115 lain peningkatan penyerapan tenaga kerja komoditi kopi itu sendiri sebesar 1.141
orang, subsektor peternakan dan pemotongan hewan sebesar 0.013 orang, sektor perdagangan sebesar 0.013 orang, sektor bangunan sebesar 0.005 orang, dan
sektor angkutan sebesar 0.005 orang. Multiplier tenaga kerja tipe I sektor-sektor ekonomi di Provinsi NTT dapat dilihat di Lampiran 27.
Demikian pula, komoditi kopi memiliki nilai multiplier tenaga kerja tipe II sebesar sebesar 1.371. Angka ini dapat diartikan, apabila permintaan akhir
komoditi kopi naik sebesar satu rupiah, maka diperkirakan akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja di sektor perekonomian sebesar 1.371 orang dengan
memperhitungkan efek konsumsi rumahtangga. Peningkatan permintaan akhir sebesar satu rupiah pada komoditi kopi akan berdampak terhadap peningkatan
penyerapan tenaga kerja sektor-sektor ekonomi lainnya. Sektor-sektor ekonomi tersebut antara lain peningkatan penyerapan tenaga kerja komoditi kopi itu sendiri
sebesar 1.147 orang, subsektor tanaman bahan makanan sebesar 0.037 orang, subsektor peternakan dan pemotongan hewan sebesar 0.029 orang, sektor
perdagangan sebesar 0.027 orang, dan komoditi jagung sebesar 0.022 orang. Multiplier tenaga kerja tipe II sektor-sektor ekonomi di Provinsi NTT dapat dilihat
di Lampiran 28. Cara membaca nilai multiplier tenaga kerja sektor-sektor ekonomi lainnya sama seperti di atas.
Hasil analisis multiplier tenaga menunjukkan adanya kesamaan keputusan yang diberikan oleh tipe I dan tipe II. Perbedaan mendasar hanya terletak pada
keterkaitan pengeluaran rumahtangga. Pada tipe I rumahtangga tidak diperhitungkan, sementara pada tipe II rumahtangga ikut masuk dalam
pengukuran multiplier. Oleh karena itu, pilihan pembangunan di sektor pertanian
116 berdasarkan multiplier tipe II dianggap lebih tepat dijadikan acuan bagi pengambil
kebijakan di Provinsi NTT, dimana komoditi kopi memiliki nilai multiplier penyerapan tenaga kerja tipe II relatif tinggi.
6.4. Dampak Perubahan Permintaan Akhir di Komoditi Padi, Subsektor
Peternakan dan Pemotongan Hewan, Subsektor Tanaman Perkebunan, dan Subsektor Tanaman Bahan Makanan
terhadap Output, Pendapatan Rumahtangga, dan Penyerapan Tenaga Kerja
Lampiran 18 menunjukkan bahwa komoditi padi, subsektor peternakan dan pemotongan hewan, subsektor tanaman perkebunan, dan subsektor tanaman
bahan makanan memiliki indeks derajat kepekaan masing-masing sebesar 1.53554, 1.41809, 1.30907, dan 1.18638. Subsektor atau komoditi yang memiliki
derajat kepekaan tinggi atau lebih dari satu memberikan indikasi bahwa subsektor atau komoditi tersebut memiliki peranan besar dalam mendorong pertumbuhan
sektor-sektor ekonomi lainnya atau menunjukkan bahwa subsektor atau komoditi tersebut merupakan sektor strategis karena secara relatif subsektor atau komoditi
tersebut mampu memenuhi permintaan akhir sebanyak di atas kemampuan rata- rata sektor-sektor ekonomi lainnya.
Simulasi dilakukan untuk mengetahui dampak perubahan variabel eksogen pada permintaan akhir di komoditi padi, subsektor peternakan dan pemotongan
hewan, subsektor tanaman perkebunan, dan subsektor tanaman bahan makanan terhadap neraca endogen, yaitu output, pendapatan rumahtangga, dan penyerapan
tenaga kerja di Provinsi NTT. Barang dan jasa selain digunakan oleh sektor produksi dalam rangka proses produksi, juga digunakan untuk memenuhi
permintaan oleh konsumen akhir seperti untuk konsumsi rumahtangga dan lembaga nirlaba, konsumsi pemerintah, pembentukan modal, perubahan stok, dan
ekspor. Dalam terminologi I-O, penggunaan barang dan jasa untuk konsumen
117 akhir seperti di atas, biasa dikatakan sebagai permintaan akhir. Hasil simulasi
digunakan sebagai perumusan implikasi kebijakan. Alternatif permintaan akhir yang disimulasikan terdiri dari empat
kebijakan sebagai berikut: 1. Peningkatan permintaan akhir di komoditi padi sebesar 7.97 persen.
