secara mekanis. Secara kimia proses pulping dapat dilakukan dengan proses sulfit, basa, dan sulfat untuk melarutkan lignin dan hemiselulosa, dan meninggalkan
senyawa selulosa sebagai bentuk padatan. Proses sulfit menggunakan campuran asam sulfit H
2
SO
3
dan ion bisulfit HSO
3 -
untuk melarutkan lignin sebagai asam lignosulfonat yang dapat larut dalam larutan pemasak. Pada proses basa kayu
dimasak dengan larutan NaOH. Proses sulfat Kraft menggunakan larutan NaOH dan Na
2
S. Penggunaan kedua bahan ini akan meningkatkan delignifikasi dan kekuatan pulp Klemm, dkk., 1998a. Metode lain yang dapat digunakan untuk
delignifikasi adalah dengan metode ledakan uap steam explosion. Pada metode ini potongan kayu akan diberikan tekanan dan suhu yang tinggi dengan
menggunakan autoklaf Othmer, 1993. Sumber lain selulosa adalah hasil biosintesis selulosa oleh
mikroorganismeseperti bakteri, alga, dan jamur. Alga dan jamur menghasilkan selulosa melalui sintesis in vitro secara enzimatik dari selobiosil fluorida, dan
kemosintesis dari glukosa dengan pembukaan cincin polimerisasi turunan benzil dan pivaloyl. Dari ketiga mikroorganisme tersebut, hanya spesies Acetobacter
xylinum yang diketahui dapat menghasilkan selulosa dalam jumlah besar. Sumber selulosa lain adalah dari hewan, yang disebut tunicin atau selulosa hewan karena
diperoleh dari organisme bahari tertentu dari kelas Tunicata Gea, 2010.
2.1.4 Struktur Kristal dari Selulosa
Selulosa terdiri dari dua bagian yaitu amorf dan kristal. Selulosa dapat ditemukan dalam bentuk mikrofibril kristalin selulosa I, II, III, dan IV. Fraksi
kristal dinyatakan dalam persentase sebagai indeks kristalinitas. Penentuan
Universitas Sumatera Utara
struktur selulosa bisa dilakukan dengan difraksi X-Ray, NMR, dan FTIR Klemm, dkk., 1998a; Gea, 2010.
Selulosa I merupakan bentuk asli selulosa yang terdiri dari dua kristal allomorf, yaitu Iα dan Iβ. Berdasarkan pengujian difraksi elektron selulosa
Iαmemiliki satu unit sel triklinik, sedangkan selulosa Iβ memiliki dua unit sel monoklinik, keduanya tersusun dalam satu susunan rantai paralel, dengan rasio
berbeda dalam satu serat, tergantung pada asalnya. Selulosa Iα banyak terdapat pada selulosa bakteri dan valonia, sedangkan Iβ pada selulosa kapas atau kayu
Klemm, dkk., 1998a. Selain selulosa I, terdapat selulosa II yang terbentuk dengan pengendapan
selulosa dari larutan ke dalam medium air pada suhu kamar atau sedikit lebih tinggi dari suhu kamar pada proses pemintalan serat selulosa buatan manusia
secara teknis. Selulosa II ini juga diperoleh dari proses merserisasi kapas, yang terjadi melalui pembentukan natrium selulosa melalui interaksi polimer dengan
cairan natrium hidroksida dan peruraian dengan netralisasi atau penghilangan natrium hidroksida. Proses transformasi dari selulosa I menjadi selulosa II
biasanya irreversible, walaupun ada yang menyatakan bahwa natrium selulosa dapat diretransformasi sebagian menjadi selulosa I. Sistem ikatan hidrogen
selulosa II lebih rumit daripada selulosa I dan menghasilkan densitas tautan silang intermolekul yang lebih tinggi Mandal, 2011; Klemm, dkk., 1998a.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3. Difraktogram difraksi X-Ray dari selulosa dan selulosa nanokristal linter Li, dkk., 2003.
Li, dkk. 2003 melakukan kondensasi selulosa alam linter yang memiliki struktur kristal I dengan NaOH 18 dan menghasilkan struktur kristal
baru, yaitu struktur kristal II. Perlakuan terhadap selulosa nanokristal nanocrystalline cellulose, NCC dengan struktur kristal I menggunakan NaOH
4 juga menghasilkan NCC dengan struktur kristal II. Struktur kristal selulosa dan NCC dari penelitian Li, dkk. 2003 ini dapat dilihat pada Gambar 2.3.
Struktur selulosa III dan IV diturunkan dari selulosa I atau II, disebut dengan selulosa III
I
, IV
I
, dan III
II
dan IV
II
. Selulosa III diperoleh dari perlakuan selulosa I atau II dengan cairan amoniak dibawah -30
o
C dan rekristalisasi sampel dengan evaporasi amoniak Klemm, dkk., 1998a.
2.1.5 Biosintesis