Sejarah dan Status Kawasan Ancaman terhadap Kawasan

Suksesnya pelaksanaan PILKADA secara damai juga menimbulkan harapan baru bagi masyarakat Aceh. Masyarakat sangat mendambakan terciptanya perdamaian yang berkepanjangan di Bumi Serambi Mekkah. Perjanjian damai yang telah disepakati pada 15 Agustus 2005 di Helsinky menjadi tonggak bersejarah bagi masyarakat Aceh guna menuju kehidupan yang lebih bahagia, sejahtera dan bermatabat.

3.6 Konservasi Alam dan Kawasan Target

3.6.1 Sejarah dan Status Kawasan

Kawasan hutan yang terdapat di wilayah kemukiman yang menjadi lokasi target pelaksanaan program Kampanye Bangga Kueh, Lhoknga dan Leupung merupakan kawasan hutan lindung SK Gubernur No 19 tahun 1999 tentang Arahan dan Fungsi Lahan Provinsi NAD. Hanya pada desa Lamseunia yang memiliki status kawasan hutan yang khusus serta diakui oleh masyarakat sebagai kawasan hutan ulayat hutan adat.

3.6.2 Ancaman terhadap Kawasan

Seperti digabarkan sebelumnya, DAS Kr. Aceh termasuk Kr. Raba dan Kr. Geupu merupakan sumber air bagi masyarakat Aceh, terutama di Kabupaten Aceh Besar dan Banda Aceh. SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 284Kpts-II1999, menyatakan bahwa DAS Kr. Aceh dikelompokkan dalam prioritas DAS I sedangkan Kr. Geupu dan Kr. Raba termasuk ke dalam DAS Sabee-Geupu dan dikelompokkan kedalam prioritas DAS III yang membutuhkan penanganan segera dalam mengatasi ekstensifikasi lahan yang kritis dan tingginya erosi serta sendimentasi. Namun demikian, kerusakan sumberdaya alam khususnya hutan yang disebabkan oleh kegiatan penebangan hutan, pembakaran hutan serta adanya pengambilan pasir sungai untuk tujuan komersial Galian C telah mengancam kelangsungan fungsi dari sungai ini. Bencana tsunami semakin memperparah kondisi hutan dan juga daerah aliran sungai ini. Secara umum, hampir semua badan air dan sumber air di Aceh mengalami kerusakan akibat materi dan polusi yang terjadi karena tsunami BRR 2005. Untuk melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh pasca tsunami membutuhkan kayu gergajian 1.459.252 m3 atau equivalent dengan total kebutuhan kayu bulat 2.918.504 m3 Rencana Induk Rehabilitasi Dan Rekonstruksi Wilayah Aceh Nias, Buku II : Rencana Bidang SDA LH. Peningkatan kebutuhan kayu telah berdampak pada semakin maraknya aktifitas illegal logging di Aceh. Walaupun secara legalitas saat ini tidak terdapat izin usaha sektor kehutanan yang beroperasi di Aceh, namun fakta di lapangan menunjukkan bahwa pada saat ini usaha pengergajian kayu marak tumbuh di seluruh wilayah Aceh. Rendahnya upaya penegakan hukum telah berkontribusi secara nyata pada semakin maraknya usaha dan kegiatan penebangan kayu secara illegal di Aceh. Dari sisi kearifan tradisional, Pawang Uteun ketua hutan yang dulunya sangat dihormati dan dihargai, serta selalu didengar, saat ini tidak lagi memiliki peran sebagai pengambil keputusan. Ironisnya lagi pada saat ini sebagian besar masyarakat setempat tidak mengetahui kalau di wilayah tersebut ada yang namanya Pawang Uteun. Sementara itu, Panglima Laot sebagai lembaga adat laut walaupun masih dihargai dan dihormati, namun sebagai pengambil keputusan tidaklah memiliki kekuatan seperti saat dulu. Pasca tsunami, lembaga pawang laot mendapat perhatian khusus sehingga saat ini telah mengalami peningkatan fungsi serta peranannya dalam melakukan upaya pengelolaan sumberdaya laut sesuai dengan nilai-nilai serta kearifan lokal yang dimiliki para nelayan Aceh. IV. METODE PENELITIAN

4.1 Waktu dan Lokasi Penelitian