Hubungan Antara Status Gizi dengan Kelelahan Kerja

6.3.4 Hubungan Antara Status Gizi dengan Kelelahan Kerja

Status gizi merupakan salah satu faktor yang diduga berhubungan untuk terjadinya kelelahan kerja pada karyawan di instalasi gizi RSUD Pasar Rebo tahun 2011. Berdasarkan tabel 5.9, didapatkan hasil bahwa dari 4 responden yang memiliki status gizi obesitas yaitu sebanyak 3 orang 75 sebagian besar mengalami kelelahan berat, 1 orang 25 mengalami kelelahan ringan. Responden yang memiliki status gizi gemuk yaitu sebanyak 3 orang 50 sebagian besar mengalami kelelahan berat, 1 orang 16,7 mengalami kelelahan kerja sedang dan 2 orang 33,3 mengalami kelelahan kerja ringan. Sedangkan dari 22 responden yang memiliki status gizi normal yaitu sebanyak 11 orang dengan status gizi normal 50 sebagian besar mengalami kelelahan berat, 8 orang 36,4 mengalami kelelahan kerja sedang, dan 3 orang 13,6 mengalami kelelahan kerja ringan. Menurut teori Hartz et al 1999 dalam safitri 2008 kelelahan terjadi pada IMT yang lebih tinggi yaitu obesitas. Secara persentase dapat dilihat bahwa kelelahan kerja berat yang dialami oleh karyawan lebih banyak terjadi pada karyawan yang memiliki status gizi obesitas. Dengan demikian hasil penelitian ini sesuai dengan teori tersebut. Kemudian berdasarkan jumlah, sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Handayani 2005 yaitu berdasarkan hasil menunjukkan bahwa responden yang memiliki status gizi normal sebagian besar mengalami kelelahan. Namun secara persentase, hasil ini tidak sejalan dengan teori Budiono 2003 yang menyatakan bahwa seorang pekerja dengan keadaan gizi yang baik akan memiliki kapasitas kerja dan ketahanan tubuh yang lebih baik, begitu juga sebaliknya. Pada keadaan gizi buruk dengan beban kerja berat akan mengganggu kerja dan menurunkan efisiensi serta ketahanan tubuh sehingga mudah terjangkit penyakit dan mempercepat timbulnya kelelahan. Tubuh memerlukan zat-zat dari makanan untuk pemeliharaan tubuh, dan diperlukan juga untuk pekerjaan yang meningkat sepadan dengan lebih beratnya pekerjaan. Berdasarkan hasil uji statistik, didapatkan Pvalue sebesar 0,354 , artinya pada α = 5 dapat disimpulkan bahwa status gizi tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan kelelahan kerja. Namun tidak sejalan dengan itu, penelitian yang dilakukan oleh Handayani 2005 berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa status gizi memiliki hubungan bermakna dengan tingkat kelelahan dengan nilai pvalue = 0,001. Dan tidak sejalan juga dengan teori yang diungkapkan oleh Oentoro 2004 dimana hasil riset menunjukkan bahwa secara klinis terdapat hubungan antara status gizi seseorang dengan performa tubuh secara keseluruhan, orang yang berada dalam kondisi gizi yang kurang baik dalam arti intake makanan dalam tubuh kurang dari normal maka akan lebih mudah mengalami kelelahan dalam melakukan pekerjaan. Hal ini mungkin disebabkan oleh persentase karyawan di instalasi gizi menurut status Gizi IMT paling besar berada pada status gizi obesitas dan lebih banyak yang mengalami kelelahan kerja berat dibandingkan dengan status gizi Gemuk dan normal dengan persentase 75. Kemudian mengingat karyawan dengan status gizi gemuk dan normal memiliki persentase yang sama untuk mengalami kelelahan kerja berat yaitu sebesar 50. Sehingga ada kemungkinan bahwa kelelahan kerja berat yang