Masalah terumbu karang

7. 7. Masalah terumbu karang

Daerah pantai merupakan tempat ikan bertelur dan menaruh larva terutama di daerah terumbu karang. Terumbu karang terdapat di daerah tropis dimana salinitas air rendah dan di kedalaman mixing dimana masih terdapatnya pengaruh radiasi matahari sebagai sumber energi bagi proses fotosintesa. Daerah lapisan laut dimana masih terdapat pengaruh cahaya matahari dikenal sebagai lapisan euphotic zone.

Kerusakan terumbu karang disebabkan oleh shock psikologis akibat response dari perubahan mendadak dari temperatur, salinitas dan turbiditas. Kerusakan ini merupakan kehilangan ganggang simbiotic (symbiotic algae) yang penting untuk penyuburan sumber makanan dan warna terumbu karang tersebut. Proses kerusakan dapat terjadi sementara akibat kondisi lingkungan dan hilang jika tekanan lingkungan meluruh. Brown et al. (2000) mengindikasikan bahwa beberapa coral di lautan hindia, karibia dan pasifik mengalami pemutihan (bleach) secara rutin tiap tahun sebagai variasi dari temperatur dan radiasi. Kerusakan serius terjadi apabila penyimpangan suhu terjadi diatas 1 ºC (Brown et al., 1996). Lebih lanjut Hoegh-Guldberg (1999) menemukan bahwa kerusakan dari terumbu karang pada 20 tahun terakhir berasosiasi dengan peristiwa El Niño pada waktu temperatur maksimum penyimpang lebih dari 1 ºC. Kerusakan permanen terumbu karang terjadi apabila penyimpangan temperatur terjadi lebih dari 3 ºC selama beberapa bulan (Brown dan Suharsono, 1990). Sebagaimana juga diuraikan diatas bahwa terumbu karang sangat rentan terhadap aksi cuaca ektrim seperti badai yang menghampiri pantai. Akibat dari kedatangan badai adalah peningkatan turbiditas dan kerusakan ekologis akibat terciptanya pusaran air dan gelombang yang merusak struktur ekosistim pantai.

Dalam hubungan dengan perubahan iklim, maka posisi terumbu karang akan menjadi penting karena terumbu karang merupakan obyek pada penelitian paleo iklim atau studi iklim untuk skala abad atau ratusan tahunan. Dengan teknik pengukuran yang memadai akan diperoleh nilai yang berkorelasi dengan suhu muka laut sekitar, kandungan oksigen sekitar serta pola musim apakah basah atau kering. Dalam teknik paleo iklim akan diperoleh sampel terumbu karang dengan melakukan pemotongan melintang dari badan terumbu karang. Karena biasanya terumbu karang hidup pada lapisan laut dangkal dengan kuatnya pengaruh cuaca di muka laut maka pengambilan

Meteorologi laut Indonesia sampel terumbu karang tidak diperlukan teknik dan kondisi khusus

atau penyelaman laut dalam. Dari data terumbu karang akan juga diperoleh nilai isotop karbon yang dapat dikonversi kepada umur lapisan dari terumbu karang yang diperoleh. Dari nilai konversi umur dan diasosiasikan dengan parameter lain seperti besaran nilai isotop tertentu akan diperoleh gambaran iklim di masa lampau berupa perkiraan (proxi) musim, perkiraan suhu muka laut dan perkiraan kandungan oksigen terlarut. Penelitian paleo iklim dengan terumbu karang merupakan satu dari beberapa pilihan lain untuk penelitian iklim seperti memakai lapisan es serta sedimentasi tanah di danau dan gua. Dibandingkan dengan pilihan lainnya, terumbu karang dapat menghasilkan nilai proxi pada skala hingga satu atau dua abad. Sedangkan dari analisa lapisan es dan sedimen dapat dihasilkan nilai proxi hingga skala waktu ribuan tahun. Walaupun demikian analisis proxi dari terumbu karang cukup menggambarkan iklim yang relatif kuat untuk satu hingga dua abad yang lampau.

Hubungan antara terumbu karang dengan perubahan iklim juga penting bagi neraca karbon dalam hal daya serap dan emisi CO 2 ke atmosfer. Menurut Ware et al. (1991) terumbu karang adalah sumber emisi CO 2 diakibatkan oleh proses presipitasi dari kalsium karbonat yang mengubah pH (peningkatan pH lebih ke nilai skala basa sehingga lebih meningkatkan produksi CO 2 ) dari terumbu karang dan pada akhirnya menghasilkan CO 2 . Perubahan pH akan mengakibatkan peningkatan karbon terlarut (Dissolved inorganic carbon) yang berasosiasi langsung dengan satuan CO 2 . Pada pemahaman sebelumnya proses presipitasi dari kalsium karbonat dianggap sebagai proses pengendapan dari zat tersebut yang berarti terjadi proses

penyerapan CO 2 . Pada ekosistim keseluruhan disekitar terumbu karang dari tempat pemijahan ikan, hewan hewan micro dan rantai makanan disekitarnya, terumbu karang ekosistim dapat merupakan

sumber penyerapan CO 2 , tetapi terumbu karangnya sendiri merupakan suatu unit dimana terjadi pelepasan atau emisi dari CO 2 ke atmosfer.

