Indikator Teks TertulisKata-kata Analisis Kemampuan Representasi Matematis

masalah tersebut berdasarkan pengetahuan yang telah mereka ketahui sebelumnya dan dihubungkan dengan masalah yang sedang dihadapi. Pada tahap ini, guru berperan membimbing kelompok yang sedang melakukan diskusi, berperan sebagai fasilitator, serta berkeliling kelas membantu siswa yang mengalami kesulitan saat berdiskusi bersama. Guru membantu siswa dengan cara memberikan pertanyaan-pertanyaan dan mengonfirmasi apa yang dibutuhkan siswa agar mampu merangsang pengetahuan mereka dalam menemukan solusi yang dibutuhkan. Setelah berdiskusi dalam kelompok, perwakilan siswa dari salah satu kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya dan kelompok lain bertugas untuk menanggapi jawaban dari kelompok yang mempresentasikan. Pada tahap diskusi ini, siswa diminta menemukan solusi permasalahan yang paling tepat secara bersama-sama. Apabila terjadi perbedaan cara penyelesaian suatu masalah, disinilah peran guru sebagai penengah dalam menentukan solusi permasalahan yang paling tepat dan efisien. Pada tahap summarize, siswa dengan dibimbing oleh guru membuat kesimpulan dari pembelajaran yang telah dilakukan. Menyimpulkan solusi permasalahan paling tepat untuk menyelesaikan masalah yang diberikan dan guru bertugas memberikan penguatan dan penegasan kepada siswa tentang materi yang dipelajari pada pertemuan itu. Selama proses pembelajaran dengan menggunakan model CMP ini, pada pertemuan awal, siswa merasa bingung dan kesulitan dalam mengerjakan LKS yang diberikan. Mereka belum terbiasa mengerjakan LKS dengan cara mencari sendiri informasi yang dibutuhkan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan, dan siswa masih kesulitan ketika menghubungkan masalah yang diberikan dengan konsep lama yang sebenarnya telah mereka kuasai sebelumnya. Pada saat siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya ke depan kelas, terlihat siswa masih kesulitan mengungkapkan ide dan gagasannya dengan baik. Hal ini disebabkan karena kebiasaan belajar siswa selama ini yang pasif, lebih banyak sebagai pendengar dan mencatat apa yang ditulis guru serta kurang adanya interaksi antar siswa yang membuat mereka kurang berani dalam mengungkapkan ide atau menyampaikan pertanyaan ketika ada yang belum dipahami. Pada pertemuan-pertemuan selanjutnya, siswa mulai berubah sedikit demi sedikit, mereka mulai antusias mengikuti pembelajaran. Mereka lebih aktif dalam proses diskusi, mulai berani menengemukakan gagasan dan ide-ide yang sesuai dalam menyelesaikan masalah yang diberikan, dan mulai aktif dalam memberikan tanggapan pada jawaban teman yang melakukan presentasi di depan kelas.

3. Proses Pembelajaran Kelas Kontrol

Pada kelas kontrol, pembelajaran yang diterapkan adalah model pembelajaran konvensional. Pembelajaran konvensional di sekolah tempat dilakukannya penelitian ini menggunakan metode ekspositori, tanya jawab dan pemberian latihan. Guru menyampaikan materi, memberikan pertanyaan- pertanyaan yang merangsang pemikiran siswa serta memberikan contoh soal. Tugas siswa hanya sebatas mendengarkan, menjawab pertanyaan guru dan mencatat konsep-konsep yang diberikan. Jika ada siswa yang kurang pahammengerti penjelasan atau konsep yang diberikan, maka siswa diberikan kesempatan untuk bertanya kepada guru. Setelah guru selesai menyampaikan materi, siswa diberi latihan soal sebagai penguatan. Proses pembelajaran yang dilakukan di kelas kontrol ini, siswa tidak terlibat secara optimal dan cenderung pasif. Siswa tidak diberi kesempatan untuk bertukar pendapat dengan temannya dalam mengungkapkan ide dan gagasannya di dalam kelas. Dengan demikian, siswa cenderung belajar dengan cara menghafal apa yang telah diberikan guru. Namun kelebihan dari kelas kontrol ini adalah siswa dapat mengerjakan dengan lancar dan sistematis terhadap soal yang diberikan guru, dengan catatan soal tersebut sesuai dengan contoh soal yang telah dijelaskan. Apabila soal yang diberikan berbeda dengan contoh yang dijelaskan, maka siswa akan mengalami kesulitan untuk menyelesaikannya. Berdasarkan uraian di atas menunjukkan bahwa perlakuan yang berbeda menyebabkan terjadinya hasil akhir yang berbeda antara kelas eksperimen yang mendapatkan pembelajaran dengan model CMP dan kelas kontrol yang mendapatkan pembelajaran dengan model konvensional. Hal ini dibuktikan dengan analisis data hasil penelitian, ada perbedaan yang cukup signifikan pada kemampuan representasi matematis siswa yang dipengaruhi oleh model pembelajaran Connected Mathematics Project CMP dengan kemampuan representasi matematis siswa yang dipengaruhi model pembelajaran konvensional. Kemampuan representasi matematis siswa yang diajar dengan menggunakan model CMP lebih tinggi daripada kemampuan representasi matematis siswa yang diajar dengan menggunakan model konvensional. Hasil tersebut sejalan dengan teori Glenda Lappan et. al. yang menyatakan bahwa CMP membantu siswa menumbuhkan kemampuan mereka untuk berdiskusi secara efektif tentang informasi yang direpresentasikan dengan grafik, simbol, angka, dan bentuk verbal serta mampu menggunakan bentuk-bentuk representasi tersebut secara lebih lancar.

D. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini sudah dirancang dan dilaksanakan sedemikian rupa agar bisa berjalan dengan baik. Peneliti telah berusaha secara optimal agar penelitian ini dapat berjalan sesuai yang diharapkan tetapi peneliti tetap manusia yang memiliki keterbatasan dan kekurangan. Ada beberapa faktor yang membuat penelitian ini mempunyai beberapa keterbatasan, diantaranya : 1. Pembelajaran menggunakan model Connected Mathematics Project CMP memerlukan waktu yang cukup banyak, sedangkan waktu yang ada terbatas sehingga perlu ada perencanaan dan manajemen waktu yang baik. 2. Kondisi siswa di awal diberikannya model CMP yang sedikit kesulitan beradaptasi dengan pembelajaran, mengingat dalam proses pembelajaran yang biasa diterima sebelumnya siswa cenderung pasif dan berpusat pada guru. 3. Penelitian hanya dilaksanakan pada materi bangun datar segi empat, sehingga hasil penelitian ini belum bisa digeneralisir ke semua materi ajar lainnya. 4. Keterbatasan waktu, dana penelitian serta kemampuan yang dimiliki oleh peneliti, yang menyebabkan alat dan bahan ajar yang digunakan mungkin belum maksimal dan terbatas sehingga masih harus dikembangkan lagi.

Dokumen yang terkait

Pendekatan Pembelajaran Model Eliciting Activities (Meas) Terhadap Kemampuan Representasi Matematis Siswa (Studi Eksperimen Di Smp Negeri 178 Jakarta)

2 25 225

Pengaruh Model Pembelajaran Collaborative Problem Solving Terhadap Kemampuan Representasi Matematis Siswa

6 49 0

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MODEL IBL (INQUIRY BASED LEARNING) DAN CMP (CONNECTED Eksperimentasi Pembelajaran Matematika Dengan Model IBL (Inquiry Based Learning) dan CMP (Connected Mathematics Project) Ditinjau dari Kemampuan Penalaran

0 2 12

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MODEL IBL (INQUIRY BASED LEARNING) DAN CMP (CONNECTED Eksperimentasi Pembelajaran Matematika Dengan Model IBL (Inquiry Based Learning) dan CMP (Connected Mathematics Project) Ditinjau dari Kemampuan Penalaran

0 4 17

PENDAHULUAN Eksperimentasi Pembelajaran Matematika Dengan Model IBL (Inquiry Based Learning) dan CMP (Connected Mathematics Project) Ditinjau dari Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Ngemplak.

0 2 8

PENERAPAN MODEL CONNECTED MATHEMATICS PROJECT (CMP) DALAM UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN ADAPTIF SISWA SMP: Suatu Penelitian Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas VIII SMP Negeri 45 Bandung.

8 43 40

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN MISSOURI MATHEMATICS PROJECT (MMP) DAN PEMBELAJARAN LANGSUNG TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS SISWA SMP.

1 8 38

KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA S

0 0 19

KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS MAHASIS. pdf

0 0 5

PDF ini MENUMBUHKAN KEMAMPUAN BERFIKIR GEOMETRI MELALUI PEMBELAJARAN CONNECTED MATHEMATICS PROJECT (CMP) Menumbuhkan Kemampuan Berfikir Geometri melalui Pembelajaran Connected Mathematics Project (CMP) | WARDHANI | Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Anak

0 0 9