Program pengembangan kebijakan penanggulangan kemiskinan

Perubahan ini banyak dipengaruhi oleh transformasi pengetahuan, lebih- lebih ketika masuknya masyarakat luar Halmahera Utara yang berprofesi sebagai nelayan. Umumnya mereka tinggal di daerah pesisir yang akses menuju lokasi penangkapan ikan lebih dekat. Khusus untuk perkampungan nelayan di Desa Tioua, nelayan pendatang yang masuk adalah dari Sulawesi Utara. Aktivitas dan pola menangkap ikan yang mereka lakukan, kemudian memicu masyarakat setempat untuk ikut menangkap ikan sebagai salah satu sumber pendapatan. Tentu saja karena hasil yang diperoleh dari menangkap ikan cukup menjanjikan. Faktor lain yang menyebabkan masyarakat lokal ikut menjadi nelayan adalah karena mereka memiliki waktu yang cukup luang dimana jika hanya sebagai petani atau berkebun, mereka hanya disibukkan pada saat menanam atau memanen saja. Misalnya panen kelapa hanya dilakukan setiap tiga atau empat bulan sekali, atau hanya tiga kali dalam setahun, maka jeda waktu menunggu waktu panen cukup banyak, sehingga waktu ini dimanfaatkan secara perlahan untuk melaut. Kondisi ini masih berlaku hingga saat ini. Bagi masyarakat yang tidak memiliki perahu sendiri, maka mereka umumnya hanya menjadi masanae, dengan demikian, sumber pendapatan masyarakat Desa Tioua tidak hanya dari hasil pertanian atau perkebunan, tetapi juga dari pekerjaan sebagai nelayan. Menurut Santosa et al. 2003, peningkatan pendapatan merupakan indikator penting untuk menilai keberhasilan program bagi penduduk miskin. Konsep yang digunakan adalah untuk mengukur pendapatan masyarakat nelayan perorangan katinting, nelayan berkelompok pajeko, dan buruh nelayan masanae di Desa Tioua yang memiliki kebun dan yang tidak memiliki kebun sebagai sumber pendapatan tambahan. Terlihat bahwa rata-rata tingkat pendapatan nelayan di Desa Tioua masih sangat rendah kecuali bagi pemilik pajeko yaitu pemilik pajeko rata rata sebesar Rp9.337.416,- perbulan, tonaas rata rata Rp933.741,- perbulan. Masanae sebesar Rp408.370,- perbulan, sedangkan nelayan katinting sebesar Rp889.100,- perbulan Tingginya pendapatan hanya terjadi pada nelayan pajeko, sedangkan bagi tonaas, masanae, maupun nelayan katinting, kondisinya tidak menguntungkan walaupun tonaas berada sedikit diatas UMR Maluku Utara tetapi tetap dikategorikan tidak miskin apabila kita mengukur dari indikator kemiskinan yang dibuat oleh Bank Bunia yaitu sebesar 240 kg beras pertahun yang apabila konversikan dengan harga beras di Kecamatan Tobelo sebesar Rp.7000 per kilogram berarti harus sebesar Rp.1.680.000,-tahun. Tetapi apabila dibandingkan dengan 11 indikator kemiskinan yang dibuat oleh BPS dan melihat kenyataan di lapangan, nelayan di Desa Tioua Kecamatan Tobelo Selatan masih dikategorikan miskin. Perbandingan pendapatan nelayan katinting, pemilik kapal, tonaas, dan buruh nelayan. Kondisi tersebut lebih baik apabila dibandingkan dengan penelitian Hudoyo 2006 di masyarakat nelayan Kota Pekalongan yang menemukan bahwa penurunan pendapatan masyarakat nelayan tidak hanya disebabkan oleh menurunnya nilai produksi perikanan, namun juga dikarenakan semakin meningkatnya biaya operasional dan perbekalan nelayan untuk sekali layar, terutama sejak kenaikan harga BBM khususnya jenis solar. Terlihat bahwa pendapatan pemilik kapal menempati urutan pendapatan tertinggi, jika dibandingkan dengan pendapatan nelayan katinting, kelompok nelayan katinting sedikit rendah dibanding dengan tonaas, dan yang paling kecil adalah masanae. Hal ini terkait juga dengan jumlah masanae yang berfluktuasi, dimana pada waktu tertentu banyak masyarakat yang ikut melaut, sehingga pembangian dari hasil melaut menjadi lebih kecil yang diperoleh pemilik kapal maupun masanae. Tingginya jumlah pendapatan ini disebabkan karena alat tangkap yang digunakan sudah menggunakan alat tangkap moderen. Panjang jaring yang digunakan minimal 300 meter dengan kedalaman 30 sampai 60 meter. Armada tangkap yang digunakan juga armada tangkap dengan kapasaitas mesin 80 PK. Untuk mengetahui titik kerumunan ikan, nelayan pajeko dibantu oleh nelayan pelampu untuk memasang lampu terlebih dahulu, agar ikan-ikan berkumpul ditempat lampu. Pada musim panen, jumlah pendapatan pemilik kapal juga jauh lebih tinggi dibanding dengan nelayan katinting, maupun dengan masanae. Penyebabnya sama seperti yang dijelaskan di atas. Ketika musim panen, jumlah ikan melimpah sehingga menyebabkan harga ikan menjadi merosot, apalagi jika menjangkar panen berlebih, ikan sudah pasti tidak ada harganya, sehingga ikan- ikan hasil tangkapan tersebut berserakan di pantai, sementara pada musim paceklik, hasil tangkapan sedikit tapi harga relatif lebih tinggi. Dengan demikian, sektor kelautan dapat diandalkan sebagai sumber utama pendapatan masyarakat Desa Tioua untuk saat ini dan beberapa tahun kedepan, kecuali jumlah nelayan yang menangkap ikan di sekitar perairan Halmahera Utara meningkat, dan alat tangkap yang digunakan lebih moderen, maka akan menyebabkan stok ikan akan semakin menurun. BPS 1991 dalam Kusnadar 2008 menyatakan bahwa kesejahteraan bersifat subyektif, sehingga ukuran kesejahteraan bagi setiap individu atau keluarga berbeda satu sama lain. Pada prinsipnya kesejahteraan dari individu atau keluarga tersebut sudah tercapai. Kebutuhan dasar erat kaitannya dengan kemiskinan. Apabila kebutuhan dasar belum terpenuhi oleh individu atau keluarga, maka dikatakan bahwa individu atau keluarga berada dibawah garis kemiskinan. Menurut BPS 1996 dalam Kusnadar 2008, pendapatan per kapita sering digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat. Ekonomi masyarakat yang makmur ditunjukkan oleh pendapatan per kapita yang tinggi, dan sebaliknya ekonomi masyarakat yang kurang makmur ditunjukkan oleh pendapatan per kapita yang rendah. Pendapatan per kapita masyarakat Halmahera Utara pada kisaran Rp256.431,- per orangbulan dan apabila rata-rata jumlah anggota rumah tangga mendekati lima orang maka pendapatan tiap rumah tangga di Kabupaten halmahera Utara sebesar Rp1.282.156,-bulan BPS dan Bappeda halut 2009. Itu artinya bahwa indikator kemiskinan dan kesejahteraan masyarakat di Desa Tioua dapat di ukur dan dipastikan berada pada level keluarga masih miskin. Namun demikian, keberhasilan dalam pengentasan kemiskinan bersifat kompleks bukan sekedar alat tangkap dan penghasilan tetapi juga keterlibatan tokoh-tokoh masyarakat. Menurut Sumarto dan Suryahadi 2007, sasaran penanggulangan kemiskinan berkesinambungan di daerah dapat dicapai hanya bila pemda terkait memiliki kapasitas untuk: 1 memberdayakan penduduk miskin; 2 mengembangkan kapasitas penduduk miskin dengan meningkatkan layanan-layanan dasar; 3 menyediakan kesempatankesempatan ekonomi melalui peningkatan akses terhadap pasar; 4 menyediakan jaminan keamanan dari goncangan ekonomi dan dari tindak korupsi, kejahatan, dan kekerasan; dan 5 menciptakan lingkungan ekonomi yang kondusif bagi kegiatan investasi dan usaha sehingga ekonomi daerah dapat tumbuh dengan cepat.

