase
1 Sangat Mudah
- -
2 Cukup Mudah
6 21
3 Cukup Sulit
20 69
4 Sangat Sulit
3 10
Total 29
100 Sumber : Data Kuesioner Agustus 2015
Dari data yang diperoleh pada tabel 5.31 dapat diketahui bahwa mayoritas responden memiliki tingkat kemampuan yang cukup sulit untuk memberikan
jaminan kesehatan terhadap keluarga sebelum bergabung bersama SPI, yaitu sebanyak 20 responden 69 dari keseluruhan responden. Kemudian diikuti
dengan 6 responden 21 yang memiliki tingkat kemampuan yang cukup mudah untuk memberikan jaminan kesehatan terhadap keluarga sebelum bergabung
bersama SPI. Terdapat 3 responden 10 yang memiliki tingkat kemampuan yang sangat sulit, dan tidak terdapat responden yang memiliki tingkat kemampuan
yang sangat mudah untuk memberikan jaminan kesehatan terhadap keluarga sebelum bergabung bersama SPI.
112
Maka berdasarkan uraian tersebut dan hasil observasi disaat melakukan penelitian dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa sebelum masyarakat Desa Huta
Padang anggota bergabung bersama SPI, cukup sulit bagi mereka untuk memberikan jaminan kesehatan terhadap keluarga seperti membeli obat, berobat
ke rumah sakit atau pengobatan tradisional. Meskipun sebagian kecil dari mereka lebih mudah untuk memberikan jaminan kesehatan terhadap keluarganya sebelum
bergabung bersama SPI.
TABEL 5.32 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Tingkat Kemampuan Memberikan
Jaminan Kesehatan Terhadap Keluarga Setelah Bergabung Bersama SPI
No Tingkat Kemampuan
Frekuensi Persentase
1 Sangat Mudah
3 10
2 Cukup Mudah
24 83
3 Cukup Sulit
2 7
4 Sangat Sulit
- -
Total 29
100 Sumber : Data Kuesioner Agustus 2015
Dari data yang diperoleh pada tabel 5.32 dapat diketahui bahwa mayoritas responden memiliki tingkat kemampuan yang cukup mudah untuk memberikan
jaminan kesehatan terhadap keluarga setelah bergabung bersama SPI, yaitu sebanyak 24 responden 83 dari keseluruhan responden. Kemudian diikuti
dengan 3 responden 10 yang memiliki tingkat kemampuan yang sangat mudah untuk memberikan jaminan kesehatan terhadap keluarga setelah bergabung
bersama SPI. Akan tetapi terdapat 2 responden 7 yang memiliki tingkat kemampuan yang cukup sulit, namun tidak terdapat responden yang memiliki
tingkat kemampuan yang sangat sulit untuk memberikan jaminan kesehatan terhadap keluarga sebelum bergabung bersama SPI.
113
Maka berdasarkan uraian tersebut dan hasil observasi disaat melakukan penelitian dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa setelah masyarakat Desa Huta
Padang anggota bergabung bersama SPI, tingkat kemudahan mereka untuk memberikan jaminan kesehatan terhadap keluarga seperti membeli obat, berobat
ke rumah sakit atau pengobatan tradisional menjadi lebih mudah bila dibandingkan dengan disaat mereka sebelum bergabung bersama SPI. Hal tersebut
juga berkorelasi dengan meningkatnya tingkat penghasilan masyarakat Desa Huta Padang anggota setelah mereka bergabung bersama SPI.
TABEL 5.33 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Tingkat Kemampuan Upaya
Peningkatan Gizi Terhadap Keluarga Sebelum Bergabung Bersama SPI
No Tingkat Kemampuan
Frekuensi Persentase
1 Sangat Mudah
- -
2 Cukup Mudah
9 31
3 Cukup Sulit
16 55
4 Sangat Sulit
4 14
Total 29
100 Sumber : Data Kuesioner Agustus 2015
Berdasarkan data yang diperoleh pada tabel 5.33 dapat diketahui bahwa mayoritas responden memiliki tingkat kemampuan yang cukup sulit dalam upaya
peningkatan gizi terhadap keluarga sebelum bergabung bersama SPI, yaitu sebanyak 16 responden 55 dari keseluruhan responden. Kemudian diikuti
dengan 9 responden 31 yang memiliki tingkat kemampuan yang cukup mudah dalam upaya peningkatan gizi terhadap keluarga sebelum bergabung bersama SPI.
Terdapat 4 responden 14 yang memiliki tingkat kemampuan yang sangat sulit, dan tidak terdapat responden yang memiliki tingkat kemampuan yang sangat
114
mudah dalam upaya peningkatan gizi terhadap keluarga sebelum bergabung bersama SPI.
Maka berdasarkan hasil observasi dan uraian tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa sebelum masyarakat Desa Huta Padang anggota bergabung
bersama SPI, cukup sulit bagi mereka untuk mengupayakan peningkatan gizi bagi keluarga mereka. Meskipun sebagian dari mereka lebih mudah untuk memberikan
peningkatan gizi terhadap keluarganya sebelum bergabung bersama SPI.
TABEL 5.34 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Tingkat Kemampuan Upaya
Peningkatan Gizi Terhadap Keluarga Setelah Bergabung Bersama SPI
No Tingkat Kemampuan
Frekuensi Persentase
1 Sangat Mudah
2 7
2 Cukup Mudah
26 90
3 Cukup Sulit
1 3
4 Sangat Sulit
- -
Total 29
100 Sumber : Data Kuesioner Agustus 2015
Dari data yang diperoleh pada tabel 5.34 dapat diketahui bahwa mayoritas responden memiliki tingkat kemampuan yang cukup mudah dalam upaya
peningkatan gizi terhadap keluarga setelah bergabung bersama SPI, yaitu sebanyak 26 responden 90 dari keseluruhan responden. Kemudian diikuti
dengan 2 responden 7 yang memiliki tingkat kemampuan yang sangat mudah dalam upaya peningkatan gizi terhadap keluarga setelah bergabung bersama SPI.
Akan tetapi terdapat 1 responden 3 yang memiliki tingkat kemampuan yang cukup sulit, namun tidak terdapat responden yang memiliki tingkat kemampuan
115
yang sangat sulit dalam upaya peningkatan gizi terhadap keluarga setelah bergabung bersama SPI.
Maka berdasarkan uraian tersebut dan hasil observasi disaat melakukan penelitian dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa setelah masyarakat Desa Huta
Padang anggota bergabung bersama SPI, tingkat kemudahan mereka dalam upaya peningkatan gizi terhadap keluarga menjadi jauh lebih mudah bila
dibandingkan disaat mereka sebelum bergabung bersama SPI. Meningkatnya kemampuan mereka dalam upaya peningkatan gizi terhadap keluarga juga
berkorelasi dengan meningkatnya tingkat penghasilan mereka setelah bergabung
bersama SPI. 5.2.4.
Analisis Kuantitatif
Untuk analisis data secara kuantitatif, seperti yang telah dijelaskan pada bab III, bahwa teknik analisis data yang digunakan adalah uji t. Uji t sering
digunakan untuk menguji sampel dengan subjek yang sama yang mengalami dua perlakuan sebelum dan sesudah.
Keterangan : t
= Nilai mean kelompok sampel D
= Perbedaan skor antar subjek D
2
= Kuadarat perbedaan skor N
= Sampel
116
∑D = jumlah keseluruhan selisih nilai X
1
perlakuan pertama dan X
2
perlakuan kedua ∑D
2
= jumlah keseluruhan selisih dari kuadrat perlakuan pertama dan perlakuan kedua.
- Uji t tentang kemampuan mendapatkan pendidikan formal
∑D = -24
∑D
2
= 24 N
= 29
t =
∑ D �
N ∑ D
2
− ∑ D
2
N- 1 N−1
t =
−24 �
2924− −24
2
29- 1 N−1
=
−24 �
696−576 28
1 �−1
t =
−24 √4,28
N−1
=
−24 2,06
t = −11,65
dk= n-1 = 29-1 = 28 Nilai kritis untuk t dalam dk
= 28 pada level kofiden α total 0,05 = 2,0484. Maka hasil t sebesar -11,65 2,0484 dan nilai t= -11,65 berada didaerah
Ho ditolak karena menggunakan uji dua sisi yaitu -2,0484 dan + 2,0484 sehingga signifikan
pada α total 0,05. Maka Ho ditolak dan H+ diterima. Berdasarkan hipotesis peneliti terdapat dampak kaderisasi SPI Basis Simpang Kopas yang
117
signifikan terhadap kemampuan masyarakat tani Huta Padang dalam memperoleh pendidikan formal.
