Derajat Kepekaan Keterkaitan Sektor Pertanian dengan Sektor Ekonomi Lainnya 1. Keterkaitan ke Belakang

103 Peningkatan permintaan akhir sebesar satu rupiah pada komoditi padi, maka akan berdampak terhadap peningkatan alokasi output dari komoditi padi tersebut kepada sektor-sektor ekonomi lainnya. Sektor-sektor ekonomi tersebut antara lain alokasi output kepada komoditi padi itu sendiri meningkat sebesar 0.80290 rupiah, industri penggilingan padi-padian sebesar 0.55480 rupiah, komoditi unggas dan hasil-hasilnya sebesar 0.05952 rupiah, subsektor peternakan dan pemotongan hewan sebesar 0.03990 rupiah, dan industri lain yang belum digolongkan dimanapun sebesar 0.02450 rupiah. Keterkaitan antarsektor ekonomi menurut indeks derajat kepekaan di Provinsi NTT dapat dilihat di Lampiran 19. Cara membaca indeks derajat kepekaan sektor-sektor ekonomi lainnya sama seperti di atas. Dari hasil analisis derajat kepekaan pada Tabel 16 menunjukkan bahwa komoditi padi, subsektor peternakan dan pemotongan hewan, subsektor tanaman perkebunan, dan subsektor bahan makanan di Provinsi NTT mempunyai peranan besar dalam mendorong pertumbuhan output sektor hilirnya atau sektor-sektor ekonomi lainnya mempunyai ketergantungan yang tinggi terhadap subsektor atau komoditi tersebut. Tabel 15 menunjukkan bahwa tidak ada sektor atau komoditi pertanian yang berbasis domestik dari sisi input karena memiliki indeks daya penyebaran lebih kecil dari satu atau di bawah rata-rata. Sedangkan dari sisi output pada Tabel 16, sektor atau komoditi pertanian yang berorientasi domestik adalah komoditi padi, subsektor peternakan dan pemotongan hewan, subsektor tanaman perkebunan, dan subsektor tanaman bahan makanan karena memiliki indeks derajat kepekaan di atas satu atau di atas rata-rata. 104 Hasil analisis daya penyebaran dan derajat kepekaan menunjukkan bahwa tidak ada sektor atau komoditi pertanian yang dapat dijadikan sebagai sektor pemimpin karena tidak ada satu subsektor atau komoditi pun yang memiliki indeks daya penyebaran dan derajat kepekaan sekaligus di atas rata-rata. Komoditi padi memiliki derajat kepekaan di atas rata-rata, tetapi indeks penyebaran di bawah rata-rata. Demikian juga untuk subsektor peternakan dan pemotongan hewan, subsektor perkebunan, dan subsektor tanaman bahan makanan. Kondisi ini dapat dilihat di diagram empat kuadran Gambar 3. Gambar 3. Daya Penyebaran dan Derajat Kepekaan Berdasarkan daya penyebaran dan derajat kepekaan, sektor-sektor ekonomi di Provinsi NTT dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok yaitu: 1 kelompok I adalah sektor yang mempunyai daya penyebaran dan derajat kepekaan tinggi, 2 kelompok II adalah sektor yang mempunyai daya penyebaran 27 32 30 33 1 3 7 10 28 12 18 2 4 5 6 8 9 13 11 19 17 24 34 22 15 25 14 31 16 20 21 23 26 29 0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 0,5 1,0 1,5 In d e k s D e ra ja t K e p e k a a n Indeks Daya Penyebaran 105 rendah dan derajat kepekaan tinggi, 3 kelompok III adalah sektor yang mempunyai daya penyebaran tinggi dan derajat kepekaan rendah, dan 4 kelompok VI adalah sektor yang mempunyai daya penyebaran rendah dan derajat kepekaan rendah. Pengelompokkan sektor-sektor ekonomi berdasarkan daya penyebaran dan derajat kepekaan di Provinsi NTT dapat dilihat di Lampiran 41. Dalam kondisi seperti di atas, dengan dana pembangunan yang terbatas, maka pembangunan sektor pertanian di Provinsi NTT dapat diarahkan pada pilihan untuk mengembangkan komoditi padi, subsektor peternakan dan pemotongan hewan, subsektor perkebunan, dan subsektor tanaman bahan makanan. Dengan melakukan pengembangan terhadap subsektor atau komoditi tersebut, berarti pemerintah mengarahkan pembangunan untuk memenuhi kebutuhan input antara yang lebih besar dalam rangka mendorong pertumbuhan output sektor hilirnya.

6.3. Dampak Berganda Sektor Pertanian

Analisis ini bertujuan untuk melihat dampak perubahan permintaan akhir di suatu sektor ekonomi terhadap output, pendapatan rumahtangga, penyerapan tenaga kerja pada sektor-sektor ekonomi lainnya. Ada dua tipe pengganda atau multiplier yang digunakan untuk analisis, yaitu multiplier tipe I dan multiplier tipe II. Keduanya masing-masing untuk analisis multiplier output, pendapatan rumahtangga, dan penyerapan tenaga kerja. Multiplier tipe I diperoleh dari pengolahan lebih lanjut matrik kebalikan Leontief model terbuka yang menjadikan rumahtangga sebagai variabel eksogen, sedangkan multiplier tipe II 106 dari matrik kebalikan Leontief model tertutup yang memasukkan rumahtangga sebagai variabel endogen. Dalam hal ini rumahtangga dijadikan sektor produksi seperti halnya sektor-sektor ekonomi. Oleh karena itu, multiplier tipe II nilainya selalu lebih besar dibandingkan dengan multiplier tipe I.

6.3.1. Multiplier Output

Multiplier output menunjukkan nilai total dari output yang dihasilkan oleh perekonomian untuk memenuhi adanya perubahan satu unit permintaan akhir di suatu sektor. Peningkatan permintaan akhir sektor j tidak hanya meningkatkan output sektor j tersebut, tetapi juga akan berdampak peningkatan output sektor- sektor lainnya di suatu perekonomian. Peningkatan output sektor-sektor lain tersebut tercipta akibat adanya dampak langsung dan dampak tidak langsung dari peningkatan permintaan akhir sektor j tersebut. Dengan demikian, jika terjadi perubahan permintaan akhir dalam model I-O, maka akan terjadi perubahan output oleh sektor-sektor ekonomi dalam suatu perekonomian. Hasil analisis multiplier output tipe I dan tipe II sektor-sektor ekonomi di Provinsi NTT dapat dilihat di Lampiran 20. Tabel 17 menunjukkan nilai multiplier output tipe I dan tipe II subsektor atau komoditi pertanian tahun 2009. Nilai multiplier output tipe I tertinggi dimiliki oleh komoditi unggas dan hasil-hasilnya sebesar 1.277. Berikut secara berurutan nilai multiplier output tipe I diikuti oleh komoditi kopi sebesar 1.264, subsektor peternakan dan pemotongan hewan sebesar 1.238, subsektor kehutanan peringkat sebesar 1.200, komoditi jambu mete sebesar 1.191, dan komoditi padi sebesar 1.183. Demikian juga dengan nilai multiplier output tipe II tertinggi dimiliki oleh komoditi unggas dan hasil-hasilnya sebesar 1.541. Berikut secara 107 berurutan nilai multiplier output tipe II diikuti oleh subsektor peternakan dan pemotongan hewan sebesar 1.478, komoditi padi sebesar 1.448, subsektor kehutanan sebesar 1.437, dan komoditi kopi sebesar 1.436. Tabel 17. Multiplier Output SubsektorKomoditi Pertanian di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Tahun 2009 Kode I-O SubsektorKomoditi Multiplier Output Tipe I Peringkat Tipe II Peringkat 1 Padi 1.183 26 1.448 22 2 Jagung 1.121 30 1.428 25 3 Tanaman bahan makanan 1.105 31 1.332 30 4 Umbi-umbian 1.156 28 1.383 27 5 Jambu mete 1.191 25 1.324 33 6 Kelapa 1.075 34 1.331 31 7 Tanaman perkebunan 1.178 27 1.347 29 8 Kopi 1.264 21 1.436 24 9 Pertanian lainnya 1.083 33 1.400 26 10 Peternakan dan pemotongan hewan 1.238 22 1.478 21 11 Unggas dan hasil-hasilnya 1.277 20 1.541 18 12 Kehutanan 1.200 24 1.437 23 13 Perikanan 1.123 29 1.299 34 Sumber: Tabel Input Output Transaksi Domestik Atas Dasar Harga Produsen Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2009 Diolah Kembali. Komoditi unggas dan hasil-hasilnya memiliki nilai multiplier output tipe I sebesar 1.277. Angka ini dapat diartikan, jika permintaan akhir komoditi unggas dan hasil-hasilnya dinaikkan sebesar satu rupiah, maka diperkirakan output perekonomian akan naik sebanyak 1.277 rupiah. Peningkatan permintaan akhir sebesar satu rupiah pada komoditi unggas dan hasil-hasilnya akan berdampak terhadap peningkatan output sektor-sektor ekonomi lainnya. Sektor-sektor ekonomi tersebut antara lain peningkatan output komoditi unggas dan hasil- hasilnya itu sendiri sebesar 1.037 rupiah, komoditi padi sebesar 0.082 rupiah, sektor perdagangan sebesar 0.079 rupiah, sektor angkutan sebesar 0.028 rupiah, dan komoditi umbi-umbian sebesar 0.001 rupiah. Multiplier output tipe I sektor- sektor ekonomi di Provinsi NTT dapat dilihat di Lampiran 23.