Kesimpulan Saran Perencanaan lanskap kawasan wisata tambak di Kecamatan Punduh Pidada Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung

d. Peta Analisis Kemiringan Lahan e. Peta Analisis Ketinggian Lahan =Skor 4 =Skor 2 Skala : 0 1000 2000 4000 Meter =Skor 3 =Skor 2 =Skor 1 Skala : 0 1000 2000 4000 Meter Lampiran 2. Gambar dan Deskripsi Mangrove yang Digunakan 1. Achanthus ilicifolius Jeruju Herba rendah, terjurai di permukaan tanah, kuat, agak berkayu, ketinggian hingga 2 m. Cabang umumnya tegak tapi cenderung kurus sesuai dengan umurnya. Percabangan tidak banyak dan umumnya muncul dari bagian-bagian yang lebih tua. Akar udara muncul dari permukaan bawah batang horizontal. Ekologi : Biasanya pada atau dekat mangrove, sangat jarang di daratan. Memiliki kekhasan sebagai herba yang tumbuh rendah dan kuat, yang memiliki kemampuan untuk menyebar secara vegetatif karena perakarannya yang berasal dari batang horizontal, sehingga membentuk bagian yang besar dan kukuh. Bunga kemungkinan diserbuki oleh burung dan serangga. Biji tertiup angin, sampai sejauh 2 m. Di Bali berbuah sekitar Agustus. Manfaat : Buah ditumbuk dan digunakan untuk “pembersih” darah serta mengatasi kulit terbakar. Daun mengobati reumatik. Perasan buah atau akar kadang-kadang digunakan untuk mengatasi racun gigitan ular atau terkena panah beracun. Biji konon bisa mengatasi serangan cacing dalam pencernaan. Pohon juga dapat digunakan sebagai makanan ternak. 2. Avicennia alba Api-api Belukar atau pohon yang tumbuh menyebar dengan ketinggian mencapai 25 m. Kumpulan pohon membentuk sistem perakaran horizontal dan akar nafas yang rumit. Akar nafas biasanya tipis, berbentuk jari atau seperti asparagus yang ditutupi oleh lentisel. Kulit kayu luar berwarna keabu-abuan atau gelap kecoklatan, beberapa ditumbuhi tonjolan kecil, sementara yang lain kadang-kadang memiliki permukaan yang halus. Pada bagian batang yang tua, kadangkadang ditemukan serbuk tipis. Ekologi : Merupakan jenis pionir pada habitat rawa mangrove di lokasi pantai yang terlindung, juga di bagian yang lebih asin di sepanjang pinggiran sungai yang dipengaruhi pasang surut, serta di sepanjang garis pantai. Mereka umumnya menyukai bagian muka teluk. Akarnya dilaporkan dapat membantu pengikatan sedimen dan mempercepat proses pembentukan daratan. Perbungaan terjadi sepanjang tahun. Genus ini kadang-kadang bersifat vivipar, dimana sebagian buah berbiak ketika masih menempel di pohon. Manfaat : Kayu bakar dan bahan bangunan bermutu rendah. Getah dapat digunakan untuk mencegah kehamilan. Buah dapat dimakan. 3. Avicennia marina Api-api Belukar atau pohon yang tumbuh tegak atau menyebar, ketinggian pohon mencapai 30 meter. Memiliki sistem perakaran horizontal yang rumit dan berbentuk pensil atau berbentuk asparagus, akar nafas tegak dengan sejumlah lentisel. Kulit kayu halus dengan burik-burik hijau-abu dan terkelupas dalam bagian-bagian kecil. Ranting muda dan tangkai daun berwarna kuning, tidak berbulu. Ekologi: Merupakan tumbuhan pionir pada lahan pantai yang terlindung, memiliki kemampuan menempati dan tumbuh pada berbagai habitat pasang-surut, bahkan di tempat asin sekalipun. Jenis ini merupakan salah satu jenis tumbuhan yang paling umum ditemukan di habitat pasang-surut. Akarnya sering dilaporkan membantu pengikatan sedimen dan mempercepat proses pembentukan tanah timbul. Jenis ini dapat juga bergerombol membentuk suatu kelompok pada habitat tertentu. Berbuah sepanjang tahun, kadang-kadang bersifat vivipar. Buah membuka pada saat telah matang, melalui lapisan dorsal. Buah dapat juga terbuka karena dimakan semut atau setelah terjadi penyerapan air. Manfaat : Daun digunakan untuk mengatasi kulit yang terbakar. Resin yang keluar dari kulit kayu digunakan sebagai alat kontrasepsi. Buah dapat dimakan. Kayu menghasilkan bahan kertas berkualitas tinggi. Daun digunakan sebagai makanan ternak. 4. Bruguiera parviflora Buta-buta Berupa semak atau pohon kecil yang selalu hijau, tinggi meskipun jarang dapat mencapai 20 m. Kulit kayu burik, berwarna abu-abu hingga coklat tua, bercelah dan agak membengkak di bagian pangkal pohon. Akar lutut dapat mencapai 30 cm tingginya. Ekologi: Jenis ini membentuk tegakan monospesifik pada areal yang tidak sering tergenang. Individu yang terisolasi juga ditemukan tumbuh di sepanjang alur air dan tambak tepi pantai. Substrat yang cocok termasuk lumpur, pasir, tanah payau dan bersalinitas tinggi. Hipokotilnya yang ringan mudah untuk disebarkan melalui air, dan nampaknya tumbuh dengan baik pada areal yang menerima cahaya matahari yang sedang hingga cukup. Bunga dibuahi oleh serangga yang terbang pada siang hari, seperti kupu-kupu. Daunnya berlekuk-lekuk, yang merupakan ciri khasnya, disebabkan oleh gangguan serangga. Dapat menjadi sangat dominan di areal yang telah diambil kayunya. Manfaat: Untuk kayu bakar, tiang dan arang. Buahnya dilaporkan digunakan untuk mengobati penyakit herpes, akar serta daunnya digunakan untuk mengatasi kulit terbakar. Di Sulawesi buahnya dimakan setelah direndam dan dididihkan. 5. Bruguiera silindrica Buta-buta Pohon selalu hijau, berakar lutut dan akar papan yang melebar ke samping di bagian pangkal pohon, ketinggian pohon kadang-kadang mencapai 23 meter. Kulit kayu abu- abu, relatif halus dan memiliki sejumlah lentisel kecil. Ekologi: Tumbuh mengelompok dalam jumlah besar, biasanya pada tanah liat di belakang zona Avicennia, atau di bagian tengah vegetasi mangrove kearah laut. Jenis ini juga memiliki kemampuan untuk tumbuh pada tanahsubstrat yang baru terbentuk dan tidak cocok untuk jenis lainnya. Kemampuan tumbuhnya pada tanah liat membuat pohon jenis ini sangat bergantung kepada akar nafas untuk memperoleh pasokan oksigen yang cukup, dan oleh karena itu sangat responsif terhadap penggenangan yang berkepanjangan. Memiliki buah yang ringan dan mengapung sehinggga penyebarannya dapat dibantu oleh arus air, tapi pertumbuhannya lambat. Perbungaan terjadi sepanjang tahun. Manfaat: Untuk kayu bakar. Di beberapa daerah, akar muda dari embrionya dimakan dengan gula dan kelapa. Para nelayan tidak menggunakan kayunya untuk kepentingan penangkapan ikan karena kayu tersebut mengeluarkan bau yang menyebabkan ikan tidak mau mendekat. 