Pembuatan Selulosa Mikrokristal Tandan Aren Pembuatan Selulosa Nanokristal dari Tandan Aren SNTA Pembuatan Tablet

Serbuk tandan aren sebanyak 75 g dimasukkan ke dalam beaker glass, kemudian ditambahkan 1 liter campuran HNO 3 3,5 dan 10 mg NaNO 2 , dicelupkan dalam penangas air pada suhu 90 o C selama 2 jam. Setelah itu disaring dan ampas dicuci hingga filtrat netral. Selanjutnya didigesti dengan 750 ml larutan yang mengandung NaOH 2 dan natrium sulfit 2 pada suhu 50 o C selama 1 jam,kemudian disaring dan ampas dicuci sampai netral. Selanjutnya dilakukan pemutihan dengan 250 ml larutan natrium hipoklorit 1,75 pada temperatur mendidih selama 0,5 jam. Kemudian disaring dan ampas dicuci sampai pH filtrat netral. Setelah itu dilakukan pemurnian α-selulosa dari sampel dengan 500 ml larutan NaOH 17,5 pada suhu 80 o C selama 30 menit. Kemudian disaring, dicuci hingga pH filtrat menjadi netral. Dilanjutkan dengan pemutihan dengan larutan hidrogen peroksida 10 pada suhu 60 o C selama 15 menit. Kemudian disaring dan dicuci benar-benar dengan akuades, dan dikeringkan pada suhu 60 o C dalam oven vakum dan tekanan 30 cmHg selama 1 jam.

3.6 Pembuatan Selulosa Mikrokristal Tandan Aren

Serbuk α-selulosa dari tandan aren dihidrolisis dengan HCl 2,5N dengan perbandingan serbuk:HCl 2,5N 1:20 dan direfluks pada 105 + 2 o C selama 15 menit. Kemudian dilakukan pencucian dengan akuades sampai netral, dikeringkan dalam oven vakum pada 40 o C dan tekanan 30 cmHg, dihaluskan, dan disimpan untuk penelitian selanjutnya Ohwoavworhua dan Adelakun, 2005a.

3.7 Karakterisasi Selulosa Mikrokristal Tandan Aren

Karakterisasi granul selulosa menurut spesifikasi USP 32-NF 27 Rowe,dkk., 2009 meliputi identifikasi kualitatif, penentuan derajat polimerisasi, uji mikroba dan mikroorganisme tertentu, pH, susut pengeringan, kadar abu, berat Universitas Sumatera Utara jenis ruahan, distribusi ukuran partikel, zat larut dalam air dan eter, serta logam berat. Selain itu dilakukan juga pemeriksaan sudut diam, berat jenis nyata, ruahan, dan mampat, morfologi dengan menggunakan SEM, gugus fungsi dengan FTIR, struktur kristal dan derajat kristalinitas dengan X-Ray diffraction XRD. Untuk mengetahui ketoksikan dari SMTA yang dibuat dilakukan uji toksisitas akut.

3.7.1 Identifikasi Kualitatif

Selulosa mikrokristal sebanyak 10 mg diletakkan di atas gelas arloji dan didispersikan dalam 2 ml larutan seng klorida teriodinasi. Warna biru violet menunjukkan hasil positif untuk selulosa.

3.7.2 Penentuan Derajat Polimerisasi

Selulosa mikrokristal ditimbang sebanyak 0,025 g, kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 25 ml dan dilarutkan sedikit demi sedikit dengan cupri etilen diamin CED hingga garis tanda sambil dihomogenkan. 10 ml larutan dimasukkan ke dalam viskometer Ostwald. Waktu alir larutan mengalir dari tanda atas ke tanda bawah dicatat. Perlakuan dilakukan tiga kali. Kemudian viskositas larutan dibandingkan dengan CED. Lalu dicari nilai viskositas intrinsik dari selulosa dengan menggunakan metode Least square. Setelah diperoleh viskositas intrinsik dihitung berat molekul selulosa mikrokristal dengan menggunakan persamaan Mark-Houwink Agnemo, 2009: [η] = KM α …………………. 3.1 Dengan K, α = Konstanta Mark-Houwink K = 9,8 x 10 -3 dan α = 0,9 [η] = viskositas intrinsik M = berat molekul selulosa Universitas Sumatera Utara Setelah diperoleh berat molekul selulosa mikrokristal, ditentukan derajat polimerisasi DP yaitu dengan membandingkan berat molekul yang diperoleh dengan berat molekul unit strukturnya. DP = Berat molekul selulosa Berat molekul satu unit glukosa ……….…….3.2 Prosedur yang sama dilakukan untuk konsentrasi larutan 0,05 g25 ml, 0,075 g25 ml, 0,1 g25 ml, dan 0,25 g25 ml.

3.7.3 Uji Angka Lempeng Total Sebanyak 1 g sampel ditimbang dengan caraaseptik dan dimasukkan ke

dalam kantong stomaker steril yang sesuai. Lalu ditambahkan pepton dilution fluid PDF secukupnya sampai volume 10 ml dan diaduk homogen selama 30 detik. Diperoleh suspensi dengan konsentrasi 10 -1 gml. Selanjutnya dibuat suspensi dengan konsentrasi 10 -2 hingga 10 -6 gml. Kemudian dipipet 1 ml dari setiap pengenceran ke dalam cawan petri dan perlakuan dibuat dua kali. Ke dalam setiap cawan petri dituangkan 15-20 ml media plate count agar PCA dengan suhu 45±1 o C. Cawan petri segera digoyang hingga suspensi tersebar merata. Untuk mengetahui sterilitas media dan pengencer dibuat uji blanko. Setelah media memadat, cawan yang berisi media dan sampel yang telah diencerkan diinkubasi pada suhu 37 o C selama 24-48 jam. Jumlah koloni yang tumbuh diamati dan dihitung dengan coloni counter Pelczar, 1986. 3.7.4 Uji Angka Kapang dan Khamir Sebanyak 1 g sampel ditimbang dengan caraaseptik dan dimasukkan ke dalam kantong stomaker steril yang sesuai. Lalu ditambahkan PDF secukupnya sampai volume 10 ml dan diaduk homogen selama 30 detik. Diperoleh suspensi Universitas Sumatera Utara dengan konsentrasi 10 -1 gml. Selanjutnya dibuat suspensi dengan konsentrasi 10 -2 hingga 10 -5 gml. Masing-masing pengenceran dipipet 0,5 ml, dituangkan pada permukaan potato dextrose agar PDA, segera digoyang sambil diputar hingga suspensi tersebar merata dan perlakuan dibuat dua kali. Uji blanko dilakukan untuk mengetahui sterilitas media dan pengencer. Seluruh cawan petri blanko dan yang berisi media dan sampel diinkubasi pada 20-25 o C. Pengamatan dilakukan pada hari ke-3 sampai hari ke-5. Koloni khamir ragi memiliki bentuk bulat kecil, putih, hampir menyerupai bakteri. Jumlah koloni yang tumbuh diamati dan dihitung dengan coloni counter Pelczar, 1986.

3.7.5 Uji Angka Escherichia coli Sebanyak 1 g sampel ditimbang dengan caraaseptik dan dimasukkan ke

dalam kantong stomaker steril yang sesuai. Lalu ditambahkan PDF secukupnya sampai volume 10 ml dan diaduk homogen selama 30 detik. Diperoleh suspensi dengan konsentrasi 10 -1 gml. Selanjutnya dibuat suspensi dengan konsentrasi 10 -2 dan 10 -3 gml. Diambil cuplikan dari setiap suspensi masing-masing 0,25 ml, dipindahkan ke cawan petri yang berisi Mc conkey broth MCB yang telah memadat dan perlakuan ini dibuat dua kali. Suspensi segera disebarkan hingga merata dan dibiarkan beberapa saat hingga inokulum terserap dalam media. Untuk mengetahui sterilitas media dan pengencer dibuat uji blanko. Semua cawan petri yang berisi media dan sampel diinkubasi pada 35-37 o C selama 24-48 jam. Seluruh koloni yang tumbuh selama periode inkubasi dengan ciri berwarna merah jambu dihitung dengan coloni counter Pelczar, 1986. Universitas Sumatera Utara

3.7.6 Uji Angka Staphylococcus aureus

Sebanyak 1 g sampel ditimbang dengan caraaseptik, dimasukkan ke dalam erlenmeyer steril. Lalu ditambahkan bufferedpepton water BPW secukupnya sampai volume 10 ml dan diaduk homogen selama 30 detik. Diperoleh suspensi dengan konsentrasi 10 -1 gml. Selanjutnya dibuat suspensi dengan konsentrasi 10 -2 dan 10 -3 gml. Diambil cuplikan dari sampel dan setiap suspensi pengenceran masing-masing 0,25 ml, dipindahkan ke cawan petri yang berisi 15-20 ml media baird parker agar BPA-EY yang telah memadat dan perlakuan dibuat dua kali. Suspensi segera disebarkan hingga merata dan dibiarkan beberapa saat hingga inokulum terserap dalam media. Untuk mengetahui sterilitas media dan pengencer dibuat uji blanko. Semua cawan petri diinkubasi pada 35-37 o C selama 24–48 jam. Koloni yang tumbuh selama periode inkubasi dengan ciri berwarna hitam mengkilat dengan lingkaran cerah di sekelilingnya dihitung dengan coloni counter Pelczar, 1986.

3.7.7 Uji Angka Salmonella species

Sebanyak 1 g sampel ditimbang dengan caraaseptik, dimasukkan ke dalam kantong stomaker steril. Ditambahkan 9 ml PDF dan diaduk homogen selama 30 detik. Kemudian suspensi dipipet 10 ml, dimasukkan ke dalam 90 ml lactose broth LB, dan diinkubasi pada suhu 35-37 o C selama 18-24 jam. Setelah itu 10 ml dari masing-masing biakan dimasukkan ke dalam 100 ml media tetrathionate brilliant green broth TBGB dan 100 ml selenite cysteine broth SCB. Kemudian keduanya diinkubasi pada 43 o C selama 24 jam. Hasil biakan TBGB dan SCB diambil masing-masing 1 cuplikan dan diinokulasi pada permukaan brilliant green agar BGA dan bismuth sulfite agar Universitas Sumatera Utara BSA, kemudian diinkubasi pada suhu 35-37 o C selama 24-48 jam, koloni yang tumbuh diamati dan dihitung dengan coloni counter. Biakan diduga Salmonella positif jika: Pada BGA: koloni dari tidak berwarna, menjadi merah muda sampai merah, dari translusen hingga keruh dengan lingkaran merah muda hingga merah. Pada BSA: koloni berwarna coklat abu-abu sampai hitam dan kadang-kadang dengan kilap logam. Warna media di sekitar koloni mula-mula coklat, jika masa inkubasi ditambah warna koloni menjadi hitam Pelczar, 1986.

3.7.8 Uji Angka Pseudomonas aeruginosa

Sebanyak 1 g sampel ditimbang dengan caraaseptik dan dimasukkan ke stomaker steril. Kemudian ditambahkan LB secukupnya sampai volume 10 ml dan diaduk homogen selama 30 detik. Diperoleh suspensi dengan konsentrasi 10 -1 gml. Selanjutnya dibuat suspensi dengan konsentrasi 10 -2 dan 10 -3 gml dengan larutan TSB kemudian semuanya diinkubasi pada suhu 35-37 o C selama 48 jam. Diambil biakan yang menunjukkan pertumbuhan positif dengan alat untuk digoreskan atau disebarkan pada permukaan media lempeng cetrimide agar CETA dan diinkubasi pada suhu 35-37 o C selama 48-72 jam. Diamati adanya pertumbuhan koloni spesifik berwarna kehijauan. Selanjutnya dibuat suspensi pekat dalam 0,5 ml TSB untuk diinokulasikan pada media lempeng Pseudomonas agar P PAP, PAF, dan nutrient agar NA miring. Semua media diinkubasi pada suhu 35-37 o C selama 24 jam untuk NA miring dan 72 jam untuk PAP dan PAF Pelczar, 1986.

3.7.9 Penentuan pH

Universitas Sumatera Utara Serbuk selulosa mikrokristal ditimbang sebanyak 2 g, kemudian diaduk dengan 100 ml akuades selama 5 menit, dan pH dari cairan supernatan diukur dengan pH meter. Persyaratan pH untuk selulosa mikrokristal adalah 5-7 Ohwoavworhua dan Adelakun, 2005a.

3.7.10 Susut Pengeringan

Susut pengeringan adalah kadar bagian yang menguap dari suatu zat. Sebanyak 2 g serbuk selulosa mikrokristal ditimbang seksama, diletakkan dalam cawan petri, kemudian dikeringkan dalam oven pada 105 o C hingga diperoleh berat konstan. Susut pengeringan ditentukan sebagai perbandingan berat kering terhadap berat sampel dan dinyatakan dalam persentase Ohwoavworhua dan Adelakun, 2005a.

3.7.11 Penentuan Kadar Abu Total

Sebanyak 2 g serbuk selulosa mikrokristal ditimbang seksama dimasukkan ke dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus dipijarkan perlahan-lahan sampai arang habis, pemijaran dilakukan pada suhu 600 o C selama 2 jam kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap Ditjen POM, 1995.

3.7.12 Berat Jenis Nyata

Berat jenis nyata Dn dari serbuk selulosa mikrokristal ditentukan dengan menggunakan piknometer. Benzen digunakan sebagai cairan pencelup. Serbuk ditimbang dengan berat w. Benzen dimasukkan ke dalam botol dan ditimbang, diperoleh harga a. Kemudian serbuk dimasukkan ke dalam botol yang berisi cairan. Ketika serbuk dimasukkan, sebagian cairan akan keluar dari botol. Berat Universitas Sumatera Utara botol yang berisi sisa cairan dan serbuk ditimbang, diperoleh harga b. Berat jenis serbuk dihitung menurut persamaan berikut Ohwoavworhua dan Adelakun, 2005a: Dn = w [ a+w −b ] x GP …………….. 3.3 Dengan w = berat serbuk GP = gravitasi pelarut 0,88 grcm 3 a = berat botol + pelarut b = berat botol + sisa pelarut + serbuk.

3.7.13 Berat Jenis Ruahan

Serbuk selulosa mikrokristal diletakkan dalam gelas ukur 100 ml yang bersih dan kering tanpa pengetapan ditentukan. Berat jenis ruahan dihitung sebagai perbandingan berat dan volume.

3.7.14 Zat Larut Air

Sebanyak 5 g sampel diaduk dengan 80 ml air selama 10 menit, disaring dengan vakum menggunakan kertas saring. Kemudian filtrat dipindahkan ke beaker yang telah ditara w o , lalu diuapkan hingga kering, dan dikeringkan pada 105 o C selama 1 jam, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang w 1 . Perbedaan berat antara residu dan beaker kosong tidak boleh lebih dari 12,5 mg 0,25. Zat larut air Z a dihitung berdasarkan persamaan berikut: Universitas Sumatera Utara Z a = w 1 −wo wo x 100 .................... 3.4

3.7.15 Morfologi Partikel

Analisis morfologi partikel selulosa mikrokristal dilakukan dengan menggunakan peralatan Scanning Electron Microscope SEM JSM-35 C Sumandiu. Proses pengamatan mikroskopik diawali dengan melapisi sampel dengan emas di dalam sample chamber. Kemudian sampel dipasang pada specimen holder. Sampel selanjutnya dimasukkan ke dalam sample chamberdan kemudian disinari dengan pancaran elektron bertenaga 10 kVolt sehingga sampel mengeluarkan elektron sekunder dan elektron terpental dideteksi dengan detector scientor yang kemudian diperkuat dengan suatu rangkaian listrik yang menyebabkan timbulnya gambar CRT Chatode Ray Tube. Pemotretan dilakukan setelah memilih bagian tertentu dari objek sampel dan perbesaran yang diinginkan sehingga diperoleh foto yang baik dan jelas Zoppe, dkk., 2009.

3.7.16 Analisis Gugus Fungsi

Analisis gugus fungsi dilakukan dengan menggunakan alat spektrofotometer Fourier Transform Infra Red Shimadzu dengan teknik pelet KBr. Sampel yang akan dikarakterisasi ditambahkan dengan KBr, dihaluskan, dihomogenkan, diletakkan dalam sample holder, dan disinari dengan sinar infra merah. Spektrum diperoleh dalam kisaran bilangan gelombang 4000-500 cm -1 pada resolusi 16 cm -1 dan rata-rata 45 scan.

3.7.17 Penentuan Kristalinitas

Universitas Sumatera Utara Penentuan kristalinitas sampel dilakukan dengan menggunakaninstrumen difraksi sinar-X XRD Shimadzu XRD-7000 X-ray diffractometer MAXima dengan Cu K, radiasi pada 40 kV dan 30 mA. Radiasi dideteksi dalam sudut difraksi 2θ = 10-40 pada kecepatan 2 o menit. Karakterisasi ini dilakukan dengan cara sebagaiberikut: sampel yang dikarakterisasi dihaluskan kemudian diletakkan dalam sample holder, kemudian disinari dengan sinar X. Metode pengukuran sudut 2θ dari difraktogram sinar X berdasarkan pada pengukuransudut yang telah direkam pada setiap difraktogram, dan dihitung secara proposionalsetelah sudut 2θ diketahui. Derajat kristalinitas dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut Park, dkk., 2010: Kristalinitas = Fraksi kristalin Fraksitotal .....................… 3.5

3.7.18 Uji Toksisitas Akut

Uji toksisitas akut dilakukan setelah mendapatakan rekomendasi persetujuan etik penelitian kesehatan dari Komite Etik Penelitian Hewan FMIPA USU Lampiran 5. Uji ini dilakukan dengan menggunakan 15 ekor mencit betina berat badan 15-25 g untuk 2 kelompok pemberian dosis, yaitu 2000 mgkg, 5000 mgkg, dan 1 kelompok kontrol. Sampel diberikan dalam bentuk suspensi dengan natrium carboxy methyl cellulose Na CMC 1 secara peroral. Sediaan uji diberikan setelah mencit dipuasakan 3-4 jam. Setelah dipuasakan, hewan ditimbang dan diberikan sediaan uji. Setelah pemberian bahan uji, pengamatan dilakukan pada 30 menit pertama setelah pemberian sediaan uji, dan Universitas Sumatera Utara secara periodik setiap 4 jam selama 24 jam, dan setiap hari selama 14 hari Badan POM, 2011. Hal-hal yang diamati dalam periode observasi adalah tingkah laku hewan, seperti jalan mundur, jalan menggunakan perut dan berat badan sebelum diberikan bahan uji hingga hari ke-14 setelah pemberian sediaan uji. Pada hari ke- 14, hewan dikorbankan secara fisik dengan dislokasi leher, selanjutnya dibedah dandiambil organnya. Organ-organ tersebut dicuci dengan aquadest, kemudian ditimbang dandimasukkan ke dalam pot berisi formalin 10 untuk kemudian diamati histopatologinya.

3.8 Pembuatan Selulosa Nanokristal dari Tandan Aren SNTA

Sebanyak 12,5 g α-selulosa tandan aren dicampurkan dengan larutan asam sulfat pada berbagai konsentrasi, yaitu dari 64-40. Campuran ini diaduk dengan menggunakan magnetic stirrer pada kecepatan tinggi selama 45 menit pada suhu 45 o C. Suspensi selulosa ini diencerkan dengan akuades dan didiamkan satu malam. Lapisan atas yang jernih didekantasi dan lapisan keruh pada bagian bawah dicuci dengan akuades, disentrifus, dan didekantasi. Proses ini diulang beberapa kali untuk menghilangkan sisa asam. Suspensi pekat yang dihasilkan kemudian didialisis melewati membran dialisis 12.000-14.000 molecular weight cutoff MWCO yang telah diaktivasi. Dialisis dilakukan dengan agitasi ringan selama 48 jam.Suspensi hasil dialisis kemudian diultrasonikasi selama 10 menit pada kekuatan 60. Kemudian SNTA dikeringkan dengan oven vakum pada suhu 25 o C dan tekanan 30 cmHg dan digunakan untuk uji karakterisasi Klemm, dkk., 2011; Bondeson, dkk., 2006. 3.9 Karakterisasi SNTA 3.9.1 Morfologi Partikel Universitas Sumatera Utara Analisis morfologi dan ukuran SNTA dilakukan dengan menggunakan mikroskop elektron transmisi TEM. Sampel ditetesi dengan amonium molibdat 1, kemudian ditanam dalam resin polimetilmetakrilat PMMA. Setelah itu sampel diiris dengan menggunakan pisau berlian ultramikrotom. Irisan-irisan kecil yang diperoleh dipasang pada grid karbon yang berlapis dan diperiksa dengan TEM LEICA EM UC7-NT Zoppo, dkk., 2009.