- Uji t tentang kemampuan mendapatkan pendidikan informalnon
formal
∑D = -39
∑D
2
= 70 N
= 29
t =
∑ D �
N ∑ D
2
− ∑ D
2
N- 1 N−1
t =
−39 �
2970− −39
2
29- 1 N−1
=
−39 �
2030−1521 28
1 �−1
t =
−39 √18,17
N−1
=
−39 4,26
t = −9,15
dk= n-1 = 29-1 = 28 Nilai kritis untuk t dalam dk
= 28 pada level kofiden α total 0,05 = 2,0484. Maka hasil t sebesar -9,15 2,0484 dan nilai t= -9,15 berada didaerah Ho
ditolak karena menggunakan uji dua sisi yaitu -2,0484 dan 2,0484 sehingga signifikan pada α total 0,05. Maka Ho ditolak dan H+ diterima. Berdasarkan
hipotesis peneliti terdapat dampak kaderisasi SPI Basis Simpang Kopas yang
118
signifikan terhadap kemampuan masyarakat tani Huta Padang dalam memperoleh pendidikan informalnon formal.
- Uji t tentang penguasaan tanah lahan pertanian
∑D = -40
∑D
2
= 70 N
= 29
t =
∑ D �
N ∑ D
2
− ∑ D
2
N- 1 N−1
t =
−40 �
2970− −40
2
29- 1 N−1
=
−40 �
2030−1600 28
1 �−1
t =
−40 √15,35
N−1
=
−40 3,91
t = −10,23
dk= n-1 = 29-1 = 28 Nilai kritis untuk t dalam dk
= 28 pada level kofiden α total 0,05 = 2,0484. Maka hasil t sebesar -10,23 2,0484 dan nilai t= -10,23 berada didaerah
Ho ditolak karena menggunakan uji dua sisi yaitu -2,0484 dan 2,0484 sehingga signifikan pada α total 0,05. Maka Ho ditolak dan H+ diterima. Berdasarkan
hipotesis peneliti terdapat dampak kaderisasi SPI Basis Simpang Kopas yang signifikan terhadap penguasaan tanah lahan masyarakat tani Huta Padang.
119
- Uji t tentang kemudahan memperoleh alat produksi
∑D = -33
∑D
2
= 49 N
= 29
t =
∑ D �
N ∑ D
2
− ∑ D
2
N- 1 N−1
t =
−33 �
2949− −33
2
29- 1 N−1
=
−33 �
1421−1089 28
1 �−1
t =
−33 √11,85
N−1
=
−33 3,44
t = −9,59
dk= n-1 = 29-1 = 28 Nilai kritis untuk t dalam dk
= 28 pada level kofiden α total 0,05 = 2,0484. Maka hasil t sebesar -9,59 2,0484 dan nilai t= -9,59 berada didaerah Ho
ditolak karena menggunakan uji dua sisi yaitu -2,0484 dan 2,0484 sehingga signifikan pada α total 0,05. Maka Ho ditolak dan H+ diterima. Berdasarkan
hipotesis peneliti terdapat dampak kaderisasi SPI Basis Simpang Kopas yang signifikan terhadap tingkat kemudahan masyarakat tani Huta Padang dalam
memperoleh alat produksi.
120
- Uji t tentang kondisi pemasaran hasil pertanian
∑D = -26
∑D
2
= 32 N
= 29
t =
∑ D �
N ∑ D
2
− ∑ D
2
N- 1 N−1
t =
−26 �
2932− −26
2
29- 1 N−1
=
−26 �
928−676 28
1 �−1
t =
−26 √9
N−1
=
−26 3
t = −8,66
dk= n-1 = 29-1 = 28 Nilai kritis untuk t dalam dk
= 28 pada level kofiden α total 0,05 = 2,0484. Maka hasil t sebesar -8,66 2,0484 dan nilai t= -8,66 berada didaerah Ho
ditolak karena menggunakan uji dua sisi yaitu -2,0484 dan 2,0484 sehingga signifikan pada α total 0,05. Maka Ho ditolak dan H+ diterima. Berdasarkan
hipotesis peneliti terdapat dampak kaderisasi SPI Basis Simpang Kopas yang signifikan terhadap pemasaran hasil pertanian masyarakat tani Huta Padang.
121
- Uji t tentang hasil produksi pertanian
∑D = -39
∑D
2
= 67 N
= 29
t =
∑ D �
N ∑ D
2
− ∑ D
2
N- 1 N−1
t =
−39 �
2967− −39
2
29- 1 N−1
=
−39 �
1943−1521 28
1 �−1
t =
−39 √15,07
N−1
=
−39 3,88
t = −10,05
dk= n-1 = 29-1 = 28 Nilai kritis untuk t dalam dk
= 28 pada level kofiden α total 0,05 = 2,0484. Maka hasil t sebesar -10,05 2,0484 dan nilai t= -10,05 berada didaerah
Ho ditolak karena menggunakan uji dua sisi yaitu -2,0484 dan 2,0484 sehingga signifikan pada α total 0,05. Maka Ho ditolak dan H+ diterima. Berdasarkan
hipotesis peneliti terdapat dampak kaderisasi SPI Basis Simpang Kopas yang signifikan terhadap hasil produksi pertanian masyarakat tani Huta Padang.
122
- Uji t tentang tingkat penghasilan dalam sebulan
∑D = -36
∑D
2
= 53 N
= 29
t =
∑ D �
N ∑ D
2
− ∑ D
2
N- 1 N−1
t =
−36 �
2953− −36
2
29- 1 N−1
=
−36 �
1537−1296 28
1 �−1
t =
−36 √8,60
N−1
=
−36 2,93
t = −12,28
dk= n-1 = 29-1 = 28 Nilai kritis untuk t dalam dk
= 28 pada level kofiden α total 0,05 = 2,0484. Maka hasil t sebesar -12,28 2,0484 dan nilai t= -12,28 berada didaerah
Ho ditolak karena menggunakan uji dua sisi yaitu -2,0484 dan 2,0484 sehingga signifikan pada α total 0,05. Maka Ho ditolak dan H+ diterima. Berdasarkan
hipotesis peneliti terdapat dampak kaderisasi SPI Basis Simpang Kopas yang signifikan terhadap penghasilan perbulan masyarakat tani Huta Padang.
123
- Uji t tentang kemampuan dalam pemenuhan kebutuhan hidup
∑D = -27
∑D
2
= 39 N
= 29
t =
∑ D �
N ∑ D
2
− ∑ D
2
N- 1 N−1
t =
−27 �
2939− −27
2
29- 1 N−1
=
−27 �
1131−729 28
1 �−1
t =
−27 √14,35
N−1
=
−27 3,78
t = −7,14
dk= n-1 = 29-1 = 28 Nilai kritis untuk t dalam dk
= 28 pada level kofiden α total 0,05 = 2,0484. Maka hasil t sebesar -7,14 2,0484 dan nilai t= -7,14 berada didaerah Ho
ditolak karena menggunakan uji dua sisi yaitu -2,0484 dan 2,0484 sehingga signifikan pada α total 0,05. Maka Ho ditolak dan H+ diterima. Berdasarkan
hipotesis peneliti terdapat dampak kaderisasi SPI Basis Simpang Kopas yang signifikan terhadap kemampuan masyarakat tani Huta Padang dalam pemenuhan
kebutuhan hidup.
124
- Uji t tentang kemampuan dalam memberikan jaminan kesehatan
keluarga ∑D
= -27 ∑D
2
= 34 N
= 29
t =
∑ D �
N ∑ D
2
− ∑ D
2
N- 1 N−1
t =
−27 �
2934− −27
2
29- 1 N−1
=
−27 �
986−729 28
1 �−1
t =
−27 √9,17
N−1
=
−27 3,02
t = −8,94
dk= n-1 = 29-1 = 28 Nilai kritis untuk t dalam dk
= 28 pada level kofiden α total 0,05 = 2,0484. Maka hasil t sebesar -8,94 2,0484 dan nilai t= -8,94 berada didaerah Ho
ditolak karena menggunakan uji dua sisi yaitu -2,0484 dan 2,0484 sehingga signifikan pada α total 0,05. Maka Ho ditolak dan H+ diterima. Berdasarkan
hipotesis peneliti terdapat dampak kaderisasi SPI Basis Simpang Kopas yang signifikan terhadap kemampuan masyarakat tani Huta Padang dalam memberikan
jaminan kesehatan bagi keluarga.
