Pengakuan Iqrar Pembuktian Zina

35 antara saksi satu dengan saksi yang lain. Tetapi menurut Abu Hanifah kesaksian perbedaan tempat itu masih dapat ditolerir. Silang pendapat ini disebabkan apakah kesaksian tempat persetubuhannya berbeda-beda itu dapat digabungkan atau tidak, seperti kesaksian tentang waktunya yang berbeda-beda. Demikian itu karena fuqaha sependapat bahwa kesaksian yang berbeda-beda tempatnya itu dapat digabungkan, padahal itu tidak lebih mirip dengan waktu. Di sini terlihat bahwa syarak bermaksud untuk lebih berhati-hati dalam menetapkan hukuman zina tersebut ketimbang hukuman yang akan dijatuhkan perkara lain. 50

c. Qarinah

Adanya tanda dan isyarat yang meyakinkan seperti kehamilan janin seseorang perempuan yang tidak terikat perkawinan. 51 Menurut jumhur Fuqaha kehamilan bukanlah merupakan bukti yang mandiri tapi harus disertai pengakuan atau keterangan-keterangan bukti-bukti lain. Menurut Imam Malik dan sahabat-sahabatnya jika wanita itu dalam pengakuannya dia dipaksa diperkosa, maka wanita itu harus menunjukkan tanda-tanda bukti bahwa dia dipaksa.Alasan mereka karena adanya dalil-dalil yang berkaitan dengan penolakan hukuman had disebabkan adanya syubhat. 50 Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, Penerjemah: Imam Ghazali Said dan Ahmad Zaidun, Jakarta: Pustaka Amani, 2002 , cet ke 2, h.620. 51 Amir Syarifudin, Garis-Garis Besar Fiqih, h.279. 36 Menurut pendapat Malik dan para sahabatnya, apabila seorang wanita hamil dan dia tidak bisa menunjukkan bahwa dia punya suami atau dia dipaksa orang,maka wanita tersebut dijatuhi hukuman had .Jika wanita itu perempuan perawan dia harus bisa menunjukan bukti pendarahannya sebagai bukti bahwa dia telah diperkosa untuk bisa dibebaskan dari hukuman had. Kehamilan pada seorang wanita yang tidak mempunyai suami belum menikah dengan nikah yang sah atau bukan nikah syubhat nikah fasid dan bukan pula wat’i syubhat menjadi bukti adanya perzinaan apabila disertai bukti lain. 52

d. Li’an

Li’an, yaitu sumpah suami yang menuduh istrinya berzina dan tidak mampu mendatangkan empat orang saksi, sebanyak empat kali dan yang ke lima ucapannya bahwa laknat Allah bahwa akan menimpanya bila ia akan tidak benar dalam tuduhannya : kemu dian sumpah li’an si suami itu tida k ditolak oleh Isteri dengan li’an balik. Hal ini menjadi bukti bahwa perzinaan itu memang terjadi. 53

5. Zina Dalam Hukum Positif di Indonesia

Dalam hadits dijelaskan bahwa pezina laki-laki atau perempuan baik bujang ataupun perawan, begitu pula sebaliknya janda ataupun duda 52 Muhammad Abdul Malik, Perilaku Zina Pandangan Hukum Islam dan KUHP, Jakarta: Bulan Bintang, 2003, h.137. 53 Amir Syarifudin, Garis-Garis besar Fiqih, h.279. 37 semuanya diancamdikenakan sangsi apabila berbuat zina, meskipun sangsinya berbeda-beda. Perbuatan zina atau mukah menurut Pasal 284 KUHP adalah hubungan seksual atau persetubuhan di luar perkawinan yang dilakukan oleh seorang laki-laki dan seorang perempuan yang kedua-duanya atau salah satunya masih terikat dalam perkawinan oleh orang lain. 54 Ketentuan ini sangat berbeda sekali dengan ketentuan yang terdapat dalam kitab undang-undang hukum pidana Indonesia, karena dalam KUHP pada prinsipnya tidak ada ancaman hukuman bagi seorang perawan dan bujang melakukan senggama terkecuali apabila salah satunya telah mempunyai pasangan, baik ia sebagai suami atau sebagai istri maka ada ancaman hukuman bagi mereka manakala istri atau suami yang tinggal serong itu mengadukan kepada yang berwajib, bila tidak bagi mereka adalah bebas. 55 Meskipun Pasal 420 dan Pasal 422 RUU-KUHP mengatur tentang larangan bagi orang-orang yang tidak terikat perkawinan bujang dengan gadis, atau duda dengan janda melakukan persenggamaan di luar perkawinan, namun menurut kedua Pasal tersebut, hubungan persenggamaan yang dilakukan orang-orang bersangkutan baru dianggap melanggar kesusilaaan, apabila masyarakat setempat merasa terganggu rasa kesusilaannya. Dan orang yang 54 Neng Djubaedah, Perzinaan Dalam Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia Ditinjau dari Hukum Islam, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2010, h.65. 55 Ashhari Abdul Ghofar, Pandangan Islam Tentang Zina dan Perkawinan Sesudah Hamil, Jakarta: Andes Utama,1993, cet.3, h.20.