6. Excoecaria agallocha L. Kayu Buta Pohon merangas kecil dengan ketinggian mencapai 15 m. Kulit kayu berwarna abu- abu, halus, tetapi memiliki bintil. Akar menjalar di sepanjang permukaan tanah, seringkali berbentuk kusut dan ditutupi oleh lentisel. Batang, dahan dan daun memiliki getah warna putih dan lengket yang dapat mengganggu kulit dan mata. Ekologi: Tumbuhan ini sepanjang tahun memerlukan masukan air tawar dalam jumlah besar. Umumnya ditemukan pada bagian pinggir mangrove di bagian daratan, atau kadang-kadang di atas batas air pasang. Jenis ini juga ditemukan tumbuh di sepanjang pinggiran danau asin 90 air laut di pulau vulkanis Satonda, sebelah utara Sumbawa. Mereka umum ditemukan sebagai jenis yang tumbuh kemudian pada beberapa hutan yang telah ditebang, misalnya di Suaka Margasatwa. Karang-Gading Langkat Timur Laut, dekat Medan, Sumatera Utara. Perbungaan terjadi sepanjang tahun. Penyerbukan dilakukan oleh serangga, khususnya lebah. Hal ini terutama diperkirakan terjadi karena adanya serbuk sari yang tebal serta kehadiran nektar yang memproduksi kelenjar pada ujung pinak daun di bawah bunga. Manfaat: Akar dapat digunakan untuk mengobati sakit gigi dan pembengkakan. Kayu digunakan untuk bahan ukiran. Kayu tidak bisa digunakan sebagai kayu bakar karena bau wanginya tidak sedap bagi masakan. Kayu dapat digunakan sebagai bahan pembuat kertas yang bermutu baik. Getah digunakan untuk membunuh ikan. Kayunya kadang-kadang dijual karena wanginya, akan tetapi wanginya akan hilang beberapa tahun kemudian. 7. Finlaysonia maritima Basang Siap Tumbuhan pemanjatperambat berkayu, mengandung getah berwarna putih. Ekologi: Dijumpai pada kawasan mangrove yang terbuka, kadang-kadang dijumpai lebih ke arah pantai. 8. Nypa fructicans Nipah : Palma tanpa batang di permukaan, membentuk rumpun. Batang terdapat di bawah tanah, kuat dan menggarpu. Tinggi dapat mencapai 4-9 m. Ekologi: Tumbuh pada substrat yang halus, pada bagian tepi atas dari jalan air. Memerlukan masukan air tawar tahunan yang tinggi. Jarang terdapat di luar zona pantai. Biasanya tumbuh pada tegakan yang berkelompok. Memiliki sistem perakaran yang rapat dan kuat yang tersesuaikan lebih baik terhadap perubahan masukan air, dibandingkan dengan sebagian besar jenis tumbuhan mangrove lainnya. Serbuk sari lengket dan penyerbukan nampaknya dibantu oleh lalat Drosophila. Buah yang berserat serta adanya rongga udara pada biji membantu penyebaran mereka melalui air. Kadang-kadang bersifat vivipar. Manfaat : Sirup manis dalam jumlah yang cukup banyak dapat dibuat dari batangnya, jika bunga diambil pada saat yang tepat. Digunakan untuk memproduksi alkohol dan gula. Jika dikelola dengan baik, produksi gula yang dihasilkan lebih baik dibandingkan dengan gula tebu, serta memiliki kandungan sukrosa yang lebih tinggi. Daun digunakan untuk bahan pembuatan payung, topi, tikar, keranjang dan kertas rokok. Biji dapat dimakan. Setelah diolah, serat gagang daun juga dapat dibuat tali dan bulu sikat. 9. Rhizopora apiculata Bakau Putih Pohon dengan ketinggian mencapai 30 m dengan diameter batang mencapai 50 cm. Memiliki perakaran yang khas hingga mencapai ketinggian 5 meter, dan kadang- kadang memiliki akar udara yang keluar dari cabang. Kulit kayu berwarna abu-abu tua dan berubah-ubah. Ekologi: Tumbuh pada tanah berlumpur, halus, dalam dan tergenang pada saat pasang normal. Tidak menyukai substrat yang lebih keras yang bercampur dengan pasir. Tingkat dominasi dapat mencapai 90 dari vegetasi yang tumbuh di suatu lokasi. Menyukai perairan pasang surut yang memiliki pengaruh masukan air tawar yang kuat secara permanen. Percabangan akarnya dapat tumbuh secara abnormal karena gangguan kumbang yang menyerang ujung akar. Kepiting dapat juga menghambat pertumbuhan mereka karena mengganggu kulit akar anakan. Tumbuh lambat, tetapi perbungaan terdapat sepanjang tahun. Manfaat: Kayu dimanfaatkan untuk bahan bangunan, kayu bakar dan arang. Kulit kayu berisi hingga 30 tanin per sen berat kering. Cabang akar dapat digunakan sebagai jangkar dengan diberati batu. Di Jawa acapkali ditanam di pinggiran tambak untuk melindungi pematang. Sering digunakan sebagai tanaman penghijauan. 10. Rhizophora mucronata Bakau Hitam Pohon dengan ketinggian mencapai 27 m, jarang melebihi 30 m. Batang memiliki diameter hingga 70 cm dengan kulit kayu berwarna gelap hingga hitam dan terdapat celah horizontal. Akar tunjang dan akar udara yang tumbuh dari percabangan bagian bawah. Ekologi: Di areal yang sama dengan R. Apiculata tetapi lebih toleran terhadap substrat yang lebih keras dan pasir. Pada umumnya tumbuh dalam kelompok, dekat atau pada pematang sungai pasang surut dan di muara sungai, jarang sekali tumbuh pada daerah yang jauh dari air pasang surut. Pertumbuhan optimal terjadi pada areal yang tergenang dalam, serta pada tanah yang kaya akan humus. Merupakan salah satu jenis tumbuhan mangrove yang paling penting dan paling tersebar luas. Perbungaan terjadi sepanjang tahun. Anakan seringkali dimakan oleh kepiting, sehingga menghambat pertumbuhan mereka. Anakan yang telah dikeringkan dibawah naungan untuk beberapa hari akan lebih tahan terhadap gangguan kepiting. Hal tersebut mungkin dikarenakan adanya akumulasi tanin dalam jaringan yang kemudian melindungi mereka. Manfaat: Kayu digunakan sebagai bahan bakar dan arang. Tanin dari kulit kayu digunakan untuk pewarnaan, dan kadang-kadang digunakan sebagai obat dalam kasus hematuria perdarahan pada air seni. Kadang-kadang ditanam di sepanjang tambak untuk melindungi pematang. 