Derajat Polimerisasi Arenga pinnata Wurmb Merr.

serbuk tidak dapat mengalir bebas,sedangkan bahan dengan kompresibilitas lebih dari 38 akan sulit untuk keluar dari hopperBhimte dan Tayade, 2007. Selulosa mikrokristal dapat diperoleh secara komersial dengan berbagai kualitas dan merek dagang, diantaranya Avicel PH, Cellets, Celex, hellolosum mikrokristallinum, Celphere, Ceolus KG, Comprecel, Emcocel, Ethisphere, Fibrocel, Pharmacel, dan lain-lain. Selulosa mikrokristal tersedia dalam berbagai kelas grade berdasarkan analisis ukuran partikel Tabel 2.4 Rowe, dkk, 2009. Tabel 2.4. Beberapa merek dagang dan kelas dari selulosa mikrokristal Kelas Rata-rata Ukuran Partikel ηm Analisis Ukuran Partikel Ukuran Ayakan Mesh Jumlah yang Tertahan Avicel PH 101 50 60 ≤ 1,0 200 ≤30,0 Avicel PH 102 100 60 ≤ 8,0 200 ≥ 45,0 Avicel PH 103 50 60 ≤ 1,0 200 ≤ 30,0 Avicel PH 105 20 400 ≤ 1,0 Avicel PH 112 100 60 ≤ 8,0 Avicel PH 113 50 60 ≤ 1,5 200 ≤ 30,0 Avicel PH 200 180 60 ≥ 10,0 100 ≥ 50,0 Celex 101 75 60 ≤ 1,0 200 ≥ 30,0 Ceolus KG 802 50 60 ≤ 0,5 200 ≤ 30,0 Emcocel 50M 50 60 ≤ 0,25 200 ≤ 30,0 Emcocel 90M 91 60 ≤ 8,0 200 ≥ 45,0 50 60 ≤ 1,0 Rowe, dkk., 2009

2.3 Derajat Polimerisasi

Universitas Sumatera Utara Polimer alam seperti protein, selulosa, dan karet telah dikenal dan dimanfaatkan manusia berabad-abad untuk berbagai keperluan. Polimer tinggi adalah molekul besar yang dibangun oleh pengulangan kesatuan kimia yang kecil dan sederhana. Akibatnya, molekul-molekul polimer umumnya mempunyai berat molekul yang sangat besar. Apabila satuan itu berulang lurus seperti rantai, maka molekul- molekul polimer seringkali digambarkan sebagai molekul rantai atau rantai polimer. Panjang rantai polimer dapat dinyatakan dalam DP dari polimer yang bersangkutan, yaitu jumlah kesatuan berulang dalam rantai polimer. Jumlah unit glukosa di dalam molekul selulosa dapat dilihat melalui derajat polimerisasinya Purwaningsih, 2012. Berat molekul dari suatu makromolekul adalah perkalian DP dengan berat molekul unit strukturnya Stevens, 2001. DP selulosa sangat bervariasi, bergantung pada sumber dan perlakuan yang diberikan. Perlakuan kimia secara intensif seperti pembuatan pulp, pengelantangan, dan transformasi akan sangat menurunkan harga DP. Proses delignifikasi dan ekstraksi juga dapat menurunkan DP selulosa. Selain itu, semakin tua umur pohon, maka DP juga semakin menurun Wegener, 1985. Penentuan DP biasanya dilakukan dengan menentukan viskositas sampel setelah sampel dilarutkan dalam pelarut kompleks berair, seperti cuprammonium hidroksida Cuam atau cupri etilen diamin CED. DP dari polimer sangat menentukan tingkat viskositas larutan pada konsentrasi polimer yang diberikan Klemm, 1998.

2.4 Selulosa Nanokristal

Ranby dan Ribi 1950 untuk pertama kalinya telah melaporkan bahwa suspensi koloid selulosa dapat diperoleh dengan mendegradasi serat selulosa yang dikatalisis oleh asam sulfat. Kemudian Nickerson dan Habrle 1947 meneliti Universitas Sumatera Utara bahwa degradasi diinduksi dengan pendidihan serat selulosa dalam larutan asam mencapai suatu batas setelah perlakuan dalam waktu tertentu. Gambar 2.5transmission electron microscopy TEM dari suspensi kering menunjukkan adanya partikel berbentuk jarum dan analisis selanjutnya dengan difraksi elektron menunjukkan adanya kesamaan struktur kristal seperti serat aslinya Habibi, dkk.,, 2010. Gambar 2.5. Gambar TEM selulosa nanokristal dari sisal Garcia, dkk., 2006 Selulosa nanokristal telah diisolasi dari berbagai sumber selulosa, termasuk tanaman, selulosa mikrokristal, hewan, bakteri, dan alga. Kapas adalah salah satu sumber selulosa yang memiliki kandungan selulosa tinggi 94 Oksman dan Mathew, 2007; Klemm, dkk., 2011.

