Meteorologi laut Indonesia i Indonesia i

BAB 1 Permasalahan Meteorologi Laut Indonesia

Cuaca adalah kondisi terkini dari atmosfer pada suatu lokasi. Atmosfer selalu bergerak dalam skala waktu yang bervariasi berdasarkan fenomena seperti hembusan angin lokal hingga sirkulasi angin global yang mengelilingi bumi. Energi yang menjaga pergerakan ini didapat dari energi matahari melalui radiasi yang diterima oleh permukaan bumi. Sekitar 71 % dari permukaan bumi ditutupi oleh muka laut sehingga tidak dapat dielakkan bahwa lautan sangat mempengaruhi pergerakan dan sirkulasi atmosfer serta cuaca di daerah manapun di muka bumi. Pada bagian lain pergerakan di atmosfir dan kandungan radiasi yang diterima oleh permukaan laut merupakan sumber utama pergerakan arus laut di permukaan yang mengatur dinamika fisis di lautan. Dalam hal ini hubungan antara laut dan atmosfer bersifat dinamis, saling mempengaruhi dan bergantung pada kondisi lokal dan faktor musiman yang mempengaruhinya.

Tujuan dari buku ini adalah memberikan pemahaman atas • proses meteorologi dan iklim yang mempengaruhi dinamika di

laut • proses di laut yang mempengaruhi dinamika atmosfir

Kedua tujuan diatas merupakan masalah interaksi laut dan atmosfir yang merupakan bagian dari lingkup proses sistim iklim bumi yang terpusat pada siklus air dalam fase yang berbeda yaitu cair, gas dan padat (Gambar 1.1). Permasalahan interaksi laut dan atmosfir mencakup permasalahan mikro fisis dekat permukaan laut dimana terjadi perpindahan aerosol dari air laut ke atmosfir dan perubahan fluxes atmosfir dan energi menjadi dinamika laut. Dalam skala makro peristiwa interaksi laut dan atmosfir juga terlihat dari terjadinya interaksi iklim Indonesia dengan peristiwa ENSO di samudera Pasifik, Dipole Mode di samudera Hindia dan arus lintas Indonesia. Salah satu Kedua tujuan diatas merupakan masalah interaksi laut dan atmosfir yang merupakan bagian dari lingkup proses sistim iklim bumi yang terpusat pada siklus air dalam fase yang berbeda yaitu cair, gas dan padat (Gambar 1.1). Permasalahan interaksi laut dan atmosfir mencakup permasalahan mikro fisis dekat permukaan laut dimana terjadi perpindahan aerosol dari air laut ke atmosfir dan perubahan fluxes atmosfir dan energi menjadi dinamika laut. Dalam skala makro peristiwa interaksi laut dan atmosfir juga terlihat dari terjadinya interaksi iklim Indonesia dengan peristiwa ENSO di samudera Pasifik, Dipole Mode di samudera Hindia dan arus lintas Indonesia. Salah satu

Untuk dapat memahami hal hal tersebut diperlukan pengertian dasar dari ilmu meteorologi dan dinamikanya serta bagaimana aplikasi dinamika tersebut pada media air. Pada dasarnya semua pemahaman dalam ilmu meteorologi atmosfir dapat diaplikasikan dalam dinamika air laut. Perbedaan utama tampak dari jenis fase air yang merupakan media bekerjanya proses fisis tersebut. Dinamika di laut berhubungan dengan media air pada fase cair, sedangkan dinamika di atmosfir berhubungan dengan air pada fase gas. Peristiwa angin barotropik dan baroklinik memiliki persamaan dengan arus laut barotropik dan baroklinik. Rumus dasar timbulnya angin dari perbedaan tekanan juga memiliki persamaan di laut dalam dengan perbedaan tinggi muka laut dan densitas laut berdasarkan tingkat salinitasnya. Dibalik persamaan tersebut antara laut dan atmosfir memiliki perbedaan mendasar seperti kapasitas memori laut yang besar sehingga perubahan di laut memiliki skala bulanan (di permukaan) hingga ribuan tahun (di dasar laut dalam). Sedangkan atmosfir memiliki kapasitas memori yang relatif kecil dalam skala perubahan jam – jaman sehingga perubahan di atmosfir sangat dinamis dalam skala hariannya. Contoh nyata adalah siklus pertumbuhan dan matinya awan yang terjadi hanya dalam skala jam-jaman.

Meteorologi laut Indonesia Yang menjadi pertanyaan dasar sekarang adalah kepentingan ilmu

meteorologi laut. Indonesia sebagai negara kepulauan tropis terbesar dimuka bumi dengan garis pantai terpanjang. Rasio wilayah laut terhadap darat di muka bumi rata rata adalah 71.1 % dibanding 28.9 % sedangkan untuk wilayah teritorial Indonesia adalah sekitar 62 % dibanding 38 %. Dengan perbandingan sebesar itu diyakini bahwa iklim Indonesia sangat dipengaruhi oleh laut-laut didalam kepulauan Indonesia dan di sekitar wilayah geopolitisnya. Pada kenyataannya iklim di wilayah Jawa dan pulau pulau besar lainnya masih mewakili iklim maritim dan bukan iklim benua dikarenakan bentuk pulau yang pipih. Salah satu aplikasi sifat iklim akibat komposisi permukaan tersebut adalah kuatnya prediksi iklim kita pada waktu bulanan atau musiman dibandingkan dengan prediksi pada skala harian. Jika kita mengingat faktor besarnya daya memori laut seperti disebutkan diatas maka hal ini akan mudah dimengerti. Dari alenia ini dapat disimpulkan bahwa dibutuhkan pengertian dasar dari sistim iklim Indonesia agar dapat memahami bagaimana proses interaksi laut atmosfir terjadi di Indonesia.

Kenyataannya lebih dari separuh umat manusia tinggal di daerah pesisir atau wilayah yang masih diklasifikasikan dekat dengan pesisir. Hal ini berdasarkan definisi pesisir (coastal) yaitu wilayah sekitar pantai hingga daratan sejauh 100 km dari garis pantai. Dengan definisi demikian, hampir seluruh daratan Indonesia adalah termasuk wilayah pesisir dan iklim pesisirlah yang sangat mempengaruhi.