11. Sonneratia caseolaris Pedada Pohon selalu hijau, tumbuh tersebar, ketinggian kadang-kadang hingga 15 m. Kulit kayu berwarna putih tua hingga coklat, dengan celah longitudinal yang halus. Akar berbentuk kabel di bawah tanah dan muncul kepermukaan sebagai akar nafas yang berbentuk kerucut tumpul dan tingginya mencapai 25 cm. Ekologi: Jenis pionir, tidak toleran terhadap air tawar dalam periode yang lama. Menyukai tanah yang bercampur lumpur dan pasir, kadang-kadang pada batuan dan karang. Sering ditemukan di lokasi pesisir yang terlindung dari hempasan gelombang, juga di muara dan sekitar pulau-pulau lepas pantai. Di lokasi dimana jenis tumbuhan lain telah ditebang, maka jenis ini dapat membentuk tegakan yang padat. Perbungaan terjadi sepanjang tahun. Bunga hidup tidak terlalu lama dan mengembang penuh di malam hari, mungkin diserbuki oleh ngengat, burung dan kelelawar pemakan buah. Di jalur pesisir yang berkarang mereka tersebar secara vegetatif. Kunang-kunang sering menempel pada pohon ini dikala malam. Buah mengapung karena adanya jaringan yang mengandung air pada bijinya. Akar nafas tidak terdapat pada pohon yang tumbuh pada substrat yang keras. Manfaat: Buahnya asam dapat dimakan. Di Sulawesi, kayu dibuat untuk perahu dan bahan bangunan, atau sebagai bahan bakar ketika tidak ada bahan bakar lain. Akar nafas digunakan oleh orang Irian untuk gabus dan pelampung. 12. Xylocarpus granatum Nyiri Pohon dapat mencapai ketinggian 10-20 m. Memiliki akar papan yang melebar ke samping, meliuk-liuk dan membentuk celahan-celahan. Batang seringkali berlubang, khususnya pada pohon yang lebih tua. Kulit kayu berwarna coklat muda-kekuningan, tipis dan mengelupas, sementara pada cabang yang muda, kulit kayu berkeriput. Ekologi: Tumbuh di sepanjang pinggiran sungai pasang surut, pinggir daratan dari mangrove, dan lingkungan payau lainnya yang tidak terlalu asin. Seringkali tumbuh mengelompok dalam jumlah besar. Individu yang telah tua seringkali ditumbuhi oleh epifit. Manfaat: Kayunya hanya tersedia dalam ukuran kecil, kadang-kadang digunakan sebagai bahan pembuatan perahu. Kulit kayu dikumpulkan karena kandungan taninnya yang tinggi 24 berat kering. Sumber: http:www.indonesia.wetlands.org Lampiran 3. Karakteristik Grup Fisiologi Tanah Kawasan Pesisir Kec. Punduh Pidada 1. Grup Aluvial: Terbentuk dari bahan endapan sungai, endapan rawa dan endapan hasil aluviasikoluviasi di kaki lereng perbukitanpegunungan yang landai. Tersebar antara ketinggian 5-15 mdpl. Bentuk wilayah datar, datar agak cembung dan datar agak melandai dengan lereng 0-3. Vegetasi atau penggunaan lahan utamanya antara lain rumput, persawahan, semak belukar, dan lain-lain. Jenis tanah utama relatif muda dan pada umumnya berasosiasi dengan lingkungan airbasah. Jenis tanahnya bertekstur halus sampai sedang, drainase baik. Unsur hara sedang sampai sangat rendah. Penghambat utama adalah genangan air permanen, banjir, dan kandungan unsur hara. 2. Grup Marin Merupakan dataran rendah yang memanjang dari utara ke selatan sepanjangsejajar pantai sebagian besar daerahnya dipengaruhi pasang surut. Terletak pada ketinggian 0-25 mdpl berupa dataran pasang surut berlumpur. Vegetasi dan penggunaan lahan utamanya berupa hutan mangrove, rawa pasang surut, sawah, kebun kelapa, tambak, dan daerah pemukiman. Tekstur tanah halus halus hingga kasar. Drainase baik dan juga terdapat drainase terhambat. Daerah ini berpotensi baik sebagai daerah tambak, tanpa melupakan kelestarian alam antara lain perlunya hutan mangrove sebagai buffer zone di sepanjang pantai. Unsur hara untuk tanaman rendah. Penghambat utama berupa genangan air, ranah sulfat masam, tekstur tanah kasar, unsur hara tanaman rendah. 3. Perbukitan Daerah terbentuk karena aktivitas tektonik, terletak di lereng pegunungan dan volkan. Bahan pembentuknya berupa bahan volkan tuf dan batuan andesit, batuan sedimen, batuan plutonik masam granit dan batuan metamorf. Terletak pada ketinggian 15-375 mdpl. Bentuk wilayahnya berbukit, berlereng curam sampai sangat curam dengan lereng 16. Vegetasi dan penggunaan lahannya berupa hutan sekunder, kebun karet, kelapa, pertanian lahan kering ladang dan tegalan sedang di pelembahan berupa persawahan. Tekstur tanah agak halus sampai halus. Kesuburan tanahnya rendah sampai sedang, kecuali lereng bawah yang dapat digunakan sebagai pengembangan pertanian lahan kering dengan memperhatikan konservasi tanah, lereng atas dan tengah hendaknya digunakan sebagai hutan. Pembatas utama berupa lereng, erosi, dan kekurangan air. 4. Pegunungan Terletak antara ketinggian antara 500-1.225 mdpl, berlereng curam sampai sangat curam, dengan lereng 30. Bahan pembentuknya berupa bahan volkan. Vegetasi dan penggunaan lahannya berupa hutan lindung, semak belukar, sedang di lereng bawah berupa perkebunan kopi, cengkeh, lada, dan pertanian lahan kering ladang dan tegalan. Tekstur tanah halus di lereng atas bertekstur sedang dengan drainase baik. Kandungan unsur hara tanaman dari tanah tersebut umumnya rendah sampai sangat rendah, sedang di lereng bawah dengan lereng 30 umumnya mempunyai kesuburan yang lebih baik, kandungan bahan organiknya rendah. Lereng bawah yang landai berpotensi dipertahankan sebagai daerah hutan. Penghambat utama berupa lereng, erosi, dan kesuburan tanah yang rendah. Sumber: Buku Keterangan Peta Satuan Lahan dan Tanah Lembar Pematangsiantar, Sumatra. Lampiran 4. Data Luasan Tambak di Kecamatan Punduh Pidada Tahun 2010 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pesawaran Lampiran 5. Data Luasan Mangrove di Kecamatan Punduh Pidada Tahun 2011 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kawasan pesisir merupakan wilayah yang sangat berarti bagi kehidupan manusia di bumi. Sebagian besar penduduk tinggal di wilayah pesisir Kay R, 1999. Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan archiphelagic state dengan jumlah pulau besar dan kecil lebih dari 17.500 buah dan panjang garis pantai lebih dari 81.000 km Dahuri R, 2001. Pada tahun 1991, 50 penduduk dunia bermukim di wilayah pesisir, dan pada tahun 2025 diperkirakan meningkat menjadi 75 PBB dalam Hadoko 2011. Sekitar 70 kota-kota besar dunia world’s mega city berada di wilayah pesisir IOC, 1999. Sekitar 65 penduduk Indonesia bermukim di wilayah pesisir jarak 50 km dari garis pantai ke arah darathulu. Dua pertiga kota-kota yang populasinya sangat tinggi berada 60 kilometer dari garis pantai. Menurut Wibowo dan Supriatna 2011 Lampung termasuk kota yang memiliki indeks kerentanan lingkungan pantai yang tinggi dikarenakan indeks penggunaan tanah dan pembangunannya tinggi. Setidaknya 80 persen terjadi di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil, baik dalam bentuk banjir, abrasi dan tsunami Hidayat, 2011. Selain itu juga wilayah pesisir adalah daerah yang paling rentan terhadap perubahan iklim Rositasari, 2011. Hal ini juga terjadi di pesisir Kecamatan Punduh Pidada, banyak konversi lahan mangrove menjadi tambak. Konversi tersebut mengakibatkan terjadinya abrasi pantai di beberapa tempat. Keunikan kawasan pesisir adalah menghasilkan sektor bernilai tinggi seperti pangan, pemukiman, pariwisata, perikanan, dan industri Rositasari R, dkk. Pariwisata dan tambak udang adalah pemanfaatan yang dominan di pesisir Kecamatan Punduh Pidada. Dengan berbagai pengembangan yang ada dapat membuat lingkungan kawasan ini menurun kualitasnya, dan termasuk terjadinya abrasi pantai, akresi pantai serta adanya resiko tsunami bahkan pencemaran lingkungan yang perlu untuk diperhatikan Karminarsih, 2007. Selain konversi lahan mangrove dan abrasi pantai, permasalahan lainnya yang ada di pesisir Kecamatan Punduh Pidada adalah kepemilikan lahan tambak dikuasai oleh penduduk non-lokal. Hal tersebut mengakibatkan pemerintah tidak dapat mengontrol perkembangan tambak tersebut, dan masyarakat sekitar tidak dapat menikmati manfaat dari keberadaan tambak tersebut. Salah satu solusi dari permasalahan tersebut adalah membuat perencanaan wisata tambak sehingga masyarakat dapat merasakan manfaat dari keberadaan tambak. Pengembangan pariwisata maupun tambak tidak akan berdampak buruk pada lingkungan jika dilakukan perencanaan dan pengelolaan dengan baik. Perencanaan tersebut juga harus memperhatikan ruang terbuka hijau terutama mangrove. Menurut Pemeritah Daerah Pesawaran abrasi pantai di daerah Kecamatan Punduh Pidada Kabupaten Pesawaran sudah meluas sepanjang 25 meter dari bibir pantai. Kerusakan akibat abrasi masih juga banyak terjadi di wilayah pantai timur karena sepanjang sekitar 200 kilometer pantai tersebut mengalami abrasi. Vegetasi pantai memiliki peran yang sangat penting sebagai pencegah abrasi, tumbuhan pantai umumnya memiliki akar yang panjang dan kuat, sehingga mampu menahan substrat dari hempasan gelombang. Demikian pula saat timbulnya bencana tsunami, vegetasi pantai memiliki kemampuan untuk meredam energi gelombang yang sangat besar. Pesatnya pembangunan fisik yang tidak diimbangi dengan perencanaan ruang terbuka hijau dapat mengakibatkan terganggunya keseimbangan lingkungan di daerah Kabupaten Pesawaran. Pariwisata di Kabupaten Pesawaran memiliki potensi yang cukup tinggi dalam pengembangannya. Wisata-wisata yang berpotensi seperti Pantai Mutun, wisata bahari di Pulau Legundi, Pulau Pahawang, dan Pulau Kelagian, dan pariwisata lainnya. Aspek pariwisata di daerah Kabupaten Pesawaran sangatlah penting untuk dapat meningkatkan pendapatan dan memajukan daerah khususnya daerah pesisir. Begitu pun dengan keberadaan tambak yang juga penting untuk kepentingan daerah. Oleh karena itu diperlukan suatu perencanaan yang mensinergiskan kedua aspek tersebut namun juga tetap menjaga kualitas lingkungan daerah pesisir Kabupaten Pesawaran. Ruang terbuka hijau merupakan bagian penting dari suatu kawasan, memiliki fungsi utama sebagai penunjang ekologis yang juga diperuntukkan sebagai ruang terbuka penambah dan pendukung nilai kualitas lingkungan. Ruang terbuka hijau dipandang sebagai suatu ruang yang memiliki fungsi ekologis. Keberadaan ruang terbuka hijau sangatlah diperlukan dalam mengendalikan dan memelihara integritas dan kualitas lingkungan Hakim, 2004. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002, pengadaan RTH ditujukan antara lain untuk menjaga kelestarian dan keseimbangan ekosistem yang meliputi unsur lingkungan, sosial, dan budaya. Meskipun ruang terbuka hijau di Kabupaten Pesawaran terutama Kecamatan Punduh Pidada masih sangat mencukupi, namun perencanaan dengan memperhatikan keberadaan ruang terbuka hijau sangatlah penting. Hal ini agar manfaat ruang terbuka hijau dapat dirasakan oleh masyarakat serta menghindari terjadinya konversi lahan terbuka yang tidak terkontrol. Permasalahan utama di pesisir Kecamatan Punduh Pidada adalah konversi mangrove menjadi tambak, namun di sisi lain tambak memerlukan mangrove untuk keberlanjutan tambak itu sendiri dan juga tambak sangat penting untuk perekonomian masyarakat. Permasalahan kompleks yang terjadi di daerah pesisir Kabupaten Pesawaran ini dapat diatasi dengan perencanaan lanskap kawasan wisata tambak, berdasarkan analisis kualitatif maupun kuantitatif, serta analisis spasial dengan memperhatikan rencana ruang terbuka hijau. Hal ini diharapkan dapat menyeimbangkan keberadaan tambak dan mangrove serta mendukung visi pemerintah Kabupaten Pesawaran untuk mengembangkan pariwisata dan tambak serta tetap dapat menjaga kualitas lingkungan dengan menata ruang terbuka hijau daerah pesisir.

