Kesimpulan Pertimbangan Hukum Kronologi Putusan Nomor 1538Pdt.G2013PTgrs.

73 dan sebelum memberikan keterangan para saksi tersebut telah mengangkat sumpah, hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 147 HIR jo. Pasal 1911 KUHPerdata. Oleh karena itu para saksi yang dihadirkan Penggugat dan para saksi yang dihadirkan Tergugat telah memenuhi syarat formil sebagai bukti saksi. Pertimbangan kesembilan; sebelum mengungkapkan lebih jauh menegenai fakta yang diungkap dalam perkara aquo terlebih dahulu Majelis Hakim perlu mengemukakan makna zina dari berbagai sisi dan secara syar’i sehingga memberi kejelasan ketika hal itu harus di proyeksikan terhadap kasus aquo. Menurut Majelis bahwa perbuatan zina dalam agama Islam dianggap sebagai suatu perbuatan yang sangat keji dan terkutuk fashiyah, dan dianggap sebgai jarimah bentuk kejahatan, dimana pelakunya harus dihukum haddera atau rajam jika terbukti melakukan perbuatan ini, baik dengan bukti pengakuan atau dengan 4 empat orang saksi dimana masing- masing mereka sama-sama melihat pelaku zina pada saat berbuat zina dalam tempat dan waktu yang sama. Zina dalam bahasa arab disebut azzana, dalam bahasa Belanda disebut ‘overspel”. Dalam kamus bahasa Indonesia, zina mengandung makna sebagai berikut : a. Perbuatan bersenggama antara laki-laki dan perempuan yang tidak terikat oleh hubungan pernikahan perkawinan. 74 b. Perbuatan bersenggama seorang laki-laki yang terikat perkawinan dengan seorang perempuan yang bukan istrinya. Atau seorang perempuan yang terikat perkawinan dengan seorang laki-laki yang bukan suaminya. Menimbang bahwa dalam kepustakaaan Hukum Islam itu sendiri definisi zina adalah hubungan kelamin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan tanpa ikatan perkawinan, vide Imam Syafi’i,Al-Umm, Juz 6, hal 143, atau dikatakan oleh Abu Bakar Al-Jaziri dalam kitabnya Minhaj-al-Muslim hal. 432 disebutkan yang artinya “Zina adalah melakukan hubungan seksual yang diharamkan di kemaluan atau di dubur oleh dua orang yang bukan suami istri”. Menurut As-Shobuni dalam Kitab Tafsir Ayatul Ahkam, hal 6 yang mendefinisikan yang artinya “zina menurut bahasa adalah “Wathi’memasukkan kemaluan laki-laki dengan kemaluan perempuanyang diharamkan” , sedangkan menurut syar’i yaitu Wath’i memasukkan kemaluan laki-laki ke dalam kemaluan perempuan farj nya tanpa nikah dan tidak pula nikah syubhat”. Menururut Imam Taqiyudin Abu Bakar Muhammad Al Husaini dalam Kitab Kifayatul Akhyar Terjemahan halaman 365-366 mendefinisikan bahwa zina yaitu memasukkan kemaluan laki-laki sampai sebatas batang kemaluannya hasafahnya ke dalam kemaluan perempuan yang diharamkan. Sedangkan menurut R.Soesilo dalam bukunya KUHP serta komentar-komentarnya lengkap pasal demi pasal, hal. 209, bahwa zina adalah persetubuhan yang dilakukan oleh laki-laki atau perempuan yang telah kawin dengan perempuan atau laki-laki yang bukan istri atau suaminya. 