Permasalahan berikutnya dari terumbu karang adalah ancaman perubahan iklim akibat naiknya suhu muka laut dan naiknya tinggi muka laut. Meskipun pengaruh dari fenomena yang pertama yaitu peningkatan suhu muka laut akan jauh lebih dirasakan bagi kerentanan terumbu karang terhadap iklim sebagaimana terlihat akibat dari badai atau gejala El Niño. Pada kasus fenomena kedua dimana terjadi perubahan tinggi muka laut akan juga terjadi perubahan sifat air laut yang menyelimuti ruang hidup terumbu karang. Peningkatan suhu muka laut sebagaimana terdeteksi pada hasil analisis proxi masa lampau menunjukkan adanya kemungkinan bleaching atau pemutihan. Pemutihan terumbu karang yang menunjukkan kerusakan akibat kematian lapisan terluar tidak hanya terjadi pada kasus peningkatan suhu muka laut melainkan juga pada penurunan suhu muka laut sebagaimana pada kasus El Niño dimana terjadi penurunan suhu muka laut secara drastis.

Terumbu karang juga sensitif terhadap peningkatan mikro organisma seperti algae yang dapat bersaing dengan terumbu karang dalam mendapatkan suplai oksigen. Apabila terjadi ledakan (blooming) dari mikro organisme seperti ini yang dikenal sebagai eutrophication maka akan terjadi perusakan terumbu karang selama perioda ehthropication. Apabila perioda tersebut berlangsung lama dikuatirkan akan terjadi total bleaching atau kerusakan total dari terumbu karang. Sumber dari eutrophication dapat dari berbagai sumber seperti sumber nutrisi dari limpahan sungai dari daratan, kelimpahan nutrisi dari sebaran di laut akibat ledakan gunung berapi atau akibat sebaran zat zat logam dari hasil kebakaran hutan. Pertumbuhan mikro organisma mengacu pada tingkat kesuburan lingkungan yaitu pada kesetimbangan nilai nutrisi beberapa zat penting seperti karbon, nitrogen, phosphor, dan silicat. Nilai kesetimbangan nutrisi yang dikenal dengan istilah nilai rasio Redfield akan menjaga nilai kesetimbangan nutrisi dan populasi mikro organisma di perairan. Apabila terjadi kelebihan salah satu zat nutrisi di atas maka akan terjadi kelimpahan pada mikro organisma yang menjadi pemakan utama dari nutrisi yang berlebih tersebut. Jika hal

Meteorologi laut Indonesia ini terjadi maka akan terjadi eutrophication sebagaimana digambarkan

diatas. Kerusakan dari terumbu karang akibat persaingan akan suplai oksigen juga tidak hanya merusak terumbu karang melainkan juga ikan-ikan yang memanfaatkan ekologi terumbu karang bagi kehidupannya. Hal terakhir yang dapat mengganggu pertumbuhan terumbu karang adalah kekurangan suplai radiasi matahari akibat tertutupnya muka air laut oleh lapisan tertentu. Hal seperti ini dapat terjadi akibat penutupan oleh mikro organisma yang sedang melimpah atau tertutup oleh perawanan atau lapisan zat akibat letusan gunung berapi atau akibat kebakaran hutan.

Dokumen yang terkait

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5

Analisis pengaruh modal inti, dana pihak ketiga (DPK), suku bunga SBI, nilai tukar rupiah (KURS) dan infalnsi terhadap pembiayaan yang disalurkan : studi kasus Bank Muamalat Indonesia

5 112 147

Dinamika Perjuangan Pelajar Islam Indonesia di Era Orde Baru

6 75 103

Perspektif hukum Islam terhadap konsep kewarganegaraan Indonesia dalam UU No.12 tahun 2006

13 113 111

Pengaruh Kerjasama Pertanahan dan keamanan Amerika Serikat-Indonesia Melalui Indonesia-U.S. Security Dialogue (IUSSD) Terhadap Peningkatan Kapabilitas Tentara Nasional Indonesia (TNI)

2 68 157

Sistem Informasi Pendaftaran Mahasiswa Baru Program Beasiswa Unggulan Berbasis Web Pada Universitas Komputer Indonesia

7 101 1