Teori Pertumbuhan dan Pembangunan Ekonomi
13 Pada tahap tinggal landas, terjadi perubahan yang drastis dalam
masyarakat seperti revolusi politik, terciptanya kemajuan yang pesat dalam inovasi atau berupa terbukanya pasar-pasar baru. Sebagai
akibat dari perubahan-perubahan tersebut akan terjadi peningkatan investasi. Investasi yang
semakin tinggi akan mempercepat laju pertumbuhan pendapatan nasional dan melebihi tingkat pertumbuhan penduduk sehingga tingkat pendapatan perkapita
semakin besar. Kemampuan suatu negara untuk mengerahkan sumber-sumber modal dalam negeri menjadi penting, karena kenaikan tabungan dalam negeri
peranannya besar dalam menciptakan tahap lepas landas. Tiga kondisi penting yang merupakan prasyarat bagi tahap tinggal landas adalah: 1 kenaikan output
per kapita harus melebihi tingkat pertumbuhan penduduk untuk mempertahankan tingkat pendapatan per kapita yang lebih tinggi di dalam perekonomian,
2 perkembangan salah satu atau beberapa sektor penting dalam perekonomian, dan 3 munculnya kerangka budaya yang mendorong ekspansi di sektor modern.
Tahap menuju kedewasaan diartikan sebagai masa dimana masyarakat sudah secara efektif menggunakan teknologi modern pada hampir semua kegiatan
produksi. Selanjutnya berbagai sektor penting baru tercipta, tingkat investasi neto lebih dari 10 persen dari pendapatan nasional, dan perekonomian mampu
menahan segala goncangan yang tak terduga. Tahap terakhir dari proses pembangunan ekonomi menurut Rostow adalah tahap konsumsi tinggi. Pada tahap
ini perhatian masyarakat lebih menekankan pada masalah-masalah yang berkaitan dengan konsumsi dan kesejahteraan masyarakat bukan lagi pada masalah
produksi. Kecenderungan kepada konsumsi besar-besaran barang tahan lama,
14 ketiadaan pengangguran, dan peningkatan kesadaran akan jaminan sosial,
membawa kepada laju pertumbuhan ekonomi yang semakin tinggi. Salah satu model teoritis tentang pembangunan Lewis yang paling terkenal
yaitu transformasi struktural structural transformation suatu perekonomian subsisten. Model pembangunan oleh Lewis, perekonomian yang terbelakang
dibagi atas dua sektor, yaitu: 1 sektor tradisional, yaitu sektor perdesaan subsisten yang kelebihan penduduk dan ditandai dengan produktivitas marginal
tenaga kerja sama dengan nol dan mendefinisikannya sebagai kondisi surplus tenaga kerja sebagai suatu fakta bahwa sebagian tenaga kerja tersebut ditarik dari
sektor pertanian dan sektor tersebut tidak akan kehilangan output dan 2 sektor industri perkotaan modern yang tingkat produktivitasnya tinggi dan menjadi
tempat penampungan tenaga kerja yang ditransfer secara perlahan dari sektor subsisten Lewis 1954, diacu dalam Ghatak and Ingersent 1984.
Perhatian utama dari model ini diarahkan pada terjadinya pengalihan tenaga kerja serta pertumbuhan output dan peningkatan penyerapan tenaga kerja
di sektor modern. Pengalihan tenaga kerja dan pertumbuhan kesempatan kerja tersebut dimungkinkan oleh adanya perluasan output pada sektor modern tersebut.
Adapun laju terjadinya perluasan tersebut ditentukan oleh tingkat investasi di bidang industri dan akumulasi modal secara keseluruhan di sektor modern.
Peningkatan investasi itu sendiri dimungkinkan oleh adanya kelebihan keuntungan sektor modern dari selisih upah dengan asumsi bahwa para pengusaha
bersedia menanamkan kembali seluruh keuntungannya. Kritik terhadap asumsi- asumsi dari model Lewis antara lain:
15 1. Model Lewis secara implisit menganggap bahwa tingkat perpindahan tenaga
kerja dan tingkat penciptaan tenaga kerja di sektor modern proporsional dengan akumulasi modal investasi. Semakin cepat tingkat akumulasi
modalnya, maka semakin tinggi tingkat pertumbuhan sektor modern dan semakin cepat pula penciptaan lapangan kerja baru. Akan tetapi bagaimana
bila keuntungan investor tersebut diinvestasikan kembali ke barang-barang modal yang lebih modern dan menghemat tenaga kerja, sudah tentu yang
terjadi adalah jumlah tenaga kerja yang diserap akan menjadi lebih kecil bila dibandingkan dengan teknologi padat karya.
2. Asumsi kedua dari model Lewis adalah adanya dugaan bahwa terjadi surplus tenaga kerja di daerah perdesaan sedangkan daerah perkotaan terjadi
penyerapan faktor-faktor produksi secara optimal full employment. Akan tetapi pada kenyataannya menunjukkan bahwa pada umumnya di negara-
negara berkembang jumlah pengangguran di perkotaan cukup besar tetapi hanya sedikit surplus tenaga kerja di perdesaan.
3. Asumsi dari model Lewis yang juga tidak realistis adalah anggapan bahwa upah nyata di perkotaan akan selalu tetap sampai pada suatu titik dimana
penawaran dari surplus tenaga kerja di perdesaan habis terpakai. Tetapi salah satu gambaran dari pasar tenaga kerja dan penentuan tingkat upah perkotaan
di hampir semua negara berkembang adalah adanya kecenderungan tingkat upah untuk meningkat dari waktu ke waktu atau naik sepanjang waktu baik
secara absolut maupun relatif meskipun adanya kenaikan tingkat pengangguran di sektor modern dan produktivitas marginal yang rendah atau
nol di sektor modern.
16 4. Asumsi tingkat hasil yang semakin menurun di sektor modern. Pada faktanya
bahwa tingkat hasil yang semakin meningkat juga terjadi di sektor modern. Di negara berkembang khususnya Indonesia, ternyata model Lewis tidak
dapat menjawab permasalahan tentang penawaran tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri. Masalahnya penerapan model Lewis sangat
tergantung pada tingkat dan jenis teknologi yang digunakan investor. Apabila para pengusaha menggunakan teknologi padat modal dan perluasan hanya terjadi pada
industri hulu, maka surplus tenaga kerja di sektor pertanian tidak dapat terserap semuanya oleh sektor industri.
Fei dan Ranis menyempurnaan model Lewis mengenai penawaran tenaga kerja tidak terbatas. Model Lewis lebih mengkaji pertumbuhan di sektor modern
dan mengabaikan pengembangan sektor pertanian. Sedangkan Model Fei-Ranis menunjukkan adanya interaksi antara sektor industri dan sektor pertanian di dalam
mempercepat pembangunan. Menurut model Fei-Ranis, kecepatan transfer tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor nonpertanian industri tergantung pada:
1 tingkat pertumbuhan penduduk, 2 perkembangan teknologi di sektor pertanian, dan 3 tingkat pertumbuhan stok modal industri. Keseimbangan
pertumbuhan kedua sektor ini menjadi prasyarat untuk menghindari stagnasi dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Kedua sektor ini harus tumbuh secara
seimbang dan transfer penyerapan tenaga kerja di sektor industri harus lebih cepat dari pertumbuhan angkatan kerja. Pertumbuhan berimbang memerlukan investasi
serentak di sektor pertanian dan sektor industri dalam perekonomian Fei and Ranis 1964, diacu dalam Ghatak and Ingersent 1984.
17