Senyawa Etil p-Metoksisinamat dan Aktivitasnya Penetrasi Obat Melalui Kulit

7 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Berbagai penelitian terbaru mengungkap banyak manfaat kencur lainnya, diantaranya penelitian Tewtrakul et al., 2005 menyatakan ekstrak minyak kencur memiliki aktivitas anti mikroba dan antifungi. Ekstrak metanol kencur memiliki toksisitas terhadap larva dan pupa Anopheles stephensi dan juga berpotensi sebagai repellent Dhandapani et al., 2011. Ekstrak air dari kencur ternyata memiliki aktivitas sebagai antinosiseptif dan antiinflamasi Sulaiman et al., 2008. Ekstrak alkohol dari kencur diteliti memiliki aktivitas sebagai antiinflamasi dan analgesik Vittalrao et al., 2011, juga memiliki aktivitas sebagai penyembuh luka Tara V et al., 2006

2.2 Senyawa Etil p-Metoksisinamat dan Aktivitasnya

Etil p-metoksisinamat adalah suatu ester yang mengandung cincin benzen dan gugus metoksi yang bersifat non polar dan mengandung gugus karbonil yang mengikat etil yang bersifat semi polar. Hal ini menyebabkan senyawa ini mampu larut dalam beberapa pelarut dengan kepolaran bervariasi seperti etanol, etil asetat, metanol, air dan n-heksan. Taufikurohmah, Rusmini, Nurhayati, 2008 Gambar 2.2 Struktur etil p-metoksisinamat [Sumber : www.chemicalbook.com] Etil p-metoksisinamat atau C 12 H 14 O 3 termasuk turunan asam sinamat, dimana asam sinamat adalah turunan senyawa fenil propanoad. Etil p- metoksisinamat sebelumnya dimanfaatkan sebagai bahan tabir surya Windono Jany, Widji, 1997, namun dewasa ini telah diteliti lebih lanjut bahwa etil p- metoksisinamat merupakan senyawa isolat kencur yang memiliki aktivitas sebagai antiinflamasi non-selektif menghambat COX-1 dan COX-2 secara in vitro Umar et al., 2012. Senyawa etil p-metoksisinamat berbentuk kristal berwarna putih, berbau aromatik khas lemah dengan berat molekul 206.4 gmol dan memiliki titik lebur 49 ° C Umar et al., 2012. 8 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Etil p-metoksisinamat EPMS menghambat induksi edema karagenan pada tikus dengan MIC 100mgkg dan juga berdasarkan hasil uji in vitro, etil p- metoksisinamat secara non-selektif menghambat aktivitas COX-1 dan COX-2, dengan masing-masing nilai IC 50 1,12 µM dan 0,83 µM. Hasil ini memvalidasi aktivitas anti-inflamasi kencur yang dihasilkan oleh penghambatan COX-1 dan COX-2 Umar et al, 2012

2.3 Kulit

Kulit merupakan selimut yang menutupi permukaan tubuh dan memiliki fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan dan rangsangan dari luar Tranggono, 2007. Kulit adalah bagian terluas dari tubuh, terhitung lebih dari 10 dari massa tubuh dan bagian yang paling utama berinteraksi dengan lingkungan Walters, 2002. Kulit tersusun dari jaringan yang tumbuh, berdiferensiasi, dan beregenerasi Gregoriadis, Florence dan Patel, 1993. Kulit adalah organ tubuh paling besar yang melapisi seluruh tubuh. Luas kulit pada manusia rata-rata sekitar 2 m 2 dengan berat sekitar 10 kg jika ditimbang dengan lemaknya atau 4 kg jika tanpa lemak, atau beratnya sekitar 16 dari berat badan seseorang Kusantati, Prihatin, dan Wiana, 2008. Kulit merupakan organ yang pertama kali terkena polusi oleh zat-zat yang terdapat di lingkungan hidup, termasuk jasad renik mikroba yang tumbuh dan hidup di lingkungan.Kulit juga sangat kompleks, elastis dan sensitif, serta bervariasi pada keadaan ilkim, umur, jenis kelamin, ras, dan lokasi tubuh Kusantati, Prihatin, dan Wiana, 2008.

