Keterbatasan Penelitian Kelelahan Kerja

143

BAB VI PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian

Dalam melakukan penelitian, peneliti menyadari terdapat keterbatasan dan kelemahan dalam penelitian ini yaitu : 1. Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional yang hanya menggambarkan variabel yang diteliti yaitu independen terhadap dependen pada waktu yang sama sehingga memiliki hubungan kausal sebab akibat yang lemah. 2. Bagian kerangka konsep dalam penelitian ini hanya menghubungkan variabel-variabel independen yang diperkirakan memiliki hubungan dengan variabel dependen. 3. Pengambilan gambar aktifitas pekerjaan tidak maksimal karena dokumentasi berupa foto hanya menggunakan kamera yang memiliki resolusi rendah. 4. Perhitungan beban kerja menggunakan nilai estimasi dari NIOSH dengan standar berat badan pekerja 70 kg, sedangkan karyawan instalasi gizi tidak seluruh nya dengan berat badan 70 kg sehingga perhitungan dengan menggunakan nilai estimasi NIOSH kurang sesuai.

6.2 Kelelahan Kerja

Kelelahan dapat diartikan sebagai suatu kondisi menurunnya efisiensi, performa kerja, dan berkurangnya kekuatan atau ketahanan fisik tubuh untuk terus melanjutkan kegiatan yang harus dilakukan Wignjosoebroto, 2003. Menurut Grandjean 1997 kelelahan kerja merupakan gejala yang ditandai adanya perasaan lelah dan akan merasa segan dan aktifitas akan melemah serta ketidakseimbangan. Selain itu, keinginan untuk berusaha melakukan kegiatan fisik dan mental akan berkurang karena disertai perasaan berat, pening dan capek. Istilah kelelahan biasanya menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari setiap individu, tetapi semuanya bermuara kepada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh Tarwaka et al, 2004. Suma’mur 1996 menyatakan bahwa kelelahan kerja merupakan proses menurunnya efisiensi, performance kerja dan berkurangnya kekuatan ketahanan fisik tubuh untuk terus melanjutkan kegiatan yang harus dilakukan. Berdasarkan tabel 5.3 hasil penelitian yang dilakukan pada 32 karyawan Instalasi Gizi RSUD Pasar Rebo tahun 2011 menunjukkan bahwa sebanyak 17 pekerja 53,1 mengalami kelelahan berat, responden yang mengalami kelelahan kerja sedang sebanyak 9 orang 28,1 dan sebanyak 6 orang 18,8 responden mengalami kelelahan kerja ringan. Pengukuran kelelahan kerja yaitu dengan reaction timer test, dilakukan dalam 5 kali pengukuran, kemudian dilihat pada hasil rata-rata kelima pengukuran tersebut. Berdasarkan hasil wawancara terhadap kuesioner dan pengamatan gejala kelelahan kerja serta pengukuran secara objektif yang mendukung hasil pengukuran pada saat wawancara yang termuat dalam kuesioner IFRC International Fatigue Research Comitte pada tabel 5.4 yaitu pertanyaan nomor B4 yang dilihat langsung oleh peneliti, B22 dengan meminta karyawan menggerakkan bahunya kemudian peneliti melihat pergerakan bahu sekaligus menanyakan apakah bahu terasa kaku, dan B29 dengan meletakkan dua buah buku ke tangan pekerja kemudian dilihat apakah bergetar. Berdasarkan hasil tersebut didapatkan bahwa prevalence rate pada keluhan kelelahan kerja pada saat sebelum bekerja diketahui bahwa presentase karyawan mengalami kelelahan kerja rata-rata dengan gejala sangat haus 18,8, lelah pada seluruh badan dan kaki terasa berat 9,38 serta merasa berat di bagian kepala, menguap, mengantuk, kaku dan canggung dalam gerakan, ingin berbaring merasa sakit di kepala dengan persentase sebesar 3,12. Sedangkan pada saat setelah bekerja di dapatkan hasil persentase karyawan mengalami kelelahan kerja rata-rata dengan gejala lelah pada seluruh badan 94, menguap 97, mengantuk 91, merasa sangat haus 88, kaku di bagian bahu 81. Berdasarkan hasil uji statistik, diketahui bahwa kelelahan kerja yang terjadi pada karyawan di Instalasi Gizi RSUD Pasar Rebo Jakarta tahun 2011 memiliki perbedaan bermakna antara kelelahan kerja yang terjadi pada saat sebelum bekerja dengan kelelahan kerja pada saat setelah bekerja dengan nilai Pvalue 0,000. Setiap orang pernah mengalami kondisi lelah, karena kemampuan tubuh untuk tetap terjaga memiliki batas tertentu. Hampir seluruh orang merasakan kondisi lelah setelah melakukan aktifitasnya seharian. Begitupun dengan para pekerja yang harus tetap terjaga selama 8 jam demi memenuhi tugas dan shift kerjanya. Job dan Dalziel 2001 dalam Australian Safety and Compensation Council 2006 mendefinisikan kelelahan berdasarkan pada tingkatan keadaan otot tubuh, viscera atau sistem syaraf pusat dimana didahului oleh aktifitas fisik dan proses mental, serta waktu istirahat yang mencukupi, sebagai hasil dari kapasitas sel yang tidak mencukupi atau cakupan energi untuk memelihara tingkatan aktifitas yang alami dan atau diproses dengan menggunakan sumber-sumber yang normal. Kondisi kelelahan di tempat kerja memang tidak bisa dipandang sebelah mata, karena sangat berpengaruh terhadap efektifitas, produktifitas serta keselamatan pekerja pada umumnya. Timbulnya rasa lelah dalam diri manusia merupakan proses yang terakumulasi dari berbagai penyebab dan mendatangkan ketegangan stress yang dialami tubuh manusia. Untuk menghindari akumulasi kelelahan yang terlalu berlebihan, diperlukan adanya keseimbangan antara sumber datangnya kelelahan faktor penyebab kelelahan dengan proses pemulihan recovery. Proses pemulihan dapat dilakukan dengan cara memberikan waktu istirahat yang cukup sekitar 30-60 menit dan terjadwal. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden dapat diketahui bahwa kelelahan kerja di duga dapat dipengaruhi oleh faktor umur, jenis kelamin, masa kerja, status gizi, status kesehatan, beban kerja, shift kerja, dan risiko ergonomi kerja. Agar kelelahan kerja pada karyawan menjadi lebih rendah, disarankan agar Rumah Sakit memberikan materi pendidikan dan pelatihan pada pekerja tentang kelelahan kerja dan dampak dari kelelahan kerja serta pencegahannya guna meningkatkan kesadaran karyawan agar kondisi kelelahan kerja dapat di minimalkan.

6.3 Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kelelahan Kerja