75 Menimbang bahwa dari beberapa definisi di atas Majelis Hakim dapat menyimpulkan bahwa secara teori normative syar’i dapat dikatakan bahwa perzinaan adalah suatu hubungan seksual melalui pertemuan dua alat vital antara pria dan wanita di luar ikatan pernikahan”. Sehingga kalau seandainya dua orang pria berada di suatu tempat berdua-duaan berkhalwat sambil bertelanjang, bahkan bercium-ciuman tanpa melakukan persenggamaan itu tidak masuk dalam kategori zina. Menimbang bahwa kecuali itu dalam hukum Islam perbuatan zina masuk kategori jarimah hudud, yakni masuk ranah hukum pidana yang ketentuan hukum dan sangsi hukumnya telah ditetapkan secara qoth’i dalam Al- Qur’an dan hadits, sehingga ketika seseorang benar-benar terbukti berbuat zina maka yang bersangkutan wajib di had zina berupa sanksi hukum didera atau dirajam. Masalahnya bagaimana pembuktian seseorang yang dapat dikategorikan sebagai berbuat zina, maka baik Al- qur’an maupun hadits menjelaskan bahwa seseorang dapat dikatakan berbuat zina jika dia mengakui perbuatannya seperti yang dialami oleh Maiz di zaman Rasulullah dalam hadits Bukhari Muslim atau jika tidak harus ada empat orang saksi yang melihat orang itu sedang melakukan perbuatan zina. Menimbang bahwa mengenai pembuktian zina dalam agama Islam dijelaskan dalam Al- Qur’an surat An-Nur ayat 4 sebagai berikut :                     روّنلا : ٤ 76 Artinya : dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik berbuat zina dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, Maka deralah mereka yang menuduh itu delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. dan mereka Itulah orang-orang yang fasik. Menimbang bahwa terhadap perceraian dengan alasan zina menurut pendapat M. Yahya Harahap dalam bukunya kedudukan, kewenangan dan Acara Peradilan Agama halaman 321 bahwa pembuktian zina mengandung asas In Flagrante delicto. Keterbuktian suatu perbuatan zina yang dituduhkan kepada seseorang, pembuktiannya berupa alat bukti saksi dan agar supaya kesaksian tersebut mempunyai nilai kekuatan pembuktian para saksi harus benar-benar menyaksikan peristiwa zina yang dilakukan oleh seseorang yakni berada dalam tertangkap basah sedang berhubungan kelamin secara fisik dan biologis. Perbuatan zina tidak dapat didasarkan dari suatu konklusi apalagi berupa kesimpulan yang ditarik berdasarkan dugaan dari suatu keadaan dan peristiwa. Menimbang bahwa masalah zina ini hal sensitive dan krusial. Dalam Islam dibutuhkan empat orang saksi yang mengetahui dan melihat secara langsung, terjadinya perzinaan. Jika ada saksi yang memberikan keterangan tidak benar mengenai perzinaan, maka sanksinya akan sangat berat, bahkan 4 orang saksi yang dinilai mengetahui secara langsung tidak boleh hanya sekedar melihat laki-laki dan perempuan sedang berduaan di kamar, namun harus melihat secara langsung sedang terjadi persetubuhan antara laki-laki dan perempuan yang bukan suami istri. 77 Pertimbangan kesepuluh; Persoalan zina menurut pendapat Majelis Hakim jika faktanya sudah jelas bukanlah sepenuhnya menjadi domein saksi ahli, sehingga saksi ahli diperlukan hanya untuk meyakinkan Majelis tentang fakta hukum, sementara dalamm perkara aquo faktanya tidak jelas-jelas menunjukkan terhadap adanya perbuatan zina yang dilakukan oleh Tergugat, walaupun dalam sisi pergaulan dilihat dari fakta tersebut tidak dipungkiri Tergugat telah melampaui batas-batas pergaulan secara etika Islam. Pertimbangan kesebelas ; Meskipun photo dan sms Tergugat tersebut mempunyai nilai pembuktian ternyata tidak terdapat unsur-unsur perbuatan zina sebagaimana yang telah dipertimbangkan di atas begitupun saksi yang dihadirkann Penggugat hanya dua orang dan itupun tidak melihat langsung perbuatan zina hanya berupa kesimpulan dari photo yang dilihat saksi. Oleh