Tes Hasil Belajar Siswa yang menggunakan metode

menunjukkan bahwa H ditolak. Sehingga dapat diinterpretasikan bahwa rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diajarkan dengan metode “Fun Teachng” berbeda dengan rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diajarkan dengan metode konvensional. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari nilai rata-rata hasil belajar matematika siswa, baik yang kelas eksperimen 71,16 dengan siswa kelas kontrol 6,54. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil belajar matematika siswa yang menggunakan metode “Fun Teaching” lebih baik. Hasil penelitian yang diperoleh pada kelas eksperimen yaitu kelas IV-A dengan menggunakan metode “Fun Teaching”. Kemudian pada subbab tertentu, guru memberikan materi pengantar yang kemudian dilanjutkan dengan pengerjaan LKS oleh siswa secara individu dan berkelompok. Guru tetap memantau dan membantu siswa jika siswa kesulitan atau tidak memahami materi maupun penyelesaian soal dalam LKS, namun hal itu dilakukan hanya jika diperlukan. Setelah selesai mengerjakan dan membahas bersama-sama, guru mulai memimpin jalannya latihan soal. Seluruh siswa kembali duduk dengan diupayakan dapat melihat ke papan tulis tanpa membelakangi papan tulis. Setelah selesai, dilakukan pembahasan bersama setiap individu dan kelompok yang mendapat nilai tertinggi mendapatkan reward sebagai motivasi agar terus berusaha menjadi lebih baik. Dari hasil pengamatan, pada pertemuan awal sampai akhir belajar dan keaktifan siswa semakin meningkat dikarenakan kegiatan belajar mengajar di kelas menggunakan metode “Fun Teaching” yang bersifat suasana belajar menyenangkan sehingga setiap siswa merasa nyaman dan gembira yang dipandu oleh peneliti dengan melakukan games dan ice breaking. Dengan belajar secara fun siswa menjadi lebih rileks, berani mengemukakan pendapatnya, juga menanggapi pendapat orang lain. Siswa juga terlatih untuk dapat menghargai pendapat orang lain, toleransi sosial, dan saling tenggang rasa. Selain itu siswa juga merasa lebih bertanggung jawab baik secara individu maupun kelompok dan dilibatkan dalam proses pembelajaran. Motivasi siswa pun terus meningkat dan rasa alergi ataupun membosankan terhadap matematika dapat diminimalisir. Hal itu terlihat dari semakin tingginya nilai-nilai yang diperoleh baik dari nilai LKS maupun latihan soal, sikap yang semakin berani untuk bertanya tentang hal-hal yang kurang mereka pahami dalam materi, dan adanya keinginan untuk terus belajar. Sehingga dapat dilihat bahwa pembelajaran dengan metode “Fun Teaching” ini dapat melatih dan mendorong siswa agar belajar secara rileks dan dan menyenangkan. Untuk hasil penelitian yang diperoleh pada kelas kontrol yaitu kelas IV-B dengan menggunakan metode konvensional, pembelajaran yang berlangsung berpusat pada guru sebagai pusat informasi. Dimana guru menerangkan materi, memberikan dan menjelaskan cara penyelesaian dalam contoh soal, memberikan latihan soal yang siswa kerjakan secara individu dan diakhiri dengan pembahasan latihan soal yang dianggap sulit secara bersama-sama. Berdasarkan perlakuan treatment berbeda yang diberikan pada kelas eksperimen IV-A dan kelas kontrol IV-B tersebut, maka diperoleh juga perbedaan nilai rata-rata hasil belajar matematikanya, dimana nilai rata-rata kelas IV-A lebih baik dari nilai rata-rata kelas IV-B. Adanya suasana belajar yang ditemukan di kelas eksperimen pada paparan di atas adalah merupakan kelebihan dari metode “Fun Teaching” terhadap proses pembelajaran dan hasil belajar matematika siswa. Bagaimanapun siswa tetap memiliki hak untuk belajar secara menyenangkan dan tidak adanya tekanan dari guru. Penggunaan metode “Fun Teaching” ternyata juga dapat menumbuhkan sikap positif siswa terhadap matematika, yang awalnya mereka menganggap matematika itu sebagai sesuatu yang mengerikan, sulit dimengerti, membosankan, tidak menyenangkan, dan membuat alergi di kalangan sebagian besar siswa, dengan metode “Fun Teaching” anggapan-anggapan tersebut dapat berkurang sedikit demi sedikit.

D. Keterbatasan Penelitian

Penulis menyadari penelitian ini belum sempurna, karena penelitian ini masih mempunyai beberapa keterbatasan diantaranya: 1. Kondisi siswa yang masih merasa kaku selama proses pembelajaran karena belum terbiasa dengan tahap-tahap pembelajaran yang dianggap baru atau lain dari yang biasa dilaksanakan gurunya. 2. Alokasi waktu yang kurang untuk mengkondisikan siswa benar-benar melaksanakan tahap-tahap pembelajaran secara maksimal. 3. Terbatasnya fokus penelitian hanya pada kemampuan kognitif siswa, sedangkan untuk kemampuan lainnya tidak diteliti.