5.2. Aktor Utama yang Berperan dalam Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Nelayan

Kebiasaan atau tradisi masyarakat di Halmahera pada Umumnya selalu bercermin atau memandang orang lain sebagai panutan. Dalam konteks pola kehidupan masyarakat di Desa Tioua juga masih menganut kehidpan yang demikian, senantiasa selalu dipandang ketokohan sesorang selaku orang yang dituakan atau dihormati untuk dituruti. Masyarakat nelayan di Desa Tioua dalam pandangan peneliti masih dipengaruhi oleh orang-orang tertentu yang memiliki kapabilitas baik kemampuan dan kedudukannya dalam strata masyarakat sehingga sangat kuat pengaruhnya. Tokoh-tokoh yang disebutkan dalam penelitian ini yakni kepala desa, tokoh masyarakatpemilik pajeko dan pemilik pajeko merupakan figur yang mampu menggerakan serta sanggup menata struktur kelompok usaha. Tidak jarang dijumpai bahwa ketidak percayaan diri dari masyarakat menjadi salah satu faktor pembatas mereka untuk berkarya. Karena itu, banyak dari anggota masyarakat yang hanya mau dibina oleh tokoh-tokoh tersebut. Kecenderungan ini sangat dipengaruhi oleh integritas maupun tingkat pendidikan masyarakat. Dalam sebuah komunitas yang cenderung homogen, dimana kondisi ekonomi masyarakatnya yang relatif mayoritas miskin, tokoh yang paling memiliki pengaruh besar bagi komunitas tersebut adalah mereka yang mampu memberikan solusi atas persoalan ekonomi yang dihadapi masyarakat nelayan. Pada kasus pengentasan kemiskinan di Desa Tioua, unsur dominan ketokohan itu nampak jelas. Pemimpin formal desa yang juga sebagai tokoh yaqng berpengaruh memiliki peran yang cukup kuat dalam pengentasan kemiskinan, meskipun secara ekonomi, tokoh formal desa tidak memiliki sumberdaya finansial yang kuat, tetapi keberadaannya diterima oleh masyarakat, maka dia dianggap telah memberikan kontribusi yang besar dalam kehidupan ekonomi masyarakat. Peran Pemerintah Daerah dalam mengoptimalkan kesejahteraan adalah memanfaatkan kredibilitas dan meningkatkan kemampuan para tokoh masyarakat