karenanya dalil Penggugat yang mendasari alasan perceraian karena Tergugat seorang pezina suka berbuat zina dengan wanita pekerja seks komersial PSK dinyatakan tidak terbukti. Pertimbangan kedua belas; Mengenai dalil Penggugat terjadinya perselisihan dan pertengkaran dalam rumah tangga, dikarenakan karena dalil dan alasan gugatan Penggugat dibantah oleh Tergugat maka pasal 163 HIR jo. Pasal 1865 KUHPerdata, kepada penggugat harus dibebani wajib bukti atas dalil adanya perselisihan dan pertengkaran dalam rumah tangga dan kepada Tergugat haus dibebani wajib bukti atas dalil bantahannya bahwa kehidupan rumah tangganya masih tetap harmonis. 78 Pertimbangan ketiga belas; saksi kesatu Penggugat menerangkan bahwa sekitar tahun 2005 Penggugat pernah curhat kepada saksi bahwa rumah tangga Penggugat dengan Tergugat tidak rukun sejak awal berumah tangga sedangkan saksi kedua tahu bahwa rumah tangga Penggugat dengan Tergugat tidak rukun dari cerita anak saksi saksi kesatu sekitar bulan Januari 2012 yang lalu dan saksi kesatu dan saksi kedua Penggugat tidak pernah mendengar secara langsung adanya pertengkaran dan perselisihan antar Penggugat dan Tergugat. Oleh karenanya Majelis Hakim menilai kesaksian para penggugat bersifat testimonium de auditu, karena tidak berdasarkan apa yang dilihat, didengar atau dialami sendiri oleh para saksi tetapi merupakan kesimpulan dan kesan pribadi saksi berdasarkan ceritainformasi dari Penggugat. Majelis Hakim berpendapat berdasarkan Pasal 171 HIR jo Pasal 1907 KUHPerdata, kesaksian para saksi Pengugat tersebut tidak memenuhi syarat materiil sebagai alat bukti saksi sehingga kesaksian para saksi Penggugat tersebut tidak dapat dipertimbangkan. Pertimbangan Keempat belas; dua orang saksi yang dihadirkan Tergugat merupakan teman Tergugat dan saksi kesatu Tergugat pernah menjadi sopir Tergugat. Kedua orang saksi menerangkan bahwa saksi sering datang kerumah Penggugat dan Tergugat untuk sekedar nonton bareng dan ngobrol dan kedua orang saksi memberikan keterangan yang saling menguatkan bahwa sepengetahuan saksi rumah tangga Penggugat dan Tergugat baik-baik saja, kedua orang saksi tidak melihat adanya perselisihan 79 dan pertengkaran dalam rumah tangga Penggugat dan Tergugat bahkan menurut keterangan kedua orang saksi Penggugat dan Tergugat masih pergi ke pesta bersama dan mengadakan pesta khitanan anaknya yang kedua Penggugat dan Tergugat terlihat rukun-rukun saja, saksi tahu karena saksi sebagai panitia acara tersebut. Oleh karenanya Majelis Hakim menilai bahwa kesaksian para saksi Tergugat telah memenuhi syarat materil sebagai alat bukti saksi, karena para saksi Tergugat telah menerangkan apa yang dialaminya sendiri. Berdasarkan keterangan dua orang saksi tergugat yang saling menguatkan Majelis Hakim berpendapat bahwa Penggugat dan Tergugat pada dasarnya rukun dan harmonis dan belum dapat dianggap sebagai telah terjadi perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus dan sulit untuk dirukunkan lagi sebagaimana dimaksud Pasal 19 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975. Majelis Hakim berpendapat bahwa Penggugat tidak dapat membuktikan dalil-dalil dan alasan gugatan perceraian. Oleh karenanya gugatan penggugat harus dinyatakan ditolak dan gugatan Penggugat yang bersifat accesoir yakni gugatan hak asuh anak dan nafkah anak tidak dapat dipertimbangkan.