2. Peningkatan permintaan akhir di subsektor peternakan dan pemotongan hewan sebesar 10.34 persen.
3. Peningkatan permintaan akhir di subsektor tanaman perkebunan sebesar 9.92 persen.
4. Peningkatan permintaan akhir di subsektor tanaman bahan makanan sebesar 7.97 persen.
Besarnya peningkatan permintaan akhir dari keempat simulasi di atas ditentukan berdasarkan persentase pertumbuhan PDRB atas dasar harga yang
berlaku Provinsi NTT tahun 2008-2009 pada subsektor tanaman bahan makanan, subsektor tanaman perkebunan, dan subsektor peternakan. PDRB atas dasar harga
yang berlaku Provinsi NTT tahun 2000-2009 dapat dilihat di Lampiran 42. Tabel 20 memperlihatkan perubahan yang terjadi terhadap output,
pendapatan rumahtangga, dan penyerapan tenaga kerja di Provinsi NTT jika terjadi injeksi terhadap komponen permintaan akhir. Simulasi 1 menunjukkan
bahwa apabila permintaan akhir di komoditi padi dinaikkan sebesar 7.97 persen, maka secara agregat output perekonomian di Provinsi NTT akan meningkat
sebesar Rp 4 257 juta atau 0.01165 persen, pendapatan rumahtangga sebesar Rp 866 juta atau 0.00862 persen, dan penyerapan tenaga kerja sebesar 525 orang
atau 0.02429 persen.
118 Tabel 20. Simulasi Dampak Perubahan Permintaan Akhir di Komoditi Padi,
Subsektor Peternakan dan Pemotongan Hewan, Subsektor Tanaman Perkebunan, dan Subsektor Tanaman Bahan Makanan terhadap
Output, Pendapatan Rumahtangga, dan Penyerapan Tenaga Kerja di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Tahun 2009
Simulasi Sebelum
Simulasi Setelah
Simulasi Nilai
Perubahan Persentase
Perubahan Dampak Output Juta Rupiah
Simulasi 1 36 546 134
36 550 392 4 257
0.01165 Simulasi 2
36 546 134 36 869 330
323 196 0.88435
Simulasi 3 36 546 134
36 573 253 27 119
0.07420 Simulasi 4
36 546 134 36 680 135
134 001 0.36667
Dampak Pendapatan Rumahtangga Juta Rupiah Simulasi 1
10 045 532 10 046 398
866 0.00862
Simulasi 2 10 045 532
10 105 542 60 010
0.59738 Simulasi 3
10 045 532 10 049 746
4 214 0.04194
Simulasi 4 10 045 532
10 072 454 26 922
0.26799 Dampak Penyerapan Tenaga Kerja Orang
Simulasi 1 2 160 733
2 161 258 525
0.02429 Simulasi 2
2 160 733 2 196 422
35 689 1.65170
Simulasi 3 2 160 733
2 163 099 2 366
0.10949 Simulasi 4
2 160 733 2 177 338
16 605 0.76848
Sumber: Tabel Input Output Transaksi Domestik Atas Dasar Harga Produsen Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2009 Diolah Kembali.
Keterangan: Simulasi 1
: Peningkatan permintaan akhir di komoditi padi sebesar 7.97 persen.
Simulasi 2 : Peningkatan permintaan akhir di subsektor peternakan dan
pemotongan hewan sebesar 10.34 persen. Simulasi 3
: Peningkatan permintaan akhir di subsektor perkebunan sebesar 9.92 persen.
Simulasi 4 : Peningkatan permintaan akhir di subsektor tanaman bahan
makanan sebesar 7.97 persen. Selanjutnya, dampak peningkatan permintaan akhir di komoditi padi
sebesar 7.97 persen terhadap output di Provinsi NTT, maka secara berturut-turut output komoditi padi itu sendiri mengalami peningkatan tertinggi sebesar
Rp 3 984.794 juta atau 0.54803 persen dan diikuti oleh komoditi pertanian lainnya sebesar Rp 1.539 juta atau 0.03081 persen. Berikutnya, sektor industri pupuk,
kimia, barang dari karet, dan plastik mengalami peningkatan sebesar Rp 7.152