2.4.1 Pembuatan dan Karakterisasi Selulosa Nanokristal

Proses utama untuk menghasilkan selulosa nanokristal dari serat selulosa adalah berdasarkan hidrolisis asam. Bagian amorf akan lebih mudah dihidrolisis, sedangkan bagian kristal yang lebih tahan terhadap serangan asam akan tersisa Habibi, dkk., 2010. Universitas Sumatera Utara Prosedur khas yang dilakukan untuk menghasilkan selulosa nanokristal adalah menghidrolisis selulosa murni dengan asam kuat dalam kondisi temperatur, pengadukan, dan waktu yang terkendali. Proses kimia dimulai dengan penghilangan ikatan antar polisakarida pada permukaan serat selulosa dan diikuti dengan pecah dan rusaknya bagian amorf sehingga melepaskan bagian kristal selulosa. Setelah hidrolisis dilakukan, suspensi yang dihasilkan diencerkan dengan air, dan dicuci dengan beberapa kali sentrifugasi. Kemudian dialisis dilakukan untuk menghilangkan molekul asam bebas dari dispersi dan memisahkan partikel yang berukuran lebih kecil dan lebih besar dari pori-pori membran dialisis yang digunakan. Tahap selanjutnya adalah proses mekanik seperti sonikasi yang akan menghilangkan pengotor yang masih melekat pada selulosa nanokristal sehingga diperoleh nanokristal yang terdispersi dalam suspensi yang stabil. Struktur, sifat, dan tahap pemisahan tergantung pada asam mineral dan konsentrasi yang digunakan, temperatur dan waktu hidrolisis, serta intensitas ultrasonikasi Habibi, dkk., 2010; Klemm, dkk., 2011. Jenis asam mineral yang digunakan dalam tahap hidrolisis memiliki pengaruh besar pada sifat permukaan nanokristal. Kristal yang dihasilkan dengan menggunakan HCl menunjukkan stabilitas koloid yang rendah dan tidak bermuatan, sedangkan hidrolisis yang dilakukan dengan asam sulfat akan mengalami sulfasi pada beberapa permukaan dan menghasilkan selulosa yang bermuatan negatif pada permukaannya Klemm, dkk., 2011. Selulosa nanokristal yang ditritmen dengan HCl kemudian dengan asam sulfat menghasilkan ukuran partikel yang sama seperti yang diperoleh dengan hidrolisis asam sulfat. Sedangkan proses hidrolisis yang dilakukan dengan menggunakan kombinasi Universitas Sumatera Utara asam klorida dan asam sulfat memberikan bentuk sferis pada nanokristal. Bentuk sferis memiliki gugus sulfat yang lebih sedikit pada permukaannya Habibi, dkk., 2010. Konsentrasi asam sulfat yang digunakan tidak banyak bervariasi dari konsentrasi 65 bb, temperatur dapat berada pada rentang suhu kamar sampai 70 o C, waktu hidrolisis dapat berbeda dari 30 menit sampai 1 malam tergantung suhu yang digunakan. Hidrolisis dengan asam klorida dapat dilakukan pada temperatur refluks dengan konsentrasi asam antara 2,5-4 N dengan variasi suhu tergantung pada sumber selulosa yang digunakan Habibi, dkk., 2010. Bondeson, dkk. 2006 telah meneliti kondisi optimum hidrolisis dengan menggunakan selulosa mikrokristal dari Norway spruce Picea abies sebagai bahan awal selulosa. Faktor yang divariasikan selama proses adalah konsentrasi selulosa mikrokristal dan asam sulfat, waktu dan temperatur hidrolisis, dan waktu tritmen dengan ultrasonik. Penelitian ini menunjukkan bahwa konsentrasi asam sulfat 63,5 bb dengan waktu hidrolisis sekitar 2 jam, telah menghasilkan selulosa nanokristal dengan rendemen 30 dari berat awal dan memiliki panjang 200-400 nm dan lebar kurang dari 10 nm. Perpanjangan waktu hidrolisis menghasilkan nanokristal yang lebih pendek dan menambah muatan permukaan. Ukuran dan morfologi nanokristal tergantung pada sumber selulosa: selulosa tunicate dan alga memiliki panjang beberapa mikron, sedangkan serat kayu menghasilkan nanokristal yang lebih pendek Klemm, dkk., 2011; Frone, dkk., dkk., 2011. Yu, dkk. 2012 telah membuat selulosa nanokristal dari pulp bambu. Pada proses ini digunakan asam sulfat dengan konsentrasi 46, suhu dan waktu hidrolisis berturut-turut 55 o C dan 30 menit. Selulosa nanokristal yang dihasilkan Universitas Sumatera Utara memiliki panjang 200-500 nm dan diameter kurang dari 20 nm. Hasil uji FTIR menunjukkan spektrum yang sama dengan pulp bambu. Derajat kristalinitas selulosa nanokristal bambu 71,98. Hal ini dikarenakan bagian amorf telah banyak dihilangkan pada saat hidrolisis dengan asam sulfat. Selulosa nanokristal yang diperoleh dari hasil hidrolisis Luffa cylindrica dengan asam sulfat 65 memiliki bentuk whisker dengan derajat kristalinitas 96,5. Chang, dkk. 2010 telah membuat selulosa nanokristal dari cotton linter dengan menggunakan variasi konsentrasi asam sulfat 50-60, temperatur 45– 55 o C, dan waktu hidrolisis 5-15 menit. Hasil selulosa nanokristal yang terbaik adalah yang diperoleh dari hidrolisis dengan asam sulfat 60, temperatur 45 o C, dan waktu reaksi 5 menit. Selulosa nanokristal ini memiliki bentuk jarum, gugus fungsi yang tidak berbeda dengan selulosa kapas, dan temperatur degradasi yang lebih rendah dari kapas dan selulosa nanokristal lain. Selulosa nanokristal mempunyai rasio luas permukaan dan volume yang sangat besar Habibi, dkk., 2010; Liu, dkk., 2010. Luas permukaan yang sangat besar ini merupakan suatu keuntungan dari selulosa nanokristal yaitu memungkinkan untuk lebih banyak obat dapat berikatan dan berinteraksi dengan permukaannya Jackson, dkk., 2011.