Dari pemahaman iklim Indonesia dapat kita lihat proses interaksi laut atmosfir yang spesifik terjadi di Indonesia. Proses interaksi laut atmosfir dalam ilmu kebumian merupakan hal terpenting yang sangat mempengaruhi pola kehidupan manusia terutama di daerah pesisir. Ilmu meteorologi di Indonesia merupakan ilmu dasar yang kurang diminati, sehingga perkembangannya dibandingkan ilmu kebumian lainnya seperti geofisika, geologi dan kelautan sangat jauh tertinggal. Pemahaman atas proses fisis kebumian atmosfir Indonesia masih Dari pemahaman iklim Indonesia dapat kita lihat proses interaksi laut atmosfir yang spesifik terjadi di Indonesia. Proses interaksi laut atmosfir dalam ilmu kebumian merupakan hal terpenting yang sangat mempengaruhi pola kehidupan manusia terutama di daerah pesisir. Ilmu meteorologi di Indonesia merupakan ilmu dasar yang kurang diminati, sehingga perkembangannya dibandingkan ilmu kebumian lainnya seperti geofisika, geologi dan kelautan sangat jauh tertinggal. Pemahaman atas proses fisis kebumian atmosfir Indonesia masih

Di negara maju yang berlintang tinggi dengan empat musim, masalah kebumian lain selalu dihubungkan dengan perubahan fisis meteorologi yang terjadi. Karena pada dasarnya hampir semua aspek kehidupan manusia dipengaruhi oleh keempat musim tersebut dan variasinya. Variasi iklim utama di Indonesia adalah faktor musiman yang dikenal dengan istilah monsoon. Faktor musiman ini tanpa disadari sangat mempengaruhi pola kehidupan masyarakat Indonesia. Perhatikan bagaimana pola bercocok tanam petani dan pola melautnya nelayan Indonesia. Perhatikan juga bagaimana wabah penyakit yang bersifat musiman dan banyak pekerjaan yang sifatnya berfluktuatif tergantung musim yang sedang terjadi. Salah satu indikator terpenting dari sifat cuaca dan iklim Indonesia adalah hujan. Di negara lintang tinggi selain hujan, temperatur juga faktor utama lainnya. Sehingga untuk mengetahui proses interaksi dari dan terhadap cuaca dapat dilakukan dengan menghubungkannya dengan indikator cuaca tersebut. Salah satu hubungan tersebut dapat dicapai dengan menghubungkan variasi suhu muka laut dan curah hujan lokal, regional ataupun dengan skala global.

Pentingnya interaksi laut dan atmosfir di Indonesia dapat dilihat paling tidak diwilayah yang paling berperan ekonomis yaitu daerah di sekitar garis pantai. Untuk lebih mengenal aspek lokal di pesisir maka diperlukan pemahaman meteorologi pesisir pantai dan peran pulau pulau dalam dinamika proses meteorologi lokal. Kepulauan Indonesia terdiri dari lebih 17000 pulau yang tersebar seantero nusantara. Sebagian besar pulau pulau tersebut adalah pulau pulau kecil yang tidak dihuni atau tempat bermukimnya warga yang berpopulasi kecil. Selain itu juga diperlukan pemahaman fungsi meteorologis dari pulau

Meteorologi laut Indonesia pulau kecil tersebut terhadap iklim regional Indonesia karena

keberadaan pulau pulau tersebut mengatur arus lintas air laut dan atmosfir disekitarnya. Sebagaimana diulas diatas bahwa daratan memiliki waktu memori yang kecil sehingga radiasi matahari berpengaruh secara lokal dalam hitungan jam sehingga variasi dan fluktuasinya lebih besar dari laut sekitarnya, maka pulau pulau kecil tersebut berperan sebagai heat source atau heat engine untuk proses konveksi awan lokal. Proses-proses kecil ini terjadi seantero nusantara dan berperan penting bagi sifat iklim regional terutama pada musim penghujan.

Keberadaan variasi cuaca dan iklim membawa dampak yang terkadang cukup serius bagi kehidupan manusia karena terlalu ekstrimnya fluktuasi tersebut. Meskipun demikian karakteristik cuaca regional juga ditentukan selain faktor orografis, juga letak lintang suatu daerah. Beruntunglah bahwa Indonesia berada di daerah khatulistiwa dimana faktor koriolis muka bumi kecil sehingga meski dengan garis pantai yang panjang, tidak akan dilalui oleh siklon tropis tetapi masih menerima dampaknya. Beberapa gejala cuaca ekstrim lainnya yang dapat terjadi di wilayah Indonesia dan bagaimana dampaknya terhadap laut dan kehidupan lain seperti turisme dan perikanan juga menjadi topik penting dalam pembahasan ini. Hal lain yang perlu dibahas adalah bagaimana peran ilmu pengetahuan dalam mitigasi bencana tersebut terutama dengan teknologi sensor jarak jauh (remote sensing).

Perubahan cuaca akibat variasi dinamika atmosfir ekstrim bersifat sesaat dapat terjadi pada skala harian hingga musiman. Selain itu ada lagi faktor perubahan laten lainnya yang terjadi pada iklim global yang sedang dialami bumi ini. Akibat faktor natural dan antropogenis (hasil perbuatan manusia), cuaca dan iklim berubah secara perlahan dari kestabilan normal tertentu menuju kestabilan baru yang lebih mendekati kondisi ekstrim pada masa lampau. Artinya apabila dahulu kondisi yang sama berada pada bagian kondisi ekstrim, maka kejadian

Gambar 1.1. Sistim iklim muka bumi (IPCC 2007)

Gambar 1.2. Energi budget dari atmosfir bumi (IPCC 2007)

Meteorologi laut Indonesia tersebut akan lebih sering terjadi sehingga merubah rata rata statistik

cuaca pada umumnya. Kondisi ini terjadi secara global meskipun tanda tandanya sangat sukar dideteksi karena perubahan yang terjadi berlangsung lambat dalam rentang waktu yang sangat lama.

Perubahan iklim yang berlangsung lambat dan dalam rentang waktu yang lama ini dikenal dengan istilah perubahan iklim global atau global climate change . Perubahan iklim global bertumpu pada terjadinya perubahan sistim energi budget di atmosfir (Gambar 1.2), dimana lebih banyak energi radiasi matahari yang terperangkap atau terserap akibat efek rumah kaca dan memanaskan atmosfer setempat. Tentu saja dampak dari perubahan iklim global ini juga akan terjadi pada interaksi laut dan atmosfir di wilayah Indonesia. Namun demikian bagaimana dampak sebenarnya masih perlu dikaji lebih lanjut lagi. Hal terpenting untuk diketahui adalah bagaimana mekanisma proses itu dapat terjadi dan proyeksi kedepan akibat perubahan tersebut. Proyeksi kedepan akan dapat menentukan strategi sosio-ekonomis masa depan. Sampai saat ini pemahaman fisis dan biologis atas perubahan global terhadap iklim regional laut dan atmosfir Indonesia masih sangat rendah dan merupakan peluang kajian yang sangat menarik.

Kemajuan pesat ilmu pengetahuan dibidang teori, pengamatan dan komputasi membawa dampak semakin matangnya kemampuan umat manusia untuk memahami proses alam dengan membuat model alam tersebut. Model iklim saat ini telah dapat dimasukkan dalam sebuah komputer pribadi dan dijalankan untuk menghitung secara komprehensif kondisi alam yang terjadi. Dengan model iklim, kita dapat mengisi kekosongan titik titik pengamatan dengan cukup memadai meskipun dengan bias tingkat asumsi teori yang lumayan besar. Hasil dari model iklim seperti ini seringkali berhasil memberikan gambaran skala luas fenomena yang terjadi meski tidak pada skala yang terlalu detail. Meskipun dengan berbagai pendekatan, tingkat keberhasilan manusia dalam komputasi iklim masih jauh dari Kemajuan pesat ilmu pengetahuan dibidang teori, pengamatan dan komputasi membawa dampak semakin matangnya kemampuan umat manusia untuk memahami proses alam dengan membuat model alam tersebut. Model iklim saat ini telah dapat dimasukkan dalam sebuah komputer pribadi dan dijalankan untuk menghitung secara komprehensif kondisi alam yang terjadi. Dengan model iklim, kita dapat mengisi kekosongan titik titik pengamatan dengan cukup memadai meskipun dengan bias tingkat asumsi teori yang lumayan besar. Hasil dari model iklim seperti ini seringkali berhasil memberikan gambaran skala luas fenomena yang terjadi meski tidak pada skala yang terlalu detail. Meskipun dengan berbagai pendekatan, tingkat keberhasilan manusia dalam komputasi iklim masih jauh dari

Pertanyaan:

1. Manakah diantara pulau pulau besar di nusantara yang tidak berlaku iklim maritim?

2. Dengan sifat iklim yang unik untuk masing masing wilayah di muka bumi, pengembangan ilmu meteorologi laut untuk wilayah benua maritim Indonesia juga bersifat unik. Apakah ada wilayah lain dengan kondisi meterologi laut serupa wilayah nusantara?