2.3.1 Anatomi Kulit

Kulit terbagi menjadi tiga lapisan utama, yaitu: epidermis, dermis, dan subkutan subkutis Seeley, Stepens dan Tate, 2003. Tidak ada garis tegas yang memisahkan antara dermis dan subkutis. Subkutis ditandai dengan adanya jaringan ikat longgar dan sel-sel yang membentuk jaringan lemak. Lapisan epidermis dan dermis dibatasi oleh taut dermoepidermal Kusantati, Prihatin, dan Wiana, 2008. 9 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gambar 2.3 Anatomi kulit [Sumber : Neubert, 2006] a. Lapisan epidermis Lapisan epidermis merupakan lapisan kulit yang paling luar. Epidermis merupakan jaringan epitel berlapis pipih, dengan sel epitel yang mempunyai lapisan tertentu. Epidermis tersusun dari beberapa lapisan sel dengan tebal sekitar 0,1-0,3 mm Mitsui, 1997. Di dalam epidermis paling banyak mengandung sel keratinosit yang mengandung protein keratin Tranggono dan Latifah, 2007. Lapisan ini terdiri atas: 1 Stratum korneum lapisan tanduk, merupakan lapisan sel kulit mati yang mengandung air paling rendah sekitar 10-30. Lapisan ini tersusun atas lipid asam lemak bebas atau esternya, fosfolipid, skualen, dan kolesterol, urea, asam amino, asam organik, dan air serta dilapisi oleh lapisan tipis lembab dan bersifat asam disebut “mantel asam kulit” Tranggono dan Latifah, 2007. 2 Stratum lusidum lapisan jernih 3 Stratum granulosum lapisan berbutir-butir, merupakan lapisan yang berperan dalam proses keratinisasi untuk menghasilkan lapisan tanduk. 10 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 4 Stratum spinosum lapisan malphigi, merupakan lapisan sel yang lebih dalam dan lapisan paling tebal dalam epidermis yang mengandung serat protein. 5 Stratum germinativum lapisan basal, merupakan pembatas membran dasar yang kontak dengan dermis Mitsui, 1997. Normalnya dibutuhkan 3-4 minggu untuk replikasi epidermis dengan proses divisi dan diferensiasi. b. Lapisan dermis Lapisan dermis merupakan lapisan di bawah epidermis yang jauh lebih tebal dari pada epidermis sekitar empat kali tebal dermis, tergantung area tubuh. Secara metabolisme, dermis kurang aktif dibandingkan dengan epidermis serta terdiri dari polisakarida dan protein kolagen dan elastin. Di dalam dermis terdapat benyak pembuluh darah, serabut saraf, kelenjar keringat, kelenjar minyak, dan folikel rambut Tranggono dan Latifah, 2007. Dermis tersusun atas matriks ekstraseluler yang disintesis dan disekresikan oleh fibroblast.Bahan dasar matriks ekstraseluler ini terdiri dari glikosaminoglikan atau mukopolisakarida asam asam hialuronat dan dermatan sulfat, dan protein berserat.Glikosaminoglikan ada sebagai proteoglikan yang menggabungkan protein, dan berisi