Catatan historis proses pemanasan global

10. 4. Catatan historis proses pemanasan global

Peneliti memakai data proxy yang tercatat di alam untuk merekonstruksi kembali iklim di masa lampau diantaranya untuk melihat catatan historis pemanasan global. Ilmu untuk rekonstruksi iklim lampau ini dikenal sebagai paleoclimate yang melihat perubahan iklim dari catatan di es, lingkaran pohon, lingkaran di terumbu karang atau lapisan sedimen di danau.

Catatan batang es seperti dari antartika, Greenland di Denmark atau di glasier abadi lain dianalisa untuk melihat gas yang terjebak, rasio isotop stabil, serbuk sari yang terjebak untuk melihat iklim masa lampau.

Lingkaran pohon dapat dipakai untuk menentukan umur. Ketebalan dari masing masing lingkaran menunjukkan fluktuasi dari suhu dan curah hujan atau musim, karena kondisi yang optimal bagi spesies tertentu akan menghasilkan pertumbuhan lingkaran yang tebal pada tahun tertentu, sebaliknya kebakaran di masa lampau juga dapat terlihat dari catatan lingkarang pohon.

Lapisan sedimen di dasar dana dapat dianalisa dengan berbagai cara. Laju sedimentasi dapat terpancar dari jenis laminasi sedimen yang terjadi. Arang yang terperangkap di sedimen menunjukkan kasus kebakaran hutan atau lahan. Peninggalan mikroorganisma tertentu seperti diatoms, foraminifera, mikrobiota dan serbuk sari dapat menunjukkan kondisi iklim masa lampau karena masing masing organisme tersebut memiliki ruang ekologis untuk habitat pertumbuhannya. Ketika biota tersebut terbenam ke dasar sedimen

Meteorologi laut Indonesia mereka dapat terkubur selamanya di lapisan tersebut. Sehingga

perubahan iklim dapat dilihat dari komposisi sedimen yang dianalisa.

Terumbu karang membentuk skeletons dengan mengeluarkan (ekstraksi) calcium carbonate dari air laut. Ketika suhu berubah, densitas dari calcium carbonate di skeleton juga berubah. Terumbu karang yang terbentuk di musim panas memiliki densitas berbeda dibandingkan karang yang tumbuh di musim dingin sehingga mereka membentuk semacam lingkaran umur seperti lingkaran pohon. Selanjutnya dapat dilihat bagaimana musim iklim dari tiap tahun.

Foraminifera dan diatom dikenal sebagai salah satu sumber proxy iklim lampau. Mereka adalah mikroorganisma yang ditemukan di lingkungan laut. Mereka tersebar di permukaan sebagai plankton, melayang di kolom air laut dan bentos atau mengendap di dasar laut. Kulit tubuhnya terbentuk dari karang yang terbentuk dari calcium

carbonate (CaCO 3 ) sementara diatom terbentuk dari silicon dioxida (SiO 2 ). Pada saat kalsifikasi, atau pembentukan CaCo3, terjadi penggantian unsur Ca oleh Sr, selanjutnya rasio sr/ca dalam koral bergantung pada suhu laut, dengan asumsi bahwa sr/ca air laut konstant maka perubahan konsentrasi sr/ca dalam koral ini menunjukkan perubahan suhu laut. Isotop oksigen yang stabil biasanya dipakai untuk analisa suhu masa lampau. Isotop oksigen ini ditemukan di alam baik di atmosfer dan di air laut dalam bentuk terlarut. Air hangat lebih banyak menguapkan isotop yang mengandung oksigen ringan sehingga menyisakan isotop oksigen berat di pertumbuhan karang. Sebaliknya terjadi pada saat suhu laut dingin. Saat ini peneliti memakai trace element karena isotop oksigen di terumbu karang dipengaruhi juga oleh iostop oksigen air laut. Sedangkan air laut itu dipengaruhi oleh neraca penguapan-hujan, salinitas dll. Pengukuran isotop stabil dari plankton dan bentos foraminifera serta karang diatom dari dasar laut dan dekat permukaan dipakai untuk melakukan rekonstruksi suhu dan iklim pada masa lampau.

