60
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dengan cara melarutkan sediaan di dalam metanol. Metanol dipilih sebagai pelarut pengekstraksi sebab etil p-metoksisinamat sangat mudah larut dalam metanol.
Larutan hasil ekstraksi kemudian dilakukan pengenceran dengan konsentrasi 5 ppm pada masing-masing sediaan. Larutan hasil pengenceran kemudian diukur
serapannya menggunakan spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang 308,2 nm. Perlakuan ini diulangi hingga 3 kali pengulangan pada masing-masing
sediaan di titik-titik pengambilan yang berbeda. Perlakuan tersebut juga dilakukan terhadap basis masing-masing sediaan
tanpa etil p-metoksisinamat. Kemudian hasil absorbansi sampel yang didapatkan dikurangi dengan absorbansi basis tanpa etil p-metoksisinamat. Data hasil
pengukuran kadar etil p-metoksisinamat dalam sediaan dapat dilihat pada Lampiran 12. Berdasarkan hasil penetapan kadar diketahui bahwa kadar etil p-
metoksisinamat dalam sediaan salep, krim dan gel berturut–turut yaitu 0,86, 1,03 dan 1,00 .
4.5 Uji Penetrasi Sediaan Secara In Vitro
4.5.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi Etil p-Metoksisinamat dalam Larutan
EDP
Pembuatan kurva kalibrasi etil p-metoksisinamat untuk uji penetrasi sama halnya dengan pembuatan kurva kalibrasi untuk penetapan kadar etil p-
metoksisinamat dalam sediaan. Perbedaannya terletak pada pelarut yang digunakan untuk melarutkan standar etil p-metoksisinamat. Panjang gelombang
maksimum standar etil p-metoksisinamat dalam larutan EDP yaitu 310,2 nm. Persamaan regresi linier hasil pembuatan kurva kalibrasi yaitu y = 0,117x + 0,002
dengan nilai koefisien relasi= 0,9997. Kurva kalibrasi dapat dilihat pada Lampiran 15, sedangkan data kurva kalibrasi dapat dilihat pada Lampiran 14.
4.5.2 Penyiapan Membran Sel Difusi dari Kulit Tikus
Uji penetrasi secara in vitro menggunakan kulit sebagai membran. Membran dapat berupa membran biologis dari hewan atau membran artificial
seperti membran selofan. Membran yang digunakan pada penelitian ini adalah membran dari kulit abdomen tikus putih betina galur Sprague Dawley yang
61
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
berumur 2-3 bulan dengan kisaran berat 150-200 gram. Membran yang digunakan diseleksi dengan ketebalan 0,6 ± 0,1 mm dan luas membran 3,14 cm
2
disesuaikan dengan alat uji difusi. Kulit tikus ini dipilih sebagai membran difusi karena cukup
mudah didapatkan dan permeabilitas kulit tikus yang telah dicukur bulunya mirip dengan permeabilitas kulit manusia.
Kulit manusia memiliki koefisien
permeabilitas sebesar 93 cmjam x 10
5
, sedangkan kulit tikus yang telah dicukur bulunya memiliki koefisien permeabilitas sebesar 103 cmjam 10
5
Kielhorn, Kollmuβ, Mangelsdorf, 2006. Akan tetapi, penggunaan kulit tikus ini juga
memiliki kekurangan lainnya yaitu memiliki luas penampang yang kecil. Untuk mengatasinya, kulit diambil pada daerah yang sama sehingga memperkecil variasi
tempat yang akan digunakan untuk uji penetrasi Hadyanti, 2008. Tikus yang sehat dibius dengan eter hingga mati, kemudian kulit bagian
abdomen dicukur bulunya secara hati-hati. Pencukuran bulu pada kulit dilakukan secepat mungkin agar tidak terjadi luka pada kulit yang dapat berpengaruh
terhadap laju penetrasi suatu obat. Kulit bagian abdomen yang telah dicukur kemudian dipotong dan dibersihkan dari lemak subkutan yang menempel. Lemak
subkutan yang masih menempel pada kulit dapat mengganggu penetrasi etil p- metoksisinamat ke dalam kulit Ramadon, 2012. Kulit yang telah dibersihkan
dengan air kemudian dipotong sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan, lalu disimpan di dalam botol yang berisi NaCL 0,9 fisiologis pada suhu -20°C.
Penyimpanan kulit segar dapat bertahan selama 1 bulan jika disimpan pada suhu -20°C dan tidak memiliki efek relevan pada permeabilitas in vitro baik kulit
manusia maupun kulit hewan Bartosova, Bajgar, 2012.
4.5.3 Pengujian Penetrasi Etil p-Metoksisinamat