2.9 Penjadwalan Flow Shop – Genetic Algorithm
Baker 1974 mengatakan bahwa penentuan urutan job produksi atau sering disebut dengan penjadwalan merupakan alokasi dari sumber daya terhadap
waktu untuk menghasilkan sejumlah pekerjaan job. Penjadwalan dibutuhkan untuk memproduksi pesanan dengan pengalokasian sumber daya yang tepat,
seperti mesin yang digunakan, jumlah operator yang bekerja, urutan pengerjaan part, dan kebutuhan material. Penjadwalan yang baik akan memaksimumkan
efektivitas pemanfaatan setiap sumber daya yang ada, sehingga penjadwalan merupakan kegiatan yang penting dalam perencanaan dan pengendalian produksi
Bedworth, 1987. Permasalahan penjadwalan flowshop fokus pada pemrosesan sejumlah job
berupa lot produksi pada sejumlah mesin. Permasalahan ini memiliki keterbatasan tambahan bahwa pemrosesan setiap job haruslah kontinyu. Tujuan yang biasanya
digunakan untuk mendapatkan urutan job terbaik adalah minimasi waktu penyelesaian makespan Baker 1974, Nawaz et.al. 1983 dalam Rajkumar, 2009.
Rajkumar 2009 dalam makalah yang berjudul ”An Improved Genetic
Algorithm for the Flowshop Scheduling P roblem” mencoba mempertimbangkan
permutasi dalam permasalahan penjadwalan flowshop dengan tujuan untuk meminimasi waktu penyelesaian pekerjaan makespan. Genetic Algorithm GA
merupakan salah satu penelitian heuristik yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan global dalam area penelitian yang rumit. Berdasarkan observasi
yang dilakukan diketahui bahwa efisiensi GA dalam menyelesaikan permasalahan flowshop dapat diperbaiki secara signifikan dengan mencoba berbagai operator
GA untuk menyesuaikan struktur permasalahan. Algoritma Genetika Genetic Algorithm adalah algoritma pencarian yang
didasarkan atas mekanisme seleksi alam dan proses genetika secara alamiah. Algoritma ini dilakukan atas dasar populasi dari solusi dan berusaha untuk
mengarahkan pencarian menuju perbaikan dengan menggunakan kemampuan bertahan berdasarkan fungsi kebugaran fitness function.
Menurut Goldberg 1989 dalam Rajkumar 2009, algoritma genetika terdiri atas tahapan berikut :
Tahap 1 : Penentuan populasi awal dari sejumlah kromosom.
Tahap 2 : Evaluasi nilai kebugaran fitness untuk tiap kromosom. Tahap 3 : Kembangkan kromosom-kromosom baru dengan menggunakan
operator genetika yakni pertukaran silang crossover dan proses mutasi untuk kromosom yang tersedia.
Tahap 4 : Evaluasi nilai kebugaran untuk populasi baru dari kromosom- kromosom.
Tahap 5: Bila kondisi penghentian telah terpenuhi, berhenti dan kembali pada kromosom terbaik, bila tidak kembali ke tahap 3.
Secara tradisional, penentuan populasi awal dibangkitkan secara acak. Berikutnya dalam fungsi evaluasi kebugaran fitness, untuk mengikuti proses
alamiah dari kemampuan bertahan, fungsi evaluasi kebugaran dihitung untuk tiap anggota populasi. Fungsi evaluasi ini adalah nilai yang merefleksikan superioritas
relatif yang dimiliki. Setiap kromosom memiliki kriteria evaluasi berdasarkan fungsi obyektif. Permasalahan minimasi dapat dikonversi menjadi permasalahan
maksimasi dengan menggunakan fungsi kebugaran. Fungsi kebugaran dinyatakan sebagai :
.....................................................................................10 Dimana C
max
makespan merupakan waktu penyelesaian seluruh pekerjaan job yang harus diminimasi.
Rumus untuk menghitung makespan menurut Bedworth 1987 adalah sebagai berikut :
n i
i s
t M
1
..................................................................................................11 M
s
adalah Makespan untuk n pekerjaan dalam jadwal S t
i
adalah waktu proses pekerjaan i Boukef 2007 dengan makalah yang berjudul “A Proposed Genetic
Algorithm Coding for Flow- Shop Scheduling Problems “ mengusulkan proses
pengkodean GA yang baru untuk menyelesaikan permasalahan penjadwalan flowhop. Diusulkan penggunaan optimasi dengan fungsi jamak untuk
menunjukkan efisiensi dari pendekatan yang digunakan pada industri makanan dan farmasi .