sejumlah besar air sehingga dapat membentuk gel. Protein berserat tertanam dalam gel ini yang tersusun dari serat kolagen dan elastin Mitsui, 1997. Kolagen merupakan protein utama dari matriks ekstraseluler dan memelihara bentuk jaringan. Kolagen tersusun atas beberapa asam amino, terutama glisin, prolin, dan hidroksiprolin. Kolagen lebih tebal daripada elastin. Serat-serat elastin dihubungkan satu sama lain oleh ikatan cross-link untuk mempertahankan elastisitas jaringan. Selain itu, matriks ekstraseluler berfungsi sebagai mediator interaksi induksi reseptor antar sel sehingga mempengaruhi proliferasi dan diferensiasi sel. Kolagen tipe I dan II merupakan urat saraf. Kekuatan tegangan kulit diakibatkan oleh dominasi kolagen ini Zhang Falla, 2009. Oleh karena itu, dermis memegang peranan penting dalam elastisitas dan kekencangan kulit Mitsui, 1997. 11 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Pada dermis terdapat sel mast, makrofag, melanosit, leukosit dan sel endotelial dari pembuluh darah. Fungsi dermis adalah menutrisi epidermis dan menghubungkan ke jaringan subkutan. Lapisan ini terdiri atas lapisan elastis dan fibrosa dengan elemen-elemen selular dan folikel rambut Wirakusumah, 1994. Secara garis besar dibagi menjadi 2 bagian yaitu: 1 Pars papilare, yaitu bagian yang menonjol ke dalam epidermis, berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah. 2 Pars retikulare, yaitu bagian bawahnya yang menonjol ke arah subkutan, bagian ini terdiri atas serabut-serabut penunjang misalnya serabut kolagen elastis dan retikulin. c. Lapisan subkutan Lapisan subkutan adalah kelanjutan dermis atas jaringan ikat longgar, berisi sel-sel lemak di dalamnya. Sel lemak merupakan sel bulat, besar, dengan inti terdesak ke pinggir karena sitoplasma lemak yang bertambah. Sel-sel ini membentuk kelompok yang dipisahkan satu dengan yang lainnya oleh trabekulua dan fibrosa. Lapisan sel lemak disebut panikulus adiposus, berfungsi sebagai cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah, dan saluran getah bening. Tebal jaringan lemak tidak sama, bergantung pada lokasi, di abdomen 3 cm, sedangkan di daerah kelopak mata dan penis sangat tipis. Lapisan lemak ini juga berfungsi sebagai bantalan Kusantati, Prihatin, dan Wiana, 2008. Fungsi dari lapisan hipodermis yaitu membantu melindungi tubuh dari benturan-benturan fisik dan mengatur panas tubuh. Jumlah lemak pada lapisan ini akan meningkat apabila makan berlebihan. Jika tubuh memerlukan energi ekstra maka lapisan ini akan memberikan energi dengan cara memecah simpanan lemaknya Wirakusumah, 1994. Pada lapisan ini juga terdapat pangkal dasar folikel rambut dan kelenjar keringat.

