Model Keputusan Prakiraan Permintaan : Jaringan Saraf Tiruan JST

mempertimbangkan karakteristik bahan baku agroindustri yang mudah rusak dan bervariasi dalam kuantitas dan kualitas. Dalam penelitian ini, diusulkan penggunaan model Perencanaan Persediaan Bahan Baku berdasarkan pendekatan MRP yang memanfaatkan output prakiraan permintaan jangka menengah, dikarenakan supplier bahan baku tidak bersedia menerima pesanan bahan baku dalam periode jangka pendek karena mereka juga dibatasi oleh kendala ketersediaan bahan baku hasil alam yang tidak menentu. Untuk mengendalikan persediaan bahan baku, diusulkan penggunaan model Pengendalian Persediaan Bahan Baku yang telah mempertimbangkan hasil pemeriksaan persediaan secara kontinu Continuous Review System dengan output Stock Opname untuk item bahan baku kelas A. Dalam perhitungan MRP, dilakukan fase Netting yaitu perhitungan kebutuhan bersih Net Requirement setelah mempertimbangkan data kebutuhan kotor Gross Requirement, data bahan baku yang tersedia Inventory. Berikutnya akan dilakukan fase Lotting sudah dilakukan pada perhitungan EOQ. Apabila Net Requirement mencapai titik safety stock, maka akan dilakukan Planned Order Receipt. Fase time offsetting akan dilakukan dengan mempertimbangkan data waktu ancang-ancang lead time dengan menentukan Planned Order Release. Teknik Lot Sizing Lot sizing penentuan ukuran lot merupakan tahapan yang dilakukan dalam perhitungan MRP. Pada tahapan ini digunakan algoritma untuk mencari jumlah pesanan yang optimal berdasarkan pertimbangan biaya pesan dan biaya simpan dengan menggunakan rumus Economic Order Quantity EOQ. Rumus untuk manentukan jumlah EOQ adalah : H DS Q 2  ...........................................................................................18 Dimana : Q = jumlah barang setiap pemesanan D = jumlah permintaan dalam periode N S = biaya pesan H = biaya simpan dalam periode N Contoh perhitungan ukuran pemesanan ekonomis dapat dilihat pada Lampiran 4

4.3.4 Model Penentuan Urutan Job Produksi : Penjadwalan Flow Shop Genetic Algorithm

Pada model penentuan urutan job produksi berdasarkan algoritma genetika, kromosom diartikan sebagai urutan-urutan operasi yang dikerjakan mulai dari awal sampai akhir. Setiap gen dalam kromosom tersebut menunjukkan sebuah operasi dari urutan pekerjaan. Susunan yang berbeda dalam suatu kromosom menunjukkan hasil yang berbeda pula. Dalam model ini digunakan fungsi fitness adalah minimasi waktu penyelesaian job produksi makespan. Model penentuan urutan job produksi menggunakan algoritma genetika mempunyai prosedur sebagai berikut : a. Membentuk populasi yang berasal dari kromosom induk. Sebuah populasi awal akan terdiri dari sejumlah kromosom. Kromosom ini terbentuk dengan menukar posisi kromosom ke-k dengan ke-k+1. b. Menghitung fungsi fitness dari setiap kromosom. c. Seleksi, yaitu mengurutkan kromosom berdasarkan susunan kromosom terbaik berdasarkan fungsi tujuannya. d. Kawin silang Crossover. e. Mutasi Proses mutasi ini secara acak mengubah gen-gen yang ada di dalam susunan kromosom, sesuai dengan nilai probabilitas yang ditentukan. Nilai probabilitas ini umumnya bernilai kecil. Proses mutasi ini memberikan pencarian yang dilakukan secara acak, untuk memastikan kemungkinan yang layak juga. f. Pengulangan Proses diatas diulangi kembali sampai mencapai kriteria pemberhentian tertentu setelah n kali percobaan, semakin banyak percobaan yang dihasilkan semakin baik hasil yang diperoleh. Hanya dengan kromosom dengan hasil yang terbaik yang dapat bertahan sampai pengulangan terakhir dilakukan. g. Menciptakan populasi baru dari kromosom terbaik Dari kromosom terbaik dibuat populasi baru dimana populasi baru ini berasal dari kromosom terbaik. Populasi baru ini didapat dengan menukar sub kromosom ke-k dengan sub kromosom dengan ke-k+1. Dari k kromosom terbaru tersebut dipilih kromosom terbaik berdasarkan fungsi tujuannya.