dialami karyawan yang memiliki status gizi obesitas, status gizi gemuk dan status gizi normal tidak memiliki perbedaan yang bermakna. Dapat pula dikarenakan variabel lain yang tidak diteliti oleh peneliti yaitu faktor biologis genetik dan hormon, faktor psikologis emosi, faktor sosial budaya ekonomi, status perkawinan dan pengetahuan gizi, pola konsumsi makanan, dan faktor perilaku kebiasaan merokok dan aktifitas fisik. Selain itu, dalam Tarwaka et, al, 2004 menyebutkan bahwa status gizi berhubungan erat dan berpengaruh pada produktifitas dan efisiensi kerja. Dalam melakukan pekerjaan tubuh memerlukan energi, apabila kekurangan baik secara kualitatif maupun kuantitatif kapasitas kerja akan terganggu. Menurut Suma’mur 1982 dan Grandjean 1993 dalam Tarwaka 2004 bahwa selain jumlah kalori yang tepat, penyebaran persediaan kalori selama masa bekerja adalah sangat penting. Menurut cicih 1996, status gizi yang baik dengan asupan kalori dalam jumlah dan waktu yang tepat berpengaruh secara positif terhadap daya kerja pekerja. Sebaliknya status gizi yang kurang atau berlebihan dan asupan kalori yang tidak sesuai dengan jumlah maupun waktu menyebabkan rendahnya ketahanan kerja ataupun perlambatan gerak sehingga menjadi hambatan bagi tenaga kerja dalam melaksanakan aktifitasnya. Artinya apabila asupan kalori tenaga kerja tidak sesuai dengan kebutuhannya maka tenaga kerja tersebut akan lebih cepat merasakan lelah dibandingkan dengan tenaga kerja dengan asupan kalori yang memadai, sehingga tenaga kerja tersebut harus mendapatkan masukan kalori yang optimal terutama pada pagi hari karena kalori yang terpenuhi pada saat memulai pekerjaan akan berdampak terhadap kelelahan pada saat ia bekerja terutama kelelahan menjelang siang hari . Kemudian variabel lain yang tidak diteliti yaitu penggunaan energi terkait dengan tenaga aerobik. Menurut Annis McConville dalam Tarwaka et al 2004 merekomendasikan bahwa penggunaan energi tidak melebihi 50 dari tenaga aerobik maksimum untuk kerja 1 jam, 40 untuk kerja 2 jam dan 33 untuk kerja selama 8 jam terus-menerus. Nilai tersebut didesain untuk mencegah kelelahan yang dipercaya dapat meningkatkan risiko cidera otot skeletal pada tenaga kerja. Untuk menyeimbangkan keadaan gizi tenaga kerja, pihak Rumah Sakit Umum Daerah Pasar Rebo menyediakan makanan tambahan dengan memperhatikan gizi kerja karyawan. Gizi kerja berarti nutrisi yang diperlukan oleh para pekerja untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan jenis pekerjaan. Gizi pekerjaan ditujukan untuk kesehatan dan daya kerja tenaga kerja yang setinggi-tingginya. Pekerjaan memerlukan tenaga yang sumbernya berasal dari makanan. Hal ini berarti RSUD Pasar Rebo juga memperhatikan kesehatan dan kesejahteraan para karyawannya. 6.3.5 Hubungan Antara Shift Kerja dengan Kelelahan Kerja Berdasarkan tabel 5.10, didapatkan hasil bahwa diantara 6 responden yang bekerja dengan sistem shift siang yaitu sebanyak 5 orang 83,3 sebagian besar mengalami kelelahan berat, 1 orang 16,7 mengalami kelelahan kerja sedang. Responden yang bekerja dengan sistem shift pagi yaitu sebanyak 10 orang 47,6 sebagian besar mengalami kelelahan berat, 6 orang 28,6 mengalami kelelahan kerja sedang dan sebanyak 5 orang 23,8 mengalami kelelahan kerja ringan. Sedangkan responden yang bekerja dengan sistem shift malam sebagian besar mengalami kelelahan berat dan sedang masing-masing sebanyak 2 orang 40 dan 1 orang 20 mengalami kelelahan ringan. Kuswadji 1997 dalam penelitiannya mengenai pengaturan kerja pekerja shift dijelaskan bahwa terdapat beberapa gangguan kesehatan yang dirasakan oleh pekerja shift salah satunya adalah 80 akan mengalami kelelahan. Pheasant 1991 menyatakan bahwa para pekerja di sektor industri pada negara berkembang menggunakan shift kerja antara 15 dan 30. Setiap sistem shift memiliki keuntungan dan kerugian. Dari sistem tersebut dapat menimbulkan akibat pada kenyamanan, kesehatan, kehidupan sosial, dan performance kerja. Sejalan dengan itu pada penelitian yang dilakukan Yusri 2006, menunjukkan bahwa pekerja pada shift malam mengalami kelelahan tingkat sedang yaitu sebesar 53,3, sedangkan pekerja pada shift pagi sebanyak 33,3 mengalami kelelahan sedang. Penelitian lain oleh Tarigan 2006, diketahui bahwa pekerja merasa sangat lelah paling banyak pada pekerja shift malam yaitu sebesar 50. Kelelahan kerja yang terjadi pada karyawan di instalasi gizi RSUD Pasar Rebo karena banyak karyawan pada shift pagi kembali bekerja siang harinya yang semestinya mereka harus beristirahat dikarenakan adanya sistem nerus, sehingga mereka tidak pernah sempurna dalam memenuhi waktu tidur dan istirahatnya dalam upaya mengadaptasikan irama tubuh untuk bangun pada malam hari ketika mendapat bagian shift malam pada keesokan harinya. Kelelahan kerja ini dapat terjadi dari hari ke hari sehingga kelelahan tersebut dapat terakumulasi sampai pada level yang tidak aman. Sedangkan pada pekerja yang bekerja dengan jadwal shift rotasi dihadapkan pada permasalahan yang hampir sama dengan shift permanen. Karena waktu shift yang selalu berubah, karyawan tidak pernah secara sempurna untuk beradaptasi pada satu set jadwal kerja tersebut. Dengan demikian biasanya jadwal rotasi diterapkan atas dasar keadilan terhadap pekerjanya. Dalam Al- qur’an dan dalam tafsir Al-Misbah, Allah SWT juga telah menjelaskan bahwa Dia telah menciptakan waktu siang agar manusia bekerja dan mencari nafkah dan waktu malam merupakan waktu yang disediakan untuk istirahat. Sebagaimana tertuang dalam surat Al-Qashash : 73, Ar-Ruum : 23, dan An- Naba’ : 9-11 Al-Qashash ayat 73 Artinya: “Dan karena rahmat-Nya, Dia jadikan untukmu malam dan siang, supaya kamu beristirahat pada malam itu dan supaya kamu mencari sebahagian dari karunia- Nya pada siang hari dan agar kamu bersyukur kepada-Nya. ” Pergantian siang dan malam dengan fungsinya masing-masing yaitu siang yang digunakan untuk berusaha mencari rezeki dan malam digunakan untuk istirahat melepaskan lelah, sehingga pulih kembali tenaga yang telah dipergunakan pada siang harinya, adalah suatu rahmat besar dari Allah SWT yang tak ternilai harganya, yang wajib di syukuri. Sesuatu nikmat yang tak dapat disyukuri akan hilang lenyap dicabut dan ditarik kembali oleh Allah SWT. Ar Ruum ayat 23 Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah tidurmu di waktu malam dan siang hari dan usahamu mencari sebagian dari karuniaNya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mendengarkan. ” Ayat ini masih membicarakan tentang tanda-tanda kekuasaan dan kebesaran Allah, alam semesta dan hubungannya dengan keadaan manusia. Pergantian siang dan malam, serta tidurnya manusia di malam hari dan bangunnya mencari rezeki di siang hari. Manusia tidur