Hejazi 2005 menyampaikan bahwa kebanyakan penelitian dalam penjadwalan flowshop menggunakan kriteria makespan. Berdasarkan hasil ulasan
berbagai makalah dengan permasalahan dan kriteria yang sama diketahui bahwa dikarenakan permasalahan penjadwalan flowshop n-job m-mesin merupakan
permasalahan yang termasuk kelompok NP-hard Ronnooy Kan 1976, Lentra et al. 1977, Gonzales dan Sahni 1978, kebutuhan komputasi untuk mendapatkan solusi
optimal meningkat secara eksponensial linier dengan peningkatan ukuran permasalahan. Akibatnya adalah beberapa pendekatan heurisik konstruktif
dikembangkan untuk permasalahan tersebut. Sebagai tambahan, disampaikan bahwa beberapa pendekatan heuristik modern atau sering disebut dengan meta
heuristik dan beberapa algoritma evolutionary telah diterapkan untuk menyelesaikan permasalahan flowshop pada banyak penelitian, meliputi
pendekatan Simulated Annealing SA, Genetic Algorithm GA, Tabu Search TS, Ant Colony System ACS, Artificial Neural Network ANN serta berbagai
pendekatan penelitian terdekat lainnya. Selanjutnya disampaikan juga dalam makalah terkait bahwa selama
beberapa dekade terakhir, GA telah banyak digunakan secara luas untuk berbagai area optimasi antara lain permasalahan Travelling Salesman Problem TSP dan
penjadwalan. Implementasi dari GA untuk permasalahan penjadwalan flowshop makin banyak dilakukan di berbagai makalah antara lain Reeves 1995, Murata et
al. 1996, Reeves dan Yamada 1998, Ponnambalam et al. 2001, Wang dan Zheng 2003. Reeves, 1998 dalam Hejazi 2005 telah membandingkan performansi SA
dan GA untuk menguji permasalahan flowshop dengan kisaran 20 job dan 5 mesin hingga 500 job dan 20 mesin. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa GA
unggul sebagai solusi untuk permasalahan dengan kasus yang besar. Murata et al. 1996 dalam Hejazi 2005 juga mendapatkan hasil yang sama .
Dalam kaitannya dengan pemanfaatan algoritma genetika untuk permasalahan penentuan rute pengiriman Travelling Salesman ProblemTSP,
Al-Dulaimi 2008 menyampaikan dalam makalahnya bahwa banyak pendekatan yang telah digunakan untuk penyelesaian permasalahan TSP. Pendekatan yang
digunakan antara lain dengan menggunakan Simulated Annealing, Genetic Algorithm GA dan Neural Network. Dalam perkembangan pemanfaatan GA,
banyak pencapaian yang telah diperoleh peneliti untuk permasalahan TSP. Philip 2011 dalam makalahnya berjudul “A Genetic Algorithm for
Solving Travelling Salesman Problem” menunjukkan bahwa GA merupakan
algoritma penelitian lokal yang sangat baik untuk digunakan untuk menyelesaikan permasalahan TSP dengan membangkitkan sejumlah angka acak dan berikutnya
memperbaiki populasi hingga kondisi penghentiannya terpenuhi dan terpilih kromosom terbaik sebagai solusi.
2.10 Sistem Pendukung Keputusan Intelijen
Sistem Pendukung Keputusan Decision Support System membantu pengambil keputusan memilih berbagai alternatif keputusan yang merupakan hasil
pengolahan informasi-informasi yang diperolehtersedia dengan menggunakan model-model pengambilan keputusan. Ciri utama sekaligus keunggulan dari
Sistem Pendukung KeputusanSPK adalah kemampuannya untuk menyelesaikan masalah-masalah yang tidak terstruktur Kadarsah, 1998.
SPK mulai melibatkan banyak teknik-teknik baru seperti data warehouse, OLAP, data mining dan teknologi web dalam perancangan dan pengembangan
SPK sejak awal tahun 1970. Pada tahun 1980, model-model optimasi Operation Research dan Management Science telah banyak dimasukkan dalam rancangan
SPK. Di tahun 1990, teknik-teknik Artificial Intelligence dan Statistik banyak dimanfaatkan dalam aplikasi SPK.
Holsapple 2008 mendeskripsikan SPK sebagai teknologi mendapatkan pengetahuan bagi pengambil keputusan secara tepat, pada waktu yang tepat dalam
representasi yang tepat dengan biaya yang tepat Perkembangan teknik-teknik pemrosesan informasi dan teknologi digital dalam mendukung kegiatan
penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan makin mendorong munculnya sistem pendukung keputusan yang cerdas.
Menurut Power, 2004 dalam Jain, 2010, terdapat 5 tipe Sistem Pendukung Keputusan SPK, yaitu : 1 SPK berbasis Komunikasi untuk mendapatkan
kolaborasi yang efisien, 2 SPK berbasis Data yang berguna untuk mencari basis