Meteorologi laut Indonesia

BAB 2 BAB 2 Komposisi radiasi dan energi bumi

2. 1. Radiasi matahari

Tidak dapat dibayangkan kehidupan didunia tanpa matahari. Bagi mahluk hidup, selain air, maka matahari adalah sumber kehidupan utama dimuka bumi. Matahari adalah sumber energi utama pergerakan di atmosfir dan di lautan. Untuk pergerakan di lautan, sebagai tambahan selain radiasi matahari maka perputaran bumi juga membantu timbulnya aliran arus air laut. Matahari mengatur pergerakan di laut dengan membuat dinamika di atmosfir dalam membentuk angin. Energi juga ditransfer dari angin ke lapisan teratas dari laut melalui gaya gesek antara lautan dan atmosfir di permukaan laut. Matahari juga mengatur pergerakan di laut dengan membuat variasi suhu dan salinitas di lautan yang pada akhirnya membedakan densitas masa jenis air laut. Perubahan pada suhu air laut disebabkan oleh aliran energi panas di batas laut atmosfir sedangkan perubahan tingkat salinitas diakibatkan oleh perpindahan air tawar melalui proses hujan dan penguapan. Sedangkan di daerah kutub ditambah lagi dengan proses mengkristalnya air laut menjadi es. Keseluruhan proses tersebut berhubungan secara langsung maupun tidak langsung dengan aktivitas radiasi matahari. Jika permukaan air laut menjadi lebih padat berat jenisnya daripada lapisan air dibawahnya, kondisi menjadi tidak stabil dan air dengan berat jenis besar akan tenggelam. Pergerakan vertikal, sirkulasi akibat beda berat jenis akibat proses pendinginan atau perubahan tingkat salinitas dikenal dengan sirkulasi thermohaline atau proses gabungan berat jenis dan perubahan energi panas. Pergerakan air laut akibat perputaran bumi akan dibahas pada bab kemudian.

Secara umum jenis energi yang diterima lautan terdiri dari sumber primer yaitu radiasi dari matahari, radiasi gelombang panjang, Secara umum jenis energi yang diterima lautan terdiri dari sumber primer yaitu radiasi dari matahari, radiasi gelombang panjang,

Radiasi matahari terdiri dari gelombang pendek yang tersebar pada spektrum energi elektromagnetis. Diantara besaran spektrumnya adalah termasuk sinar gamma, sinar X-ray, sinar ultraviolet, sinar tampak, sinar infra merah, sinar microwave untuk radar dan radio sonde, sinar gelombang radio pendek, sinar gelombang radio AM dan sinar gelombang radio panjang. Semua gelombang elektromagnetis tersebut berjalan pada kecepatan yang sama yaitu kecepatan cahaya. Saat ini hampir seluruh aspek kehidupan manusia tidak terlepas dari pemanfaatan panjang gelombang energi yang disebut diatas. Tidak semua energi matahari mencakup keseluruhan spektrum energi diatas, tetapi terbatas pada panjang gelombang sinar, bukan gelombang radio. Besarnya radiasi matahari yang terpancarkan berhubungan dengan nilai panjang gelombang pangkat empat. Hasilnya adalah kurva penyebaran energi dari radiasi pada suhu sekitar 6000 °K yaitu suhu dipermukaan matahari. Radiasi yang diterima bumi pada sumbu

normal adalah sebesar 2.00 cal cm -1 min . Sedangkan berdasarkan distribusi posisi lintangnya radiasi di khatulistiwa diterima sekitar

10 cal cm -2 day dan di daerah kutub sebesar 800 - 900 cal cm day -1 . Variasi dari energi yang diterima bumi sangat rendah hanya

-2 -1

sekitar 3.34 % dan variasi tersebut dapat diprediksi dengan baik dan menggambarkan perubahan iklim dalam satuan waktu geologis. Sedangkan bentuk gelombang radiasi matahari yang diterima bumi telah mengalami banyak degradasi akibat penyerapan radiasi matahari pada panjang gelombang tertentu. Energi matahari akan terserap pada panjang gelombang dimana radiasi tersebut bertemu partikel yang dimaksud. Sebagai contoh uap air di atmosfir akan menyerap energi matahari pada panjang gelombang sekitar 3 µm. sehingga bentuk kurva energi pada panjang gelombang itu akan mengalami degradasi oleh

Meteorologi laut Indonesia gas gas rumah kaca seperti O 2 ,H 2 O, CO 2 (Gambar 2.1). Pemanfaatan

dari sifat degradasi ini adalah untuk teknologi penginderaan jauh. Sebagai contoh, untuk satelit yang memantau awan dan nilai kandungan uap airnya bekerja dengan sensor yang sensitif pada panjang gelombang 3 µm yang sesuai dengan besaran panjang

gelombang untuk eksitasi molekul H 2 O. Metoda yang sama dipakai untuk melihat berbagai kandungan polutan di atmosfir termasuk gas ozon dari sifat degradasi diatas.

Gambar

2.1. Spektral energi radiasi matahari yang dipancarkan benda hitam (black body radiation) dan yang diterima di muka bumi

Distribusi penyebaran energi radiasi matahari di muka bumi beragam menurut posisi lintang. Nilai rata-rata radiasi yang ditangkap muka bumi menurun dari khatulistiwa ke kutub karena daerah lintang Distribusi penyebaran energi radiasi matahari di muka bumi beragam menurut posisi lintang. Nilai rata-rata radiasi yang ditangkap muka bumi menurun dari khatulistiwa ke kutub karena daerah lintang

Dampak radiasi pada air laut juga beragam. Tidak semua radiasi matahari dapat menembus badan air di laut. Sekitar 73 % mencapai kedalaman 1 cm, 44.5 % kedalaman 1 m, 22.2 % kedalaman 10 m,

0.53 m kedalaman 100 m dan 0.0062 % kedalaman 200 m. Akibat dari perbedaan kedalaman tembus spektrum radiasi matahari adalah terserap atau terpantulnya sinar matahari pada gelombang tertentu. Sehingga pantulan sinar matahari dari laut dangkal akan berwarna cerah karena energi yang terpantul masih hampir seluruh spektrum cahaya. Sedangkan pada kedalaman yang lebih lebih banyak lagi spektrum sinar matahari yang terserap atau masih menembus kedalaman air laut sehingga sinar yang terpantul dan terpantau dari atas akan berwarna lebih gelap. Dengan prinsip ini maka tingkat kegelapan warna air laut yang kita lihat dapat menunjukkan tingkat kedalaman dari laut yang kita amati. Teknik memantau tingkat kedalaman laut dengan warna air laut dikenal dengan teknik ocean color pada teknologi inderaja. Energi minimum yang dibutuhkan untuk mensuplai dan menjaga perkembangan pitoplankton untuk

proses fotosintesis adalah sekitar 0.003 cal cm -1 min . dengan kalkulasi sesuai kedalaman diatas, hal ini dapat tercapai hingga

kedalaman 220 m.

