BAB VII PERENCANAAN STRATEGI PEMBERDAYAAN BKM
DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN.
Fungsi BKM pada program penanggulangan kemiskinan di Kelurahan Pakembaran perlu ditingkatkan, sehingga dalam pemberdayaan masyarakat
miskin di Kelurahan Pakembaran berkelanjutan. Faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi BKM dalam pemberdayaan masyarakat miskin, disebabkan
dari faktor internal yang disebabkan dari pengaruh anggota BKM sendiri, yaitu dari SDM anggota BKM, organisasinya, perencanaan pelaksanaan kegiatan dan
faktor eksternal akibat pengaruh dari masyarakat yaitu hubungan anggota BKM dengan masyarakat, faktor pengaruh lembaga pemerintahan kelurahan sampai
pada tingkat RT, kelembagaan perekonomian dan keuangan, relawan atau masyarakat peduli pada BKM. Berdasarkan hasil wawancara, pengamatan
dilapangan, mempelajari data BKM, dan pelaksanaan diskusi kelompok terarah FGD yang dilakukan bersama dengan anggota BKM, pegawai kelurahan,
pengurus RT dan RW dan fasilitator kelurahan tanggal 15 desember 2008 di aula kelurahan, maka perlu analisis untuk mengkaji fungsi BKM sehingga efektif.
7.1. Potensi, Permasalahan dan Pemecahan Masalah.
Proses pelaksanaan FGD diawali dengan penyampaian potensi lokal yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung kegiatan BKM, dalam melaksanaan
penanggulangan kemiskinan melalui kelompok swadaya masyarakat KSM dan permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan kegiatan program penanggulangan
kemiskinan di Kelurahan Pakembaran.
7.1.1. Potensi BKM.
Potensi yang dimiliki BKM dalam melaksanakan pemberdayaan masyarakat, pada program penanggulangan kemiskinan di Kelurahan
Pakembaran, bahwa BKM Kelurahan Pakembaran merupakan relawan yang dipercaya masyarakat mampu menjalankan program penanggulangan
kemiskinan, secara umum sumberdaya manusia SDM bisa diandalkan, sehingga
mendapat tanggapan positif masyarakat, terhadap pekerjaan anggota BKM pada program penanggulangan kemiskinan. Pada hubungan kelembagaan dan jejaring
sosial, BKM meningkatkan hubungan kelembagaan di tingkat Kelurahan baik lembaga pemerintahan maupun kelembagaan masyarakat non formal untuk
menunjang pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan. Potensi yang dimiliki BKM Kelurahan Pakembaran dalam pemberdayaan masyarakat sebagai
berikut; 1 Pada pembuatan Perencanaan yaitu dalam melaksanakan program penenggulangan kemiskinan, BKM mampu membuat perencanaan jangka
menengah program penanggulangan kemiskinan PJM Pronangkis tiga tahunan bersama masyarakat, dengan tahapan perencanaan yang dimulai dari pelaksanaan
identifikasi kebutuhan masyarakat miskin, serta pendataan potensi kelurahan yang dapat mendukung pelaksanaan program, langkah-langkah pemecahan masalah,
melaksanakan pemberdayaan masyarakat yang melibatkan masyarakat untuk menjadi relawan dalam pananggulangan kemiskinan, pada program pembangunan
infrastuktur, melalui pembangunan prasarana lingkungan dan rumah keluarga miskin, program pemberdayaan sosial masyarakat miskin, program peningkatan
ekonomi mikro dan menengah, 3 pada PJM 2007-2009 BKM Pakembaran dalam pengabdianya, mampu meraih banyak prestasi dibidang pemberdayaan
masyarakat, pada tahun 2007 mendapat juara tiga BKM terbaik di tingkat Kabupaten Tegal, pada tahun 2008 di bidang pemberdayaan masyarakat dengan
nilai audit 96, 25 dan tahun 2009 mendapat juara satu BKM terbaik pada tingkat Kabupaten Tegal serta meraih juara tiga BKM terbaik tingkat Propinsi
Jawa Tengah pada tahun yang sama, 4 Pada PJM 2007-2009 BKM Pakembaran pendapat penilaian dari konsultan pusat KMP, masuk pada BKM mandiri
dengan prestasi dan potensi yang dimilikinya, maka pada tahun 2007 - 2009 melalui kompetisi dana penanggulangan kemiskinan terpadu PAKET di
Kabupaten Tegal, setiap tahunnya selama tiga tahun berturut-turut, mendapatkan anggaran sebesar 200 juta di luar anggaran dana bantuan langsung masarakat
BLM pada program P2KP untuk menunjang kegiatan. Potensi yang lain oleh BKM di Kelurahan Pakembaran mampu menjalankan kerja sama chaneling
program dengan lembaga lain yaitu 1 Melaksanakan kerja sama chaneling program dengan TNI tahun 2008, pada kegiatan tentara manunggal masuk desa
TMMD untuk pengaspalan jalan lintas desa sepanjang 2000 meter, yang menghubungkan Kelurahan Pakembaran dengan Desa Kudaile, 2 Melaksanakan
chaneling program dengan Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya Kabupaten Tegal tahun 2009, untuk pembangunan nurmalisasi sungai sepanjang 1000 meter, 3
Tahun 2008-2009 mendapat penawaran kerjasama dari Departemen Koperasi Kabupaten, BNI 46 Cabang Kabupaten Tegal, BRI Cabang Kabupaten Tegal
untuk mendapatkan tambahan modal perguliran. Prestasi yang diraihnya maka BKM dalam pemberdayaan masyarakat miskin, melalui program-programnya
mampu memberdayakan masyarakat yang berkelanjutan.