6. Putusan Hakim

DALAM EKSEPSI Menolak eksepsi Tergugat DALAM POKOK PERKARA 80 1. Menolak gugatan Penggugat 2. Membebankan kepada penggugat untuk membayar biaya perkara yang kini dihitung sebesar Rp.1.041.000,00 satu juta empat puluh satu ribu rupiah. 9

B. Analisis Penulis

Perbuatan zina adalah termasuk dosa besar dan keharamannya itu bersifat mutlak seperti tertera dalam nash, mendekati perbuatan zina saja sudah dilarang apalagi melakukannya. Islam sangat serius menghadapi persoalan zina tersebut dan menempatkannya sebagai masalah sosial yang kejahatannya merusak tatanan sosial. Perbuatan zina banyak menimbulkan kemudharatan salah satunya dapat merusak pondasi rumah tangga hingga berujung pada perceraian. 10 Sebagaimana yang telah dijelaskan Dari pengertiannya para ulama sepakat zina adalah hubungan seksual antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang tidak atau belum diikat dalam perkawinan tanpa disertai unsur keragu- raguan dalam hubungan tersebut. 11 Hubungan seksual yang diharamkan itu, yaitu menurut Abdul Qadeer ‘Audah, yaitu memasukkan penis laki-laki ke vagina perempuan, baik seluruhnya atau sebagian, iltiqaaa’ khitaanain. 12 Jadi Putusan Nomor 1538Pdt.Ag2013PA.Tgrs h. 53. 10 Wawancara Pribadi dengan Hakim Pengadilan Agama Tigaraksa Drs. Muhyar, SH, MH, M.Si Tigaraksa 09 April 2015. 11 Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 6 Cet. 1 Jakarta: Ichtiar Baruvan Hoeve, 1996, h. 2016. 12 Abdul Al-Qadir Audah, At-Tasyri Al Jinaiy Al Islami, Beirut: Daar Al Kitab Al-Arabi, t.th, Juz 2, h. 349 81 berciuman, oral seks, berkhalwat tanpa melakukan persetubuhan tidak termasuk dalam kategori zina. Dikarenakan hukuman bagi pelaku zina sangat berat maka kriteria dari pembuktian zina sangatlah hati-hati. Pembuktian perbuatan zina berupa: 1. Pengakuan Iqrar 2. 4 empat orang saksi yang melihat secara langsung perzinaan atau masuknya alat kelamin laki-laki penis masuk penetrasi ke dalam vagina perempuan pada tempat dan waktu yang sama. 3. Qarinah 4. Li’an Perceraian dengan alasan zina diatur dalam pasal 87 dan 88 Undang- Undang No 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama Perubahan kedua dengan Undang-Undang No 50 Tahun 2009 Tentang Peradilan Agama sebagai berikut; Pasal 87 1 “Apabila permohonan atau gugatan cerai atas alasan salah satu pihak melakukan zina sedagkan pemohon atau penggugat tidak dapat melengkapi bukti-bukti dan termohon atau tergugat menyanggah alasan tersebut dan hakim berpendapat bahwa permohonan atau gugatan itu bukan tida pembuktian sama sekali serta upaya peneguhan alat bukti tidak mungkin lagi diperoleh baik dari pemohon atau pun penggugat maupun dari termohon ataupun tergugat, maka hakim kareena jabatannya dapat menyuruh pemohon atau penggugat untuk bersumpah ” Pasal 872 82 “pihak termohon atau tergugat diberi kesempatan pula untuk meneguhkan sanggahannya dengan cara yang sama.” Pasal 881 “Apabila sumpah dilakukan oleh suami maka penyelesaiannya dapat dilaksankan dengan cara li’an.” Pasal 882 “Apabila sumpah dilakukan oleh isteri maka penyelesaian dengan cara hukum acara yang berlaku” Dalam perkara ini yang menjadi alasan pokok menggugat cerai suaminya adalah karena suami gemar melakukan pesta seks zina dengan pekerja seks komersial PSK. Akibatnya dari perbuatannya menyebabkan perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus. Dalam hal ini hakim menolak gugatan Penggugat. Berdasarkan Pasal 882 Undang No 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama Perubahan kedua dengan Undang-Undang No 50 Tahun 2009 Tentang Peradilan Agama penulis berpendapat bahwa pembuktian zina juga dilakukan berdasarkan hukum acara yang berlaku. Dalam pembuktian zina penggugat memberikan bukti-bukti : - Print Out Photo, BBM dan SMS Chatting Tergugat dengan Perempuan dengan pihak ketiga dari Blackberry Bold 9000. - Fotokopi Akta Pernyataan Notaris Nomor 06 Tanggal 09 Desember 2013 mengenai hasil print out dari Blackberry Bold 9000.