Nilai-nilai Agama yang Melatarbelakangai Kearifan Lokal Masyarakat Melayu Langkat

digali dari nilai-nilai luhur budaya yang dapat dimanfaatkan untuk kedamaian dan kesejahteraan masyarakat khususnya masyarakat pemilik nilai budaya tersebut. Pemertahanan nilai-nilai budaya di Indonesia biasanya dilakukan dengan cara konvensional yaitu diwariskan hanya secara lisan. Dengan menggunakan bahasa daerah masyarakat pemilik kebudayaan tersebut oleh orang-orang tua kepada anak-anak sampai kepada cucu mereka. Membangun kembali nilai-nilai budaya, etika dan agama perlu dilakukan dengan usaha membangun moral bangsa, kepribadian, karakter bangsa, intlektual, sosial, emosi, etis, dan banyak faktor pendukung lainnya Sinar, 2011:6. Berdasarkan pernyataan di atas, dapat diartikan bahwa, untuk membangun kembali nilai- nilai budaya harus dengan pendidikan dan pembelajaran yang bernuansa agama dan budaya. Karena dengan cara demikian pemertahanan nilai budaya yang mengandung kearifan lokal akan dapat dipertahankan dan sekaligus dikembangkan secara berkelanjutan.

2.1.3 Nilai-nilai Agama yang Melatarbelakangai Kearifan Lokal Masyarakat Melayu Langkat

Nilai-nilai kearifan lokal dalam masyarakat Melayu Langkat sesungguhnya berasal dari budaya mereka sendiri yang disesuaikan dengan ajaran agama Islam. Ajaran Islam berperan besar terhadap cara pandang, berpikir, dan bertindak bagi masyarakat Melayu Langkat. Kebudayaan Melayu Langkat tidak terlepas dari ajaran Islam yang meliputi akidah, akhal, dan ilmu dalam menjalani kehidupan bermasyarakat. Beberapa kearifan budaya Melayu yang didasarkan pada ajaran Islam dapat dilihat antara lain: Universitas Sumatera Utara 1. Masyarakat atau orang Melayu mengutamakan “budi dan bahasa”, yang menunjukan sopan santun dan tingginya peradapan Melayu, seperti pada pantun: Jangan suka mencabut padi Kalau dicabut hilang buahnya Jangan suka menyebut budi Kalau disebut hilang tuahnya Dari pantun diatas dapat tergambar dengan jelas bahwa orang Melayu dilarang mengingat-ingat budi atau kebaikan yang telah dilakukannya, apalagi sampai menyebut-nyebutnya atau mengatakannya kepada orang lain Hal ini sejalan dengan ajaran Islam yang melarang umatnya berlaku riya atau suka menyebut-nyebut kebaikan yang pernah dilakukannya karena akan merusak nilai dari kebaikannya tersebut. 2. Masyarakat atau Orang Melayu mengutamakan sifat Melayu, seperti terlihat pada ungkapan berikut ini: - Yang disebut sifat malu, malu membuka aib orang malu menyingkap baju di badan malu mencoreng syarak malu dilanda adat malu tertarung pada lembaga Sinar, 2002: 22. Masyarakat melayu menurut adat kebiasannya sangat menjaga dan menjunjung tinggi rasa malu. Ada konsep di tengah-tengah Masyarakat Melayu yang mengatakan bahwa lebih baik mati dari pada menanggung malu. Menjaga atau menjunjung tinggi rasa malu sesungguhnya bersesuaian dengan ajaran Islam yang mengharuskan umatnya menjaga kehormatannya, seperti dikutip dalam hadits nabi “Jika engkau tidak malu maka berbuatlah sekehendak hatimu”. Universitas Sumatera Utara 3. Masyarakat Melayu ramah dan menghormati tamu, seperti tergambar pada ungkapan sebagai berikut: s elamat datang kami ucapkan mohon serta keberkahan dan keampunan kehadirat Allah kita tujukan semoga pertemuan mendapat kesyukuran Makna yang terdapat di dalam pantun tersebut adalah ucapan selamat datang dari tuan rumah kepada tamu yang telah sampai dengan selamat sampai ketujuan, tidak lupa pula mereka mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT serta memanjatkan doa agar pertemuan yang mereka selenggarakan mendapatkan ridho dan berkahNya. Selain ungkapan-ungkapan yang disajikan di atas, masih terdapat banyak lagi kearifan yang dimiliki oleh masyarakat Melayu Langkat yang isinya selalu berlandaskankan ajaran agama Islam.

2.1.4 Konsep Adat Perkawinan Masyarakat Melayu