1.2 Tujuan

Tujuan penelitian dalam perencanaan lanskap wisata tambak ini adalah: 1. menganalisis kondisi ruang terbuka hijau kawasan pesisir Kecamatan Punduh Pidada 2. menganalisis perencanaan kawasan wisata tambak 3. menyusun perencanaan lanskap kawasan wisata tambak di kawasan pesisir Kecamatan Punduh

1.3 Manfaat

1. berkontribusi dalam mengurangi dampak negatif dari kegiatan pengembangan di kawasan pesisir 2. memberi alternatif perencanaan lanskap kawasan wisata tambak di kawasan pesisir Kecamatan Punduh Pidada

1.4 Kerangka Pikir

Berdasarkan beberapa karakteristik penggunaan lahan di kawasan pesisir Kecamatan Punduh Pidada, dilakukan analisis dampak dan kendalanya serta jika ada potensi yang mungkin untuk dikembangkan. Salah satu sektor penting di kawasan pesisir Kecamatan Punduh Pidada adalah tambak, namun keberadaan mangrove sangatlah penting untuk keberlanjutan tambak itu sendiri. Oleh karena itu perencanaan lanskap kawasan wisata tambak merupakan salah satu solusi dari permasalahan ini. Kerangka pikir penelitian ini dijelaskan lebih lanjut pada Gambar 1. Gambar 1. Bagan Kerangka Berpikir Kawasan Pesisir Kabupaten Pesawaran Pembangunan Fisik Kawasan Pemukiman Kawasan Pertambakan Kawasan Pariwisata Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Tambak di Pesisir Kecamatan Punduh Pidada Analisis kualitatif dan kuantitatif GIS Resiko tsunami Menurunnya kualitas lingkungan Karakteristik Pesisir Abrasi pantai Air tercemar Kebutuhan Ekonomi Potensi Wisata Kawasan Mangrove Fungsi Ekologis Perlindungan Soft Structure Vegetasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perencanaan

