63
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.5.4 Jumlah Kumulatif Zat Terpenetrasi Per Luas Area
Jumlah kumulatif zat aktif terpenetrasi per luas area dapat dihitung dari data absorbansi hasil pengukuran menggunakan spektrofotometri UV-Vis contoh
perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 25 26. Data hasil perhitungan jumlah kumulatif difusi etil p-metoksisinamat per luas area dapat dilihat pada
tabel 4.1, sedangkan grafik jumlah kumulatif etil p-metoksisinamat per luas area dapat dilihat pada Gambar 4.7. Tabel 4.2 menunjukkan data persentase kumulatif
difusi etil p-metoksisinamat.
Tabel 4.1 Jumlah Kumulatif Difusi Etil p-Metoksisinamat Per Luas Area dari
Sediaan Salep, Krim dan Gel.
Waktu Menit
Jumlah Kumulatif Zat Aktif Per Luas Area µgcm
2
Salep Krim
Gel
0 ,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00
0,00 ± 0,00
10
7 ,58 ± 1,81 7,41 ± 1,44
6,82 ± 0,51
30 28,60 ± 7,33
19,98 ± 5,02 28,59 ± 5,98
60 59,42 ± 13,19
56,65 ± 12,79 90,11 ± 11,91
90 92,93 ± 15,64
153,88 ± 8,36 210,55 ± 20,02
120
113,01 ± 22 ,05 234,83 ± 18,56
335,58 ± 30,25
180
182,57 ± 30 ,05 296,14 ± 33,30
501,13 ± 30,13
240 226,99 ± 23 ,80
402,86 ± 32,82 571,75 ± 37,61
300 256,01 ± 21 ,01
473,29 ± 23,83 582,24 ± 31,60
360 284,55 ± 19 ,51
506,32 ± 19,75 589,46 ± 31,55
420
308,52 ± 22 ,90 538,10 ± 10,34
561,14 ± 27,81
480
299,69 ± 12 ,70 548,12 ± 5,85
541,80 ± 17,31
Gambar 4.7 Grafik jumlah kumulatif etil p-metoksisinamat yang berdifusi per
luas area.
50 100
150 200
250 300
350 400
450 500
550 600
60 120 180 240 300 360 420 480
J u
m la
h Z
a t
Ak tif
T e
r p
e n
e tr
a si
P e
r L
u a
s Ar
e a
µ g
c m
²
Waktu Menit
Salep Krim
Gel
64
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.2 Persentase Kumulatif Difusi Etil p-Metoksisinamat Per Luas Area
Waktu Menit
Kumulatif Difusi Etil p-Metoksisinamat Per Luas Area
Salep Krim
Gel
0 ,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00
0,00 ± 0,00
10 1 ,11 ± 0,33
1,13 ± 0,22 1,04 ± 0,08
30 4,17 ± 1,34
3,05 ± 0,77 4,36 ± 0,91
60 9,16 ± 2,42
8,65 ± 1,95 13,75 ± 1,82
90 14,34 ± 2,86
23,49 ± 1,28 32,14 ± 3,06
120
19,21 ± 4,04 35,85 ± 2,83
51,23 ± 4,62
180 29,25 ± 5,51
45,20 ± 5,08 76,50 ± 4,60
240 37,07 ± 4,36
61,50 ± 5,01 87,28 ± 5,74
300 44,94 ± 3,82
72,25 ± 3,64 88,88 ± 4,82
360
49,71 ± 3,85 77,29 ± 3,01
89,98 ± 4,82
420
51,21 ± 4,19 82,14 ± 1,58
85,66 ± 4,24
480 54,25 ± 2,33
83,67 ± 0,89 82,71 ± 2,64
Dari hasil difusi etil p-metoksisinamat selama 8 jam pada tabel 4.1 dan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa nilai persentase dan jumlah kumulatif zat aktif
terpenetrasi per luas area melalui membran kulit tikus tertinggi pada jam ke- 6 dihasilkan oleh sediaan gel yaitu 89,98 ± 4,82, diikuti oleh sediaan krim yaitu
77,29 ± 3,01, dan nilai terendah dihasilkan oleh sediaan salep yaitu 49,71 ± 2,33. Nilai tersebut menunjukkan kadar etil p-metoksisinamat yang terdapat
didalam cairan reseptor. Selain yang terakumulasi dalam medium reseptor, etil p- metoksisinamat yang berdifusi sebagian tertinggal dalam jaringan kulit tikus yang
digunakan sebagai membran difusi. Oleh karena itu jumlah total etil p- metoksisinamat yang berdifusi sebenarnya lebih besar dari nilai terukur dalam
cairan reseptor Anggraeni, 2008. Penetrasi etil p-metokisisinamat ke dalam kulit dapat terjadi karena
beberapa faktor. Salah satu faktor yang mempengaruhi penetrasi etil p- metoksisinamat ke dalam kulit yaitu agen peningkat penetrasi. Agen peningkat
penetrasi yang terkandung dalam sediaan yaitu alkohol 96 dan propilen glikol. Alkohol dalam sediaan yang berfungsi sebagai pelarut etil p-metoksisinamat juga
mampu meningkatkan penetrasi etil p-metoksisinamat ke dalam kulit. Hal ini terjadi karena alkohol dapat mengekstrak lipid dan protein pada stratum korneum
sehingga kepolaran stratum korneum meningkat dan senyawa hidrofilik dapat masuk menembus stratum korneum. Alkohol juga meningkatkan kelarutan zat
65
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
lipofilik dalam area lipofilik stratum korneum Kielhorn, Kollmuβ, Mangelsdorf, 2006. Propilen glikol dilaporkan dapat meningkatkan penetrasi senyawa lipofilik.
