Kerangka Pikir Perencanaan lanskap kawasan wisata tambak di Kecamatan Punduh Pidada Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung
Gambar 2. Zonasi Mangrove di Sumatra
Lak, 2006
Selain itu juga dapat menggunakan mangrove, menurut Sidik dkk 2002 dapat dengan membuat pola zonasi pertumbuhan hutan mangrove yang terbagi
atas: 1.
Mangrove terbuka: mangrove berada pada bagian yang berhadapan dengan laut.
2. Mangrove tengah: mangrove yang berada di belakang mangrove zone
terbuka. 3.
Mangrove payau: mangrove berada di sepanjang sungai berair payau. Menurut Karminarsih 2007 beberapa upaya mengurangi atau
meminimalisasi dampak yang ditimbulkan tsunami adalah: 1.
Mencegah perkembangan pemukiman di wilayah pesisir, yang berbatasan langsung dengan laut. Berkenaan dengan hal ini maka pemerintah harus
mempersiapkan model tata ruang yang memasukkan unsur resiko tsunami. 2.
Membuat zona penyangga dengan tanaman mangrove ataupun tanaman pantai lainnya seperti cemara pantai Casuarina equisefolia, nyamplung
Calophyllum sp., dan ketapang Terminalia catappa. Hutan mangrove dalam skala ekologis merupakan ekosistem yang sangat
penting, terutama karena daya dukungnya bagi stabilitas ekosistem kawasan pesisir. Kestabilan ekosistem mangrove akan mempunyai pengaruh sangat luas
terhadap kelestarian wilayah pesisir. Mangrove sebagai ekosistem hutan, memiliki sifat dan ciri yang sangat khas, tumbuh pada pantai berlumpur dan muara sungai.
Berdasarkan statusnya, kawasan hutan mangrove Indonesia dibedakan menjadi hutan produksi, taman nasional, suaka margasatwa, cagar alam, dan hutan
lindung. Pengelolaannya menjadi tanggung jawab Departemen Kehutanan. Sedangkan yang non kawasan, dimana mangrove berada ataupun ditanam
masyarakat di lahan-lahan milik masyarakat dikenal sebagai hutan rakyat,
wewenang dan tanggung jawabnya di tangan pemerintah daerah Karminarsih, 2007. Pola penanaman mangrove perlu meniru pola zonasi mangrove secara alam
Gambar 3.
Gambar 3. Pola Zonasi Hutan Mangrove dari Tepi Laut Menuju ke Arah Daratan
Sumber: Bengen, 2004
Pohon bakau memagari kawasan tepian pantai hingga menyusup ke jantung kota melalui bantaran kali untuk mencegah intrusi air laut, menahan abrasi pantai,
menahan air pasang, angin dan gelombang besar dari lautan lepas, mencegah pendangkalan dan penyempitan badan air, menyerap limpahan air dari daratan
saat banjir, menetralisasi pencemaran air laut, dan melestarikan habitat tiga ekosistem hutan bakau yang kaya keanekaragaman hayati Andryana, 2010.
Hutan Lindung, daerah dengan lereng yang curam harus dijadikan kawasan hutan karena rawan longsor. Demikian pula dengan daerah pantai yang rawan
akan abrasi air laut Dahlan, 1992. Menurut Leimona 1997 vegetasi pantai dengan ketebalan 200 m,
kerapatan 30 pohon per 100 m
2
dan diameter pohon 15 cm, dapat meredam 50 energi gelombang. Selain upaya penghijauan pantai, dapat juga dilakukan hard
protection, seperti pembangunan pemecah gelombang dengan ketinggian yang disesuaikan dengan karakteristik gelombang atau ketinggian gelombang.
Daerah penyangga pantai dimulai dari vegetasi di tepi air, kemudian vegetasi mangrove di area intertidal dengan jarak antara 300-500 meter, dan
daerah yang datar minimal 100 meter yang terdiri dari vegetasi jenis Casuarina, Palem, Pinus, dan Waru. Dengan ketebalan ruang terbuka hijau hingga 250 meter