Meteorologi laut Indonesia Bumi tidak hanya menerima energi gelombang pendek matahari tetapi

juga menghasilkan balik energi yang diterimanya dalam bentuk radiasi gelombang panjang. Sebagian kecil dari gelombang radiasi panjang akan dipancarkan kembali ke luar angkasa. Biasanya gelombang panjang ini dipancarkan di bagian paling atas atmosfir dan dikenal dengan istilah Outgoing Long wave Radiation (OLR). Karena dipancarkan di bagian paling atas dari atmosfir atau dari lapisan awan terluar, maka parameter ini sering dipakai untuk melihat potensi cuaca setempat. Hal ini disebabkan semakin tinggi tempat awan yang memancarkannya akan semakin berpotensi memberikan curah hujan maksimum dengan indikasi suhu gelombang yang dipancarkan semakin rendah. Berbeda dengan panjang gelombang pendek, maka radiasi keluar panjang gelombang panjang tidak memiliki variasi sebagaimana halnya radiasi gelombang datang dengan panjang gelombang pendek. Laut sendiri juga memancarkan energi dengan panjang gelombang panjang, karena suhu muka laut berkisar 283 °K, maka panjang gelombang yang dipancarkan, berdasarkan hukum Wien adalah 10 mikrometer atau panjang gelombang infra merah.

Hal ini berarti dari perbandingan energi masuk (gelombang pendek) dan energi keluar (gelombang panjang) terjadi surplus energi masuk di dekat khatulistiwa dan surplus energi keluar di dekat kutub. Meskipun adanya nilai masuk positif di dekat khatulistiwa dan negatif di kutub, tidak pernah ada petunjuk bahwa daerah dekat khatulistiwa terus menerus memanas dan daerah kutub terus menerus mendingin, sehingga pastilah ada transfer energi radiasi antara daerah lintang rendah dan tinggi (Gambar 2.3). Kejadian itu dilakukan oleh angin di atmosfir dan sirkulasi air di lautan. Ada berbagai perdebatan tentang siapa dari keduanya yang lebih penting terhadap pergerakan ke arah kutub dari energi panas diatas, tetapi dipercaya kalau lautan lebih berkontribusi di daerah tropis dan atmosfir lebih di daerah lintang tinggi. Nilai maksimum dari kehilangan energi panas akibat evaporasi terjadi di daerah subtropis akibat proses adveksi di atmosfir pada daerah kering, sedangkan kehilangan energi panas minimum di daerah

Gambar

2.2. Variasi energi yang dibawa dari daerah tropis menuju daerah subtropis dan kutub pada beberapa samudera di dunia (Trenberth dan Solomon 1994).

Gambar

2.3: Kesetimbangan radiasi gelombang pendek dan panjang dari khatulistiwa ke kutub. (Trenberth dan Solomon 1994)

Meteorologi laut Indonesia tropis akibat dari kandungan uap air di udara tropis yang cukup jenuh.

Selain itu penghilangan akibat energi panas sensibel kurang lebih sama antara daerah tropis dan subtropis. Sehingga arus laut berfungsi membawa panas dari daerah tropis ke daerah kutub.

2. 2. Tekanan Udara dan Angin

Angin menghantarkan kandungan panas terutama dengan proses adveksi masa air hangat ke daerah dingin dan sebaliknya. Sebagian lagi transfer energi panas melalui panas laten yang diambil ketika air laut menguap ke atmosfir dan berkondensasi pada lingkungan yang lebih dingin. Angin dihasilkan oleh perbedaan tekanan dan suhu di atmosfir akibat distribusi energi radiasi matahari, tutupan awan serta dinamika disekitarnya. Pergerakan horisontal angin dinamai adveksi sedangkan yang vertikal disebut konveksi. Proses konveksi biasanya bersifat sangat lokal, sehingga untuk perhitungan neraca energi biasanya diabaikan. Proses konveksi sendiri dapat terjadi untuk skala kecil hingga besar dalam bentuk siklon atau badai tropis. Siklon atau badai tropis dipercaya sebagai media transpor jumlah energi panas dalam jumlah besar menjauh dari lautan khatulistiwa dalam bentuk energi panas laten yang terbawa ke daerah lintang tinggi.

Proses pergerakan arus laut juga sangat dipengaruhi oleh angin di atmosfir terutama pada kedalaman hingga sekitar 200 m. Pada lapisan atas yang sangat terpengaruh oleh angin, terdapat lapisan turbulensi, dibawahnya terdapat lapisan thermokline dan lebih ke bawah lagi yang disebut lapisan laut dalam. Terkadang lapisan turbulensi tidaklah dalam, tergantung pada besarnya gelombang laut di permukaan. Akibat turbulensi tersebut, terjadi perpindahan kalor dari muka laut ke batas lapisan turbulensi yang menyebabkan homogeneitas suhu air pada lapisan turbulensi. Sedangkan lapisan thermokline adalah lapisan dimana terjadi penurunan suhu air yang sangat drastis dan mencapai kedalaman hingga 200 m. Lapisan laut yang lebih dalam memiliki Proses pergerakan arus laut juga sangat dipengaruhi oleh angin di atmosfir terutama pada kedalaman hingga sekitar 200 m. Pada lapisan atas yang sangat terpengaruh oleh angin, terdapat lapisan turbulensi, dibawahnya terdapat lapisan thermokline dan lebih ke bawah lagi yang disebut lapisan laut dalam. Terkadang lapisan turbulensi tidaklah dalam, tergantung pada besarnya gelombang laut di permukaan. Akibat turbulensi tersebut, terjadi perpindahan kalor dari muka laut ke batas lapisan turbulensi yang menyebabkan homogeneitas suhu air pada lapisan turbulensi. Sedangkan lapisan thermokline adalah lapisan dimana terjadi penurunan suhu air yang sangat drastis dan mencapai kedalaman hingga 200 m. Lapisan laut yang lebih dalam memiliki

Dilaut juga terjadi proses pergerakan vertikal atau konveksi dan peristiwa upwelling dan downwelling. Proses vertikal atau konveksi lebih dominan terjadi pada lapisan turbulensi atau thermokline kecuali ada penyebab khusus dikarenakan proses geologis seperti keberadaan sumber panas di dasar laut. Sedangkan kedua proses terakhir yaitu upwelling dan downwelling biasanya terjadi karena adanya dorongan angin di permukaan. Tergantung pada posisinya, kedua proses tersebut dapat terjadi pada musim yang berbeda. Kedua peristiwa upwelling dan downwelling akan dibahas kemudian.

Beberapa sifat lapisan laut seperti dibahas diatas memiliki korelasi atau perbandingannya di atmosfir. Lapisan atmosfir terendah yang sangat dipengaruhi oleh permukaan bumi disebut lapisan batas atmosfir yang sebanding dengan lapisan turbulensi di laut. Lapisan atmosfir diatasnya mengalami penurunan suhu sebagaimana lapisan termoklin di laut dan juga lapisan dimana proses konveksi aktif terjadi.

Pertanyaan

1. Terangkan proses terbentuknya arus laut dari radiasi matahari

2. Terangkan kegunaan degradasi spektrum matahari yang diterima permukaan bumi yang berperan penting dalam mengetahui efek gas rumah kaca dan metoda inderaja.

3. Bagaimana distribusi evaporasi dan hujan dari daerah tropis hingga ke kutub, terangkan mengapa?

4. Apa hubungan radiasi matahari dan radiasi dari bumi terhadap aliran energi dari tropis ke lintang yang lebih tinggi.

Meteorologi laut Indonesia

BAB 3 Hubungan antara laut dan atmosfir

3. 1. Kopling atmosfir dan laut

Interaksi laut dan atmosfir membertuk proses kopling (interaksi dua arah) yang terjadi di pergantian energi dan masa di permukaan laut. Proses yang terjadi adalah perpindahan energi dan masa dalam proses neraca energi dalam hal energi radiasi termasuk energi panas dan momentum dalam hal friksi permukaan. Pergantian energi dalam hal neraca masa terjadi dalam hal penguapan dan hujan, perpindahan mineral dan gas. Gas gas yang ada di permukaan mengabsorbsi energi radiasi karena gas gas tersebut menyerap energi matahari pada panjang gelombang khusus. Hasilnya adalah peningkatan dari suhu atmosfir dan mengakibatkan juga peningkatan suhu laut. Salah satu gas penting yaitu CO 2, juga banyak terdapat di atmosfir yang kemudian dapat diendapkan di dalam lautan. Kepentingan

pengendapan CO 2 sangat membantu mengurangi pengaruh pemanasan global. Dalam hal kopling atau interaksi laut dan atmosfir, perlu ditekankan peranan lautanl sebagai pensuplai uap air terbesar bagi atmosfir. Penguapan terjadi akibat tidak jenuhnya atmosfir oleh uap dan akibat cukup hangatnya suhu muka laut. Sebaliknya atmosfir mensuplai energi dan masa dalam bentuk curah hujan dan endapan yang juga melibatkan transfer energi.

Ketika lautan mendingin, maka laut akan merespon dengan menghasilkan gerak konveksi vertikal yang akan mensuplai panas ke permukaan. Hal ini terjadi karena persamaan kontinuitas masa membutuhkan air dingin mengendap ke kedalaman dari permukaan tergantikan oleh masa air dibawahnya yang notabene lebih hangat. Air hangat tersebut akan menyembul ke permukaan. Proses perubahan suhu di lautan terjadi jauh lebih lambat daripada di atmosfir. Sebagai Ketika lautan mendingin, maka laut akan merespon dengan menghasilkan gerak konveksi vertikal yang akan mensuplai panas ke permukaan. Hal ini terjadi karena persamaan kontinuitas masa membutuhkan air dingin mengendap ke kedalaman dari permukaan tergantikan oleh masa air dibawahnya yang notabene lebih hangat. Air hangat tersebut akan menyembul ke permukaan. Proses perubahan suhu di lautan terjadi jauh lebih lambat daripada di atmosfir. Sebagai

3. 2. Sifat fisis air

Air memiliki sifat yang unik yang membutuhkan panas spesifik (specific heat) dan panas laten (latent heat) yang tinggi. Besaran panas spesifik adalah jumlah yang dibutuhkan untuk merubah suhu suatu unit masa zat sebanyak satu derajat. Panas yang dibutuhkan untuk air dalam hal ini cukup tinggi. Sedangkan panas laten adalah jumlah yang dibutuhkan untuk merubah fase seperti contohnya dari fasa cair menjadi uap. Perubahan fasa air terjadi karena pemasukan panas melalui proses pencairan, penguapan atau sublimasi dan karena pelepasan panas ke lingkungan melalui proses pembekuan, kondensasi atau deposisi. Sifat fisis air seperti ini memiliki implikasi penting pada suhu muka laut, suhu air diatas muka laut, perpindahan panas antar lautan dan atmosfer serta sirkulasi atmosfer.

Dibandingkan partikel udara, masa jenis air sekitar 1000 kalinya. Sehingga dibutuhkan lebih banyak massa per volume air untuk menyerap dan memancarkan energi. Sedangkan untuk meningkatkan suhu laut satu derajat dibutuhkan sekitar 6 kali panas dibandingkan udara dengan masa yang sama. Sehingga untuk besar volume yang sama diperlukan sekitar 6000 kali panas untuk menaikkan suhu pada volume yang sama pada partikel udara. Proses penguapan air dengan demikian akan memakan panas laten yang tinggi dari lingkungannya. Jumlah panas yang besar ini akan dilepaskan pada saat uap air terkondensasi di awan menjadi butiran hujan.

Penguapan air laut diikuti oleh kondensasi di atmosfer adalah mekanisme perpindahan panas utama yang terjadi antara laut dan atmosfer. Panas yang dibutuhkan untuk menguapkan air akan

Meteorologi laut Indonesia dilepaskan ke atmosfer saat uap tersebut berkondensasi membentuk

awan.

Karena sifat penyerapan dan penyimpanan panas yang tinggi dari air maka dibandingkan atmosfir, laut merupakan penyimpan memori perubahan panas yang lambat atau memakan waktu yang lebih panjang. Perubahan panas lingkungan memberikan variabilits temporal iklim. Sehingga perubahan iklim karena proses perpindahan panas di laut akan memakan waktu yang lebih lama karena memori perubahan panas yang besar dari lautan.

Sebagian besar energi radiasi matahari yang diterima muka laut akan terserap dan selanjutnya dikonversikan menjadi panas kalori pada lapisan dekat permukaan. Angin mendorong sirkulasi laut yang mendistribusikan panas tersebut hingga mencapai kedalaman ratusan meter dibawah laut. Sebagai hasilnya laut menjadi media besar penyimpan panas.

3. 3. Implikasi sifat fisis air terhadap cuaca dan iklim

Sifat besarnya nilai panas spesifik dari air dibandingkan tanah dan udara adalah penyebab utama kenapa lautan menghangat lebih lambat daripada daratan atau udara dan juga mendingin lebih lambat. Dibandingkan dengan daratan terdekat, lautan tidak akan memanas lebih tinggi daripada daratan di siang hari dan juga tidak akan mendingin lebih dari daratan di malam hari.