Mekanisme kerja propilen glikol sebagai agen peningkat penetrasi hanya dapat terjadi pada senyawa yang lebih larut dalam alkohol daripada air. Hal ini sesuai
dengan sifat kelarutan etil p-metoksisinamat yang lebih larut dalam alkohol daripada air Nuebert, 2006.
Adanya komponen zat pembawa yang dapat menghidrasi kulit juga turut mendorong terjadinya absorpsi dalam kulit. Hidrasi stratum korneum merupakan
salah satu faktor utama yang meningkatkan penetrasi zat aktif baik hidrofilik atau lipofilik melalui membran. Hal ini disebabkan oleh struktur histologi sel tanduk
dan oleh benang-benang keratin yang dapat mengembang dalam air dan pada media lipida amorf yang meresap disekitarnya Simanjuntak, 2006. Umumnya
stratum korneum mengandung 5-20 air, dan dapat meningkat hingga diatas 50 ketika terjadi hidrasi. Terjadinya hidrasi kulit maka kulit akan bersifat lebih
permeabel. Sifat permeabilitas kulit yang meningkat akan meningkatkan penetrasi obat Kielhorn, Kollmuβ, Mangelsdorf, 2006. Dalam hal ini, sediaan gel
memiliki kandungan air yang paling tinggi dibandingkan dengan sediaan krim dan salep.
Faktor lain yang tidak kalah penting yaitu afinitas zat aktif terhadap pembawanya. Afinitas zat aktif terhadap pembawanya berkaitan dengan kelarutan
zat aktif dalam pembawanya. Dalam hal ini, diketahui bahwa etil p- metoksisinamat merupakan senyawa semi polar maka kelarutan etil p-
metoksisinamat paling tinggi terjadi pada sediaan salep, diikuti krim dan gel. Afinitas zat aktif yang terlalu tinggi terhadap pembawanya justru menghambat
pelepasan senyawa untuk menembus stratum korneum Bila sifat lipofilik sangat besar pada campuran senyawa dan pembawanya maka senyawa akan tertumpuk di
atas stratum korneum dan akibatnya tidak mampu berdifusi kedalam epidermis. Sediaan gel merupakan sediaan yang memiliki afinitas terkecil dibandingkan
sediaan krim dan salep, hal ini dikarenakan kelarutan etil p-metoksisinamat dalam pembawa berair yang rendah. Hal tersebut akan menyebabkan etil p-
metoksisinamat lebih mudah terlepas dari pembawanya, sehingga akan lebih mudah berdifusi ke dalam stratum korneum Simanjuntak, 2006.
66
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Dari hasil pengolahan data menggunakan SPSS 16 dengan metode Uji One Way Anova menunjukkan bahwa hasil persentase kumulatif etil p-metoksisinamat
per luas area dari ketiga sediaan tidak memiliki perbedaan secara bermakna pada menit ke-60 dikarenakan nilai signifikansi 0,05, tetapi pada menit ke-120
hingga 300 memiliki perbedaan secara bermaknanilai. Pada menit ke-360 dan 480 dediaan krim dan gel tidak memiliki perbedaan secara bermakna, tetapi kedua
sediaan tersebut memiliki perbedan secara bermakna dengan sediaan salep ditunjukkan dengan nilai signifikansi 0,05 lihat pada Lampiran 22.
4.5.5 Fluks Penetrasi