4.3.5 Model Penentuan Rute Pengiriman : Travelling Salesman Problem Genetic Algorithm

Tahapan prosedur yang dilakukan dalam model ini sama dengan tahapan prosedur model penjadwalan flowshop. Perbedaannya adalah kromosom yang terbentuk merupakan kumpulan gen yang terdiri dari node-node outlet yang akan dilayani untuk dipenuhi kebutuhan distribusinya.

4.4 Model Pengendalian Gangguan

Model PPIC yang telah mempertimbangkan karakteristik sistem produksi pada industri pangan memiliki model keputusan seperti yang telah disampaikan pada bahasan tersebut diatas akan dikembangkan lebih lanjut menjadi model PPIC Adaptif Pada Industri Pangan dengan mengintegrasikan model pengendalian gangguan dengan model PPIC yang telah dikembangkan. Model Pengendalian Gangguan berfungsi untuk : 1. Memberikan rekomendasi aksi pengendalian atas gangguan sistem produksi yang terjadi Sub Model Aksi Pengendalian. 2. Memberikan rekomendasi kebijakan lanjutan aksi pengendalian gangguan Sub Model Kebijakan Lanjutan Pengendalian Gangguan. 3. Memberikan rekomendasi perubahan nilai persediaan pengaman untuk bahan baku dan perubahan nilai persediaan pengaman untuk produk jadi dengan mempertimbangkan gangguan sistem produksi yang terjadi. Sub Model Toleransi Persediaan. Kerangka Pemikiran mengenai Model Pengendalian Gangguan secara global dan keterkaitan antar Sub Model Pengendalian Gangguan dapat dilihat pada gambar berikut : MODEL PENGENDALIAN GANGGUAN Sub Model 1 : Aksi Pengendalian Gangguan Sub Model 2 : Kebijakan Lanjutan Pengendalian Gangguan Sub Model 3 : Toleransi Persediaan PPIC Adaptif Gangguan PPIC Normal Gambar 13 Kerangka pemikiran model pengendalian gangguan. Penjelasan untuk masing-masing sub model Pengendalian Gangguan sesuai dengan uraian sebagai berikut.

4.4.1 Sub Model Aksi Pengendalian Gangguan

Setiap gangguan yang terjadi dan aksi pengendalian gangguan yang dilakukan akan diinventarisir dalam suatu basis data dengan nama keyword yang diinput, sehingga bila suatu saat terjadi gangguan, maka untuk mengendalikannya, apabila gangguan yang terjadi pernah tersimpan dalam database, dapat dipanggil dengan membuka keyword terkait. Dengan memanggil keyword tersebut, dapat diketahui gangguan-gangguan dengan keyword terkait yang pernah terjadi serta aksi pengendalian gangguan yang dilakukan.

4.4.2 Sub Model Kebijakan Lanjutan

Secara periodik, sesuai dengan kebutuhan masing-masing industri pangan, hasil inventarisir gangguan dan aksi pengendalian gangguan yang terjadi dapat dianalisis berdasarkan rekapitulasinya untuk kebutuhan rencana kebijakan lanjutan oleh pihak perusahaan.Tahap ini dilakukan setelah dilakukan aksi pengendalian gangguan. Tujuan adanya rancang bangun sub model ini adalah untuk merekomendasikan rencana kebijakan berikutnya yang harus dilakukan oleh staf PPIC ataupun staf diluar PPIC dengan mempertimbangkan sumber gangguan yang terjadi berdasarkan rekapitulasi hasil perhitungan nilai gangguan. Sub model Kebijakan Lanjutan Pengendalian Gangguan, kerangka pemikirannya diperjelas pada gambar berikut: