Pengaruh Pertukaran Informasi terhadap Kinerja Perawat Pelaksana

manajemen konflik. Proses komunikasi dalam manajemen konflik penting diperhatikan komunikasi bersifat tak reversibel. Prosesnya hanya bisa berjalan dalam satu arah, tidak bisa dibalik. Komunikasi termasuk proses tak reversibel. Sekali kita mengkomunikasikan sesuatu, tidak bisa tidak mengkomunikasikannya. Tentu saja, kita dapat berusaha mengurangi dampak dari pesan yang sudah terlanjur anda sampaikan untuk menghindari kondisi yang lebih berat akibat adanya konflik.

5.3.3 Pengaruh Pertukaran Informasi terhadap Kinerja Perawat Pelaksana

di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan Hasil penelitian menunjukkan variabel pertukaran informasi berpengaruh terhadap kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan. Mengacu kepada hasil uji tersebut dapat dijelaskan bahwa perawat pelaksana yang melakukan pertukaran informasi antar perawat tentang asuhan keperawatan akan meningkatkan kinerjanya dalam pelayanan keperawatan. Konsep pertukaran informasi tentang asuhan keperawatan sesuai hasil penelitian Dahle dalam Muhammad 2004 tentang kepercayaan pada pesan tulisan dalam proses komunikasi organisasi, menyimpulkan bahwa pesan dalam proses komunikasi akan lebih efektif bila disampaikan dalam bentuk lisan dan tulisan. Relevansi hasil penelitian ini dengan hasil yang ditemukan Dahle dalam Muhammad adalah sebagaimana konsep dalam proses komunikasi, bahwa ada sumber dan ada penerima dari pesan yang dikomunikasikan. Pesan yang disampaikan dan diterima antar perawat pelaksana sebagai satu proses yang saling memberikan masukan untuk memungkinkan perawat pelaksana mampu menjalankan fungsi-fungsinya secara simultan. Ketika antar perawat pelaksana melakukan pertukaran informasi melalui suatu proses komunikasi, maka perawat pelaksana yang berbicara enkoding atau pemberi informasi juga akan menyerap tanggapan dari perawat pelaksana yang berperan sebagai pendengar dekoding. Komunikasi horizontal yang mengandung unsur pertukaran informasi antar perawat pelaksana mendukung pendapat Pace dan Faulos 2002, menyatakan bahwa dalam ilmu komunikasi kita menamai tindakan menghasilkan pesan misalnya, berbicara atau menulis sebagai enkoding encoding. Dengan menuangkan gagasan- gagasan kita ke dalam gelombang suara atau ke atas selembar kertas, kita menjelmakan gagasan-gagasan tadi ke dalam kode tertentu. Jadi, kita melakukan enkoding. Tindakan menerima pesan misalnya, mendengarkan atau membaca disebut sebagai dekoding decoding dengan menerjemahkan gelombang suara atau kata-kata di atas kertas menjadi gagasan. Efektivitas penyampaian pesan dipengaruhi oleh kompetensi berkomunikasi. Kompetensi komunikasi mengacu pada kemampuan anda untuk berkomunikasi secara efektif Spitzberg dan Cupach dalam Pace dan Faulos 2002. Kompetensi ini mencakup hal-hal seperti pengetahuan tentang peran lingkungan konteks dalam mempengaruhi kandungan content dan bentuk pesan komunikasi misalnya, pengetahuan bahwa suatu topik mungkin layak dikomunikasikan kepada pendengar tertentu di lingkungan tertentu, tetapi mungkin tidak layak bagi pendengar dan lingkungan yang lain. Pengetahuan tentang tata cara perilaku nonverbal misalnya kepatutan sentuhan, suara yang keras, serta kedekatan fisik juga merupakan bagian dari kompetensi komunikasi. Berdasarkan uraian tentang kompetensi komunikasi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dengan meningkatnya kompetensi, akan mempunyai banyak pilihan berperilaku. Makin banyak tahu tentang komunikasi artinya, makin tinggi kompetensi, makin banyak pilihan yang dimiliki untuk melakukan komunikasi sehari-hari. Tujuan dari komunikasi vertikal ke bawah, vertikal ke atas maupun horizontal, secara keseluruhan bertujuan meningkatkan kinerja perawat pelaksana. Dalam konteks yang lebih luas, tujuan komunikasi adalah mencapai kepuasan pasien. Mengacu kepada tujuan tersebut, maka hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian Sondang 2007 tentang pengaruh mutu pelayanan kesehatan terhadap kepuasan pasien di Rumah Sakit Bhayangkara Medan, menyimpulkan mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit, yang didalamnya termasuk pelayanan keperawatan yang dilakukan perawat pelaksana berpengaruh terhadap kepuasan pasien.

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Komunikasi vertikal ke bawah berpengaruh terhadap kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan. a. Instruksi tugas dan umpan balik berpengaruh terhadap kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan. b. Rasionalitas dan ideologi tidak berpengaruh terhadap kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan. 2. Komunikasi vertikal ke atas yang berpengaruh terhadap kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan. a. Informasi pekerjaan serta saran dan ide berpengaruh terhadap kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan. b. Informasi masalah dan keluhan tidak berpengaruh terhadap kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan. 3. Komunikasi horizontal koordinasi, pemecahan masalah dan konflik, serta pertukaran informasi berpengaruh terhadap kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan. 4. Variabel komunikasi organisasi yang paling berpengaruh terhadap kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan adalah variabel informasi pekerjaan dengan nilai koefisien B = 0,550.