di malam hari agar badannya mendapatkan ketenangan dan istirahat, untuk memulihkan tenaga-tenaga yang digunakan waktu bangunnya. Tidur dan bangun itu silih berganti dalam kehidupan manusia, seperti silih bergantinya siang dan malam di alam semesta ini. Dengan keadaan yang silih berganti itu seperti tidur dan bangun bagi manusia. Ia akan mengetahui nikmat Allah serta kebaikan Nya. Di waktu tidur manusia akan mendapatkan makanan yang baik bagi organ tubuhnya begitu juga dia akan mendapatkan di waktu bangun pergerakan anggota tubuhnya dengan leluasa. Dalam ayat ini tidur di dahulukan dari bangun, padahal kelihatannya bangun itu lebih penting dari pada tidur. Karena di waktu bangun itu orang bekerja berusaha dan melaksanakan tugas. Tugas dan kewajibannya dalam hidup, yang terkandung dalam perkataan Nya. “dan usahamu mancari sebagian dari karunia Nya”. Agar nikmat tidur itu diperhatikan. Pada umumnya manusia itu sedikit sekali yang memperhatikannya. Tidur merupakan pengasingan manusia dan kesibukan-kesibukan hidup, dan terputusnya hubungan antara jiwanya dengan Zatnya sendiri. Seakan-akan identitasnya hilang di waktu itu. Dari segi inilah kebanyakan manusia memandang tidur itu sebagai suatu hal yang tidak penting. Ini adalah pengertian yang sudah salah dalam memahami nikmat yang besar itu yang dianugerahkan Tuhan kepada manusia. Apabila tidur dianggap sebagai nikmat nyata, maka sesungguhnya Allah SWT telah menyediakan malam sebagai waktu yang tepat untuk tidur. Tidur adalah nikmat yang jelas seperti terbaca dalam firman Allah SWT dalam Q.S Al-Qashash ayat 72 : Artinya: Katakanlah : “Terangkanlah kepadaku, jika Allah menjadikan untukmu siang itu terus menerus sampai hari kiamat, siapakah Tuhan selain Allah yang akan mendatangkan malam kepadamu yang kamu beristirahat padanya? Maka apakah kamu tidak memperhatikan?”. Malam itu tak ubahnya sebagai layar yang menutupi makhluk-makhluk hidup termasuk manusia. Lalu Dia mengantarkan mereka kepada ketenangan, kemudian tidur. Sesungguhnya malam itu merupakan kekuasaan yang memaksakan kehendaknya. Sebagaimana siang yang juga merupakan kekuasaan yang memaksakan kehendaknya kepada semua makhluk hidup. Yang terdahulu untuk tidur, dan yang terakhir untuk bangun. Yang tedahulu adalah mati kecil, karena dalam waktu tidur itu Allah memegang jiwa manusia kemudian dilepaskannya di wkatu dia bangun di siang hari, agar ia dapat bekerja, dan disempurnaknnya ajalnya yang telah di tentukan Nya. Allah berfirman dalam Q.S ayat Al- An’am ayat 60 : Artinya: “Dan Dialah yang menidurkan kamu di malam hari dan Dia mengetahui apa yang kamu kerjakan pada siang hari, kemudian Dia membangunkan kamu pada siang hari untuk disempurnakan umurmu yang telah di tentukan, kemudian kepada Allah- lah kamu kembali”. An- Naba’ ayat 9-11 Ayat 9: Artinya: “Dan Kami jadikan tidurmu untuk istirahat,” Dan Kami jadikan tidurmu pada malam hari untuk beristirahat dari kesibukan pekerjaan pada siang hari, agar mengahasilkan berbagai-bagai mata pencaharian, supaya dengan istirahat waktu tidur itu, dapat mengembalikan daya dan kekuatan untuk melangsungkan pekerjaanmu pada keesokan harinya. Seandainya tidak diselingi oleh istirahat tidur tentu kekuatan akan merosot sehingga tidak dapat melangsungkan tugas sehari-hari. Ayat 10: Artinya : “Dan Kami jadikan malam sebagai pakaian[1546],” [1546]. Malam itu disebut