Keterkaitan ke Depan Keterkaitan Sektor Pertanian dengan Sektor Ekonomi Lainnya 1. Keterkaitan ke Belakang
97 akhir sebesar satu rupiah, maka kemampuan sektor padi untuk mengalokasikan
outputnya kepada komoditi padi itu sendiri dan sektor-sektor ekonomi lainnya secara langsung sebesar 0.90327 rupiah serta langsung dan tidak langsung sebesar
2. 11797 rupiah. Peningkatan permintaan akhir sebesar satu rupiah pada komoditi padi,
maka akan berdampak langsung ke depan terhadap peningkatan alokasi output dari komoditi tersebut kepada sektor-sektor ekonomi lainnya. Sektor-sektor
ekonomi tersebut antara lain alokasi output kepada industri penggilingan padi- padian meningkat sebesar 0.69024 rupiah, komoditi padi itu sendiri sebesar
0.09582 rupiah, komoditi unggas dan hasil-hasilnya sebesar 0.06914 rupiah, subsektor peternakan dan pemotongan hewan sebesar 0.04588 rupiah, dan
komoditi pertanian lainnya sebesar 0.0026 rupiah. Keterkaitan output langsung ke depan sektor-sektor ekonomi di Provinsi NTT dapat dilihat di Lampiran 12.
Demikian pula, peningkatan permintaan akhir sebesar satu rupiah pada komoditi padi, maka akan berdampak langsung dan tidak langsung ke depan
terhadap peningkatan alokasi output dari komoditi tersebut kepada sektor-sektor ekonomi lainnya. Sektor-sektor ekonomi tersebut antara lain alokasi output
kepada komoditi padi itu sendiri meningkat sebesar 1.10744 rupiah, industri penggilingan padi-padian sebesar 0.76524 rupiah, komoditi unggas dan hasil-
hasilnya sebesar 0.08209 rupiah, subsektor peternakan dan pemotongan hewan sebesar 0.05504 rupiah, serta sektor industri yang belum digolongkan dimanapun
sebesar 0.03380 rupiah. Keterkaitan output langsung dan tidak langsung ke depan sektor-sektor ekonomi di Provinsi NTT dapat dilihat di Lampiran 13. Cara
98 membaca nilai keterkaitan output ke depan baik langsung maupun langsung dan
tidak langsung sektor-sektor ekonomi lainnya sama seperti di atas. Nilai keterkaitan ke depan pada Tabel 14 menunjukkan bahwa apabila
terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar satu rupiah pada sektor lainnya, maka sektor tertentu akan meningkatkan alokasi outputnya kepada sektor itu
sendiri dan sektor-sektor ekonomi lainnya sebesar nilai keterkaitannya. Tingginya nilai keterkaitan ke depan komoditi padi menunjukkan bahwa komoditi tersebut
merupakan komoditi yang strategis bagi pengembangan sektor-sektor ekonomi lainnya di Provinsi NTT karena komoditi tersebut mampu menyediakan bahan
baku sektor hilirnya atau dengan kata lain memiliki kemampuan mendorong pertumbuhan output sektor hilirnya.
Tingkat produktivitas padi di Provinsi NTT pada tahun 2009 hanya 3.18 ton per hektar, lebih rendah dibandingkan dengan produktivitas nasional yang
mencapai 5.15 ton per hektar BPS Provinsi NTT, 2010. Rendahnya produktivitas ini merupakan tantangan internal yang dihadapi pemerintah daerah
dalam pembangunan pertanian di Provinsi NTT. Rendahnya tingkat produktivitas ini antara lain disebabkan oleh penggunaan benih unggul bersertifikat di tingkat
petani yang belum optimal, rendahnya penguasaan teknologi para petani, perubahan iklim yang tidak menentu, belum mantapnya kelembagaan sarana dan
prasarana, dan lemahnya akses petani terhadap sumber permodalan juga masih menjadi persoalan yang menghambat perkembangan komoditi ini. Oleh karena
itu, pemerintah perlu melakukan berbagai upaya dalam rangka peningkatan produktivitas dan produksi padi. Prinsip utama dalam pelaksanaan kegiatan
99 peningkatan produktivitas dan produksi adalah penguatan sistem koordinasi dan
keterpaduan antara seluruh stakeholder yang berperan pada usahatani padi. Dari hasil analisis keterkaitan langsung dan tidak langsung baik ke
belakang maupun ke depan pada Tabel 13 dan Tabel 14 menunjukkan bahwa komoditi unggas dan hasil-hasilnya, komoditi kopi, komoditi padi, dan subsektor
peternakan dan pemotongan hewan memiliki nilai keterkaitan tinggi. Oleh karena itu, subsektor atau komoditi tersebut layak dipertimbangkan oleh pengambil
kebijakan di Provinsi NTT untuk menjadi prioritas pengembangan. Pengembangan terhadap subsektor atau komoditi tersebut, berarti pemerintah
mengarahkan pembangunan untuk mendorong pertumbuhan output baik sektor hulu dan hilirnya.