Setelah diketahui strategi berproduksi yang diterapkan perusahaan, dengan mempertimbangkan permintaan produk, dilakukan kegiatan manajemen
permintaan dengan melakukan prakiraan permintaan, dilanjutkan dengan kegiatan penjadwalan induk produksi yang juga telah mempertimbangkan rencana
sumberdaya distribusi. Kegiatan penjadwalan induk produksi yang telah mempertimbangkan
kapasitas produksi yang dimiliki perusahaan menghasilkan rencana jadwal induk produksi dan berikutnya dapat dilakukan perencanaan kebutuhan bahan baku.
Rencana jadwal induk produksi ini akan menjadi dasar dalam kegiatan penjadwalan produksi. Kegiatan perencanaan bahan baku menjadi masukan
dalam kegiatan pengendalian kegiatan produksi serta perencanaan dan pengendalian kegiatan pembelian.
2.2 Ketidakpastian dalam PPIC
Bonney 2000 dalam makalahnya yang berjudul : “Deflection on Production Planning Control
PPC” telah mengidentifikasi beberapa perubahan sistem PPC untuk mengantisipasi kebutuhan pasar. PPC diharapkan
menjadi lebih fleksibel untuk dapat merespon secara efektif perubahan internal dan eksternal. Untuk menjalankan sistem PPC dibutuhkan perbaikan prosedur
perencanaan serta perbaikan pengendalian operasional pada lantai produksi sedemikian sehingga dapat merespon ketidakpastian dalam lingkungan produksi
dan pasar. Koh dan Saad 2003 mendukung yang disampaikan oleh Bonney dan menyatakan bahwa performansi ERP kurang baik dalam menghadapi
ketidakpastian. Untuk itu dibutuhkan tambahan fasilitas pendukung keputusan dalam area perencanaan ERP.
Mula, J. et al. 2006 dalam makalahnya mengatakan bahwa Galbraith 1973 mendefinisikan ketidakpastian sebagai perbedaan antara kebutuhan
informasi untuk melakukan kegiatan dengan informasi yang telah dimiliki. Terdapat berbagai bentuk ketidakpastian yang mempengaruhi proses produksi
yang dikategorikan oleh Ho 1989 menjadi 2 kelompok besar yaitu : a. Environmental uncertainty : meliputi demand uncertainty dansupply
uncertainty
b. System uncertainty, meliputi antara lain : operation yield uncertainty danproduction lead time uncertainty.
Dalam makalah tersebut, Yano dan Lee 1995 juga Sethi, et.al. 2002 memformalisasikan berbagai model ketidakpastian dalam sistem manufaktur yang
memanfaatkan antara lain konsep safety stocks dan safety lead time dengan menggunakan pendekatan berbasis intelijensia buatan maupun model analitis.
Berikutnya dinyatakan oleh Koh et al. 2002 bahwa ketidakpastian dalam
lingkungan ERP belum dipelajari secara sistematis sehingga banyak peneliti berusaha menemukan cara untuk menghadapi ketidakpastian dan bukannya
mendiagnosa penyebab terjadinya ketidakpastian tersebut. Menurut Koh et al. 2000, terdapat asumsi-asumsi yang mendasari MRP sehingga menjadi
keterbatasan MRP, yaitu : waktu ancang yang tetap dalam pembelian bahan baku dan produksi, urutan proses dan aliran material yang tetap yang tidak
memungkinkan adanya terhentinya mesin atau terjadinya keterlambatan waktu proses, serta jumlah produk dengan prosentase cacat yang tetap sehingga tidak
memungkinkan terjadinya kejadian tak terduga yang sebenarnya dapat menambah jumlah produk cacat. Asumsi-asumsi ini menyebabkan ketidakmampuan MRP
dalam mengantisipasi ketidakpastian yang terjadi pada lingkungan nyata manufaktur, sehingga perencana harus menggunakan beberapa teknik lain seperti
penjadwalan ulang, subkontrak atau teknik lainnya untuk mengantisipasi ketidakpastian yang terjadi Mandal dan Gunasekaran, 2003.
Vollman et al. 1999 mengkategorikan 4 tipe ketidakpastian yang terjadi disebabkan karena kebutuhan pergantian antar periode, kekurangan atau kelebihan
bahan baku dari yang direncanakan, pemasok tidak mengirimkan pesanan bahan baku tepat waktu serta adanya ketidaksesuaian jumlah pesanan yang diterima dari
pemasok. Koh et al. 2002 juga mengkategorikan ketidakpastian menjadi ketidakpastian
input dan
ketidakpastian proses
meliputi :
kekuranganketidaktersediaan bahan baku, kekuranganketidaktersediaan operator produksi, kekuranganketidaktersediaan kapasitas mesin, produk rusakcacat dan
keterlambatan pengiriman produk.
Mengantisipasi permasalahan ketidakpastian yang terjadi dalam
lingkungan manufakatur tersebut, Koh dan Saad telah mengembangkan rencana kontingensi yang dapat memudahkan proses diagnosa dan antisipasi
ketidakpastian yang terjadi dalam lingkungan manufaktur MRPMRP IIERP dengan merekomendasikan pemberian persediaan penyangga buffering atau
penambahan waktu ancang dampening. Edmund 2005 dalam penelitia
nnya berjudul “A framework for Understanding the Interaction of Uncertainty and Information System on Supply
C hains” menyatakan adanya ketidakpastian dalam rantai pasok dan
menyampaikan pemikirannya mengenai alternatif pemecahan dan metode yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan ketidakpastian pada rantai pasok.
Datta, Partha Priya 2007 dalam penelitiannya yang berjudul : “A Complex System, Agen Based Model for Studying and Improving the Resiliance
of Production an d Distribution Networks”, mengupas berbagai permasalahan
mengenai resiliansi dalam rantai pasok dengan berbagai pendekatan dan metode penyelesaiannya lengkap dengan ulasan mengenai kelebihan dan keterbatasannya.
Peneliti sekaligus memberikan ulasan teoritis untuk penelitian lanjutan dalam resiliansi rantai pasok yang membantu dalam mengembangkan prosedur yang
efektif untuk mengelola berbagai situasi ketidakpastian dengan kasus pada rantai pasok manufaktur kertas tissue. Pada penelitian tersebut juga diuraikan beberapa
penelitian yang juga dikembangkan berdasarkan pendekatan sistem agen, antara lain oleh Parunak et al. 1998 yang mengeksplorasi kemampuan model berbasis
agen dalam permasalahan jaringan pasokan manufaktur. Schicritz dan Grobler 2003 mencoba mengintegrasikan pemodelan dinamika sistem dan pemodelan
berbasis agen, juga Ahn et al. 2003 yang mengusulkan sistem agen yang fleksibel yang dapat beradaptasi dengan perubahan-perubahan dinamis pada
transaksi di suatu rantai pasok.