Rencana strategis penanggulangan kemiskinan

5 PEMBAHASAN

5.1 Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat

Secara turun temurun masyarakat di Halmahera Utara menggantungkan hidupnya melalui sektor pertanian, hal mana catatan sejarah penyebaran penduduk yang mendiami Tobelo dan sekitarnya dimulai dari Telaga Lina. Selanjutnya masyarakat yang mendiami wilayah Pedalamam bergerak ke arah laut dan menempati wilayah-wilayah pesisir pantai. Masyarakat Halmahera Utara pada umumnya dikenal sebagai masyarakat agraris. Meskipun luas wilayahnya lebih luas lautan atau tinggal di daerah pesisir, pekerjaan utama mereka adalah bertani atau berkebun. Bahkan dalam sejarah juga dikenal bahwa hasil produksi pertanian dan perkebunan masyarakat Halmahera Utara telah dipasarkan hingga ke negara-negara Eropa. Hasil utama perkebunan di Halmahera Utara adalah kelapa yang kemudian di olah menjadi kopra. Tradisi seperti ini akhir-akhir ini mulai berubah, dimana ada sebagian masyarakat pesisir yang mulai bekerja sebagai nelayan, dan menjadikan pekerjaan melaut ini sebagai pekerjaan utama, dan ada juga yang masih menjadikannya sebagai pekerjaan sampingan. Desa Tioua merupakan salah satu desa pesisir dan merupakan basis pengembangan Perikanan Tangkap di Kabupaten Halmahera Utara. Keberadaan desa yang berada pada wilayah sub urban, memberikan pengaruh positif bagi perkembangan dan keberlangsungan hidup masyarakat di Desa Tioua. Salah satu pengaruh yang dapat dikemukakan yakni terbukanya akses transportasi, komunikasi dan kesempatan berusaha. Banyaknya penduduk yang dapat menyelesaikan pendidikan sampai pada jenjang Sekolah Menengah Atas, Diploma dan Perguruan Tinggi serta penduduk yang berprofesi sebagai Pegawai negeri Sipil dan TNI serta POLRI menjadi modal Pembangunan masyarakat menuju pada kemandirian yang berujung pada peningkatan derajat kehidupannya. Kondisi yang demikian menempatkan Desa Tioua masih lebih unggul pada ketersediaan sumber daya manusia dari desa pesisir lainnya teristimewa di Kecamatan Tobelo Selatan. Perubahan ini banyak dipengaruhi oleh transformasi pengetahuan, lebih- lebih ketika masuknya masyarakat luar Halmahera Utara yang berprofesi sebagai nelayan. Umumnya mereka tinggal di daerah pesisir yang akses menuju lokasi penangkapan ikan lebih dekat. Khusus untuk perkampungan nelayan di Desa Tioua, nelayan pendatang yang masuk adalah dari Sulawesi Utara. Aktivitas dan pola menangkap ikan yang mereka lakukan, kemudian memicu masyarakat setempat untuk ikut menangkap ikan sebagai salah satu sumber pendapatan. Tentu saja karena hasil yang diperoleh dari menangkap ikan cukup menjanjikan. Faktor lain yang menyebabkan masyarakat lokal ikut menjadi nelayan adalah karena mereka memiliki waktu yang cukup luang dimana jika hanya sebagai petani atau berkebun, mereka hanya disibukkan pada saat menanam atau memanen saja. Misalnya panen kelapa hanya dilakukan setiap tiga atau empat bulan sekali, atau hanya tiga kali dalam setahun, maka jeda waktu menunggu waktu panen cukup banyak, sehingga waktu ini dimanfaatkan secara perlahan untuk melaut. Kondisi ini masih berlaku hingga saat ini. Bagi masyarakat yang tidak memiliki perahu sendiri, maka mereka umumnya hanya menjadi masanae, dengan demikian, sumber pendapatan masyarakat Desa Tioua tidak hanya dari hasil pertanian atau perkebunan, tetapi juga dari pekerjaan sebagai nelayan. Menurut Santosa et al. 2003, peningkatan pendapatan merupakan indikator penting untuk menilai keberhasilan program bagi penduduk miskin. Konsep yang digunakan adalah untuk mengukur pendapatan masyarakat nelayan perorangan katinting, nelayan berkelompok pajeko, dan buruh nelayan masanae di Desa Tioua yang memiliki kebun dan yang tidak memiliki kebun sebagai sumber pendapatan tambahan. Terlihat bahwa rata-rata tingkat pendapatan nelayan di Desa Tioua masih sangat rendah kecuali bagi pemilik pajeko yaitu pemilik pajeko rata rata sebesar Rp9.337.416,- perbulan, tonaas rata rata Rp933.741,- perbulan. Masanae sebesar Rp408.370,- perbulan, sedangkan nelayan katinting sebesar Rp889.100,- perbulan Tingginya pendapatan hanya terjadi pada nelayan pajeko, sedangkan bagi tonaas, masanae, maupun nelayan katinting, kondisinya tidak menguntungkan walaupun tonaas berada sedikit diatas UMR Maluku Utara tetapi tetap dikategorikan tidak miskin apabila kita mengukur dari indikator kemiskinan yang dibuat oleh Bank Bunia yaitu sebesar 240 kg beras