3.9.2 Analisis Gugus Fungsi

Analisis gugus fungsi dilakukan seperti prosedur pada 3.7.16.

3.9.3 Penentuan Kristalinitas

Penentuan struktur kristalsampel dilakukan dengan menggunakan prosedur pada 3.7.17.

3.9.4 Analisis Termal

Degradasi akibat suhu pada SNTA dan Avicel dilakukan dengan thermogravimetric analysisTGA DTG-6060H Shimadzu dengan berat sampel 10 mg, laju pemanasan 20 o Cmenit, dan kisaran temperatur 40–800 o C dalam atmosfer nitrogen dengan laju alir gas 15 mlmenit. 3.10 Sifat Alir SMTA dan SNTA 3.10.1 Berat Jenis Ruahan dan Mampat Serbuk selulosa mikrokristal diletakkan dalam gelas ukur 100 ml yang bersih dan kering tanpa pengetapan ditentukan V o . Selanjutnya dilakukan Universitas Sumatera Utara pengetapan sebanyak 500 kali tap, kemudian diukur volumenya V 500 . Berat jenis ruahan dan mampat dihitung sebagai perbandingan berat dan volume.

3.10.2 Sudut Diam

Sudut diam θ, diukur menurut metode corong dan kerucut. Sebuah corong dijepit dengan ujungnya di atas sebuah kertas grafik yang diletakkan di atas permukaan horizontal datar. Serbuk dituang dengan hati-hati melalui corong hingga puncak kerucut. Diameter rata-rata dari dasar kerucut serbuk ditentukan dan tangen dari sudut diam dihitung menggunakan persamaan berikut: tan θ = 2 h D ………..………… 3.6 Dengan h = tinggi timbunan serbuk cm D = diameter dasar timbunan serbuk cm

3.10.3 Indeks Hausner

Indeks Hausner ini dihitung sebagai perbandingan berat jenis mampat terhadap berat jenis ruahan dari sampel.

3.10.4 Indeks Kompresibilitas

Indeks kompresibilitas ini dihitung menggunakan berat jenis ruahan dan mampat dengan menggunakan persamaan: Kompresibilitas = berat jenis mampat −berat jenis ruahan berat jenis ruahan x 100 … 3.7

3.11 Pembuatan Tablet

Bahan-bahan yang digunakan dalam formula tablet yaitu natrium diklofenak, Avicel PH 102SMTASNTA, magnesium stearat, talkum, dan lactose Universitas Sumatera Utara spray dried LSD. Tablet diformulasi dalam 7 formula, yaitu F1-F7 yang dapat dilihat pada Tabel 3.1. Bahan-bahan dicampurkan dengan menggunakan blender Kris selama 2 menit. Kemudian campuran massa tablet diuji preformulasi. Tabel 3.1. Formula tablet yang dibuat dengan menggunakan Avicel PH 102, SMTA, dan SNTA Formula F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 Natrium diklofenak mg 25 25 25 25 25 25 25 SNTA mg 167 150 100 50 20 - - SMTA mg - - - - - 20 - Avicel PH 102 mg - - - - - - 20 Mg stearat mg 4 4 4 4 4 4 4 Talkum mg 4 4 4 4 4 4 4 Laktosa spray dried LSD mg - 17 67 117 147 147 147

3.12 Uji Preformulasi