125
- Uji t tentang kemampuan dalam upaya peningkatan gizi keluarga
∑D = -25
∑D
2
= 33 N
= 29
t =
∑ D �
N ∑ D
2
− ∑ D
2
N- 1 N−1
t =
−25 �
2933− −25
2
29- 1 N−1
=
−25 �
957−625 28
1 �−1
t =
−25 √11,85
N−1
=
−25 3,44
t = −7,26
dk= n-1 = 29-1 = 28 Nilai kritis untuk t dalam dk
= 28 pada level kofiden α total 0,05 = 2,0484. Maka hasil t sebesar -7,26 2,0484 dan nilai t= -7,26 berada didaerah Ho
ditolak karena menggunakan uji dua sisi yaitu -2,0484 dan 2,0484 sehingga signifikan pada α total 0,05. Maka Ho ditolak dan H+ diterima. Berdasarkan
hipotesis peneliti terdapat dampak kaderisasi SPI Basis Simpang Kopas yang signifikan terhadap kemampuan masyarakat tani Huta Padang dalam upaya
peningkatan gizi bagi keluarga.
126
5.2.5. Analisis Dampak Pelaksanaan Kaderisasi Serikat Petani
Indonesia SPI Basis Simpang Kopas Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Tani di Desa Huta Padang
Kecamatan Bandar Pasir Mandoge Kabupaten Asahan
Seperti yang dijelaskan pada bab III bahwa tipe penelitian ini ialah penelitian eksplanatif, yaitu suatu penelitian yang dilakukan untuk menemukan
penjelasan tentang mengapa suatu kejadian atau gejala yang terjadi, dimana adanya gambaran mengenai hubungan sebab akibat. Dalam hal ini adalah dampak
pelaksanaan kaderisasi Serikat Petani Indonesia SPI Basis Simpang Kopas terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat tani di Desa Huta Padang
Kecamatan Bandar Pasir Mandoge Kabupaten Asahan. Maka dalam hal ini, penulis akan menjelaskan analisis mengenai hubungan sebab akibat pada dampak
pelaksanaan kaderisasi Serikat Petani Indonesia SPI Basis Simpang Kopas terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat tani di Desa Huta Padang.
Dewan Pengurus Basis DPB Serikat Petani Indonesia SPI Simpang Kopas yang dulunya OTL Saurmatua Inatani Perdembanan yang dibentuk pada
tahun 2006 adalah organisasi tani yang terbentuk atas dasar keinginan bersama dalam menghadapi permasalahan para petani secara umum dan permasalahan
petani Huta Padang secara khusus, untuk memperjuangkan lahan tanah peninggalan orang tua mereka yang sedang dikelola oleh PT. Jaya Baru Pratama,
untuk dapat kembali mereka kuasai sebagai lahan pertanian mereka sendiri. Permasalahan penguasaan lahan yang merupakan alat produksi pokok bagi petani
telah menjadi konflik yang berkepanjangan antara masyarakat Huta Padang dengan pihak PT Jaya Baru Pratama, dimana masyarakat desa Huta padang
127
mengakui bahwa lahan yang mereka perjuangkan adalah lahan nenek moyang mereka terdahulu sehingga mereka berhak atas lahan tersebut sebagai ahli
warisnya. Dengan adanya rasa kebersamaan untuk menyelesaikan permasalahan yang mereka hadapi telah menjadi dasar dari terorganisirnya petani Huta Paang
dalam Serikat Petani Indonesia SPI Basis Simpang Kopas. Semangat perjuangan petani Huta Padang tidak lahir begitu saja, hal
tersebut juga lahir atas dasar adanya kesadaran kritis yang terlahir dari proses kaderisasi pendidikan organisasi yang dijalani oleh masyarakat tani Desa Huta
Padang. Proses kaderisasi atau pendidikan-pendidikan yang dijalani seperti pendidikan massa, pendidikan dasar, pendidikan kader, dan pendidikan
keahlianpelatihan yang pernah dilakukan sejak terbentuknya Serikat Petani Indonesia SPI Basis Simpang Kopas hingga saat ini yang sudah berusia 9 tahun,
berpengaruh pada tingkat pemahaman petani tentang isu-isu sosial, pengetahuan tentang pertanian, dan permasalahan yang mereka hadapi, serta meningkatkan
kemampuan dan keterampilan petani dalam hal strategi maupun praktik perjuangan petani. Hal tersebut terlihat dari tabel 5.8 mengenai Kegiatan
Kaderisasi SPI Basis Simpang Kopas yang paling bermanfaat, dimana mayoritas 90 responden menyatakan bahwa Pendidikan Massa seperti aktivitas
penyuluhan, pengorganisasian dan pemberdayaan demonstrasi, rapat, diskusi, seminar, praktek-praktek perjuangan, dll merupakan kegiatan Kaderisasi SPI
Basis Simpang Kopas yang paling bermanfaat. Aksi reclaiming atau aksi pendudukan lahan merupakan bentuk praktek
perjuangan yang manfaatnya sangat dirasakan langsung oleh petani Huta Padang
128
anggota. Dimana pada awalnya banyak petani Huta Padang anggota yang sama sekali tidak memiliki lahan pertanian. Namun dengan berhasilnya perjuangan
aksi reclaiming yang dilakukan pada lahan sengketa, maka saat ini petani Huta Padang anggota yang awalnya tidak memiliki lahan pertanian kini telah
memiliki lahan seluas 1HaKepala Keluarga, dan petani anggota yang awalnya sudah memiliki lahan pertanian juga mendapatkan lahan hasil perjuangan seluas
1Ha, sehingga menambah peluang mereka untuk melakukan proses pertanian yang lebih baik dan meningkatkan kekuatan ekonomi mereka.