2.3.2 Fisiologi dan Fungsi Kulit

Kulit merupakan batas antara tubuh dan lingkungan eksternal, sehingga memisahkan kita dari lingkungan eksternal tetapi juga memungkinkan untuk berinteraksi dengan lingkungan eksternal Seeley, Stephens, Tate, 2003. 12 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Kulit sebagai organ tubuh yang paling utama mempunyai beberapa fungsi diantaranya sebagai berikut: a. Fungsi proteksi Dwikarya, 2003, terjadi karena beberapa hal: 1 Keasaman pH kulit akibat keringat dan lemak kulit sebum menahan dan menekan bakteri dan jamur yang berada di sekitar kulit. 2 Jaringan kolagen dan jaringan lemak menahan atau melindungi organ tubuh dari benturan. 3 Serabut elastis dari lapisan dermis dan jaringan lemak subkutan berfungsi untuk mencegah trauma mekanik langsung ke dalam tubuh. Lapisan tanduk dan mantel lemak kulit berfungsi sebagai penghalang penetrasi air dan kehilangan cairan tubuh serta melawan racun dari luar. Permukaan kulit yang tidak rata berperan dalam difraksi sinar untuk melindungi tubuh dari sinar yang berbahaya. b. Fungsi termoregulas Kulit menyesuaikan temperatur tubuh dengan mengubah aliran darah ke kulit melalui mekanisme dilatasi dan konstriksi pembuluh kapiler kulit dan penguapan keringat, yang keduanya dipengaruhi oleh saraf otonom. Lapisan tanduk dan jaringan subkutan mencegah perubahan temperatur tubuh dengan menghalangi hantaran temperatur eksternal ke dalam tubuh. Kulit melakukan peran ini dengan cara mengeluarkan keringat dan mengerutkan otot dinding pembuluh darah kulit ketika terjadi peningkatan suhu. Dengan dikeluarkannya keringat, maka terbuang pula panas tubuh. Mekanisme termoregulasi ini diatur oleh sistem saraf simpatis yang mengeluarkan zat perantara asetil kolin Langley dan Lenny, 1958. c. Fungsi persepsi sensoris Kulit bertanggung jawab sebagai indra terhadap rangsangan. Ada bermacam-macam reseptor pada kulit, yaitu reseptor yang sensitif terhadap tekanan, rabaan, temperatur, dan nyeri. Rangsangan dari luar akan diterima oleh reseptor-reseptor tersebut dan diteruskan ke sistem saraf pusat, selanjutnya diinterpretasikan oleh korteks serebri. 13 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta d. Fungsi absorpsi Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan maupun benda padat. Tetapi cairan yang mudah menguap lebih mungkin diserap kulit, begitu pula zat yang larut dalam minyak. Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembaban udara, metabolisme dan jenis pembawa zat yang menempel di kulit. Penyerapan dapat melalui celah antarsel, saluran kelenjar atau saluran keluar rambut Langley dan Lenny, 1958. Beberapa senyawa dapat diabsorpsi ke dalam tubuh melalui dua jalur absorpsi, yaitu melalui jalur epidermis dan melalui kelenjar sebasea folikel rambut. Steroid dan bahan yang larut dalam lemak vitamin A, D, E dan K dapat diserap melalui kulit, namun bahkan yang larut dalam air tidak mudah diserap akibat dari fungsi penghalang lapisan tanduk. e. Fungsi pembentukan pigmen melanogenesis Sel pembentuk pigmen kulit melanosit terletak di lapisan basal epidermis. Sel ini berasal dari rigi saraf, jumlahnya 1:10 dari sel basal. Jumlah melanosit serta jumlah dan besarnya melanin yang terbentuk menentukan warna kulit. Pajanan sinar matahari mempengaruhi produksi melanin. Bila pajanan bertambah produksi melanin akan meningkat Langley dan Lenny, 1958. f. Fungsi keratinisasi Keratinisasi dimulai dari sel basal yang kuboid, bermitosis ke atas berubah bentuk lebih poligonal yaitu sel spinosum, terangkat ke atas menjadi lebih gepeng, dan bergranula menjadi sel granulosum. Kemudian sel tersebut terangkat ke atas lebih gepeng, dan granula serta intinya hilang menjadi sel spinosum dan akhirnya sampai di permukaan kulit menjadi sel yang mati, protoplasmanya mengering menjadi keras, gepeng, tanpa inti yang disebut sel tanduk. Proses ini berlangsung terus-menerus dan berguna untuk fungsi rehabilitasi kulit agar dapat melaksanakan fungsinya secara baik Langley dan Lenny, 1958. g. Fungsi poduksi vitamin D Kulit juga dapat membuat vitamin D dari bahan baku 7- dihidroksikolesterol dengan bantuan sinar matahari. Namun produksi ini masih lebih rendah dari kebutuhan tubuh akan vitamin D dari luar makanan Langley dan Lenny, 1958. 14 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta h. Fungsi lain Kulit dapat menggambarkan kondisi emosional, seperti memerah, ketakutan pucat dan rambut berdiri, dan sebagai organ penerima emosi.