Suhu dari masa udara lebih dipengaruhi oleh permukaan dimana udara tersebut diam atau bergerak. Udara diatas lautan menunjukkan variasi perubahan musiman dan diurnal yang lebih kecil daripada daratan. Selain itu udara di atas muka laut juga lebih lembab. Salah satu konsekuensinya, komunitas di pesisir dengan dominasi angin pantai Suhu dari masa udara lebih dipengaruhi oleh permukaan dimana udara tersebut diam atau bergerak. Udara diatas lautan menunjukkan variasi perubahan musiman dan diurnal yang lebih kecil daripada daratan. Selain itu udara di atas muka laut juga lebih lembab. Salah satu konsekuensinya, komunitas di pesisir dengan dominasi angin pantai

Badai yang terjadi di laut didorong oleh tenaga berasal dari panas laten yang dilepas ke atmosfer ketika uap air berkondensasi. Uap air tersebut berasal sebagian besar dari penguapan air laut dimana laju penguapannya dikendalikan oleh nilai suhu muka laut. Semakin tinggi suhu muka laut maka akan semakin kuat laju penguapannya. Massa udara dingin dari bawah akan mengurangi kemungkinan pergerakan vertikal yang dibutuhkan pada pertumbuhan hujan atau badai. Daerah yang suhu muka laut lebih dingin dari suhu udara diatasnya, maka hujan atau badai akan jarang terjadi di laut dan daerah pesisir yang menerima angin dari daerah tersebut. Sebaliknya udara panas dari bawah akan menambah kemungkinan pergerakan vertikal udara yang membawa kepada hujan dan badai. Daerah dimana suhu muka laut lebih hangat dari suhu udara diatasnya, hujan atau badai akan sering terjadi di laut dan daerah pesisir yang menerima angin dari daerah tersebut.

Sebagai respons terhadap perbedaan suhu terhadap jarak atau gradien suhu maka panas akan di transfer dari tempat yang hangat ke tempat yang dingin. Dalam hal ini udara hangat akan mendingin apabila berpindah dari atas muka laut yang hangat menuju ke muka laut yang dingin. Sebaliknya udara dingin akan menghangat apabila berpindah menuju ke muka laut yang lebih hangat.

Konsentrasi uap air di atas muka laut meningkat dengan penguapan. Udara yang hangat dan lembab yang bergerak melalui muka laut yang dingin akan mendingin menuju titik jenuhnya sehingga menyulitkan penguapan lebih lanjut. Uap air berkondensasi dan kabut laut akan terbentuk. Kabut adalah awan yang menyentuh badan air atau daratan. Kabut juga terbentuk ketika massa udara yang sangat dingin melalui muka air yang hangat. Dalam hal ini penguapan ke udara dingin akan

Meteorologi laut Indonesia menghasilkan kejenuhan dan kabut akan terbentuk seperti uap yang

berhembus ke atas.

3. 4. Peran angin terhadap arus laut

Sewaktu angin bertiup di muka laut, energi di transformasikan dari angin ke permukaan laut. Beberapa dari energi tersebut menjadi gelombang gravitasi permukaan yang mengikuti pergerakan arus permukaan akibat pergerakan angin. Hal yang terkahir ini yang menyebabkan terjadinya arus laut. Proses transfer energi sebenarnya yang terjadi di permukaan laut sangat kompleks. Seberapa besar energi yang terpakai untuk proses penghasilan turbulensi dan seberapa besar yang dikonversi menjadi arus. Akan tetapi aturan umum adalah semakin kuat angin bertiup, semakin besar friksi permukaan yang mendorong arus di bawahnya. Pekerjaan angin yang mendorong arus laut disebut dengan wind stress.

Peristiwa dorongan angin terhadap arus laut lebih banyak terjadi pada skala kecil melalui proses turbulensi. Peningkatan kecepatan arus laut dan sebaliknya lebih banyak disebabkan oleh proses turbulensi permukaan. Turbulensi akan mendistribusikan dan menghilangkan energi gerak (kinetik) dan merubahnya menjadi energi panas melalui viskositas molekular. Hal terakhir inilah yang memberikan kontribusi terhadap suhu muka laut. Selebihnya arus laut diatur oleh kondisi salinitas densitas, suhu dan topography dasar laut.

Gesekan antara angin dan muka laut adalah faktor yang mendorong terjadinya pergerakan arus secara horisontal pada muka laut yang disebut arus permukaan. Arus ini meyerupai pola dari angin permukaan. Jika bumi tidak berotasi maka friksi antara angin dan muka laut akan mendorong arus permukaan sesuai dengan dorongan arah angin tetapi dengan faktor kecepatan tertentu. Arus pada lapisan atas ini akan menarik lapisan dibawahnya dan mendorong untuk Gesekan antara angin dan muka laut adalah faktor yang mendorong terjadinya pergerakan arus secara horisontal pada muka laut yang disebut arus permukaan. Arus ini meyerupai pola dari angin permukaan. Jika bumi tidak berotasi maka friksi antara angin dan muka laut akan mendorong arus permukaan sesuai dengan dorongan arah angin tetapi dengan faktor kecepatan tertentu. Arus pada lapisan atas ini akan menarik lapisan dibawahnya dan mendorong untuk

Table 3.1 Beberapa kontribusi utama ilmuwan mengenai teori hubungan angin terhadap arus laut Fridtjof Nansen (1898) Teori kualitatif pergerakan massa air

yang membentuk sudut terhadap arah angin.

Vagn Walfrid 1905 Teori kualitatif arus akibat dorongan Ekman

angin di muka laut.

Harald Sverdrup (1947) Teori sirkulasi arus yang didorong angin

di Pasifik timur.

Henry Stommel 1948 Teori mengenai penguatan sirkulasi arus ke barat akibat dorongan angin (arus pantai barat Amerika).

Walter Munk 1950 Rumus untuk beberapa fitur arus akibat dorongan angin.

Kirk Bryan 1969 Model numeris untuk sirkulasi laut. Bert Semtner 1988, Model sirkulasi laut global dan eddy

and Robert 1992

yang realistis.

Chervin

3. 5. Gaya koriolis

Bumi berotasi pada sumbunya yang menyebabkan pergerakan sudut (angular) pada setiap tempat dimuka bumi sesuai kecepatan rotasi bumi. Kecepatan gerak angular tidak sama dengan kecepatan linear masing-masing tempat karena ditentukan oleh posisi di bumi yaitu oleh garis lintang posisinya. Persamaan sederhana hubungan antara kecepatan angular dan kecepatan linear adalah

v = ω cos α

Meteorologi laut Indonesia dimana v adalah kecepatan linear, ω adalah kecepatan angular bumi

yaitu kecepatan linear di ekuator dan α adalah posisi garis lintang. Dengan gambaran ini maka kecepatan linear yang paling tinggi terjadi di garis khatulistiwa dan menurun menuju daerah kutub. Sehingga dalam sehari atau 24 jam, seseorang yang berada di daerah ekuator akan bergerak secara linear lebih jauh dibandingkan orang yang berada di daerah lintang tinggi. Perbedaan kecepatan linear antar daerah dengan garis lintang yang berbeda menyebabkan gaya dorong ke arah berlawanan dengan arah sumbu putar rotasi bumi yaitu menuju arah barat. Hal ini sangat dirasakan pada benda yang bergerak pada arah utara selatan atau meridional dimana gaya dorong virtual tersebut disebut sebagai gaya koriolis bumi. Pada daerah dekat khatulistiwa perbedaan kecepatan linear antara garis lintang tidaklah besar dan cenderung mendekati nilai nol, sedangkan menjauh dari ekuator gaya koriolis membesar dan mencapai puncaknya pada daerah kutub. Besaran nilai gaya koriolis memiliki hubungan sebagai berikut

F cor = sin α dimana gaya koriolis pada garis ekuator memiliki nilai nol dan

semakin kuat menjauh dari ekuator.