7.1.2. Permasalahan yang timbul di BKM.
Permasalahan yang timbul pada BKM di Kelurahan Pakembaran dalam penanggulangan kemiskinan yaitu ; 1 Dalam pelaksanaan identifikasi masalah
kebutuhan, 1 BKM dalam melakukan identifikasi untuk mendapatkan data permasalahankebutuhan masyarakat masih ada campur tangan orang luar
faskel sehingga netralitas BKM dalam identifikasi kurang, 2 Masih ada sifat ketergantungan BKM kepada fasilitator kelurahan dalam proses pemberdayaan
masyarakat sebagai relawan, 3 Kurang dukungan atau partisipasi masyarakat non miskin yang punya potensi ekonomi menengah keatas dan pendidikan
tinggi sebagai relawan, 4 Proses identifikasi tidak menyentuk lapisan-lapisan masyarakat yang diberdayakan, 5 Anggota BKM kebanyakan berpendidikan
rendah dari 18 orang 14 orang berpendidikan SD- SLTA dan hanya 4 orang yang berpendidikan sarjana, sehingga dalam melaksanakan identifikasi kurang
mampu menyerap aspirasi masyarakat dalam kegiatan yang diusulan masyarakat. 2 Dalam perumusan langkah-langkah pemecahan masalah, ada beberapa hal yang
tidak dilakukan BKM yaitu 1 Identifikasi program. BKM dalam membuat program tidak ada program alternatif untuk dijadikan pilihan. 2 Penentuan
Hasil. BKM dalam merumuskan langkah-langkah pemecahan masalah belum membuat rencana hasil program yang merujuk pada keluaran atau output yang
terukur dengan dinyatakan dalam tiga tingkatan yaitu pelaksanaan kegiatan pemberdayaan, unit pelayanan pemberdayaan dan jumlah masyarakat yang
diberdayakan, 3 Penentuan biaya. Penentuan biaya mencakup keseluruhan
biaya program. Ada beberapa macam biaya antara lain biaya tetap, biaya berkala, biaya tambahan. 3 Pada langkah-langkah pemecahan masalah, permasalahan
yang ada yaitu, 1 BKM dalam membentuk KSM panitia pembangunan tidak melalui pemilu raya sehingga tidak menyerap aspirasi masyarakat miskin, 2
Anggota panitia pembangunan tidak ada tim yang mempunyai keahlian, sehingga tidak bisa diukur efektifitas dan evisiensi program. 4 Monitoring dan
evaluasi. 1 BKM dalam menerima ajuan proposal kurang menilai kelayakan kegiatan, kelayakan teknis, lingkungan yang akan dibangun dan biaya kegiatan,
2 BKM tidak memberi kesempatan pada masyarakat miskin untuk menyusun usulan kegiatan, 3 BKM kurang melakukan pemantauan kepada KSMpanitia
pembangunan sehingga mutu pembangunan kurang standar, 4 kurang pemahaman anggota BKM, bahwa monitoring dan evaluasi bagian dari program,
5 rendahnya SDM anggota BKM, sehingga tidak mampu melakukan monitoring dan evaluasi, 6 BKM beranggapan bahwa monitoring dan evaluasi
bukan tanggung jawabnya melainkan tanggung jawab konsultan. Dampak dari aspek Identifikasi permasalahan yang muncul, lemahnya
pengetahuan anggota BKM, sehingga peranserta anggota, ide dan kreatifitas banyak didominasi oleh koordinator BKM dan campur tangan konsultan. Anggota
BKM kurang menyadari bahwa dirinya merupakan figur masyarakat yang dipercaya melakukan pemberdayaan masyarakat di Kelurahan Pakembaran,
apabila terjadi usulan masyarakat untuk melakukan perubahan tidak mampu mengambil keputusan. 2 Dalam aspek perumusan langkah-langkah pemecahan
