Analisis Gugus Fungsi SMTA Analisis Morfologi SMTA Struktur Kristal SMTA

biru dengan larutan iodin biru dengan larutan iodin Derajat Polimerisasi 180,7 236 Zat larut air 0,16 0,08 Zat larut eter - 0,013 Angka Lempeng Total cfug 2 sesuai Angka Kapang dan Khamir cfug 1 sesuai Escherichia coli - sesuai Staphylococcus aureus - sesuai Salmonella species - sesuai Pseudomonas aeruginosa - sesuai pH 7,4 6,3 Susut pengeringan 5,68 4,4 Kadar abu total 0,35 0,01 Kadar logam berat Pb, Cd - sesuai Ket: - Nilai yang diperoleh merupakan rata-rata dari tiga kali perulangan perlakuan N=3 - = data diperoleh dari sertifikat analisis Avicel PH 102 Lampiran 2 Nilai-nilai yang diperoleh dari pengujian telah memenuhi persyaratan USP 32-NF 27, diantaranya DP 350 Lampiran 11, nilai angka lempeng total 2 cfug, jamur dan khamir 1 cfug, zat larut air 0,16, pH 7,4 Lampiran 12, susut pengeringan 5,68 Lampiran 13, dan tidak ditemukan adanya bakteri Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Salmonella sp., dan Pseudomonas aeruginosa. Kadar abu total yaitu 0,35 Lampiran 14, nilai ini berada di atas kadar abu total yang disyaratkan USP. Walaupun kadar abu total lebih besar dari 0,1, tapi tidak ditemukan logam berat Pb dan Cd pada SMTA.

4.1.1.2 Analisis Gugus Fungsi SMTA

Spektrum inframerah dari SMTA dibandingkan dengan Avicel PH 102 Universitas Sumatera Utara dapat dilihat pada Gambar 4.2. Bilangan gelombang dari spektrum FTIRdapat dilihat pada Tabel 4.3. 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 3 4 4 1 2 8 9 3 1 6 2 4 1 2 2 Bilangan gelombang cm -1 T Avicel PH 102 SMTA Gambar 4.2. Spektrum inframerah dari Avicel PH 102 dan SMTA Tabel 4.3. Bilangan gelombang dari FTIR Bilangan Gelombang cm -1 Gugus 3441 OH 2893 C-H alkana 1624 OH dari absorpsi air 1022 C-O ikatan glikosidik Bilangan gelombang dari gugus-gugus yang terdapat pada SMTA identik dengan yang terdapat pada selulolosa mikrokristal yang telah beredar di perdagangan Avicel PH 102. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa selulosa mikrokristal telah dapat diisolasi dari tandan aren.

4.1.1.3 Analisis Morfologi SMTA

Universitas Sumatera Utara Analisis selulosa mikrokristal dengan mikroskop elektron SEM dilakukan untuk mengetahui ukuran, bentuk, dan permukaan partikel. Hasil pengamatan SMTA dan Avicel PH 102 dapat dilihat pada Gambar 4.3. a b Gambar 4.3. SEM dari SMTA a dan Avicel PH 102 b dengan perbesaran 100x Pada Gambar 4.3 dapat dilihat bahwa SMTA dan Avicel PH 102 memiliki bentuk tak beraturan dan tekstur permukaan yang tidak rata. Ukuran partikel SMTA terlihat lebih besar yaitu 100-300 µm dan ukuran rata-rata Avicel PH 102 yaitu 100 µm Rowe, dkk., 2009. Hal ini dikarenakan granul SMTA yang digunakan dalam penelitian ini adalah granul yang telah melewati ayakan 60 mesh dan tertahan di 100 mesh. Dalam hal lain pengeringan SMTA menggunakan metode vacuum oven pada 40 o C dan tekanan 30 cmHg sehingga masih terjadi aglomerisasi partikel SMTA. Sedangkan untuk Avicel digunakan metode spray drying.

4.1.1.4 Struktur Kristal SMTA

Penentuan struktur kristal selulosa dari SMTA dan Avicel PH 102 dilakukan dengan menggunakan difraksi sinar-X Shimadzu XRD 7000 difractometer MAXima. Difraktogram XRD dari kedua sampel dapat dilihat Universitas Sumatera Utara pada Gambar 4.4. 10 15 20 25 30 35 40 14,56 11,82 20,42 22,2 In ten s it as - Sudut difraksi 2  Avicel PH 102 SMTA Gambar 4.4. Difraktogram XRD dari SMTA dan Avicel PH 102 Difraktogram XRD dari SMTA dan Avicel PH 102 menunjukkan bahwa Avicel memiliki derajat kristalinitas yang lebih tinggi 82,77 dari SMTA 36,38. Puncak-puncak dengan jarak kisi kristal masing-masing pada sudut difraksi 2θ untuk Avicel PH 102 yang merupakan selulosa dengan stuktur kristal I yaitu pada 2θ = 14,56 o , 20,14 o , dan 22,2 o , sedangkan SMTA adalah selulosa dengan struktur kristal II yaitu pada 2θ = 11,82 o , 20,42 o , dan 22,2 o . Perbedaan struktur kristal I dan II disebabkan oleh perbedaan metode pemurnian dan pengeringan selulosa yang digunakan. Selulosa dengan struktur kristal II merupakan hasil perlakuan selulosa I dengan NaOH Zugenmaier, 2008.

4.1.1.5 Sifat Alir SMTA