Karakteristik Masyarakat Nelayan Desa Tioua

lebih diutamakan. Oleh karena itu, jumlah tenaga kerja lulusan SD dan SLTP mendominasi buruh nelayan masanae, namun ada juga tamatan SLTA dan perguruan tinggi yang menjadi nelayan, tapi jumlahnya lebih sedikit Gambar 3. Gambar 3 Tingkat pendidikan nelayan Desa Tioua. Masanae tetap merupakan pekerja yang berstatus sebagai pekerja tetap, upah diberikan setiap bulan oleh pemilik pajeko. sedangkan masanae tidak tetap adalah pekerja yang tidak terikat dengan pajeko, upah diberikan setiap kali ikut melaut. Jumlah upah yang diterima sesuai dengan pemberian dari tonaas. Jadi mereka diupah ketika mereka bekerja saja, sedangkan Masanae tetap, meskipun dalam satu bulan pernah tidak ikut melaut, upah yang diterima sama dengan upah yang diterima Masanae tetap yang bekerja penuh Gambar 4. Gambar 4 Model pembagian hasil tangkapan dan sistem pengupahan. 2 4 6 8 10 12 14 SD SLTP SLTA Sarjana Pe rse n tase R e spo n d e n o ran g Buruh Nelayan masnait tetap dan tidak tetap = 40 dibagi rata semua masnait Tonas Pimpinan Kapal = 10 Pemilik Kapal = 50 Pekerja Kapal = 50 Tonas Pimpinan Kapal = 10 Pekerja Kapal = 50 Pendapatan Bersih 100 Tonas Pimpinan Kapal = 10 Pekerja Kapal = 50 Perbedaan antara masanae tetap dengan masanae tidak tetap adalah pada sistem pengupahan, jika nelayan tetap diberikan upah secara berkala, bisa satu bulan sekali, dua bulan sekali, atau tergantung pada kebijakan pemilik kapal. Tetapi kalau buruh nelayan tidak tetap, upah diberikan setiap kali ikut melaut. Jumlah upah yang diterima nelayan tidak tetap dengan buruh nelayan tetap adalah sama yaitu berdasarkan jumlah hasil tangkapan.

4.5 Nelayan Perorangan Nelayan Katinting

Nelayan perorangan merupakan nelayan yang umumnya melakukan penangkapan ikan secara tradisional. Sebagai nelayan tradisional, awalnya mereka hanya melakukan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sendiri, bukan untuk tujuan komersil, akan tetapi, seiring dengan perkembangan zaman dan kebutuhan hidup yang semakin meningkat sekarang ini, kegiatan melaut bukan hanya untuk tujuan konsumsi sendiri, tetapi telah bergeser menjadi tujuan yang lebih besar. Mereka mulai melengkapi perahunya dengan mesin tempel meskipun masih dengan kapsitas kecil. Kemudian hasil tangkapan ada yang dijual langsung ke konsumen akhir di sekitar desa setempat, atau ke pusat kota kabupten yang berjarak 10 km dari Desa Tioua. Namun ada pula yang menjual hasil tangkapannya melalui pedagang perantara dibo-dibo. Semua nelayan tradisional di Desa Tioua umumnya melakukan operasi penangkapan secara perorangan, akan tetapi setiap kali pendaratan, nelayan ini dibantu oleh sekretarispelaksana yang melakukan pencatatan atas jumlah hasil tangkapan, sekretarispelaksana ini juga yang menentukan harga jual kepada para dibo-dibo atau ke pembeli lainnya. Umumnya menjadi sekretaris adalah para istri nelayan masing-masing dan nelayan akan mendapat laporan hasil penjualan dari sekretaris secara berkala, akan tetapi kemampuan manajemen yang dilakukan oleh para istri nelayan sederhana dan pengetahuan manajerial masih rendah.

4.6 Biaya Operasional Nelayan

Rata-rata biaya setiap kali melaut oleh nelayan pajeko sebesar Rp450.000,- pertrip per pajeko Gambar 5, sedangkan rata-rata biaya melaut untuk nelayan katinting adalah sebesar Rp48.650,- per trip per orang, dengan waktu melaut rata rata 22 hari dalam sebulan. Jumlah biaya terbesar berasal dari bahan bakar seperti premium, solar, dan atau minyak tanah. Nelayan umumnya membeli BBM premium di pedagang pengecer dengan harga Rp6.000,- liter, minyak tanah Rp6.500,-liter, oli Rp25.000,-liter. Dari kedua klasifikasi nelayan tersebut, tidak ada yang membawa bekal makanan dan es balok sebagai pengawet ikan. Hal ini karena lokasi fishing ground yang dekat dan waktu yang digunakan juga relatif singkat. Untuk nelayan katinting, setiap kali melaut menghabiskan 4 hingga 10 liter bensin dengan kapasitas mesin 5 PK dengan jarak tempuh paling jauh 3 mil dari pinggir pantai dengan biaya operasional Rp48.650,- gambar 5, sedangkan bagi nelayan pajeko, menghabiskan 10 liter bensin dan 100 liter minyak tanah yang dicampur dengan oli sebanyak 10 liter. Rata-rata pajeko menggunakan empat buah mesin dengan kekuatan masing-masing 40 PK. Khusus untuk nelayan katinting bahan bakar yang digunakan adalah bensin tanpa ada campuran. Gambar 5 Perbandingan biaya antara nelayan katinting dengan nelayan pajeko. Beban biaya yang palin besar bagi nelayan adalah pada biaya bahan bakar minyak BBM, biaya ini berlaku pada semua kategori nelayan. Hampir 90 dari biaya melaut adalah dialokasikan untuk BBM, dengan demikian harga BBM akan sangat berpengaruh terhadap tingkat pendapatan nelayan, makin tinggi harga BBM maka pendapatan nelayan akan semakin menurun. - 50.000 100.000 150.000 200.000 250.000 300.000 350.000 400.000 450.000 500.000 Nelayan katinting Nelayan pajeko R u p iah tr ip Kategori nelayan