Karena perputaran bumi, lapisan laut dangkal yang bergerak karena pengaruh angin akan berbelok ke arah kanan dari arah angin di bumi belahan utara dan ke arah kiri dari arah angin di bumi belahan selatan. Pembelokan ini diakibatkan oleh efek koriolis.

3. 6. Pergerakan Ekman

Salah satu proses pergerakan arus laut oleh angin adalah pergerakan ekman yang seringkali mendorong adanya upwelling dan downwelling di tepi pantai. Proses ekman spiral akibat dorongan angin permukaan atau transfer dari momentum gerak angin ke arus laut dan diamati oleh Fridjof Nansen yang melihat bahwa bongkahan es di laut bergerak 20 – 40 derajat ke kanan dari arah angin. Dia memberikan hasil Salah satu proses pergerakan arus laut oleh angin adalah pergerakan ekman yang seringkali mendorong adanya upwelling dan downwelling di tepi pantai. Proses ekman spiral akibat dorongan angin permukaan atau transfer dari momentum gerak angin ke arus laut dan diamati oleh Fridjof Nansen yang melihat bahwa bongkahan es di laut bergerak 20 – 40 derajat ke kanan dari arah angin. Dia memberikan hasil

Gambar 3.1. Proses spiral Ekman akibat tiupan angin permukaan kecepatan 10 m/det.

Meteorologi laut Indonesia Secara umum ada empat faktor yang menyebabkan terjadinya efek

spiral Ekman pada arus laut yaitu: angin, gaya antar lapisan dari atas, pengaruh arah terhadap aliran per lapisan, efek koriolis. Secara lokal pergerakan Ekman dapat terjadi pada garis pantai karena hembusan angin darat dan laut, tergantung pada musim saat angin bertiup. Pada kenyataannya angin monsun yang bergerak sejajar dengan garis pantai seperti pantai selatan pulau Jawa sering memberikan efek koriolis yang menyebabkan aliran menjauh garis pantai pada muka laut dan menyebabkan proses upwelling.

3. 7. Salinitas, curah hujan dan profil temperatur laut

Lautan merupakan badan air terbesar di dunia. Sekitar 96.5 % adalah air dan hampir 3.5 % nya adalah garam yang terlarut. Distribusi salinitas atau tingkat kegaraman dan suhu adalah aspek penting bagi pergerakan arus laut. Sebagian besar perbedaan distribusi suhu dan salinitas terdapat di permukaan laut atau sekitar kedalaman 200 m. sedangkan sisa bagian laut terisi oleh air dengan suhu dan tingkat salinitas yang seragam. Sekitar 75 % air laut memiliki tingkat salinitas antara 3.4 dan 3.5 % dan suhu antara 0 °C hingga 4 °C dengan suhu rata rata 3.8 °C (Gambar 3.2). Di khatulistiwa, rata rata suhu air laut hanya 4.9 °C. Lapisan dimana suhu berubah dengan cepat terhadap kedalaman ditemukan antara suhu 8 – 15 °C dan disebut lapisan termoklin yang kedalamannya antara 150 – 400 m di khatulistiwa dan antara 400 hingga 1000 m di daerah subtropis.

Jika suhu permukaan sangat rendah proses konveksi dari pendinginan air laut dapat mencapai daerah yang dalam. Pada umumnya di samudera samudera besar di dunia, mulai kedalaman 1000 m, suhu dan salinitas laut sudah seragam. Penurunan suhu mengakibatkan peningkatan berat jenis sehingga stratifikasi suhu akan menghasilkan stratifikasi berat jenis yang teratur. Penurunan salinitas menghasilkan penurunan berat jenis. Sehingga stratifikasi salinitas justru akan Jika suhu permukaan sangat rendah proses konveksi dari pendinginan air laut dapat mencapai daerah yang dalam. Pada umumnya di samudera samudera besar di dunia, mulai kedalaman 1000 m, suhu dan salinitas laut sudah seragam. Penurunan suhu mengakibatkan peningkatan berat jenis sehingga stratifikasi suhu akan menghasilkan stratifikasi berat jenis yang teratur. Penurunan salinitas menghasilkan penurunan berat jenis. Sehingga stratifikasi salinitas justru akan

Gambar 3.2 Persentase sebaran salinitas dan suhu air laut.

Tingkat salinitas dan suhu sangat dipengaruhi oleh aktivitas di permukaan laut dimana curah hujan dan penguapan memegang peranan paling besar. Sekitar 51 % dari energi yang diserap lautan akan diambil oleh proses penguapan. Selain itu, penguapan juga memberikan kontribusi terbesar dari neraca masa air di lautan dimana

Meteorologi laut Indonesia

Gambar 3.3. nilai rata rata stratifikasi suhu dan salinitas terhadap kedalaman (dalam m) di kepulauan Indonesia pada bulan Januari hasil keluaran model laut dan dirata rata antara tahun 1979 – 1993 (Aldrian 2003).

Gambar 3.4 . Distribusi global tahunan (Schmitt, 2008) dari (a) penguapan dikurangi curah hujan berdasarkan data klimatologis dari Yu dan Weller (2007) dan estimasi curah hujan berdasarkan citra satelit dari proyek the Global precipitation Climatology program (GPCP). (b) rerata besaran salinitas permukaan air laut mengacu pada the World ocean database of NodC.

terjadi pengurangan besar besaran akibat penguapan. Proses penguapan terjadi saat udara menjadi tidak jenuh dengan uap. Semakin hangat suhu udara, semakin kuat penguapan yang terjadi. Dalam kondisi normal perpindahan panas langsung adalah dari laut ke udara dengan asumsi panas dialirkan dari lapisan paling bawah. Pada situasi normal tersebut udara menjadi jenuh dengan kelembaban dan penguapan yang terjadi. Selanjutnya udara hangat akan terkondensasi apabila bertemu dengan lapisan udara tinggi yang dingin atau bertemu badan air yang dingin. Pada kasus pertama akan turun sebagai hujan, sedangkan pada kasus kedua akan terbentuk kabut. Pada kedua kasus tersebut, energi yang dihasilkan dari proses kondensasi akan lebih terserap di atmosfir, sehingga kontribusi kondensasi terhadap neraca energi panas di laut sangat kecil.

Pada kondisi global seperti disampaikan pada bab terdahulu, energi di lautan lebih banyak dipakai di daerah sub tropis untuk pergerakan arus menjauh khatulistiwa. Energi panas yang diterima menurun dekat khatulistiwa akibat pantulan dari awan-awan yang banyak terdapat di daerah tersebut. Proses evaporasi terjadi maksimum di daerah sub tropis karena adveksi udara dingin yang salah satunya disebabkan oleh Hadley cell (Gambar 3.4). Evaporasi di daerah tropis sangat minimum karena sudah jenuhnya udara di daerah tersebut yang salah satu dikarenakan tutupan awan yang sangat tinggi. Sedangkan curah hujan tinggi didaerah dekat khatulistiwa di sebelah utara akibat bentuk rupa bumi dan distribusi darat dan lautan serta di daerah dekat kutub pada lintang 50. Distribusi perpaduan evaporasi dikurangi hujan akan menyerupai distribusi melintang tingkat salinitas laut. Secara umum

3 jumlah evaporasi di dunia mencapat 440 x 10 3 km per tahun, curah

Meteorologi laut Indonesia

3 hujan mencapai 411 x 10 3 km per tahun dan volume aliran permukaan

3 di sungai danau dll. mencapai 29 x 10 3 km per tahun.