Kemampuan dan keterampilan petani skill yang diperoleh dari pendidikan pelatihankeahlian juga menunjang kehidupan ekonomi petani, dan
dengan berjalannya koperasi buah dan koperasi basis juga meningkatkan keuangan basis yang dikelola secara bersama-sama untuk kepentingan bersama
anggota basis. Gerakan sosial yang berbentuk pengorganisasian masyarakat pada SPI
Basis Simpang Kopas yang lahir atas semangat perjuangan petani untuk merebut kembali lahan tanah yang dikuasai pihak PT. Jaya Baru Pratama dianggap sebagai
jalan untuk menuju kesejahteraan petani secara berkeadilan. Dengan petani yang terorganisir dan juga sebagai petani yang telah terdidik dalam organisasi melalui
proses kaderisasi, masyarakat tani Huta Padang anggota menjalankan proses perjuangan untuk memperoleh kekuatan sosial ekonomi dalam keadilan dan hak
azasi petani. Proses kaderisasi yang berpengaruh pada tingkat pemahaman dan pengetahuan tentang pertanian, isu-isu sosial, kemampuan dan keterampilan, serta
permasalahan yang dihadapi petani Huta Padang, sangat berdampak pada
129
kehidupan sosial ekonomi mereka. Seperti yang telah dijelaskan pada defenisi konsep bahwa kehidupan sosial ekonomi yang dimaksud meliputi pendidikan,
sistem produksi, penghasilan, dan kesehatan. Pada aspek pendidikan khususnya pendidikan formal dan pendidikan
informalnon formal, proses kaderisasi SPI cukup berdampak pada tingkat kemampuan petani untuk mendapatkan pendidikan. Dimana sebelum petani
bergabung dan menjalankan proses kaderisasi dalam SPI Basis Simpang Kopas cukup sulit bagi mereka untuk memberikan pendidikan formal bagi keluarganya,
dan sangat sulit untuk mendapatkan pendidikan informalnon formal didalam kehidupan sehari-hari. Namun setelah bergabung bersama SPI dan menjalankan
proses kaderisasi didalamnya, kemampuan untuk mendapatkan ataupun memberikan pendidikan formal bagi keluarganya menjadi lebih mudah. Begitu
juga pada pendidikan informalnon formal, karena dengan bergabungnya petani Huta Padang bersama SPI banyak pendidikan yang diperoleh dari organisasi baik
yang sifatnya informal maupun non formal. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 5.15-5.16 tentang tingkat kemampuan
keluarga untuk mendapatkan pendidikan formal sebelum dan setelah bergabung bersama SPI, dan tabel 5.17-5.18 tentang tingkat kemampuan keluarga untuk
mendapatkan pendidikan informalnon formal sebelum dan setelah bergabung bersama SPI. Dimana dengan bergabungnya petani Huta Padang anggota
bersama SPI Basis Simpang Kopas dan menjalankan proses kaderisasi didalamnya, tingkat kemampuan keluarga mereka untuk mendapatkan pendidikan
formal maupun pendidikan informalnon formal menjadi lebih mudah. Berdasarkan analisis kuantitatif melalui Uji t, kemampuan untuk mendapatkan
130
pendidikan formal dengan hasil t= -11,65 Ho ditolak dan H+ diterima, menyatakan bahwa terdapat dampak kaderisasi SPI Basis Simpang Kopas yang
signifikan terhadap kemampuan masyarakat tani Huta Padang dalam memperoleh pendidikan formal. Dan pada pendidikan informalnon formal dengan hasil t= -
9,15 Ho ditolak dan H+ diterima menyatakan bahwa terdapat dampak kaderisasi SPI Basis Simpang Kopas yang signifikan terhadap kemampuan masyarakat tani
Huta Padang dalam memperoleh pendidikan informalnon formal. Dalam sistem produksi lahan pertanian menjadi alat produksi yang utama
bagi petani. Setelah petani Huta Padang anggota bergabung bersama SPI dengan pemahaman dan kesadaran kritis yang lahir dari proses kaderisasi, petani Huta
Padang menjalankan proses perjuangan untuk merebut kembali lahan yang menjadi hak mereka reclaiming. Walaupun belum diakui secara hukum positif,
akan tetapi semangat perjuangan tersebut telah membawa mereka pada suatu kondisi dimana mereka telah mampu menguasai lahan dan dapat menjalankan
proses pertanian di lahan tersebut, sehingga mereka memiliki kehidupan ekonomi yang lebih baik. Dengan kondisi sebelum mereka bergabung bersama SPI
sebagian besar dari mereka hanya memiliki lahan yang sangat kecil bahkan sama sekali tidak memiliki lahan pertanian sehingga tidak dapat menjalankan proses
pertanian di lahan sendiri. Hal ini juga dapat dilihat pada tabel 5.19-5.20 tentang penguasaan tanah lahan pertanian sebelum dan setelah bergabung bersama SPI,
yang menjelaskan bahwa setelah petani anggota Huta Padang bergabung bersama SPI dan menjalankan proses kaderisasi kepemilikan lahan pertanian
mereka sangat meningkat bila dibandingkan disaat mereka belum bergabung. Berdasarkan analisis kuantitatif melalui Uji t, penguasaan tanah lahan pertanian
131
dengan hasil t= -10,23 Ho ditolak dan H+ diterima, menyatakan bahwa terdapat dampak kaderisasi SPI Basis Simpang Kopas yang signifikan terhadap
penguasaan tanah lahan pertanian masyarakat tani Huta Padang. Dengan bergabungnya petani Huta Padang anggota bersama SPI dan
menjalankan proses kaderisasi didalamnya, juga menjadikan mereka lebih mudah dalam memperoleh alat produksi seperti bibitbenih, dan pupuk. Hal ini
disebabkan karena dengan terorganisirnya petani maka semakin mudah bagi mereka untuk mendapatkan alat-alat produksi dengan meningkatnya relasi
pertanian dan adanya batuan alat produksi terhadap organisasi petani, dan sebagian petani mendapatkan alat produksi dengan membuat benihbibit dan
pupuk dengan sendirinya. Begitu juga dengan kondisi pemasaran hasil pertanian, dengan bergabungnya petani Huta Padang anggota bersama SPI kondisi
pemasaran hasil pertanian mereka menjadi lebih baik bila dibandingkan disaat mereka belum bergabung bersama SPI dan menjalankan proses kaderisasi.
Berdasarkan analisis kuantitatif melalui Uji t, kemudahan memperoleh alat produksi dengan hasil t= -9,59 Ho ditolak dan H+ diterima, menyatakan bahwa
terdapat dampak kaderisasi SPI Basis Simpang Kopas yang signifikan terhadap tingkat kemudahan masyarakat tani Huta Padang dalam memperoleh alat
produksi. Dan pada kondisi pemasaran hasil pertanian dengan hasil t= -8,66 Ho ditolak dan H+ diterima, menyatakan bahwa terdapat dampak kaderisasi SPI Basis
Simpang Kopas yang signifikan terhadap kondisi pemasaran hasil pertanian masyarakat tani Huta Padang.
132
Masyarakat tani yang memiliki penghasilan dari sektor pertanian sangat tergantung pada lahan pertanian. Dengan berhasilnya perjuangan perebutan lahan
yang dilakukan masyarakat tani Huta Padang anggota maka mereka dapat melakukan proses pertanian yang lebih baik dengan tingkat hasil produksi yang
lebih baik pula, karena tingkat hasil produksi pertanian sangat tergantung pada luas lahan pertanian. Setelah petani Huta Padang bergabung bersama SPI dan
melakukan proses perjuangan yang merupakan bagian dari proses kaderisasi, petani Huta Padang memiliki hasil produksi yang lebih baik, hal ini dapat dilihat
dari tabel 5.25-5.26 mengenai tingkat hasil produksi pertanian sebelum dan setelah bergabung bersama SPI. Kondisi ini disebabkan karena bertambahnya luas
lahan yang mereka miliki setelah melakukan proses perjuangan reclaiming, dan didorong oleh kemampuan dan keterampilan pertanian yang mereka peroleh dari
proses kaderisasi yang mereka jalani, sehingga mampu melakukan proses pertanian yang baik dengan hasil produksi yang lebih baik pula. Berdasarkan
analisis kuantitatif melalui Uji t, hasil produksi pertanian dengan hasil t= -10,05 Ho ditolak dan H+ diterima, menyatakan bahwa terdapat dampak kaderisasi SPI
Basis Simpang Kopas yang signifikan terhadap hasil produksi pertanian masyarakat tani Huta Padang.
Seiring dengan meningkatnya hasil produksi pertanian masyarakat tani anggota setelah bergabung bersama SPI maka semakin meningkat pula tingkat
penghasilan perbulan mereka. Hal ini dapat dilihat pada tabel 5.27-5.28 mengenai tingkat penghasilan dalam sebulan sebelum dan sesudah bergabung bersama SPI,
yang menyatakan bahwa terdapat peningkatan penghasilan yang tinggi pada masyarakat tani anggota setelah mereka bergabung bersama SPI, dimana kondisi
133
disaat sebelum bergabung mayoritas dari mereka memiliki penghasilan yang sangat rendah. Selain disebabkan hasil produksi pertanian yang meningkat, hal ini
juga didorong oleh adanya aktivitas pertanian lainnya didalam organisasi sehingga anggota juga mendapatkan penghasilan lain, ditambah lagi dengan hasil pertanian
organisasi yang dikelola secara bersama. Sehingga petani Huta Padang anggota memiliki kekuatan ekonomi yang jauh lebih baik setelah bergabung bersama SPI.
Berdasarkan analisis kuantitatif melalui Uji t, tingkat penghasilan dalam sebulan dengan hasil t= -12,28 Ho ditolak dan H+ diterima, menyatakan bahwa terdapat
dampak kaderisasi SPI Basis Simpang Kopas yang signifikan terhadap penghasilan masyarakat tani Huta Padang dalam setiap bulan.
Dengan meningkatnya penghasilan petani anggota maka meningkat pula kemampuan petani untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Hal ini dapat
dilihat pada tabel 5.29-5.30 tentang tingkat kemampuan dalam pemenuhan kebutuhan hidup sebelum dan setelah bergabung bersama SPI, yang menjelaskan
bahwa tingkat kemampuan petani anggota dalam upaya pemenuhan kebutuhan hidup mereka menjadi lebih baik dan mencukupi setelah bergabung bersama SPI.
Dimana kondisi sebelum mereka bergabung bersama SPI cukup sulit bagi mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup, meskipun sebagian kecil dari mereka telah
mampu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari sebelum mereka bergabung dan menjalankan proses kaderisasi. Berdasarkan analisis kuantitatif melalui Uji t,
kemampuan dalam pemenuhan kebutuhan hidup dengan hasil t= -7,14 Ho ditolak dan H+ diterima, menyatakan bahwa terdapat dampak kaderisasi SPI Basis
Simpang Kopas yang signifikan terhadap kemampuan masyarakat tani Huta Padang dalam pemenuhan kebutuhan hidup.