masalah pengelolaan dan pelaksanaan kegiatan. Permasalahan yang muncul adalah ketidak mampuan BKM dalam merikrut masyarakat yang tidak miskin
untuk menjadi relawan atau menjadi donatur, dengan kurang kepedulian masyarakat yang bukan miskin mengakibatkan pemberdayaan belum menyentuh
masyarakat lapisan menengah keatas. Dampak yang lain adalah BKM dalam pembentukan KSM hanya mempercayakan pada orang yang punya pengaruh pada
masing-masing RT tanpa mengadakan musyawarah masyarakat sehingga kurang menyentuh lapisan-lapisan pemberdayaan pada masyarakat miskin. Pada kegiatan
penyaluran modal pinjaman bergulir pada masyarakat, hanya terfokus pada masyarakat miskin yang masuk dalam kelompok swadaya masyarakat KSM,
sedangkan orang yang tidak masuk dalam KSM tidak bisa menikmati pinjaman, sehingga menimbulkan kecemburuan sosial bagi masyarakat yang bukan orang
miskin, sedangkan masih banyak masyarakat yang ingin mendapatkan dana pinjaman tidak dapat menikmati karena harus membentuk kelompok usaha, 3
Pada aspek langkah-langkah pemecahan masalah. Permasalahan yang muncul dalam pembetukan KSM, maka pemberdayaan masyakat belum menyentuh pada
masyarakat miskin, dan masyarakat miskin hanya sebagai obyek dan penerima manfaat bukan ikut berperan dalam menentukan kebutuhan yang diinginkan bagi
masyarakat miskin, sehingga aspirasi masyarakat miskin belum tersalurkan untuk diberdayakan. pada program pembangunan tidak terpenuhinya relawan yang
mempunyai keahlian sehingga kualitas bangunan efektivitas dan evisiensi biaya, waktu, tidak terukur. Dampak pada ekonomi mikro dan menengah, dengan
pinjaman bergulir pengelolaanya kurang profesional, sehingga proses pelayanannya lama dan usulan tidak sepenuhnya di setujui oleh unit pengelola
keuangan UPK, 4 Dampak pada monitoring dan evaluasi. Permasalahan yang muncul sebagian besar anggota BKM kurang pemahaman tentang program,
karena SDM yang tidak mau mempelajari buku-buku tentang petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis tentang program, sehingga hal-hal penting
dalam mengambil keputusan lebih dikuasai oleh koordinator dan yang berpendidikan sarjana. Dengan demikian dalam memberi penjelasan informasi
pada masyarakat tentang kebijakan BKM dan program-program pemberdayaan kurang tepat. Dalam melakukan pengawasan pada kegiatan KSM atau panitia
pembangunan, kurang bisa dipertanggungjawabkan, karena anggota BKM belum menguasai teknik-teknik monitoring dan evaluasi yang mengakibatkan program
pemberdayaan masyarakat kurang sesuai dengan program. Dampak pada kondisi sosial masyarakat yaitu permasalahan yang muncul adalah kurang optimalnya
hubungan dan kerja sama antara BKM dengan pengurus warga RT dan RW, sehingga mengakibatkan adanya kurang tangggungjawab pada pengurus RT dan
RW, yang disebabkan BKM mempunyai anggapan bahwa dalam pelaksanaan kegiatan penanggulangan kemiskinan, sudah ada perwakilan pada masing-masing
wilayah RT, dengan terbentuk kelompok swadaya masyarakat KSM, baik KSM pembangunan yang menangani program-program pembangunan infrastruktur
lingkungan maupun KSM ekonomi yaitu masyarakat yang menerima dana pinjaman bergulir.
7.2. Pemecahan Masalah.