2.4.2 Aplikasi Selulosa Nanokristal

Penggunaan selulosa nanokristal dalam material komposit dikarenakan sifatnya seperti berukuran dalam skala nanometer, luas permukaan yang tinggi, morfologi yang unik, kekakuan, kristalinitas, dan kekuatan mekanik yang tinggi. Selulosa nanokristal yang digunakan sebagai pengisi dalam memperkuat material komposit telah dijumpai dalam berbagai bidang, seperti industri elektronik, Universitas Sumatera Utara konstruksi, biomedik, kosmetik, industri kertas, pengemasan, bahan bangunan, tekstil, dan lain-lain Frone, dkk., 2011. Sifat mekanik film nanokomposit tergantung pada ukuran dan morfologi dari dua bahan yang digunakan, yaitu selulosa nanokristal dan matriks polimer, juga teknik pembuatannya. Aspect ratio merupakan faktor utama yang mengendalikan sifat mekanik dari nanokomposit. Pengisi dengan aspect ratio yang tinggi memberikan efek penguatan yang sangat baik. Telah dilaporkan bahwa modulus tertinggi meningkat dalam matriks karet dari poliS-co-BuA dan stabilitas termal diperoleh dengan menggunakan whiskers tunicin Pd ~ 67 dibandingkan dengan whisker bakteri Pd ~ 60 dan Avicel Pd ~ 10 Peng, dkk., 2011. Selulosa nanokristal dapat digunakan sebagai bahan tambahan pada sistem penyampaian obat. Bahan ini berikatan dengan obat yang larut dalam air dan terionisasi tetrasiklin dan doksorubisin yang memberikan pelepasan obat dengan segera. Setil trimetilamonium bromide berikatan dengan permukaan selulosa nanokristal, sehingga meningkatkan potensial zeta dari -55 mV ke 0 mV dan mengakibatkan obat-obat hidrofob seperti paclitaxel, docetaxel, dan etoposida dilepaskan dengan cara terkendali lebih dari dua hari Jackson, dkk., 2011.

