BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kawasan pesisir merupakan wilayah yang sangat berarti bagi kehidupan manusia di bumi. Sebagian besar penduduk tinggal di wilayah pesisir Kay R,
1999. Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan archiphelagic state dengan jumlah pulau besar dan kecil lebih dari 17.500 buah dan panjang garis pantai lebih
dari 81.000 km Dahuri R, 2001. Pada tahun 1991, 50 penduduk dunia bermukim di wilayah pesisir, dan pada tahun 2025 diperkirakan meningkat
menjadi 75 PBB dalam Hadoko 2011. Sekitar 70 kota-kota besar dunia world’s mega city berada di wilayah pesisir IOC, 1999.
Sekitar 65 penduduk Indonesia bermukim di wilayah pesisir jarak 50 km dari garis pantai ke arah darathulu. Dua pertiga kota-kota yang populasinya
sangat tinggi berada 60 kilometer dari garis pantai. Menurut Wibowo dan Supriatna 2011 Lampung termasuk kota yang memiliki indeks kerentanan
lingkungan pantai yang tinggi dikarenakan indeks penggunaan tanah dan pembangunannya tinggi. Setidaknya 80 persen terjadi di kawasan pesisir dan
pulau-pulau kecil, baik dalam bentuk banjir, abrasi dan tsunami Hidayat, 2011. Selain itu juga wilayah pesisir adalah daerah yang paling rentan terhadap
perubahan iklim Rositasari, 2011. Hal ini juga terjadi di pesisir Kecamatan Punduh Pidada, banyak konversi lahan mangrove menjadi tambak. Konversi
tersebut mengakibatkan terjadinya abrasi pantai di beberapa tempat.
Keunikan kawasan pesisir adalah menghasilkan sektor bernilai tinggi seperti pangan, pemukiman, pariwisata, perikanan, dan industri Rositasari R,
dkk. Pariwisata dan tambak udang adalah pemanfaatan yang dominan di pesisir Kecamatan Punduh Pidada. Dengan berbagai pengembangan yang ada dapat
membuat lingkungan kawasan ini menurun kualitasnya, dan termasuk terjadinya abrasi pantai, akresi pantai serta adanya resiko tsunami bahkan pencemaran
lingkungan yang perlu untuk diperhatikan Karminarsih, 2007. Selain konversi lahan mangrove dan abrasi pantai, permasalahan lainnya yang ada di pesisir
Kecamatan Punduh Pidada adalah kepemilikan lahan tambak dikuasai oleh
penduduk non-lokal. Hal tersebut mengakibatkan pemerintah tidak dapat mengontrol perkembangan tambak tersebut, dan masyarakat sekitar tidak dapat
menikmati manfaat dari keberadaan tambak tersebut. Salah satu solusi dari permasalahan tersebut adalah membuat perencanaan wisata tambak sehingga
masyarakat dapat merasakan manfaat dari keberadaan tambak. Pengembangan pariwisata maupun tambak tidak akan berdampak buruk pada lingkungan jika
dilakukan perencanaan dan pengelolaan dengan baik. Perencanaan tersebut juga harus memperhatikan ruang terbuka hijau terutama mangrove. Menurut Pemeritah
Daerah Pesawaran abrasi pantai di daerah Kecamatan Punduh Pidada Kabupaten Pesawaran sudah meluas sepanjang 25 meter dari bibir pantai. Kerusakan akibat
abrasi masih juga banyak terjadi di wilayah pantai timur karena sepanjang sekitar 200 kilometer pantai tersebut mengalami abrasi.
Vegetasi pantai memiliki peran yang sangat penting sebagai pencegah abrasi, tumbuhan pantai umumnya memiliki akar yang panjang dan kuat, sehingga
mampu menahan substrat dari hempasan gelombang. Demikian pula saat timbulnya bencana tsunami, vegetasi pantai memiliki kemampuan untuk meredam
energi gelombang yang sangat besar. Pesatnya pembangunan fisik yang tidak diimbangi dengan perencanaan ruang terbuka hijau dapat mengakibatkan
terganggunya keseimbangan lingkungan di daerah Kabupaten Pesawaran. Pariwisata di Kabupaten Pesawaran memiliki potensi yang cukup tinggi dalam
pengembangannya. Wisata-wisata yang berpotensi seperti Pantai Mutun, wisata bahari di Pulau Legundi, Pulau Pahawang, dan Pulau Kelagian, dan pariwisata
lainnya. Aspek pariwisata di daerah Kabupaten Pesawaran sangatlah penting untuk dapat meningkatkan pendapatan dan memajukan daerah khususnya daerah
pesisir. Begitu pun dengan keberadaan tambak yang juga penting untuk kepentingan daerah. Oleh karena itu diperlukan suatu perencanaan yang
mensinergiskan kedua aspek tersebut namun juga tetap menjaga kualitas lingkungan daerah pesisir Kabupaten Pesawaran.
Ruang terbuka hijau merupakan bagian penting dari suatu kawasan, memiliki fungsi utama sebagai penunjang ekologis yang juga diperuntukkan
sebagai ruang terbuka penambah dan pendukung nilai kualitas lingkungan. Ruang terbuka hijau dipandang sebagai suatu ruang yang memiliki fungsi ekologis.
Keberadaan ruang terbuka hijau sangatlah diperlukan dalam mengendalikan dan memelihara integritas dan kualitas lingkungan Hakim, 2004. Menurut Peraturan
Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002, pengadaan RTH ditujukan antara lain untuk menjaga kelestarian dan keseimbangan ekosistem yang meliputi unsur
lingkungan, sosial, dan budaya. Meskipun ruang terbuka hijau di Kabupaten Pesawaran terutama Kecamatan Punduh Pidada masih sangat mencukupi, namun
perencanaan dengan memperhatikan keberadaan ruang terbuka hijau sangatlah penting. Hal ini agar manfaat ruang terbuka hijau dapat dirasakan oleh masyarakat
serta menghindari terjadinya konversi lahan terbuka yang tidak terkontrol. Permasalahan utama di pesisir Kecamatan Punduh Pidada adalah konversi
mangrove menjadi tambak, namun di sisi lain tambak memerlukan mangrove untuk keberlanjutan tambak itu sendiri dan juga tambak sangat penting untuk
perekonomian masyarakat. Permasalahan kompleks yang terjadi di daerah pesisir Kabupaten Pesawaran ini dapat diatasi dengan perencanaan lanskap kawasan
wisata tambak, berdasarkan analisis kualitatif maupun kuantitatif, serta analisis spasial dengan memperhatikan rencana ruang terbuka hijau. Hal ini diharapkan
dapat menyeimbangkan keberadaan tambak dan mangrove serta mendukung visi pemerintah Kabupaten Pesawaran untuk mengembangkan pariwisata dan tambak
serta tetap dapat menjaga kualitas lingkungan dengan menata ruang terbuka hijau daerah pesisir.
1.2 Tujuan