134
Pada aspek kesehatan khususnya dalam memberikan jaminan kesehatan dan upaya peningkatan gizi terhadap keluarga sebenarnya berkolerasi dengan
kemampuan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan hidup yang tergantung pada kekuatan ekonomi keluarga. Seiring dengan meningkatnya penghasilan dan
kekuatan ekonomi masyarakat tani anggota maka lebih mudah bagi mereka untuk memberikan jaminan kesehatan membeli obat, berobat ke rumah sakit atau
pengobatan tradisional dan upaya peningkatan gizi bagi keluarganya. Hal ini dapat dilihat pada tabel 5.31-5.32 mengenai tingkat kemampuan memberikan
jaminan kesehatan terhadap keluarga sebelum dan setelah bergabung bersama SPI, dan tabel 5.33-5.34 mengenai tingkat kemampuan upaya peningkatan gizi
terhadap keluarga sebelum dan sesudah bergabung bersama SPI. Yang menjelaskan bahwa terdapat peningkatan kemampuan bagi petani Huta Padang
anggota yang menjadi lebih mudah dalam memberikan jaminan kesehatan dan upaya peningkatan gizi terhadap keluarganya setelah mereka bergabung bersama
SPI. Dimana pada kondisinya, sebelum mereka bergabung bersama SPI cukup sulit bagi mereka untuk memberikan jaminan kesehatan dan mengupayakan
peningkatan gizi terhadap keluarganya. Berdasarkan analisis kuantitatif melalui Uji t, kemampuan dalam
memberikan jaminan kesehatan keluarga dengan hasil t= -8,94 Ho ditolak dan H+ diterima, menyatakan bahwa terdapat dampak kaderisasi SPI Basis Simpang
Kopas yang signifikan terhadap kemampuan masyarakat tani Huta Padang dalam memberikan jaminan kesehatan bagi keluarga. Dan dalam upaya peningkatan gizi
keluarga dengan hasil t= -7,26 Ho ditolak dan H+ diterima, menyatakan bahwa terdapat dampak kaderisasi SPI Basis Simpang Kopas yang signifikan terhadap
135
kemampuan masyarakat tani Huta Padang dalam upaya peningkatan gizi bagi keluarga.
5.2.6. Analisis PenelitianKarya Ilmiah Terdahulu Yang Terkait
Penelitiankarya ilmiah yang berbicara dan membahas tentang kaderisasi dalam suatu proses pengorganisasian dan pengembangan masyarakat, Serikat
Petani Indonesia, maupun mengenai kehidupan sosial ekonomi masyarakat tani ternyata menjadi topik yang menarik untuk diteliti oleh beberapa mahasiswa
ataupun akademisi lainnya. Permasalahan mengenai petani dan kehidupan sosial ekonomi serta upaya penyelesaian masalahnya dianggap menjadi suatu hal yang
penting untuk dikaji secara akademis. Dalam kesempatan penelitian ini penulis melakukan pengkajian atau analisis ulang terhadap beberapa penelitian atau karya
ilmiah yang bertemakan hal tersebut, dalam hal ini penulis akan menganalisis skripsi Dika Yudhistira 2011 yang berjudul: “Gerakan Sosial kaum Tani Studi
Kasus Pengorganisasian Tani di Dewan Pengurus Wilayah Serikat Petani Indonesia Sumatera Utara” dan skripsi Amirullah 2011 yang berjudul:
“Pengaruh partisipasi anggota keluarga petani dalam wadah koperasi basis terhadap sosial ekonomi keluarga petani di kelurahan rengas pulau kecamatan
medan marelan kota medan”, serta skripsi Randa Putra Kasea Sinaga 2013 yang berjudul: “Pengaruh pengorganisasian dan pengembangan masyarakat Serikat
Petani Indonesia SPI terhadap kondisi sosial ekonomi petani di Desa Mekar Jaya Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat Sumatera Utara”. Berikut masing-masing
analisis dari hasil penelitian yang terkait.
136
a. Skripsi Dika Yudhistira 2011
Adapun yang akan dibahas hanyalah beberapa kesimpulan dari hasil skripsi Dika Yudhistira, yaitu:
1 Gerakan yang dibangun DPW Serikat Petani Indonesia Sumatera Utara,
merupakan gerakan organik, bukan gerakan mekanik. Artinya, gerakan yang dibangun atas kesadaran kolektif untuk berjuang. Perjuangan
organisasi yang ditimbulkan dipandang untuk membangkitkan semangat juang petani atas kondisi yang dihadapi dengan cara memberi suatu proses
kaderisasi bagi petani itu sendiri. 2
Pengembangan masyarakat dengan konsep Communitty Organizing menjadi satu hal yang fundamen dalam pembangunan gerakan di SPI.
Dimana, penguatan sumber daya manusia adalah hal pokok yang dilakukan organisasi. Pendidikan dan pelatihan kader menjadi aktivitas
rutin yang dilakukan untuk menambah grade pemahaman dan skill petani untuk menghadapi zaman, sehingga petani itu kritis atas kondisi yang
mereka hadapi. Adapun kesimpulan tersebut merupakan hasil penelitian Dika Yudhistira
dengan melakukan pendekatan kualitatif, dan merupakan kesimpulan yang berkaitan dengan skripsi ini. Dimana yang menjadi hasil analisis pada penelitian
ini juga dapat menganalisis kembali dan menjadi kritik terhadap kesimpulan penelitian saudara Dika tersebut. Adapun yang menjadi analisis dan kritik ialah
mengenai gerakan Serikat Petani Indonesia DPW Sumatera Utara dibangun dengan gerakan organik atas kesadaran kolektif untuk berjuang. Hal tersebut
merupakan bentuk gerakan reaksioner yang dilatarbelakangi adanya masalah-
137
masalah yang dihadapi para petani anggota secara bersamaan di setiap daerah masing-masing dengan bentuk permasalahan yang berbeda, seperti yang dihadapi
petani di Desa Huta Padang yang memiliki masalah penguasaan lahan pertanian sebagai alat produksi utama. Dengan adanya kesadaran bersama untuk sama-sama
berjuang menghadapi masalah yang dihadapi anggota, maka dibutuhkan proses kaderisasi didalam sebuah organisasi untuk membangun kesadaran kolektif,
meningkatkan pemahaman dan keterampilan para petani anggota untuk melanjutkan perjuangan dan mencapai tujuan petani anggota yang menjadi
tujuan bersama. Pengembangan masyarakat dengan konsep pengorganisasian masyarakat
sebagai sebuah metode merupakan suatu kekuatan yang harus tetap dilaksanakan Serikat Petani Indonesia untuk memperkuat organisasi dan seluruh anggotanya.
Permasalahan yang dihadapi petani harus mampu dihadapi petani secara bersama- sama dan mandiri, baik permasalahan lahan pertanian maupun permasalahan
pemasaran hasil pertanian yang telah dikuasai korporat-korporat yang memiliki kuasa modal. Oleh karena itu dengan proses kaderisasi yang dijalani sudah
seharusnya petani memiliki kesadaran secara kolektif, peningkatan pemahaman dan keterampilan dalam menghadapi pasar. Serikat Petani Indonesia dengan
kekuatan politiknya harus mampu mendesak perubahan sistem ekonomi negara agar berorientasi pada kesejahteraan rakyatnya. Selain itu juga dibutuhkan
pembudayaan bagi seluruh rakyat Indonesia untuk memilih mengkonsumsi hasil pertanian dalam negeri sebagai bentuk gerakan bottom-up.
