Perubahan Perilaku Hasil Analisis Efektivitas dan Implikasi Pendekatan Kampanye Bangga

5.4.2 Perubahan Perilaku

Konflik kepentingan dalam penguasaan sumber daya alam yang terjadi antara pemerintah dan masyarakat pada beberapa tahun belakangan ini semakin mengemuka di antara berbagai isu nasional. Dalam konteks konservasi, konflik tersebut sering muncul kepermukaan dalam bentuk persaingan antara kepentingan pembangunan di satu pihak dan konservasi di lain pihak. Lembaga Pawang Uteun Pawang Hutan merupakan suatu bentuk kearifan tradisional dan sudah diakui keberadaannya secara turun temurun dalam kehidupan sosial budaya masyarakat Aceh. Dari beberapa referensi dan penuturan yang ada dalam masyarakat lembaga Pawang Uteun disebut juga dengan Panglima Uteun atau Pawang Glee atau Peutua Glee dan memiliki aturan serta hukum tersendiri dalam pelaksanaanya pengelola kawasan. Untuk memperkuat kembali lembaga adat tersebut pada akhir kampanye telah dihasilkan sebuah peta hutan ulayat yang dibuat bersama-sama dengan masyarakat secara partisipatif yang nantinya akan dikelola oleh lembaga adat Pawang Uteun di Kemukiman Leupung seluas 3000 ha dengan menerapkan kearifan lokal yang ada untuk menyelamatkan kawasannya. Pemetaan ini dilakukan dalam beberapa tahap kegiatan yang dimulai dengan PRA Participatory Rural Appraisal selama satu hari yang diikuti oleh 21 peserta dengan capaian hasil adanya kesepakatan bahwa masyarakat setuju untuk melakukan pemetaan hutan ulayat seluas 3000 ha yang akan dikelola oleh lembaga adat pawang Uteun, kemudian ada pelatihan penggunaan GPS kepada masyarakat yang akan digunakan dalam pengambilan data survei. Mereka juga diajarkan bagaimana cara membuat peta nantinya setelah melakukan pengambilan data. Yang terakhir peserta bersama-sama membentuk kelompok kerja untuk melakukan survei ke lapangan. Pada saat PRA ini juga dilakukan pembuatan peta dasar peta sketsa, dalam peta dasar ini digunakan tanda-tanda umum yang dikenal masyarakat untuk batas-batas kawasan, misalnya pohon beringin dan sebagainya. Meminta masukan awal dari ketua masyarakat, tokoh adat yang sangat mengenal kawasan untuk mendapatkan koreksian atau masukan dan input terhadap peta dasar. Kemudian setelah melakukan PRA mereka melakukan survei untuk pengambilan data yang diikuti oleh 12 orang selama 8 hari. Pemetaan lapangan dilakukan yaitu berangkat dari titik awal pemetaan dan kembali ke titik awal lagi. Setiap anggota tim memiliki tanggung jawab yang berbeda-beda ada yang memetakan sumberdaya, mencatat titik koordinat yang telah diambil. Setelah data didapatkan tim kembali ke gampong untuk membuat peta. Data yang sudah didapat dituliskan diatas kerta milimeter block A3 dengan menggambarkan titik koordinat yang kemudian di overlaykan pada peta dasar, kemudian dilanjutkan dengan memindahkan peta hasil koreksi ini ke data digital. Setelah semuanya dihasilkan peta itu kemudian didiskusikan lagi dengan masyarakat dengan membuat pertemuan lanjutan, dan setelah mendapat persetujuan dari wakil masyarakat mengenai informasi yang telah dihasilkan baru kemudian dimunculkan dalam satu bentuk peta peta ulayat terlampir. Walaupun masyarakat sudah sepakat untuk menghidupkan kembali lembaga adat Pawang Uteun dengan menerapakan kearifan lokal yang ada, hal ini dapat kita lihat dari pertemuan dan semangat masyarakat, mereka sudah mulai menyusun draf tingkat Gampong dan draf ini akan diplenokan di tingkat mukim dan setelah disetujui bersama tokoh adat yang ada di kemukiman Leupung baru akan disahkan. Namun sampai akhir kampanye belum didapatkan draf atau acuan yang mengatur dan menjelaskan peran dan fungsi Pawang Uteun sehingga belum dapat dideklarasikan, hal dikarena banyak keterbatasan yang dimiliki dan membutuhkan waktu yang cukup lama dalam prosesnya. Maka ini akan menjadi tidak lanjut yang harus terus dilakukan pada tahun berikutnya. Sistem pengelolaan sumberdaya hutan yang baik juga dapat kita lihat dari keinginan masyarakat untuk ikut dilibatkan secara langsung dalam usaha pengelolaan. Sebelum kampanye dilakukan 40,0 mayarakat pelibatan langsung masyarakat akan lebih baik dalam sebuah pengelolaan dan setelah dilakukan kampanye persentasenya meningkat menjadi 50,2 , jadi disini terjadi peningkatan sebesar 10,2 dimana kontribusi dari kampanye sebesar 71, 56 . Untuk jelasnya dapat kita lihat pada di bawah ini. Sebelum sesudah 39.10 41.40 37.50 38.00 38.50 39.00 39.50 40.00 40.50 41.00 41.50 Sistem pengelolaansumberdaya hutan yang baik pelibatan masyarakat secara langsung a b Gambar 38 Pelibatan Masyarakat secara langsung sebagai sistem