2.4 Penetrasi Obat Melalui Kulit

Penetrasi melintasi stratum korneum dapat terjadi karena adanya proses difusi melalui dua mekanisme, yaitu : a. Absorpsi transepidermal Jalur absorpsi transepidermal merupakan jalur difusi melalui stratum korneum yang terjadi melalui dua jalur, yaitu jalur transelular yang berarti jalur melalui protein di dalam sel dan melewati daerah yang kaya akan lipid, dan jalur paraselular yang berarti jalur melalui ruang antar sel. Penetrasi transepidermal berlangsung melalui dua tahap. Pertama, pelepasan obat dari pembawa ke sratum korneum, tergantung koefisien partisi obat dalam pembawa dan stratum korneum. Kedua, difusi melalui epidermis dan dermis dibantu oleh aliran pembuluh darah dalam lapisan dermis. Anggraeni, 2008 b. Absorpsi transappendageal Jalur absorpsi transappendageal merupakan jalur masuknya obat melalui folikel rambut dan kelenjar keringat disebabkan karena adanya pori-pori di antaranya, sehingga memungkinkan obat berpenetrasi. Penetrasi obat melalui jalur transepidermal lebih baik daripada jalur transappendageal, karena luas permukaan pada jalur transappendageal lebih kecil Anggraeni, 2008. Faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi perkutan adalah sifat-sifat fisikokimia dari obat, sifat pembawa yang digunakan, dan kondisi fisiologi kulit. Dari sifat-sifat tersebut, dapat diuraikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi absorpsi perkutan antara lain: 1 Harga koefisien partisi obat yang tergantung dari kelarutannya dalam minyak dan air. 2 Kondisi pH akan mempengaruhi tingkat disosiasi serta kelarutan obat yang lipofil. 3 Konsentrasi obat. 15 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 4 Profil pelepasan obat dari pembawanya, bergantung pada afinitas zat aktif terhadap pembawa, kelarutan zat aktif dalam pembawa, dan pH pembawa. 5 Komposisi sistem tempat pemberian obat, yang ditentukan dari permeabilitas stratum korneum yang disebabkan hidrasi dan perubahan struktur lipid. 6 Peningkatan suhu kulit dapat menyebabkan perubahan difusi yang disebabkan oleh peningkatan kelarutan obat. 7 Pembawa yang dapat meningkatkan kelembaban kulit akan mendorong terjadi absorpsi obat melalui kulit. 8 Waktu kontak obat dengan kulit. 9 Ketebalan kulit. Absorpsi perkutan lebih besar jika obat digunakan pada kulit dengan lapisan tanduk yang tipis daripada yang tebal. 10 Bahan-bahan peningkat penetrasi enhancer dapat meningkatkan permeabilitas kulit dengan cara mengubah sifat fisika kimia stratum korneum sehingga mengurangi daya tahan difusi. Contohnya DMSO, DMF, DMA, urea, dan lain-lain. 11 Adanya sirkulasi darah in situ pada kulit akan meningkatkan absorpsi obat Anggraeni, 2008. Gambar 2.4 Rute penetrasi obat melalui kulit. 1 Rute transepidermal; 23 Rute transappendageal. [Sumber : www.skin-care-forum.basf.com] 16 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.5 Sediaan Salep

Dokumen yang terkait

Semi Sintesis N,N-Bis(2-Hidroksietil)-3-(4-Metoksifenil) Akrilamida Dari Etil P-Metoksisinamat Hasil Isolasi Rimpang Kencur (Kaempferia Galanga, L) Melalui Amidasi Dengan Dietanolamin

8 65 59

Modifikasi struktur senyawa etil p-metoksisinamat yang diisolasi dari kencur (kaempferia galanga L.) dengan metode reaksi reduksi dan uji aktivitas antiinflamasinya secara in vitro

1 22 70

Isolasi dan Uji Aktivitas Antiinflamasi Senyawa Metabolit Sekunder dari Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L.)

5 62 86

Biotransformasi Metabolit Sekunder Utama (Senyawa X) dari Ekstrak n- Heksana Kencur (Kaempferia galanga L.) Oleh Jamur Aspergillus niger ATCC 6275

0 16 54

Perbandingan Sifat Fisik Sediaan Krim, Gel, dan Salep yang Mengandung Etil p-Metoksisinamat dari Ekstrak Rimpang Kencur (Kaempferia galanga Linn.)

7 83 104

Amidasi Senyawa Etil p-metoksisinamat yang Diisolasi dari Kencur (Kaempferia galanga L.) dan Uji Aktivitas Antiinflamasi Secara In-Vitro

1 18 82

Modifikasi Struktur Senyawa Etil p-Metoksisinamat yang Diisolasi dari Kencur (Kaempferia galanga L.) dengan Metode Reaksi Reduksi dan Uji Aktivitas Antiinflamasinya secara In Vitro

1 16 70

Uji Aktivitas Gel Etil p-metoksisinamat terhadap Penyembuhan Luka Terbuka pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan Galur Sprague Dawley

6 24 104

Uji Stabilitas Kimia Etil p-Metoksisinamat dari Rimpang Kencur (Kaempferia galanga Linn) dalam Sediaan Setengah Padat

0 30 87

Penggunaan Etil-p-Metoksisinamat dari Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L.) sebagai anti Ketombe dalam Sampo Krim Cair.

0 2 7