Tinjauan Pustaka 1. Penelitian Terdahulu

2.3. Tinjauan Pustaka 2.3.1. Penelitian Terdahulu Kajian eufemisme telah diteliti sebelumnya oleh Faridah 2002, dalam penelitiannya yang berjudul Eufemisme dalam Bahasa Melayu Deli Serdang. Teori yang digunakan pada penelitiannya adalah teori eufemisme oleh Allan dan Burridge. Pada kajiannya Farida mengkaji berbagai tipe, fungsi, dan makna eufemisme, untuk penyajian data penelitiannya menggunakan metode cakap atau wawancara. Dalam mengidentifikasi dan mengelompokan tipe-tipe eufemisme digunakan metode agih. Sedangkan untuk menganalisis fungsi dan makna digunakan metode padan. Sumber data dalam penelitiannya menggunakan data tulis dan data lisan. Hasil dari penelitiannya, ditemukan enam tipe eufemisme dan empat fungsi eufemisme dalam bahasa Melayu Deli Serdang. Tipe eufemisme yang ditemukannya antara lain: 1 ekspresi figuratif, 2 Metafora, 3 Satu kata untuk menggantikan kata lain, 4 Umum ke khusus, 5 Hiperbola, 6 Kolokial. Sedangkan fungsi eufemisme yang beliau temukan antara lain: a sapaan, b menghindari tabu, c menyatakan cara, dan d menyatakan situasi. Penelitian beliau memberi kontribusi terhadap penelitian ini adalah dalam hal penggunaan teori. Pada penelitian ini juga digunakan teori eufemisme yang dikemukakan oleh Allan dan Burridge, untuk menemukan tipe eufemisme dalam upacara adat perkawinan masyarakat Melayu Langkat. Anita Purba dalam Tia dan Dardannila 2008, dalam penelitiannya berjudul Eufemisme dalam Bahasa Simalungun membahas bentuk dan fungsi eufemisme Bahasa Simalungun. Penelitian Purba ini menggunakan pandangan Universitas Sumatera Utara Allan dan Burridge 1991 sebagai sumber acuan untuk mencari bentuk dan fungsi eufemisme, tetapi tidak membicarakan makna eufemisme. Ada dua belas bentuk dan fungsi eufemisme dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Anita Purba antara lain: 1 ekspresi figuratif, 2 metafora, 3 sirkumlokusi, 4 kliping, 5 pelesapan, 6 satu kata untuk menggantikan kata yang lain, 7 umum ke khusus, 8 hiperbola, 9 pernyataan yang tidak lengkap, 10 kolokial, 11 remodel, dan 12 sebagian untuk semua. Fungsi eufemisme dalam bahasa Simalungun, berhubungan dengan sapaan atau penamaan dan menghindari tabu. Penelitian beliau memberi kontribusi terutama sekali pada bagaimana menentukan tipe yang termasuk dalam kelompok tertentu, dari tipe- tipe yang dikemukakan oleh Allan dan Buridge. Widya Andayani 2005, tesisnya berjudul Upacara Perkawinan Adat Jawa Nemokke di Medan : Suatu Kajian Sosiolinguistik. Nemokke adalah upacara perkawinana adat Jawa yang berisi nasihat terhadap pengantin. Penelitian tersebut bertujuan untuk mendeskripsikan tipe-tipe dan fungsi eufemisme, dalam kalimat dan ungkapan beserta pola sosiolinguistik yang tergambar pada upacara nemokke. Dalam penelitiannya, data diperoleh melalui wawancara dengan informan yang merupakan ahli dalam adat Jawa, khususnya ahli nemokke dalam upacara adat perkawinan Jawa. Dari hasil penelitiannya ditemukan 4 tipe eufemisme, antara lain: 1 metapora, 2 satu kata menggantikan kata yang lain, 3 hiperbola, 4 ungkapan figurative. Selain tipe, dalam penelitiannya ditemukan juga fungsi eufemisme yaitu sebagai sapaan dan menghindari tabu. Berdasarkan pola sosiolinguistiknya, ahli nemokke yang usianya lebih tua menggunakan lebih banyak eufemisme dan Universitas Sumatera Utara lebih bervariasi dalam menyampaikan nasihat. Penelitiannya memberi inspirasi dalam menentukan kriteria informan yang akan dijadikan nara sumber. Pada Penelitiannya, perbedaan usia ternyata menentukan frekwensi penggunaan eufemisme. Nara sumber yang usianya lebih tua ternyata menggunakan lebih banyak dan lebih bervariasi dari nara sumber yang berusia lebih muda. Selain itu Tia Rubby dan Dardanila 2007, dalam Penelitian mereka yang berjudul Eufemisme pada Harian Seputar Indonesia Penelitian ini membicarakan bentuk eufemisme dan frekwensi penggunaannya pada surat kabar Harian Seputar Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode observasi, yang dilakukan mulai bulan Juli sampai dengan Agustus 2007. Untuk menganalisis data, digunakan metode deskriptif dengan teknik membaca. Dalam penelitian Tia dan Dardanila tersebut, ditemukan tujuh bentuk eufemisme yang muncul, yaitu: 1 ekspresi figuratif 2 Flipasi, 3 kata yang satu menggantikan kata yang lain 4 singkatan 5 satu kata menggantikan kata yang lain, 6 umum ke khusus, 7 hiperbola. Bentuk yang sering muncul dominan pada penelitaian mereka adalah satu kata menggantikan kata yang lain sebanyak 40. Pada penelitian mereka memberikan masukan dalam hal penggunaan teori. Mereka menggunakan teori yang sama dengan penelitian ini, yaitu menggunakan teori eufemisme yang dikemukakan oleh Allan dan Burridge. Teori Allan dan Buridge membantu dalam mengklasifikasi jenis atau tipe eufemisme yang ditemukan dalam penelitian. Juairi Hikmah 2011, dalam tesisnya berjudul Analisis Makna Emotif dalam Pepatah Nasihat bahasa Melayu Serdang. Penelitian tersebut memfokuskan pada makna emotif dalam pepatah Bahasa Melayu Serdang Universitas Sumatera Utara BMS, yaitu bagaimana makna emotif yang terdapat dalam pepatah berdasarkan pada emosi dasar Melayu, menemukan makan tersirat dalam pepatah, dan menelaah makna emotif BMS yang dituturkan oleh Masyarakat Melayu Serdang MMS di daerah Pantai Cermin. Teori yang digunakan adalah teori semantik kognitif. Teori ini berhubungan dengan emosi dan pikiran. Teori semantik yang digunakan untuk menelaah emosi digunakan perangkat fonetik, perangkat leksikal, dan perangkat sintaksis. Sumber data yang digunakan adalah emosi dasar Melayu Serdang, dan pepatah BMS. Data diambil melalui instrumen penelitian dan rekaman suara informan. Data diolah dan dianlisis dengan metode kualitataif deskriptif. Hasil analisis makna emotif berdasarkan pada emosi dasar Melayu dan perangkat emotif, diperoleh makna emotif senang ada 39, sedeh ada 13, marah ada 22, benci ada 4,malu ada 6, takut ada 5, dan bosan ada 6 pepatah. Perangkat emotif fonetik ada 16, perangkat leksikal ada 93, dan perangkat sintaksis ada 29 pepatah. Makna emotif dalam pepatah BMS mempengaruhi sikap, karakter, dan cara berbicara seseorang dalam kehidupan. Dari uraian hasil penelitian terdahulu tentang eufemisme, maupun hal yang berhubungan dengan bahasa Melayu di atas dapat dilihat bahwa, kajian tersebut sangat relevan untuk melengkapi tesis ini karena banyak mengulas tentang tipe maupun makna kata, kelompok kata, atau kalimat yang berkaitan dengan eufemisme. Sedangkan tesis ini sendiri mengkaji tentang eufemisme dalam bahasa Melayu Langkat. Universitas Sumatera Utara Perbedaan penelitian ini dari penelitian sebelumnya adalah bahwa penelitian ini mengkhususkan kajian pada penggunaan eufemisme dalam upacara perkawinan masyarakat Melayu di kabupaten Langkat. Pada penelitian ini juga digali dan diupayakan untuk menenemukan kearifan lokal yang pada gilirannya dapat dimanfaatkan sebagai sumber pembentukan karakter bangsa, sehingga cita-cita bangsa untuk menjadi bangsa yang aman dan sejahtetra dapat terwujud. Universitas Sumatera Utara

BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

3.1. Sejarah Ringkas Pemerintahan Kabupaten Langkat

A. Masa Pemerintahan Belanda dan Jepang Pada masa pemerintahan Belanda, Kabupaten Langkat berstatus keresidenan dan kesultanan kerajaan dengan pimpinan pemerintahan yang disebut residen dan berkedudukan di Binjai. Residen mempunyai wewenang mendampingi Sultan Langkat di bidang penanganan orang-orang asing saja, sedangkan orang-orang asli pribumi berada di bawah penangan pemerintah Kesultanan Langkat. Kesultanan Langkat berturut-turut dijabat oleh: 1. Sultan Haji Musa Almahadamsyah 1805-1892 2. Sultan Tengku Abdul Aziz Abdul Jalik Rakhmatsyah 1893-1927 3. Sultan Mahmud 1927-194546 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Langkat 2011 Di bawah pemerintahan kesultanan dan assisten residen struktur pemerintahan disebut Luhak, di bawah luhak disebut Kejuruan raja kecil dan distrik, secara berjenjang disebut Penghulu Balai raja kecil karo yang berada di desa. Pemerintahan luhak dipimpin oleh seorang pangeran atau anak raja, pemerintahan kejuruan dipimpin oleh seorang Datuk, Pemerintahan Distrik dipimpin oleh seorang kepala distrik, dan untuk jabatan kepala kejuruandatuk harus dipegang oleh penduduk asli yang pernah menjadi raja di daerahnya. Pemerintahan Kesultanan di Langkat dibagi atas 3 tiga kepala Luhak. 39 Universitas Sumatera Utara