pengelolaan sumberdaya hutan yang baik- a. kelompok Target, b. kelompok Kontrol. Setelah satu tahun kampanye keterlibatan masyarakat dalam usaha perlindungan hutan juga meningkat baik dalam perlindungan kawasan hutannya sendiri maupun dalam usaha perlindungan sumber mata air. Sebelum kampanye dilakukan hasil survei menyatakan bahwa masyarakat sudah mulai melakukan usaha perlindungan terhadap kawasannya yaitu, untuk kawasan hutan hutan sebesar 13,8 dengan melakukan penanaman di lahan kritis 67,2 dan setelah kampanye meningkat menjadi 30,8 dan persentase usaha melakukan penanaman sebesar 77,9. Sedangkan keterlibatan dalam usaha perlindungan sumber mata air dari 17,4 sebelum kampanye menjadi 30,6 setelah kampanye dengan usaha yang dilakukan adalah menanam disekitar sumber mata air dari 61,0 sebelum kampanye menjadi 68,1 setelah kampanye. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat memang sangat membutuhkan hutan bagi kehidupan mereka sehingga mereka mau melakukan usaha perlindungan. Untuk kegiatan yang lain dapat kita lihat pada kegiatan Peu udeep lampoh, adalah kegiatan yang dilakukan untuk menghidupkan kembali kebun-kebun yang sudah lama ditinggalkan akibat konflik militer 1998-2005. Kegiatan ini dilakukan untuk mengurangi baik itu kegiatan penebangan maupun pembukaan areal hutan untuk perkebunanpertanian dengan menerapkan prinsip-prinsip keanekaragaman hayati dan ekologi. Masyarakat sangat menyadari bahwa kegiatan pembukaan lahan sangat berpengaruh pada penurunan debit air sehingga mereka mau melakukan kegiatan peu udeep lampoh untuk mengurangi dampak tersebut dan telah terjadi peningkatan sebesar 64,0 , dimana sebelum kampanye dilakukan mereka Sebelum sesudah 40.00 50.20 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 Sistem pengelolaansumberdaya hutan yang baik pelibatan masyarakat secara langsung Sebelum sesudah 23.00 32.00 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 Dampak pembukaan lahan terhadap penurunan debit air berpengaruh Sebelum sesudah 42.00 67.90 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 Dampak pembukaan lahan terhadap penurunan debit air berpengaruh mengatakan bahwa kegiatan pembukaan lahan berpengaruh pada penurunan debit air sebesar 42,8 dan setelah kampanye menjadi 67,9 pada kelompok target. Sementara pada kelompok kontrol dari 23,0 menjadi 32,0 . a b Gambar 39 Pembukaan lahan berpengaruh pada penerunan debit air sungai, a. Kelompok Target dan b. Kelompok Kontrol Untuk terlaksanakannya kegiatan peu udeep lampoh telah dilakukan diskusi dengan masyarakat mulai dari identifikasi kelompok yang ada, jenis tanaman yang akan ditanam dan pernah ada dilokasi sampai membicarakan bagaimana aturan main yang nanti akan dilakukakan dalam kegiatan ini. Kegiatan Peu Udeep Lampoh saat ini sudah dilakukan di kemukiman Kueh dengan menerapkan prinsip-prinsip keanekaragaman hayati dan ekologi pada dan untuk tahap awal telah menanam 1500 bibit yang terdiri dari durian, sawo, pinang, asam jawa dan trembesi pada lahan seluas 100 Ha di gampong Nusa dengan jumlah petani yang terlibat 50 orang. Untuk keberlanjutannya kegiatan ini akan terus dilakukan pada gampong yang lain yang ada di kemukiman Kueh yaitu Keuh, Nada Umbang dan Aneuk Paya. Dalam kegiatan ini masyarakat juga diajak untuk membiasakan menulis identifikasi keanekaragaman hayati yang ada dilampohnya sebelum dan satu tahun setelah dilakukan penanaman. Capaian hasil lainnya adalah, pada akhir program kampanye telah dilakukan 6 kali diskusi dihadiri 47 peserta dari keseluruhan diskusi yang dilakukan yang membahas inisiasi Pawang Uteun di Kemukiman Lhoknga. Hingga diskusi terakhir Duek Pakat yang dilakukan dengan tujuan: 1. Membangun kesepakatan masyarakat mukim Lhoknga untuk kembali menerapkan hokum adat dalam pengelolaan SDA khususnya hutan. 2. Memperkuat kembali peran dan fungsi lembaga adat Pawang Uteun dalam pengelolaan sumber daya hutan. Sehingga menghasilkan kesepakatan masyarakat mukim Lhoknga tentang penerapan kembali hukum adat dalam pengelolaan SDA khususnya hutan. 3. Adanya Rencana Tindak Lanjut kegiatan penguatan peran lembaga adat lokal Pawang Uteun dalam pengelolaan sumber daya alam masyarakat sepakat untuk meghidupkan kembali lembaga adat pawang uteun dan pada saat itu ada rencana tindak lanjut yang akan dilakukan untuk memperkuat lembaga tersebut. Rencana tindak lanjut dari Duek Pakat Adat mukim Lhoknga adalah mereka menginginkan pemetaan hutan ulayat seperti yang sudah kita lakukan di kemukimana Leupung sehingga akan memperjelas batas pengelolaan nantinya.

5.4.3 Tinjauan Kritis Kegiatan Kampanye Bangga