Dari data paleoclimate diketahui bahwa perubahan suhu permukaan global telah meningkat 0.6 ± 0.2 ºC sejak akhir abad ke 19 dengan

perkecualian pada masa perang dunia II. Perubahan suhu global ini membawa dampak peningkatan suhu di lapisan laut atas (hingga 300 m) dengan laju peningkatan 0.04 ºC / dekade. Hasil pengamatan satelit dan observasi balon menunjukkan peningkatan suhu muka bumi pada laju 0.1 ºC / dekade. Pengamatan perubahan suhu sebelum era industrialisasi dilakukan dengan catatan proxy berupa catatan iklim yang tercatat pada paleo data dari data batang pohon, terumbu karang, es di kutub dan data historis dari catatan sejarah sejak tahun 1000 an masehi.

Selain suhu pengamatan perubahan curah hujan dan kadar uap air di atmosfir juga telah dilakukan. Peningkatan terjadi pada curah hujan daerah lintang tinggi di belahan bumi utara antara 0.5 hingga 1.0 % per dekade. Sedangkan diperkirakan jumlah total kandungan uap air telah meningkat beberapa persen dalam beberapa dekade dari banyak region di belahan bumi utara. Perubahan dari kandungan uap air telah dianalisa dari berbagai region dengan data lapangan dan pengukuran lapisan bawah troposphere dari data satelit dan balon cuaca. Perubahan jumlah kandungan uap air membawa konsekuensi peningkatan jumlah tutupan awan di daerah lintang tinggi yang meningkat sekitar 2 % dari awal abad 20 dan berakibat pada turunnya peredaan temperatur siang dan malam atau mengakibatkan turunnya kapasitas angin darat dan angin laut. Analisa terbaru menyebutkan bahwa pada daerah yang terjadi peningkatan curah hujan juga terjadi peningkatan curah hujan berintensitas tinggi. Selain itu juga karakter dari tropikal storm juga berubah pada intensitas dan frekuensinya.

Perubahan suhu juga mengakibatkan penurunan lahan tertutup salju dan laju perubahan tutupan lahan bersalju berkorelasi dengan menariknya suhu permukaan. Dari data satelit terlihat bahwa terjadi penurunan sekitar 10% dari tutupan salju sejak tahun 1960 yang

Meteorologi laut Indonesia

Gambar 10.4. Catatan perubahan komposisi atmosfir dari konsentrasi atmosfir CO2, CH4 dan N2O dalam 1000 tahun terakhir. Data dari analisa es kutub dan beberapa tempat lain di Antartika dan Greenland ditambah data pengukuran atmosfir langsung pada beberapa dekade terakhir. Gambar bawah menunjukkan data yang serupa bagi konsentrasi sulfat (IPCC 2007).

berhubungan erat dengan laju peningkatan suhu permukaan daratan di belahan bumi utara. Jumlah tutupan es di bumi belahan utara menurun, tetapi tidak ada tren yang jelas pada laju penurunan tutupan es di Antartika. Meski demikian kemunduran tutupan bongkahan es di Arktik pada musim semi dan musim panas sebesar 10 hingga 15 % sejak tahun 1950 konsisten dengan peningkatan suhu permukaan pada musim panas di belahan bumi utara.

