kemanusiaan, yang kesemuanya itu tidak hanya untuk memperbaiki kesejahteraan material, melainkan juga menumbuhkan jati diri pribadi dan bangsa. Memperluas
pilihan ekonomi dan sosial yang tersedia bagi setiap individu dan setiap bangsa dengan membebaskan mereka dari ketergantungan bukan hanya dalam hubungan
dengan orang dan negara-bangsa yang lain, akan tetapi juga masalah kebodohan dan merendahnya nilai-nilai kemanusiaan.
2.6 Pengembangan Masyarakat
Pengembangan Masyarakat Community Development adalah kegiatan pengembangan masyarakat yang dilakukan secara sistematis, terencana dan
diarahkan untuk memperbesar akses masyarakat guna mencapai kondisi sosial, ekonomi dan kualitas kehidupan yang lebih baik apabila dibandingkan dengan
kegiatan pembangunan sebelumnya Budi Agus 2004. Secara hakekat, Community Develompmet
merupakan suatu proses adaptasi sosial budaya yang dilakukan oleh industri, pemerintah pusat dan daerah terhadap kehidupan
komuniti local. Tujuan dari program Community Development adalah pemberdayaan
masyarakat, bagaimana anggota dapat mengaktualisasikan diri mereka dalam pengelolaan lingkungan yang ada di sekitarnya dan memenuhi kebutuhanya secara
mandiri tampa ketergantungan dengan pihak-pihak perusahaan maupun pemerintah Budimanta 2002
2.7 Kesejahteraan
Pengertian mengenai kesejahteraan berbeda-beda antara yang satu dengan yang lainnya, sehingga keadaan sejahtera yang dialami oleh seseorang belum
tentu berarti sejahtera bagi yang lainnya. Kesejahteraan tidak saja menyangkut aspek yang bersifat lahiriah atau material, tetapi juga yang bersifat batiniah atau
spritual. Dalam ekonomi mikro, indikator yang digunakan untuk mengetahui
apakah seseorang itu dikatakan sejahtera atau tidak adalah melalui tingkat kepuasan. Apabila seseorang mengaku puas dalam mengkonsumsi suatu barang
atau jasa, maka orang tersebut dapat dikatakan sejahtera. Menurut Sukirno 1985 diacu dalam Kusnandar 2008 kesejahteran adalah suatu yang bersifat subyektif
dimana setiap orang mempunyai pedoman, tujuan dan cara hidup yang berbeda- beda terhadap faktor-faktor yang menentukan tingkat kesejahteraan.
Menurut Sawidak 1985 diacu dalam Kusnandar 2008, kesejahteraan merupakan sejumlah kepuasan yang diperoleh seseorang dari hasil mengkonsumsi
pendapatan yang diterima, namun tingkatan dari kesejahteraan itu sendiri merupakan sesuatu yang bersifat relatif karena tergantung dari besarnya kepuasan
yang diperoleh dari hasil mengkonsumsi pendapatan tersebut. Konsumsi sendiri pada hakekatnya bukan hanya sesuatu yang mengeluarkan biaya, karena dalam
beberapa hal konsumsi pun dapat dilakukan tanpa menimbulkan biaya bagi konsumennya.
BPS 1991 diacu dalam Kusnadar 2008 menyatakan bahwa kesejahteraan bersifat subyektif, sehingga ukuran kesejahteraan bagi setiap
individu atau keluarga berbeda satu sama lain. Pada prinsipnya kesejahteraan dari individu atau keluarga tersebut sudah tercapai. Kebutuhan dasar erat kaitannya
dengan kemiskinan, apabila kebutuhan dasar belum terpenuhi oleh individu atau keluarga, maka dikatakan bahwa individu atau keluarga berada dibawah garis
kemiskinan. Tingkat kesejahteraan sosial diukur dengan pendekatan pengeluaran rumah
tangga yang didasarkan pada pola pengeluaran untuk pangan, barang dan jasa, rekreasi, bahan bakar dan perlengkapan rumah tangga. Pendekatan pengamatan
dilakukan terhadap kondisi perumahan, kesehatan, pendidikan, dan pola pengeluaran rumah tangga. Penilaian terhadap kondisi perumahan didasarkan
pada jenis dinding rumah, jenis lantai, jenis atap serta status kepemilikan. Pendekatan untuk menilai kondisi kesehatan berdasarkan kondisi sanitasi
perumahan serta kondisi perlengkapan air minum, air mandi, cuci dan kakus BPS 1991 diacu dalam Kusnandar 2008.
Tinjauan kesejahteraan masyarakat dapat pula dilihat melalui kondisi maupun fasilitas yang dimiliki suatu tempat tinggal. Perumahan papan adalah salah satu
kebutuhan dasar yang sangat penting selain makan pagan dan pakaian sandang dalam pencapaian kehidupan yang layak. Kesehatan dapat juga sebagai ukuran
kesejahteraan seseorang, karena faktor yang mempengaruhi kesehatan antara lain konsumsi makanan yang bergizi, sarana kesehatan serta keadaan sanitasi
lingkungan yang tidak memadai. Gizi merupakan indikator utama dalam komponen gizi dan konsumsi yang digunakan dalam menggambarkan taraf hidup.
Penyebab kekurangan gizi adalah tingkat pendidikan yang masih rendah, dan daya beli masyarakat yang rendah, serta dikatakan bahwa tingkat ekonomi yang masih
rendah menyebabkan masyarakat belum mampu memperoleh pelayanan kesehatan BPS 1993 diacu dalam Kusnandar 2008.
2.8 Masyarakat Nelayan
Masyarakat dalam konteks kehidupan sehari hari bisa diartikan sebagai sebuah kesatuan kelompok yang hidup pada suatu wilayah tertentu dan diikat oleh
norma yang disepakati secara bersama. Menurut Hudoyo 2006 sekurang kurangnya mengandumg tiga pengertian yaitu:
1 Kelompok sosial yang berdasarkan rasional.
2 Merupakan keseluruhan ”masyarakat manusia” meliputi seluruh kehidupan
bersama. 3
Menunjukan suatu tata kemasyarakatan tertentu dengan ciri sendiri identitas dan suatu autonomi relatif seperti masyarakat barat,masyarakat primitif yang
merupakan kelompok suku yang belum banyak berhubungan dengan dunia sekitarnya.
Lebih lanjut Hudoyo S. Mengatakan bahwa nelayan adalah orang yang mata pencahariannya menangkap ikanbinatang air lainnya dilaut. Secara umum
nelayan dapat dikategorikan sebagai: nelayan tetap, nelayan sambilan utama, nelayan sambilan tambahan, nelayan pengusaha, maupun buruh nelayan. Nelayan
biasanya bermukim didaerah pesisir sehingga sering disebut sebagai masyarakat pesisir. Fakta menunjukan bahwa secara umum kehidupan nelayan di indonesia
masih sangat memprihatinkan, bahkan sering dianggap sebagai kelompok termiskin diantara yang miskin. Mereka miskin modal usaha, informasi,
pendidikan, pengetahuan dan kemampuan usaha, tinggal didaerah yang miskin akan sarana prasarana dalam mengaktualisasikan dirinya. Banyak faktor penyebab
kemiskinan nelayan, baik itu faktor internal maupun faktor eksternal yang berkaitan dengan lingkugan secara umum.