138
b. Skripsi Amirullah 2011
Adapun yang akan dibahas dari kesimpulan hasil skripsi Amirullah dengan judul pengaruh partisipasi anggota keluarga petani dalam wadah koperasi basis
terhadap sosial ekonomi keluarga petani di Kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan, yang berdasarkan hasil perhitungan koefisien memiliki hubungan
positif rendah dengan nilai r
xy
= 0,162 dan juga memiliki tingkat kontribusi sebesar 2,6 dalam mempengaruhi sosial ekonomi keluarga petani. Hal ini
disebabkan karena perjalanan koperasi basis tersebut tidak mengalami peningkatan yang signifikan karena kurangnya sumber daya yang ada. Tidak
adanya bantuan dari pihak pemerintah dan bentuk perhatian bahwasanya ada sekelompok petani yang sudah membentuk kelompok dan melakukan kegiatan
perekonomian sederhana secara bersama-sama. Berdasarkan kesimpulan tersebut dapat diketahui bahwa pengaruh
partisipasi anggota keluarga petani dalam wadah koperasi basis terhadap sosial ekonomi keluarga petani di Kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan
cukup rendah. Kondisi tersebut berbeda dengan kondisi di Desa Huta Padang, dimana SPI Simpang Kopas menjalankan lembaga keuangan petani yang terdiri
dari koperasi basis dan koperasi buah, keduanya berjalan dengan baik dengan tingkat partisipasi anggota yang cukup besar sehingga cukup berkontribusi pada
peningkatan keuangan basis. Sedangkan di Kelurahan Rengas Pulau karena kurangnya sumber daya, menyebabkan partisipasi anggota keluarga petani dalam
wadah koperasi basis memiliki pengaruh yang rendah terhadap sosial ekonomi petani.
139
Adapun perbedaan kondisi dikedua daerah tersebut juga dilatar belakangi perbedaan hasil pengembangan masyarakat yang ada dikedua daerah tersebut. SPI
Simpang Kopas yang dilatarbelakangi dengan adanya konflik dengan pihak PT.Jaya Baru Pratama telah memberikan pengaruh kepada petani Huta Padang
dalam memiliki kesadaran kolektif untuk berjuang. Sedangkan di Kelurahan Rengas Pulau, permasalahan yang dihadapi petani adalah adanya hegemoni pasar
hasil pertanian oleh para pemodal ataupun korporat-korporat yang memiliki kuasa modal, dan tentunya kondisi ini tidak menguntungkan petani kecil sehingga
menjadi permasalahan pokok bagi anggota koperasi basis di Kelurahan Rengas Pulau.
Berdasarkan kondisi tersebut, sudah seharusnya dilakukan perbaikan dan pengkajian ulang dan terhadap proses pengorganisasian anggota keluarga petani
dalam wadah koperasi basis, dimana seperti teori Irwin Sanders menjelaskan bahwa dalam hal pengembangan masyarakat untuk menjalankan pengembangan
ekonomi, dibutuhkan juga pengorganisasian masyarakat sebagai rangkaian yang saling berhubungan. Maka anggota keluarga petani dalam wadah koperasi basis di
Kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan, dalam hal ini diperlukan adanya bentuk pengorganisasian kembali dalam hal struktur gerakan koperasi
basis dan juga diperlukannya proses kaderisasi ataupun pendidikan organisasi bagi anggota untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan, dan membentuk
kesadaran secara kolektif sehingga adanya usaha atau perjuangan yang dilakukan secara bersama-sama dalam penyelesaian masalah atas yang dihadapi, terkhusus
masalah hegemoni pasar oleh para kuasa modal. Oleh karena itu, menurut penulis bahwa yang kebutuhan pokok anggota koperasi basis bukanlah menunggu adanya
140
bantuan dari pemerintah secara langsung, akan tetapi seharusnya melakukan penguatan organisasi. Disisi lain pemerintah juga harusnya melakukan
perlindungan dan proteksi terhadap kesejahteraan rakyatnya, yang dalam hal ini khususnya pada kehidupan sosial ekonomi petani.
c. Skripsi Randa Putra Sinaga 2013
Adapun yang akan dibahas dari kesimpulan hasil skripsi Randa Putra Sinaga dengan judul “c Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat Sumatera Utara”
yang memiliki hubungan regresi linier yang meningkat secara stabil yaitu
y ˆ
= 17,94 + 1,54x. Berdasarkan hasil penelitian terdapat pengaruh pengorganisasian
dan pengembangan masyarakat Serikat Petani Indonesia SPI terhadap kondisi sosial ekonomi petani di Desa Mekar Jaya Kecamatan Wampu Kabupaten
Langkat, dengan hasil perhitungan koefisien korelasi product moment terdapat hubungan positif yang kuat dengan nilai r
xy
= 0,862 serta memiliki koefisien determinasi dengan tingkat kontribusi sebesar 74,23 dalam mempengaruhi
kondisi sosial ekonomi petani di Desa Mekar Jaya. Berdasarkan kesimpulan tersebut dapat diketahui bahwa pengaruh
pengorganisasian dan pengembangan masyarakat Serikat Petani Indonesia SPI terhadap kondisi sosial ekonomi petani di Desa Mekar Jaya cukup besar. Hal ini
disebabkan karena berjalannya proses kaderisasi dalam konteks pengorganisasian dan pengembangan masyarakat pada SPI Mekar Jaya dengan baik, sehingga
membangun hubungan sesama petani yang terorganisir dan membentuk kesadaran kritis secara kolektif bagi petani. Berangkat dari pemahaman dan kesadaran
membuat petani mampu bekerja sama dalam menyelesaikan masalah, berjuang
141
untuk penguasaan lahan pertanian sebagai alat produksi utama, dan melakukan pengembangan ekonomi dengan lembaga keuangan petani atau koperasi petani
serta manajemen pemasaran hasil produksi pertanian, sehingga upaya-upaya yang dilakukan menunjang kehidupan sosial ekonomi petani Mekar Jaya menjadi lebih
baik. Kondisi tersebut sama halnya dengan petani di Desa Huta Padang, dimana para petani Huta Padang anggota terorganisir dalam SPI Basis Simpang Kopas
dan menjalani proses kaderisasi yang panjang didalamnya. Sehingga dengan kesadaran kolektif dan pemahaman yang diperoleh dari berbagai pendidikan,
petani mampu menjalankan berbagai proses perjuangan untuk mencapai tujuan bersama, khususnya dalam meningkatkan kehidupan sosial ekonomi mereka.
142
BAB VI PENUTUP
6.1. KESIMPULAN
Berdasarkan yang dijelaskan pada sistematika penulisan, pada bab ini penulis membuat kesimpulan dan mengemukakan beberapa saran yang berkaitan
dengan dampak pelaksanaan kaderisasi Serikat Petani Indonesia SPI Basis Simpang Kopas terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat tani di Desa Huta
Padang Kecamatan Bandar Pasir Mandoge Kabupaten Asahan. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
1. Berdasarkan hasil penelitian, pelaksanaan kaderisasi yang meliputi
pendidikan massa, pendidikan dasar, pendidikan kader, dan pendidikan pelatihankeahlian meningkatkan pemahaman petani tentang isu-isu sosial,
pertanian, dan permasalahan yang dihadapi, serta meningkatkan kemampuan dan keterampilan petani dalam menjalankan proses pertanian.
Pelaksanaan kaderisasi juga mampu membangun kesadaran kritis bagi petani dalam menjalankan proses perjuangan atas tercapainya tujuan
bersama, serta menjadikan petani mampu melakukan upaya-upaya pengembangan ekonomi.
2. Dari penelitian dapat diketahui bahwa lahan tanah pertanian sebagai alat
produksi utama bagi petani merupakan determinasi pokok atas perekonomian petani. Maka untuk mencapai tingkat kesejahteraan
ekonomi, petani harus memiliki lahan tanah untuk menjalankan proses pertanian secara merdeka. Dengan meningkatnya kepemilikan lahan
143
pertanian yang dimiliki petani Desa Huta Padang maka semakin meningkat pula kekuatan ekonomi mereka dalam memenuhi kebutuhan
hidup. 3.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan kaderisasi Serikat Petani Indonesia SPI Basis Simpang Kopas memiliki dampak yang signifikan
terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat tani di Desa Huta Padang Kecamatan Bandar Pasir Mandoge Kabupaten Asahan.
• Terdapat dampak kaderisasi Serikat Petani Indonesia SPI Basis
Simpang Kopas yang signifikan terhadap kemampuan masyarakat tani Huta Padang dalam mendapatkan pendidikan formal, yakni menjadi
lebih mudah. Dimana dapat dilihat berdasarkan hasil kuesioner yang tertera pada tabel 5.15 dan 5.16, dan diperkuat melalui uji t dengan
hasil t= -11,65 dan dk=28 pada level α = 0,05. Ho ditolak dan H+
diterima. •
Terdapat dampak kaderisasi Serikat Petani Indonesia SPI Basis Simpang Kopas yang signifikan terhadap kemampuan masyarakat tani
Desa Huta Padang dalam mendapatkan pendidikan informalnon formal yakni menjadi lebih mudah, dimana dapat dilihat berdasarkan
hasil kuesioner yang tertera pada tabel 5.17 dan 5.18. Hal ini diperkuat melalui uji t dengan hasil t= -9,15 dan dk=28
pada level α = 0,05 sehingga Ho ditolak dan H+ diterima.