2.5 Arenga pinnata Wurmb Merr.

Sistematika dan identifikasi tanaman aren adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Class : Dicotyledoneae Ordo : Arecales Universitas Sumatera Utara Famili : Arecaceae Genus : Arenga Spesies : Arenga pinnata Wurmb Merr. Nama lokal : Aren Corner dan Watanabe, 1969 Tanaman aren Arenga pinnata Wurmb Merr. atau Arenga saccharifera Labill merupakan tumbuhan palam rumbai yang terkenal. Tumbuhan ini banyak didapati di seluruh Nusantara. Pohon aren ini tumbuh mulai dari ketinggian di atas permukaan laut hingga 1220 m lebih di alam liar dan tidak jarang dibudidayakan. Pohon aren mempunyai tinggi batang mencapai 25 m dengan diameter 65 cm. Bunga aren ini terdiri dari bunga jantan dan betina. Kedua bunga terpisah pada masing-masing tandan spadix. Bunga jantan berwarna kecoklatan dan bunga betina kehijauan. Bunga betina menghasilkan sedikit atau tidak menghasilkan nira sama sekali, oleh karena itu bunga betina dibiarkan menjadi buah Heyne, 1987. Pohon aren memiliki daun yang panjang seperti daun kelapa dan bertulang sejajar. Pada sepanjang tepi-tepi daun bagian atas dari pelepah daunnya yang lebar terdapat serat dan serabut hitam yang kokoh. Serabut ini sering disebut ijuk Hidayat dan Utomo, 1976. Buah aren dalam jumlah yang banyak bergantung pada tandan yang besar dan bercabang. Buah yang telah terbentuk dapat dipanen beberapa kali dalam setahun. Buah mempunyai bentuk bulat panjang dengan ujung melengkung ke dalam, diameter 3-5 cm, dan berisi 2-3 biji di dalamnya. Biji dari buah yang masih muda setelah diambil dan dididihkan dengan atau tanpa gula dapat dijadikan makanan yang biasa disebut kolang-kaling Florido dan De Mesa, 2003. Universitas Sumatera Utara Kolang-kaling dapat dihasilkan rata-rata sebanyak 100 kgpohontahun bila tidak disadap niranya Anonim, 2009. Kolang-kaling merupakan makanan berserat, memiliki kadar air sangat tinggi, hingga mencapai 93,8 dalam setiap 100 gramnya. Kolang-kaling juga mengandung protein, karbohidrat, dan serat kasar. Komponen utama polisakarida yang terdapat dalam kolang-kaling adalah polisakarida yang larut air yaitu galaktomanan Rao, dkk., 1961; Tarigan dan Kaban, 2010. Galaktomanan yang terdapat dalam kolang-kaling memiliki perbandingan manosa:galaktosa sebesar 2,26:1 Koiman, 1971. Kulit buah exocarp berwarna hijau ketika masih muda dan kuning kecoklatan bila sudah tua. Daging buah mesocarp berwarna kuning keputihan, lunak dan dapat menyebabkan gatal, kulit biji endocarp relatif tipis, berwarna kuning kecoklatan waktu masih muda, menjadi hitam dan sangat keras bila sudah tua Miller, 1964. Aren merupakan tanaman serbaguna. Bisa dikatakan semua bagian dari tanaman aren dapat dimanfaatkan. Akarnya untuk bahan anyaman dan cambuk, batang yang dibelah sebagai talang saluran air, kayunya digunakan untuk tongkat jalan, tulang daun untuk keranjang dan sapu, daun muda sebagai pengganti kertas rokok, serabut pelepah untuk tali ijuk, keranjang, sapu, dan sikat, empulur batang diolah menjadi pati yang dapat digunakan untuk pembuatan kue. Biji buahnya dibuat manisan dan dimakan kolang-kaling. Cairan pada tongkol bunga jantan disadap karena mengandung gula, biasa disebut nira. Nira ini kemudian dibuat gula aren, kalau dikhamirkan menghasilkan sagu air, tuak arak atau cuka Yuniarti, 2008. Selain itu, hasil fermentasi, destilasi, dan dehidrasi dari Universitas Sumatera Utara nira dapat menghasilkan bioetanol dengan kadar etanol sekitar 95 Effendi, 2010.

2.6 Tandan Aren