Dari data instrumen muka laut (tide gauge), laju peningkatan muka laut pada abad 20 ada pada kisaran 1.0 hingga 2.0 mm/tahun. Laju peningkatan muka laut ini bukan hanya diakibatkan oleh mencairnya glasier dan es di kutub tetapi juga karena ekspansi termal akibat peningkatan suhu air laut itu sendiri. Karena perubahan ekspansi termal air laut berlangsung lama terutama pada laut dalam, maka dikuatirkan apabila masalah konsentrasi gas rumah kaca di atmosfir telah selesai diatasi perlu waktu agak lama agar termal ekspansi di laut juga berhenti. Selain itu distribusi geografis dari perubahan muka laut juga dipengaruhi oleh perubahan salinitas, angin, sirkulasi lautan dan perpindahan masa air dari daratan menuju laut atau dari kandungan lapisan es di darat atau laut ke laut. Mencairnya glasier dan es di kutub memberikan kontribusi terbesar setelah ekspansi termal. Perubahan muka laut juga ditentukan oleh faktor geologis yang tidak terkait dengan iklim yang bervariasi dalam skala ribuan tahun. Faktor perubahan pemanfaatan kandungan air di dalam tanah juga berpengaruh terhadap laju perubahan muka laut. terakhir, pada skala seasonal, interannual dan dekadal, muka laut terpengaruh pada perubahan di atmosfir dan laut dengan contoh nyata adalah gejala El Niño.

Pemanasan global juga disinyalir berpengaruh terhadap perubahan sirkulasi laut yang pada akhirnya menyebabkan perubahan karakter El Niño dan fenomena besar lainnya seperti Osilasi Atlantik Utara. Terjadi peningkatan anomali pada suhu muka laut di pasifik yang memicu terjadinya El Niño terbesar abad ini pada tahun 1997/1998

Meteorologi laut Indonesia yang diduga akibat peningkatan suhu muka laut akibat rumah kaca

dimana energi yang tersimpan di muka bumi meningkat.

Sinyal pemanasan global di wilayah Indonesia belum banyak terdeteksi karena observasi perubahan iklim membutuhkan waktu pengamatan yang panjang diatas 30 tahun untuk dapat mendeteksi sinyal perubahan yang ada. Dari dua parameter utama perubahan iklim global yaitu peningkatan suhu dan tinggi muka air laut, maka perubahan suhu laut lebih mudah diamati berdasarkan data observasi satelit. Dari hasil deteksi data series yang panjang maka pengaruh perubahan iklim akan lebih tampak terlihat pada laut marginal yang dangkal karena laut ini tidak memiliki perbedaan suhu antara permukaan dan kedalaman serta tidak adanya sirkulasi arus vertikal. Sehingga perubahan suhu muka laut dapat dikatakan mewakili apa yang terjadi di atmosfir. Deteksi pemanasan global lebih mudah dilakukan pada laut dangkal seperti Laut Cina Selatan (0 – 5LU, 105 – 110BT). Pada daerah ini terjadi peningkatan suhu muka laut tahunan di daerah ini adalah 0.0208 ºC atau 2.08 ºC dalam seratus tahun. Dengan proyeksi ini maka dalam tahun 2105 (seratus tahun kemudian) diproyeksikan suhu laut di daerah tersebut mencapai 31.3 ºC pada nilai rata rata tahunannya.

31 SST SCS

y = 0.0208x + 28.92

25 Suhu muka laut China Selatan Linear (Suhu muka laut China Selatan)

Dokumen yang terkait

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5

Analisis pengaruh modal inti, dana pihak ketiga (DPK), suku bunga SBI, nilai tukar rupiah (KURS) dan infalnsi terhadap pembiayaan yang disalurkan : studi kasus Bank Muamalat Indonesia

5 112 147

Dinamika Perjuangan Pelajar Islam Indonesia di Era Orde Baru

6 75 103

Perspektif hukum Islam terhadap konsep kewarganegaraan Indonesia dalam UU No.12 tahun 2006

13 113 111

Pengaruh Kerjasama Pertanahan dan keamanan Amerika Serikat-Indonesia Melalui Indonesia-U.S. Security Dialogue (IUSSD) Terhadap Peningkatan Kapabilitas Tentara Nasional Indonesia (TNI)

2 68 157

Sistem Informasi Pendaftaran Mahasiswa Baru Program Beasiswa Unggulan Berbasis Web Pada Universitas Komputer Indonesia

7 101 1