• Terdapat dampak kaderisasi Serikat Petani Indonesia SPI Basis
Simpang Kopas yang signifikan terhadap penguasaan tanah lahan pertanian masyarakat tani Desa Huta Padang yakni menjadi jauh lebih
144
baik, dimana dapat dilihat berdasarkan hasil kuesioner yang tertera pada tabel 5.19 dan 5.20. Hal ini diperkuat melalui uji t dengan hasil
t= -10,23 dan dk =28 pada level α = 0,05 sehingga Ho ditolak dan H+
diterima. •
Terdapat dampak kaderisasi Serikat Petani Indonesia SPI Basis Simpang Kopas yang signifikan terhadap tingkat kemudahan
masyarakat tani Desa Huta Padang dalam memperoleh alat produksi yakni menjadi lebih mudah, dimana dapat dilihat berdasarkan hasil
kuesioner yang tertera pada tabel 5.21 dan 5.22. Hal ini diperkuat melalui uji t dengan hasil t= -9,59 dan dk
=28 pada level α = 0,05 sehingga Ho ditolak dan H+ diterima.
• Terdapat dampak kaderisasi Serikat Petani Indonesia SPI Basis
Simpang Kopas yang signifikan terhadap kondisi pemasaran hasil pertanian masyarakat tani Desa Huta Padang yakni menjadi lebih baik,
dimana dapat dilihat berdasarkan hasil kuesioner yang tertera pada tabel 5.23 dan 5.24. Hal ini diperkuat melalui uji t dengan hasil t= -
8,66 dan dk =28 pada level α = 0,05 sehingga Ho ditolak dan H+
diterima. •
Terdapat dampak kaderisasi Serikat Petani Indonesia SPI Basis Simpang Kopas yang signifikan terhadap hasil produksi pertanian
masyarakat tani Desa Huta Padang yakni menjadi lebih baik. dimana dapat dilihat berdasarkan hasil kuesioner yang tertera pada tabel 5.25
dan 5.26. Hal ini diperkuat melalui uji t dengan hasil t= -10,05 dan dk
=28 pada level α = 0,05 sehingga Ho ditolak dan H+ diterima.
145
• Terdapat dampak kaderisasi Serikat Petani Indonesia SPI Basis
Simpang Kopas yang signifikan terhadap penghasilan masyarakat tani Desa Huta Padang dalam setiap bulan yakni menjadi jauh lebih tinggi,
dimana dapat dilihat berdasarkan hasil kuesioner yang tertera pada tabel 5.27 dan 5.28. Hal ini diperkuat melalui uji t dengan hasil t= -
12,28 dan dk =28 pada level α = 0,05 sehingga Ho ditolak dan H+
diterima. •
Terdapat dampak kaderisasi Serikat Petani Indonesia SPI Basis Simpang Kopas yang signifikan terhadap kemampuan masyarakat tani
Desa Huta Padang dalam pemenuhan kebutuhan hidup yakni menjadi lebih mencukupi, dimana dapat dilihat berdasarkan hasil kuesioner
yang tertera pada tabel 5.29 dan 5.30. Hal ini diperkuat melalui uji t dengan hasil t= -7,14 dan dk=
28 pada level α = 0,05 sehingga Ho ditolak dan H+ diterima.
• Terdapat dampak kaderisasi Serikat Petani Indonesia SPI Basis
Simpang Kopas yang signifikan terhadap kemampuan masyarakat tani Desa Huta Padang dalam memberikan jaminan kesehatan bagi
keluarga yakni menjadi lebih mudah, dimana dapat dilihat berdasarkan hasil kuesioner yang tertera pada tabel 5.31 dan 5.32. Hal
ini diperkuat melalui uji t dengan hasil t= -8,94 dan dk=28 pada level α = 0,05 sehingga Ho ditolak dan H+ diterima.
• Terdapat dampak kaderisasi Serikat Petani Indonesia SPI Basis
Simpang Kopas yang signifikan terhadap kemampuan masyarakat tani Desa Huta Padang dalam upaya peningkatan gizi bagi keluarga yakni
146
menjadi lebih mudah, dimana dapat dilihat berdasarkan hasil kuesioner yang tertera pada tabel 5.33 dan 5.34. Hal ini diperkuat
melalui uji t dengan hasil t= -7,26 dan dk =28 pada level α = 0,05
sehingga Ho ditolak dan H+ diterima.
6.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan penelitian dapat dirumuskan beberapa saran ataupun masukan yang ditujukan kepada semua pihak yang berkepentingan.
Adapun saran yang dapat diberikan ialah sebagai berikut: 1.
Kepada mahasiswa Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial untuk lebih mengembangkan lagi kajian terhadap masyarakat secara luas yang
diantaranya kajian mengenai proses kaderisasi dalam konsep community organizing sebagai suatu bentuk metode dalam kesejahteraan sosial, untuk
dapat mengaplikasikan ilmu tersebut sehingga bermanfaat terhadap masyarakat secara luas.
2. Kepada petani diseluruh Indonesia agar memiliki kesadaran kritis terhadap
realitas yang dihadapi, sehingga dapat berdaulat dan terorganisir untuk dapat memiliki pemahaman dan kekuatan secara kolektif dalam
menghadapi permasalahan sistemik yang dihadapi masyarakat tani. 3.
Kepada Serikat Petani Indonesia SPI dan organisasi tani lainnya untuk dapat meningkatkan perjuangan petani agar terpenuhinya hak-hak petani
yang dilandasi UU Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960. Terkhusus kepada Serikat Petani Indonesia SPI Basis Simpang Kopas agar mengoptimalkan
kembali pelaksanaan kaderisasi yang belum sesuai dengan ketentuan- ketentuan yang termaktub dalam Konstitusi SPI, serta meningkatkan
147
semangat perjuangan dan kerja sama dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.
4. Kepada pemerintah agar konsisten dalam melaksanakan amanah konstitusi
serta UU Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960, dan juga memberikan perlindungan terhadap hak asasi petani yang didalamnya juga termasuk
perlindungan terhadap pemasaran hasil pertanian bagi petani Indonesia untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia dan juga kedaulatan bangsa.
148
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimin. 2002. Prosedur Penelitian. Aneka Cipta: Jakarta. Fahrudin, Adi. 2012. Pengantar Kesejahteraan Sosial, Bandung: Refika
Aditama. Fakih, Mansour. 2001. sesat fikir teori pembangunan dan globalisasi,
Yogyakarta; Insist. Press. Freire, Paulo 1984. Pendidikan Kaum Tertindas, Jakarta: LP3ES
Hoffer, Eric. 1988. Gerakan Massa, Jakarta; Yayasan Oboe Indonesia. Konsorsium Pembaruan Agraria. 1998. Seri Panduan Organisasi Tani Jilid 8
Kader Petani, Bandung: KPA. Nawawi, Hadari. 1998. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajahmada
University Press. Prasetyo, Bambang Miftahul Jannah Lina. 2005. Metode Penelitian
Kuantitatif. PT.Raja Grafindo Persada. Jakarta. Redfield, Robert. 1985. Masyarakat Petani dan Kebudayaan, Jakarta: CV.
Rajawali. Sediono M. P. Tjondronegoro Gunawan Wiradi, 2008. Dua abad penguasaan
tanah, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Serikat Petani Indonesia. 2009. Dokumen Kongres III Serikat Petani Indonesia,
Jakarta Selatan; Serikat Petani Indonesia.
149
Siagian, Matias. 2011. Metode Penelitian Sosial, Medan: PT. Grasindo Monorotama.
Singarimbun, Masri Effendi, Sofian.1985. Metode Penelitian Survai. LP3ES: Jakarta.
Silalahi, Ulber. 2009. Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT.Refika Aditama. Soekanto, Soerjono. 1982. sosiologi untuk pengantar, Jakarta : Raja Grafindo
Persada. Soekartawi, al. 1986. Ilmu Usaha Tani dan Penelitian Untuk Pengembangan
Petani Kecil, Jakarta: UI Press. Suriadi, Agus. 2005. Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat, Bahan
Ajar, Departemen Ilmu Kesejahteraan sosial Fakultas Ilmu sosial Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
Sutarto, 1984. Dasar-Dasar Organisasi, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Syari’ati, Ali. 1992. Humanisme Antara Islam dan Mazhab Barat, Jakarta: Pustaka Hidayah.