3. 8. Stabilitas isotherm laut dan atmosfir

Stratifikasi di laut dan atmosfir terjadi akibat perbedaan suhu dan tekanan. Di laut perbedaan tekanan dikonversikan dalam hal salinitas atau kerapatan masa jenis. Pada lapisan bawah di atmosfir, suhu di lapisan lebih bawah akan lebih hangat daripada lapisan diatasnya. Lapisan atmosfir dimana sifat perlapisan demikian itu disebut lapisan troposfir. Batas lapisan ini dengan lapisan diatasnya dimana terjadi kenaikan suhu di lapisan diatasnya disebut daerah batas tropopause. Lapisan tropopause ini bervariasi dan paling tinggi terdapat di daerah ekuator karena suhu di permukaan tanah di wilayah ini sangat tinggi. Biasanya ketinggian lapisan ini berkisar antara 14 hingga 18 km dari muka laut. Pada daerah lapisan bawah atmosfir, tropopause adalah lapisan dengan suhu udara paling rendah. Dengan sifat seperti digambarkan diatas untuk lapisan troposfir maka secara normal udara di lapisan bawah akan cenderung bergerak diatas berdasarkan prinsip udara hangat akan mengambang karena ringan dan udara dingin akan turun karena berat.

Secara alamiah maka atmosfir di muka bumi akan cenderung bersifat instabil dimana udara dibawah akan bergerak ke atas. Peristiwa pergerakan secara vertikal masa udara tersebut dikenal dengan istilah konveksi. Tanpa dibantu oleh sebab lainnya maka pergerakan vertikal masa udara jauh lebih sedikit daripada aliran udara horisontal atau peristiwa adveksi. Pada waktu musim hujan tambahan suplai uap air memberikan tambahan daya apung di atmosfir akibat tambahan masa yang lebih mendorong ke atas. Masa uap air akan bergerak terus ke atas mencari titik stabilitas hingga mencapai daerah atau level dimana terjadi kondensasi atau uap air berubah menjadi butir yang lebih besar seperti butiran awan. Pada saat tersebut, aktivitas konveksi mencapai Secara alamiah maka atmosfir di muka bumi akan cenderung bersifat instabil dimana udara dibawah akan bergerak ke atas. Peristiwa pergerakan secara vertikal masa udara tersebut dikenal dengan istilah konveksi. Tanpa dibantu oleh sebab lainnya maka pergerakan vertikal masa udara jauh lebih sedikit daripada aliran udara horisontal atau peristiwa adveksi. Pada waktu musim hujan tambahan suplai uap air memberikan tambahan daya apung di atmosfir akibat tambahan masa yang lebih mendorong ke atas. Masa uap air akan bergerak terus ke atas mencari titik stabilitas hingga mencapai daerah atau level dimana terjadi kondensasi atau uap air berubah menjadi butir yang lebih besar seperti butiran awan. Pada saat tersebut, aktivitas konveksi mencapai

Pada waktu musim kemarau udara cenderung lebih stabil karena berbagai faktor diatas tidak terjadi. Angin yang kencang pada lapisan atas cenderung memecah lapisan instabilitas atmosfir sehingga seringkali ditemukan lapisan isotherm yaitu lapisan dimana suhu tidak berubah terhadap ketinggian atau lapisan inversi dimana suhu malah menaik terhadap ketinggian. Kedua jenis lapisan tersebut akan membuat udara cenderung stabil. Hal ini biasanya ditambah lagi dengan kurangnya suplai uap air dari permukaan karena suhu muka laut yang cenderung lebih dingin di musim kemarau. Dinginnya suhu muka laut diakibatkan pada musim kemarau titik kulminasi matahari tidak berada di wilayah Indonesia melainkan jauh disebelah utara sehingga tingkat radiasi matahari yang diterima di wilayah maritim Indonesia berkurang.

Proses yang terjadi di laut tidak serupa seperti di atmosfir. Peristiwa konveksi jauh lebih jarang terjadi dan sebagian besar aliran terjadi karena aliran horizontal. Hal ini disebabkan karena stratifikasi di laut lebih stabil dibandingkan di atmosfir. Masa udara di atmosfir juga lebih bouyant (memiliki daya apung tinggi) dibandingkan masa air laut. Oleh karena itu, dilaut proses adveksi memberikan dampak yang lebih kuat daripada konveksi. Hal ini dapat dilihat apabila kita membuat hubungan antara perubahan suhu muka laut yang disebabkan oleh aliran arus air.

Meteorologi laut Indonesia

Gambar 3.5 . Ilustrasi kolom air laut dimana terjadi perpindahan masa dan suhu secara adveksi (dari Aldrian 2003).

Gambar 3.6 . Variabilitas dari arus permukaan laut di daerah Maluku utara, menunjukkan berbagai komponen budget dari pergerakan horizontal (adveksi), perubahan energi di kolom air dan perubahan suhu muka laut di permukaan (Q_{surf} dxdy, Aldrian 2003).

Aliran arus laut akan membawa perubahan suhu kolum udara yang dilewatinya. Hal ini karena proses adveksi arus laut membawa suhu baru yang bercampur pada daerah yang dilaluinya. Setelah terjadi perubahan suhu laut dikolum air tersebut, maka akan segera merubah suhu di permukaan laut. Dengan pergantian suhu muka laut akibat aliran konveksi maka akan terjadi dinamika di lautan. Aliran arus laut dari peristiwa adveksi sendiri diakibatkan oleh tekanan angin permukaan yang mendorong aliran horizontal atau adveksi tersebut

(Gambar 3.5). Hasil simulasi dari model menunjukkan adanya perbedaan waktu sekitar 3 bulan antara aliran adveksi dan perubahan suhu pada kolom air yang dilewatinya. Dari perubahan suhu pada kolom air, terdapat perbedaan 0.5 - 1 bulan untuk merubah suhu permukaan laut. Hasil dari simulasi wilayah Maluku utara tersebut menunjukkan adanya pengaruh dari pola monsoonal yang diartikan adanya perubahan flux dalam lag waktu 3 bulan akibat fluktuasi sinusoidal (Gambar 3.6).

3. 9. Gelombang gravitasi di atmosfir dan di lautan.

Dokumen yang terkait

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5

Analisis pengaruh modal inti, dana pihak ketiga (DPK), suku bunga SBI, nilai tukar rupiah (KURS) dan infalnsi terhadap pembiayaan yang disalurkan : studi kasus Bank Muamalat Indonesia

5 112 147

Dinamika Perjuangan Pelajar Islam Indonesia di Era Orde Baru

6 75 103

Perspektif hukum Islam terhadap konsep kewarganegaraan Indonesia dalam UU No.12 tahun 2006

13 113 111

Pengaruh Kerjasama Pertanahan dan keamanan Amerika Serikat-Indonesia Melalui Indonesia-U.S. Security Dialogue (IUSSD) Terhadap Peningkatan Kapabilitas Tentara Nasional Indonesia (TNI)

2 68 157

Sistem Informasi Pendaftaran Mahasiswa Baru Program Beasiswa Unggulan Berbasis Web Pada Universitas Komputer Indonesia

7 101 1