Ekosistem pantai. Tanaman yang mendominasi ekosistem ini adalah cemara, ketapang, waru serta jenis tanaman ekosistem pantai pada umumnya.
Ekosistem ini sebelum tsunami biasanya digunakan untuk berekreasi juga sebagian orang memanfaatkannya sebagai tempat untuk mencari ikan menjala,
tare’ek pukat dan memancing. Setelah tsunami aktifitas masyarakat yang memanfaatkan kawasan ini
menjadi berkurang, namun untuk saat ini, kawasan pantai yang terdapat di kawasan Lhoknga sudah mulai dikunjungi lagi oleh masyarakat perkotaan dan
juga para pekerja di berbagai organisasi yang terdapat di Aceh sebagai daerah tujuan rekreasi pada saat saat libur kerja. Gambar 3 di dibawah ini
memperlihatkan kondisi Lhoknga dan Kueh, sebelum dan sesudah terjadinya tsunami, gambar bagian atas menunjukkan kondisi sebelum tsunami dan gambar
bagian bawah memperlihatkan kerusakan terhadap semua tipe ekosistem pasca bencana tsunami.
Gambar 4: Kecamatan Lhoknga Sebelum dan Sesudah Tsunami 26 Desember 2004 Sumber :
www.sertit.u-strasbg.fr
3.4.2. Keanekaragaman Hayati
Hutan hujan tropis di kawasan ini tidak saja memiliki vegetasi yang dimanfaatkan kayunya seperti meranti, tetapi juga memiliki beraneka tumbuhan
obat. Aneka tumbuhan obat ini antara lain adalah sirih Piper battle, Sisik naga Drymoglossum piloselloisfera, dan sambung Blumea balsamifera. Pada
umumnya pemanfaatan kehati oleh masyarakat adalah hasil kayunya yang digunakan untuk bahan bangunan dan selebihnya adalah untuk kayu bakar. Ada
beberapa jenis lainnya yang tidak dimanfaatkan kayunya seperti : Ceradih Sloetia elongate, yang dimanfaatkan buahnya
Aren arenga pinnata, yang dimanfaatkan daun, buah dan juga batangnya. Nawah jarak, yang dimanfaatkan daun
Kayu tenga, yang dimanfaatkan kulitnya Keanekaragaman satwa juga kita temukan di kawasan hutan tropis, antara
lain kambing hutan sumatera capricornis sumatraensis, harimau sumatera panthera tigris, beo Gracula religiosa, dan cempala kuneng copsychus
pirropygus. Cempala kuneng bahkan merupakan satwa jati diri Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Selain berbagai keanekaragaman hayati yang
terdapat pada berbagai ekosistem di atas, di kawasan target kampanye juga terdapat keanekaragaman hayati yang ada pada ekosistem pantai. Tumbuhan yang
mendominasi ekosistem ini adalah cemara, ketapang, waru serta jenis tanaman ekosistem pantai pada umumnya.
Pasca tsunami, keanekaragaman hayati hanya dapat ditemui di ekosistem hutan hujan tropis. Ekosistem terumbu karang dan padang lamun diduga telah
rusak total Wetland International – Indonesia Program 2005. Selain itu, satwa yang ada di kawasan hutan mangrove dan pantai pun tidak bisa kita jumpai lagi.
Pasca bencana tsunami dan penandatangan MoU Helsinky, konflik satwa dan manusia sudah mulai terjadi. Gangguan satwa mulai dialami oleh masyarakat
yang menetap di kemukiman Kueh dan juga Leupung. Harimau Sumatera panthera tigris sudah mulai turun ke perkampungan memangsa ternak
masyarakat. Suasana damai serta peningkatan permintaan kayu pasca tsunami untuk
kebutuhan rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh mendorong terjadinya peningkatan kegiatan manusia di dalam kawasan hutan, terutama kegiatan penebangan.
Kegiatan penebangan serta pembukaan lahanhutan untuk berkebun dapat dipastikan akan berdampak pada timbulnya kerusakan habitat berbagai satwa liar.
Gangguan yang terjadi dapat dilihat dari peningkatan jumlah ternak kambing dan
sapi yang dimangsa serta jejak yang ditinggalkan oleh harimau di sekitar perkampungan.
3.5 Deskripsi Masyarakat 3.5.1 Demografi danPopulasi