Menurut Lynch 1971, perencanaan lanskap adalah suatu seni menata lingkungan fisik guna mendukung kehidupan manusia. Perencanaan tapak adalah penyesuaian tapak dengan program. Persyaratan program harus dilengkapi dan dihubungkan satu dengan yang lainnya, disertai dengan imajinasi serta kepekaan terhadap replikasi analisis tapak Laurie, 1986. “Planning” atau perencanaan, merupakan suatu gambaran prakiraan dalam pendekatan suatu keadaan di masa mendatang. Dalam hal ini dimaksudkan adalah keadaan masa depan yang diharapkan di atas tanah dalam kawasan tertentu. Tanah dalam hal ini dipandang sebagai suatu sumber dalam hubungan kebutuhan dan keiginan dari masyarakat dengan nilai-nilai yang dimiliki Hakim, 2003. Proses perencanaan adalah suatu alat yang sistematis untuk menentukan keadaan awal, keadaan yang diharapkan dan cara terbaik untuk mencapai keadaan yang diharapkan tersebut Simonds, 1983. Perencanaan lanskap Landscape Planning mengkhususkan diri pada studi pengkajian proyek berskala besar untuk bisa mengevaluasi secara sistematik area lahan yang sangat luas untuk ketetapan penggunaan bagi berbagai kebutuhan di masa datang. Pengamatan masalah ekologi dan lingkungan alam sangat peka diperhatikan dalam kegiatan ini. Kerjasama lintas disiplin merupakan syarat mutlak untuk bisa sampai kepada produk kebijakan atau tata guna tanah. Di sinilah kita mengenal cakupan pekerjaan seperti; lanskap regional, lanskap perkotaan, lanskap pedesaan, lanskap daerah aliran sungai, taman nasional, dan sebagainya Hakim, 2004. Perencanaan lanskap merupakan suatu bentuk kegiatan penataan yang berbasis lahan melalui kegiatan pemecahan masalah yang dijumpai dan merupakan proses untuk pengambilan keputusan berjangka panjang guna mendapatkan suatu model lanskap yang fungsional, estetik dan lestari. Perencanaan lanskap juga bertujuan untuk mendukung berbagai kebutuhan dan keinginan manusia dalam upaya peningkatan kenyamanan dan kesejahteraan, termasuk kesehatannya Nurisjah, 2007. Menurut Undang-Undang No.7 tahun 2004 tentang sumber daya air perencanaan adalah suatu proses kegiatan untuk menentukan tindakan yang akan dilakukan secara terkoordinasi dan terarah dalam rangka mencapai tujuan pengelolaan sumber daya air. Secara umum perencanaan dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan yang dihasilkan melalui analisis dengan menyesuaikan pada kondisi tapak sehingga didapatkan program yang paling tepat untuk dikembangkan di suatu tapak atau kawasan. Perencanaan lingkungan yang mempunyai manfaat biofisik yang tinggi, terutama untuk kota-kota tropis di Indonesia yang rentan terhadap bahaya lingkungan adalah perencanaan ruang terbuka hijau RTH sebagai bagian perencanaan tata ruang wilayah perkotaan. Penataan RTH yang terkait dengan minimalisasi bahaya lingkungan di wilayah perkotaan dilakukan melalui tiga tahapan kegiatan, yaitu : 1. Menilai karakter dan kepekaan sumberdaya lahanalam Penilaian ini dilakukan terhadap a. Sumberdaya alam pembentuk wilayah perkotaan topografi, iklim, air, kualitas udara, visual b. Potensi bahaya lingkungan longsor, erosi, banjir, kekeringan, gempa, polusi, dan c. Kesesuaian terhadap bentuk pembangunan yang telah adasedang direncanakan. 2. Memformulasikan rencana pemanfaatan lahanruang Dalam merumuskan RTH sebagai pengendali bahaya lingkungan maka perlu diperhitungkan bentuk kerentanan dan peruntukan wilayah sehingga perlu diseleksi jenis, arsitektur tanaman serta pola dan teknik penanamannya. 3. Mengevaluasi dampak serta cost benefit dari perencanaan yang telah dibuat. Menurut Gold 1980, perencanaan lanskap dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan, seperti : 1. Pendekatan sumberdaya, yaitu penentuan tipe secara alternatif aktivitas berdasarkan pertimbangan kondisi dan situasi sumberdaya. 2. Pendekatan aktivitas, yaitu penentuan tipe dan alternatif aktivitas berdasarkan seleksi terhadap aktivitas pada masa lalu untuk memberikan kemungkinan apa yang dapat disediakan pada masa yang akan datang. 3. Pendekatan ekonomi, yaitu pendekatan tipe, jumlah, dan lokasi kemungkinan aktivitas berdasarkan pertimbangan ekonomi. 4. Pendekatan prilaku, yaitu penentuan aktivitas berdasarkan pertimbangan prilaku manusia

2.2 Kawasan

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang, kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budidaya. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan sumberdaya buatan. Kawasan adalah wilayah yang berbasis pada keberagaman fisik dan ekonomi, tetapi memiliki hubungan erat dan saling mendukung satu sama lain secara fungsional demi mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam kaitan ini, kawasan didefinisikan sebagai wilayah yang memiliki fungsi tertentu, dengan kegiatan ekonomi, sektor dan produk unggulannya mempunyai potensi mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah sekitarnya. Kawasan ini baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama membentuk suatu klaster. Klaster dapat berupa klaster pertanian dan klaster industri, bergantung pada kegiatan ekonomi yang dominan dalam kawasan itu Bappenas, 2004.