sebagai pakaian karena malam itu gelap menutupi jagat sebagai pakaian menutupi tubuh manusia. Dan Kami jadikan malam sebagai pakaian. Maksudnya malam itu gelap menutupi permukaan bumi sebagaimana pakaian menutup tubuh manusia. Hal itu berarti bahwa malam itu berfungsi sebagai pakaian bagi manusia yang dapat menutupi aurat manusia di waktu tidur dari pandangan orang-orang yang mungkin melihatnya. Demikian pula sebagai pakaian, maka gelap malam itu dapat melindungi dan menyembunyikan seseorang yang tidur dari bahaya atau musuh yang sedang mengancam. Ayat 11: Artinya: “Dan Kami jadikan siang untuk mencari penghidupan,” Dan kami jadikan siang untuk berusaha dan mencari rezeki yang diperlukan dalam kehidupan dan untuk hidup bermasyarakat. Begitulah Allah memberikan umat islam nikmat begitu luar biasanya dan ajaran islam yang sangat menganjurkan kepada manusia agar menggunakan waktu dengan tepat dan sesuai dengan kebutuhan. Manusia dianjurkan untuk senantiasa hidup dengan penuh keteraturan dan keseimbangan. Namun pada kenyataannya tidak semua sektor pekerjaan yang mampu menerapkan firman Allah SWT tersebut dengan beberapa alasan, dan terkadang ada sesuatu pekerjaan tertentu yang menuntut pekerjanya untuk bekerja pada waktu malam, misalnya pekerja-pekerja di Rumah Sakit termasuk juga pada karyawan di Instalasi Gizi RSUD Pasar Rebo Jakarta. Keinginan akan hasil produksi yang maksimal mengharuskan suatu perusahaan atau instansi yang memperkerjakan tenaga kerja melakukan kerja bergilir Shift Work pagi, siang, dan malam yang mengharuskan karyawan dipekerjakan 24 jam dengan penjadwalan atau rotasi tertentu Astrand, 1986. Berdasarkan hasil uji statistik, didapatkan Pvalue sebesar 0,373 , artinya pada α = 5 dapat disimpulkan bahwa Shift kerja tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan kelelahan kerja. Namun tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Yusri 2006, menunjukkan bahwa berdasarkan uji statistik diketahui terdapat hubungan yang bermakna antara kerja shift dengan kejadian kelelahan dengan pvalue = 0,000. Penelitian lain oleh Tarigan 2006, diketahui bahwa pekerja merasa sangat lelah paling banyak pada pekerja shift malam yaitu sebesar 50. Pada hasil uji statistik menunjukkan bahwa shift kerja berpengaruh terhadap terjadinya kelelahan kerja. Hal ini mungkin disebabkan oleh penerapan shift kerja yang diterapkan oleh pihak Rumah Sakit khususnya untuk di Instalasi Gizi yaitu menerapkan sistem nerus, karyawan pada shift pagi dan shift siang memiliki jam kerja 7 jam yang berbeda dengan jam kerja karyawan pada shift malam 11 jam, setiap sistem shift yang diberlakukan di Instalasi gizi ada waktu libur selama dua hari setelah 4 hari kerja, namun tidak terjadwal dengan baik. Seluruh karyawan pernah bekerja pada semua shift sehingga kemungkinan karyawan mengalami kelelahan kerja yang sama setiap waktunya. Selain itu, karyawan juga di hadapkan oleh beban kerja yang semakin berat. Sehingga karyawan sebagian besar mengalami kelelahan kerja berat. Hal ini terlihat pada karyawan dengan shift kerja malam sebagian besar memiliki beban kerja sedang 66,7. Kemudian karyawan dengan shift kerja pagi sebagian besar memiliki beban kerja sedang sebesar 66,7, dan karyawan dengan shift kerja siang sebagian besar memiliki beban kerja sedang 27,3.

6.3.6 Hubungan Antara Beban Kerja dengan Kelelahan Kerja