Sztompka, Piotr. 2004. Sosiologi Perubahan Sosial, Jakarta, Prenada.
150
Karya Ilmiah :
Yudhistira, Dika. Skripsi, 2011. Amirullah. Skripsi, 2011.
Sinaga, Randa. Skripsi, 2013.
Sumber Online :
BPS, Tempo.cojumlah-petani-berkurang. http:stikes.biges.blogspot.com
http:witrianto.blogdetik.comapa-dan-siapa-petani http:id.wikipedia.org
http:www.psychologymania.compengertian-sosial-ekonomi.html
Sumber Lain :
Edward Thamrin, Husni. Peranan Organisasi Lokal dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial Masyarakat, dalam Jurnal Pemberdayaan Komunitas,
2006. Undang-Undang No.11 Tahun 2009 tentang pengertian kesejahteraan Sosial.
DAFTAR PERTANYAAN Dampak Pelaksanaan Kaderisasi Serikat Petani Indonesia SPI Basis
Simpang Kopas Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Tani Di Desa Huta
Padang Kecamatan Bandar Pasir Mandoge Kabupaten Asahan
No Responden : Petunjuk Pengisian :
1. Mohon dengan hormat bantuan dan kesediaan bapakibu untuk menjawab
seluruh pertanyaan. 2.
Pilih dan berilah tanda x pada jawaban yang paling benar menurut bapakibu.
3. Pilih dan berilah tanda checklist pada setiap jawaban tabel yang paling
benar menurut bapakibu. 4.
Isilah titik-titik dengan baik dan benar sesuai dengan jawaban bapakibu. 5.
Berikanlah jawaban bapakibu sebagai mana adanya.
I. Identitas responden
1. Nama
: 2.
Jenis Kelamin :
3. Umur
: Tahun
4. Agama
: a. Islam
d. Hindu b. Kristen protestan
e. Budha c. Keristen katolik
f. Konghucu 5. Suku Bangsa
: a. Aceh
d. Batak b. Melayu
e. Padang c. Jawa
f. Lainnya sebutkan
6. Pendidikan terakhir : a. Tidak sekolah
d. SMASMKsederajat b. SD
e. Perguruan tinggi c. SMPMtssederajat
II. Kaderisasi Serikat Petani Indonesia SPI Basis Simpang Kopas Variabel X
7. Apa status bapakibu pada saat ini di Serikat Petani Indonesia SPI? a.
Anggota Pemula b.
Anggota Kader C, D, E c.
Anggota Kader Inti A, B d.
Anggota Kehormatan e.
Simpatisan 8. Sudah berapa lama bapakibu menjadi anggota Serikat Petani Indonesia
SPI? a.
2 Tahun b.
2-4 Tahun c.
4-6 Tahun d.
6-8 Tahun e.
8 Tahun 9. Apa yang menjadi tujuan bapakibu menjadi anggota Serikat Petani
Indonesia SPI? a.
Sebagai wadah perjuangan petani b.
Memperoleh kekuatan sosial ekonomi dalam keadilan dan hak azasi petani.
c. Belajar beroganisasi
d. Memperoleh pendidikan informal mengenai pertanian.
e. Lainnya,
sebutkan................................................................................................
10. Menurut bapakibu, apa kegiatan-kegiatan dalam Kaderisasi Serikat Petani Indonesia SPI Basis Simpang Kopas yang paling memberikan manfaat
bagi bapakibu? a.
Pendidikan dasarperkenalan organisasi bagi anggota b.
Aktivitas penyuluhan, pengorganisasian dan pemberdayaan demonstrasi, rapat, diskusi, seminar, praktek-praktek perjuangan dan
lainnya. c.
Pendidikan kader pendidikan berjenjang d.
Pendidikan keahlianpelatihan e.
Lainnya, sebutkan...................................................................................................
..... 11. Seberapa besar partisipasi bapakibu dalam kegiatan-kegiatan kaderisasi
Serikat Petani Indonesia SPI Basis Simpang Kopas ? a.
Sangat berpartisipasi b.
Cukup berpartisipasi c.
Kurang berpartisipasi d.
Tidak berpartisipasi 12. Menurut bapakibu, seperti apa tingkat partisipasi anggota dalam kegiatan-
kegiatan kaderisasi yang dilakukan Serikat Petani Indonesia SPI Basis Simpang Kopas ?
a. Sangat besar
b. Cukup besar
c. Cukup kecil
d. Sangat kecil
13. Bagaimana keberlangsungan pelaksanaan pendidikan massa demonstrasi, rapat, diskusi, seminar, praktek perjuangan, dll Serikat Petani Indonesia
SPI Basis Simpang Kopas pada saat ini ? a.
Berjalan dengan sangat baik
b. Berjalan dengan cukup baik
c. Berjalan dengan kurang baik
d. Berjalan dengan tidak baik
14. Bagaimana rutinitas pelaksanaan pendidikan dasar yang diberikan Serikat Petani Indonesia SPI Basis Simpang Kopas terhadap anggota ?
a. Dilaksanakan dengan sangat rutin
b. Dilaksanakan dengan cukup rutin
c. Dilaksanakan dengan kurang rutin
d. Dilaksanakan dengan tidak rutin
15. Bagaimana penyelenggaraan pendidikan kaderpendidikan berjenjang yang dilakukan Serikat Petani Indonesia SPI terhadap anggota Basis Simpang
Kopas ? a.
Terselenggara dengan sangat baik b.
Terselenggara dengan cukup baik c.
Terselenggara dengan kurang baik d.
Terselenggara dengan tidak baik 16. Bagaimana keberlangsungan pendidikan keahlianpelatihan yang
dilaksanakan Serikat Petani Indonesia SPI Basis Simpang Kopas ? a.
Berjalan dengan sangat baik b.
Berjalan dengan cukup baik c.
Berjalan dengan kurang baik d.
Berjalan dengan tidak baik
III. Kondisi Sosial Ekonomi Petani Variabel Y 3.1. Pendidikan
17. Sebelum bergabung bersama Serikat Petani Indonesia SPI, bagaimana
tingkat kemampuan keluarga bapakibu untuk mendapatkan akses pendidikan formal ?
a. Sangat mudah
b. Cukup mudah
c. Cukup sulit
d. Sangat sulit
18. Setelah bergabung bersama Serikat Petani Indonesia SPI hingga saat ini,
bagaimana tingkat kemampuan keluarga bapakibu untuk mendapatkan akses pendidikan formal ?
a. Sangat mudah
b. Cukup mudah
c. Cukup sulit
d. Sangat sulit
19. Sebelum bergabung bersama Serikat Petani Indonesia SPI, bagaimana
tingkat kemampuan keluarga bapakibu untuk mendapatkan akses pendidikan informal atau nonformal ?
a. Sangat mudah
b. Cukup mudah
c. Cukup sulit
d. Sangat sulit
20. Setelah bergabung bersama Serikat Petani Indonesia SPI hingga saat ini,
bagaimana tingkat kemampuan keluarga bapakibu untuk mendapatkan akses pendidikan informal atau nonformal ?
a. Sangat mudah
b. Cukup mudah
c. Cukup sulit
d. Sangat sulit
3.2. Sistem Produksi 21. Seperti apa penguasaan tanah lahan pertanian bapakibu sebelum
bergabung bersama Serikat Petani Indonesia SPI? a.
Sangat baik b.
Cukup baik c.
Cukup buruk d.
Sangat buruk
22. Seperti apa penguasaan tanah lahan pertanian bapakibu setelah bergabung
bersama Serikat Petani Indonesia SPI? a.
Sangat baik b.
Cukup baik c.
Cukup buruk d.
Sangat buruk 23. Seperti apa tingkat kemudahan bapakibu dalam memperoleh alat produksi
bibitbenih dan pupuk sebelum bergabung bersama Serikat Petani
Indonesia SPI ? a.
Sangat mudah b.
Cukup mudah c.
Cukup sulit d.
Sangat sulit 24. Seperti apa tingkat kemudahan bapakibu dalam memperoleh alat produksi
bibitbenih dan pupuk setelah bergabung bersama Serikat Petani
Indonesia SPI? a.
Sangat mudah b.
Cukup mudah c.
Cukup sulit
d. Sangat sulit
25. Seperti apa pemasaran hasil pertanian bapakibu dari sebelum bergabung