2.3 Wisata

Menurut Gunn 1993 wisata merupakan perjalanan sementara yang dilakukan orang menuju tujuan selain tempat asal mereka bekerja dan tinggal, selama di tempat tujuan tersebut mereka melakukan aktivitas dan tersedia fasilitas untuk memenuhi kebutuhan wisatanya. Suatu kawasan wisata yang baik dan berhasil bila secara optimal didasarkan kepada empat aspek yaitu : 1 Mempertahankan kelestarian lingkungannya 2 Meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan tersebut 3 Menjamin kepuasan pengunjung 4 Meningkatkan keterpaduan dan unity pembangunan masyarakat di sekitar kawasan dan zone pengembangannya. Menurut Holden 2000 wisata adalah suatu aktivitas yang terkadang-kadang dilakukan dan dipercaya dapat memberikan kenyamanan pada saat masa liburan. Secara sederhana proses ini melibatkan partisipasi dari pemerintah daerah, pengelola bisnis wisata, dan masyarakat lokal. Ketiganya merupakan pelaku yang terlibat dalam penyediaan wisata. Menurut Nurisjah 2001 wisata merupakan rangkaian kegiatan yang terkait dengan pergerakan manusia yang melakukan perjalanan dan persinggahan sementara dari tempat tinggalnya ke satu atau beberapa tempat tujuan di luar dari lingkungan tempat tinggalnya, yang didorong oleh berbagai keperluan dan tanpa bermaksud untuk mencari nafkah tetap. Undang-undang No.67 Tahun 1996 mendefinisikan wisata sebagai perjalanan atau sebagian dari kegiatan yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik wisata. Menurut Nurisjah dan Pramukanto 2009, kawasan wisata merupakan suatu areal atau jalur pergerakan wisata yang memiliki objek dan daya tarik wisata tentunya dapat dikunjungi, disaksikan, dan dinikmati wisatawan. Kawasan ini memiliki lanskap alam yang indah, budaya yang dipadukan dengan perubahan kondisi sosial dan ekonomi bagi masyarakat sekitar. Kawasan wisata berkaitan erat dengan karakteristik lanskap setempat, yaitu keindahan, kondisi lingkungan yang sehat dan bersih, iklim yang sesuai, memberi kenyamanan dan ketenangan, estetis, dan lingkungan sekitarnya mencirikan karakter yang kuat terhadap kawasan Holden, 2000. Merencanakan suatu kawasan wisata merupakan upaya untuk menata suatu areal pendukung kegiatan wisata yang akan dikembangkan sehingga kerusakan lingkungan akibat pembangunannya dapat diminimumkan Nurisjah, 2004. Menurut Simonds 1983 pendekatan perencanaan kawasan wisata di sekitar penggunaan area river-basin adalah dengan menghindari dan mengatasi masalah- masalah yang berhubungan dengan air seperti rapid runoff, erosi, pengendapan air, banjir, kekeringan, dan pencemaran, serta memastikan bahwa kemungkinan- kemungkinan pengembangan area preservasi, konservasi, restorasi, dan lainnya dapat dilakukan. Seluruh area daratan yang berorientasi air harus direncanakan dalam suatu cara untuk mendapatkan keuntungan maksimum dari keistimewaan air dengan tetap mempertahankan atau keuntuhannya.

2.4 Tambak

Tambak merupakan kolam yang dibangun di daerah pasang surut dan digunakan untuk memelihara hewan air lain yang biasa hidup di air payau. Air yang masuk ke dalam tambak sebagian besar berasal dari laut saat terjadi pasang. Kebutuhan air tawar dipenuhi dari sungai yang bermuara di laut Sudarmo dan Ranoemihardjo, 1992. Lokasi tambak umumnya terletak di salah satu ekosistem pesisir yakni hutan mangrove karena itu dalam pembangunan tambak yang berkelanjutan maka lingkungan alami hutan mangrove tidak terlalu banyak dirubahdirusak sehingga peran penting mangrove sebagai jalur hijau dapat dipertahankan. Pemilihan lokasi tambak yang berwawasan lingkungan harus mengetahui tipe kawasan pantai tempat tambak akan dibangun dengan mempertimbangkan faktor-faktor dominan yang mempengaruhi pemilihan lokasi tambak seperti: a sumber air suplai air laut dan tawar harus tercukupi, kesempurnaan pengeluaran air buangan dan pengeringan dasar tambak secara sempurna; b amplitudo pasang surut dan ketinggian elevasi; c topografi; d kualitas tanah; e vegetasi, jalur hijau dan kawasan penyangga harus mempertahankan jalur hijau berupa bentangan mangrove selebar 50-400 m disepanjang pantai dan sekitar 10 m disepanjang sungai; f kondisi iklim; g ketersediaan sarana penunjang; h ketersediaan sarana produksi dan kemudahan pemasaran dan i tata guna lahan dan kebijakan pemerintah Purnamawati dan Dewantoro, 2007. Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria Tahun 1963 tambak ialah tempat usaha pemeliharaan ikan yang mendapat air dari laut, air tawar atau air payau. Sedangkan menurut Undang-Undang No.16 tahun 1964 tambak ialah genangan air yang dibuat oleh orang sepanjang pantai untuk pemeliharaan ikan dengan mendapat pengairan yang teratur.

2.5 Pesisir

Wilayah pesisir memiliki keunikan ekosistem. Wilayah ini sangat rentan terhadap perubahan, baik karena diakibatkan oleh aktifitas daerah hulu maupun karena aktifitas yang terjadi di wilayah pesisir itu sendiri Dartoyo, 2004. Robert Kay 1999, mengelompokkan pengertian wilayah pesisir dari dua sudut pandang yaitu dari sudut akademik keilmuan dan dari sudut kebijakan pengelolaan. Dari sisi keilmuan Ketchum 1972 dalam Kay 1999 mendefinisikan wilayah pesisir sebagai sabuk daratan yang berbatasan dengan lautan dimana proses dan penggunaan lahan di darat secara langsung dipengaruhi oleh proses lautan dan sebaliknya. Definisi wilayah pesisir dari sudut pandang kebijakan pengelolaan meliputi jarak tertentu dari garis pantai ke arah daratan dan jarak tertentu ke arah lautan. Definisi ini tergantung dari issue yang diangkat dan faktor geografis yang relevan dengan karakteristik bentang alam pantai Hildebrand and Norrena, 1992 dalam Kay,1999. Menurut Dahuri 2001 wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara daratan dan laut; ke arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin; sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di daratan seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di daratan seperti penggundulan hutan dan pencemaran. Definisi pesisir dipandang dari aspek perencanaan bergantung pada permasalahan atau substansi yang menjadi fokus pengelolaan wilayah pesisir. Suatu kawasan laut yang masih di pengaruhi oleh dampak pencemaran dan sedimentasi dari darat. Dan sebaliknya suatu kawasan darat dimana dampak pencemaran dan sedimentasi yang ditimbulkan di sini memberikan dampak di kawasan pesisir Handoko, 2011. Gambar 9. Ilustrasi Batas Wilayah Pesisir Adapun batas pesisir yaitu batas ke arah darat: 1. Ekologis: kawasan daratan yang masih dipengaruhi oleh proses-proses kelautan, seperti pasang surut, intrusi air laut, dll. 2. Administratif: batas terluar sebelah hulu dari desa pantai atau jarak definitif secara arbitrer 2 km, 20 km, dst. dari garis pantai 3. Perencanaan: bergantung pada permasalahan atau substansi yang menjadi fokus pengelolaan wilayah pesisir. a. Pencemaran dan sedimentasi : suatu kawasan darat dimana dampak pencemaran dan sedimentasi yang ditimbulkan di sini memberikan dampak di kawasan pesisir. b. Hutan mangrove: batas terluar sebelah hulu kawasan hutan mangrove. Untuk batas pesisir ke arah laut yaitu: 1. Ekologis: kawasan laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alamiah di darat aliran air sungai, run off, aliran air tanah, dll, atau dampak kegiatan manusia di darat bahan pencemar, sedimen, dll; atau kawasan laut yang merupakan paparan benua continental shelf. 2. Administratif: 4 mil, 12 mil, dst., dari garis pantai ke arah laut. 3. Perencanaan: bergantung pada permasalahan atau substansi yang menjadi fokus pengelolaan wilayah pesisir. a. Pencemaran dan sedimentasi: suatu kawasan laut yang masih di pengaruhi oleh dampak pencemaran dan sedimentasi dari darat. b. Hutan mangrove: kawasan perairan laut yang masih mendapat pengaruh dari proses dan atribut ekologis mangrove, seperti bahan organik detritus yang berasal dari mangrove.

2.6 Ruang Terbuka Hijau Pesisir

Ruang terbuka didefinisikan sebagai bagian peruntukkan penggunaan tanah dalam wilayah kota yang disediakan untuk difungsikan sebagai daerah ruang terbuka yang dapat berupa lahan terbuka hijau, lapangan, pemakaman, tegalan, persawahan dan bentuk-bentuk lainnya Lawson, 2001. Ruang terbuka kota pada dasarnya adalah ruang kota yang tidak terbangun, yang berfungsi sebagai penunjang tuntutan akan kenyamanan, keamanan, peningkatan kualitas lingkungan dan pelestarian alam yang terdiri dari ruang linier atau koridor dan ruang pulau atau oasis sebagai tempat perhentian Hakim, 2004. Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 05PRTM2008 Ruang Terbuka Hijau RTH tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan RTH di Kawasan Perkotaan, ruang terbuka hijau adalah area memanjangjalur dan atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh tanaman secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Perencanaan ruang terbuka hijau harus dapat memenuhi keselarasan harmoni antara struktural dan alamnya, bentuknya bukan sekedar taman, lahan kosong untuk rekreasi atau lahan penuh tumbuhan yang tidak dapat dimanfaatkan penduduk kota Simonds, 2003. Ruang terbuka hijau dibangun dari kumpulan tumbuhan dan tanaman atau vegetasi yang telah diseleksi dan disesuaikan dengan lokasi serta rencana dan rancangan peruntukkannya. Lokasi yang berbeda seperti pesisir, pusat kota, kawasan industri, sempadan badan-badan air, dan lain-lain akan memiliki permasalahan yang jauh berbeda. Untuk keberhasilan rancangan, penanaman dan kelestariannya maka sifat dan ciri serta kriteria arsitektural, hortikutural tanaman dan vegetasi penyusunan RTH harus menjadi bahan pertimbangan dalam menyelidiki jenis-jenis yang akan ditanam Depdagri, 2007. Dari beberapa pandangan tersebut dapat disimpulkan bahwa ruang terbuka hijau adalah bagian dari ruang terbuka di suatu kota atau kawasan yang diisi dengan tanaman untuk menjaga keseimbangan ekosistem yang ada dan memberi fungsi ekologis, sosial, budaya, ekonomi, dan estetika. Ruang terbuka hijau dapat digolongkan sesuai dengan kegunaannya seperti jalur hijau, taman, hutan kota, sempadan sungai, pekarangan, perkebunan, pertanian, pemakaman, dan jenis RTH lainnya. Keberadaan RTH dapat berfungsi sebagai penyerap polusi, memberi udara bersih, memberi kenyamanan, dan konservasi.