untuk sharing informasi, problem solving maupun resolusi konflik yang mungkin terjadi dalam organisasi.
5.3.1 Pengaruh Koordinasi terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah
Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan
Hasil penelitian menunjukkan variabel koordinasi berpengaruh terhadap kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan. Mengacu
kepada hasil uji tersebut dapat dijelaskan bahwa perawat pelaksana yang menjalin komunikasi secara horizontal, untuk mengkoordinasikan pekerjaan yang dilakukan
dalam pelayanan keperawatan dengan rekan kerja akan memudahkan dalam proses pelaksanaan asuhan keperawatan. Dengan demikian akan meningkatkan kinerja
perawat pelaksana dalam pelayanan keperawatan di rumah sakit. Fungsi koordinasi terkait dengan hubungan antar perawat dalam satu tim kerja
atau antar tim. Menurut Permenkes No. 33 tahun 2009 tentang Perbandingan Jumlah Tempat Tidur dengan Perawat, disebutkan bahwa satu perawat melayani 5 tempat
tidur. Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan mempunyai 120 tempat tidur dan jumlah perawat yang ada sebanyak 71, dengan demikian perbandingan jumlah
perawat dengan tempat tidur adalah 1 : 2. Komunitas keperawatan harus mampu membangun kerjasama lintas sektor
dan kerja di dalam tim. Kepala seksi keparawatan di suatu rumah sakit diberi kewenangan penuh untuk mengkoordinasi unit-unit kerja di bawahnya untuk
pelaksanaan teknis, juga diberi tanggungjawab penuh untuk mengatur kegiatan- kegiatan yang terkait dengan teknis pelayanan keperawatan, menyelesaikan
permasalahan-permasalahan yang ada, melakukan evaluasi terhadap kebijakan- kebijakan di bidang keperawatan. Koordinasi antar perawat pelaksana merupakan
salah satu syarat kompetensi tenaga keperawatan.
5.3.2 Pengaruh Pemecahan Masalah dan Konflik terhadap Kinerja Perawat
Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan
Hasil penelitian tentang variabel pemecahan masalah dan konflik berpengaruh terhadap kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan.
Mengacu kepada hasil uji tersebut dapat dijelaskan bahwa perawat pelaksana yang menjalin komunikasi secara horizontal untuk memecahkan masalah dan konflik yang
terjadi antar perawat akan meningkatkan kinerjanya dalam pelayanan keperawatan. Upaya mencari solusi dari konflik yang terjadi dalam suatu tim kerja seperti
tim keperawatan di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan dapat dijelaskan dari hasil penelitian Koesoemoprodjo 2010 tentang faktor penyebab konflik yang
mempengaruhi kinerja perawat Instalasi Rawat Inap Medik Rumah Sakit Umum dr. Soetomo Surabaya yang menyimpulkan adanya konflik yang terjadi pada derajat
ringan dan sedang, sehingga kinerja perawat dipengaruhi oleh komunikasi dalam penanganan konflik.
Pemecahan masalah dan konflik yang terjadi antar perawat pelaksana penting dilakukan untuk menjaga kelangsungan pelayanan keperawatan. Hal ini telah
dituangkan dalam kurikulum pendidikan tenaga keperawatan dalam hal manajemen dan kepemimpinan dalam keperawatan diupayakan kemampuan perawat melakukan
manajemen konflik. Proses komunikasi dalam manajemen konflik penting diperhatikan komunikasi bersifat tak reversibel. Prosesnya hanya bisa berjalan dalam
satu arah, tidak bisa dibalik. Komunikasi termasuk proses tak reversibel. Sekali kita mengkomunikasikan sesuatu, tidak bisa tidak mengkomunikasikannya. Tentu saja,
kita dapat berusaha mengurangi dampak dari pesan yang sudah terlanjur anda sampaikan untuk menghindari kondisi yang lebih berat akibat adanya konflik.
5.3.3 Pengaruh Pertukaran Informasi terhadap Kinerja Perawat Pelaksana