Model iklim laut
11. 4. Model iklim laut
Sebagai basik utama model iklim laut adalah proses dinamika laut dimana persamaan gerak adalah fokus utamanya. Sama seperti model atmosfir, model laut juga dapat dibagi sebagai model hidrostatik dan non hidrostatik dengan pemakaian yang serupa. Pada model dengan tingkat detail yang tinggi dan skala lokal maka model non hidrostatik lebih dibutuhkan. Sedangkan untuk skala global model hidrostatik lebih disukai. Permasalahan konveksi daerah turbulensi batas seperti di atmosfir juga dikenal di model laut. Persamaan fisis dari lapisan mixing tempat utama turbulensi dan konveksi sangat kompleks sehingga banyak pendekatan yang telah diupayakan. Proses konveksi lebih berhubungan dengan perpindahan masa dan energi secara vertikal, sedangkan proses serupa dalam skala horisontal dikenal dengan proses adveksi. Parameter input utama bagi daerah lapisan atas adalah fluks air dan energi dari atmosfir serta aliran air dari daratan. Perbedaan utama model laut dan atmosfir adalah skala waktu gerak yang lebih cepat untuk atmosfir. Parameter utama dalam dinamika laut adalah prosil salinitas dan temperatur. Sehingga proses dinamika laut
Meteorologi laut Indonesia sering disebut sebagai thermohaline circulation. Sedangkan parameter
utama untuk muka laut adalah suhu dan tinggi muka laut.
Sama halnya dengan atmosfir, laut juga memiliki daerah batas. Perbedaan utamanya adalah batas laut yang terdiri dari batas atas (muka laut), batas daerah domain dan batas dasar laut. Yang terakhir adalah perbedaan utama antara laut dan atmosfir dimana atmosfir sering dianggap tidak memiliki batas atas. Batas bawah laut sangat penting untuk mengetahui arah aliran masa air laut sehingga berperan penting pada proses konveksi dan adveksi yang akhirnya mempengaruhi profil salinitas dan temperatur. Batas lapis dasar laut juga penting bagi proses sedimentasi daerah pesisir. Karena daerah batas dasar laut sudah bersifat statis dengan data topologi laut, maka input utama model laut ada di permukaan laut. Untuk model laut regional membutuhkan juga parameter di daerah batas domain. Untuk hal ini biasanya model laut mendapatkan data daerah domain dari rata rata klimatologi lautan. Data klimatologi didapat dari data rata rata iklim 30 tahunan dan data yang sering dipakai saat ini adalah koleksi Levitus. Untuk atmosfir data daerah batas domain didapat dari data observasi harian terutama data satelit, sedangkan di bawah laut, data serupa tidak ada sehingga hal ini adalah salah satu masalah utama untuk model laut. Model laut global mendapatkan informasi permukaan dari reanalisa atmosfir permukaan atau dari keluaran model atmosfir global. Parameter laut permukaan yang dibutuhkan oleh model laut adalah tekanan permukaan, suhu permukaan yang biasa diwakili oleh suhu 2 m, angin permukaan, stress angin permukaan, tutupan awan, radiasi matahari di permukaan dan curah hujan permukaan.
Aplikasi model laut sering dipergunakan untuk kajian aliran masa air laut untuk kepentingan fisika laut dan perikanan. Model laut regional sering dipakai untuk pengkajian daerah pesisir untuk masalah sedimentasi dan polutan. Model iklim laut adalah komponen utama untuk melakukan prediksi iklim bulanan dan tiga bulanan karena sifat
Gambar 11.5. Sistim arus laut permukaan akibat angin monsoon di Indonesia bagian barat dari hasil keluaran model iklim laut global (Aldrian, 2003).
Meteorologi laut Indonesia lautan yang lama bereaksi dalam dinamikanya. Pemakaian kedepan
dari model laut adalah pengembangan untuk masalah biogeokimia laut seperti proses pelarut gas gas rumah kaca dan model biologi laut untuk perikanan serta hubungan proses biologi dan fisika laut. Sebagai contoh telah diketahui hubungan keberadaan zat besi di muka laut terhadap populasi zooplanton dan pada akhirnya mendinginkan lapisan atmosfir permukaan yang menghambat proses pemanasan global. Keberadaan proses biologi juga dicurigai sebagai pemicu gejala El Niño dan La Niña.
Hasil penelitian dari Aldrian et al. (2005) menunjukkan hasil perpaduan dari model iklim regional atmosfer dan model iklim laut global yang diaplikasikan khusus untuk wilayah benua maritim Indonesia. Model iklim regional atmosfer (Gambar 11.2) dikopling (perpaduan atau interaksi aktif) dengan model laut global (Gambar
11.3) dengan mekanisme kopling antara keduanya sebagaimana digambarkan pada Gambar 11.4. Kinerja model dalam mensimulasikan curah hujan lokal Indonesia meningkat tajam setelah dilakukan kopling antara kedua model tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa dalam hal pemodelan iklim benua maritim, peran dari laut tidak dapat di nafikan dan harus disertakan dalam perhitungan. Pada pemodelan hanya model iklim atmosfer, dinamika laut diabaikan karena laut hanya diwakili oleh nilai suhu muka laut yang digariskan sebagai keluaran re-analisa. Pada sistim mekanisme kopling terjadi interaksi aktif yaitu informasi yang diberikan atau dipertukarkan oleh kedua model tersebut sehingga interaksi antara laut dan atmosfer dimasukkan dalam proses simulasi.