3. Sarana pendidikan bagi masyarakat dalam menjaga dan memelihara kelestarian sumberdaya alam.
Dalam perkembangannya, beberapa kriteria standar tentang bagaimana seharusnya ekoturisme digalakkan agar dapat memenuhi tujuan dan sesuai
dengan prinsip-prinsip yang diterapkan. Kriteria-kriteria tersebut sebagaimana ditetapkan Dephutbun 2000 adalah harus :
1. Melestarikan lingkungan; karena apabila ekoturisme bukan merupakan suatu instrumen konservasi maka hancurlah landasan sumberdayanya.
2. Menguntungkan secara ekonomis; jika tidak menguntungkan, maka tidak akan ada modal yang kembali untuk kepentingan konservasi dan tidak akan
ada insentif bagi pemanfaatan sumberdaya alternatif. 3. Memberikan manfaat bagi masyarakat; karena akan berdampak pada
bergulirnya kegiatan ekonomi masyarakat yang pada akhirnya dapat mensejahterakannya.
2.3. Pembangunan Berkelanjutan
TWA Laut Pulau Weh di Kota Sabang ditetapkan sebagai salah kawasan pelestarian alam yang utamanya dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi
alam. Dalam ilmu ekonomi sumberdaya alam, kawasan konservasi berupa perairan laut lebih dikenal dengan istilah marine protected area atau daerah laut
yang dilindungi. Hal ini sejalan dengan pemikiran Gubbay 1995 yang mengatakan bahwa pada pada prinsipnya, penetapan kawasan konservasi laut
ini dimaksudkan untuk menjaga, memelihara, dan melestarikannya untuk keberlanjutan keanekaragaman hayati sumberdaya alam laut tersebut. Dengan
demikian, sumberdaya alam tidak hanya untuk dinikmati dan dimanfaatkan pada saat sekarang ini, tetapi juga untuk masa mendatang.
Prinsip di atas sangat terkait dengan paradigma pembangunan berkelanjutan dimana aspek keberlanjutan sumberdaya alam merupakan tujuan
utama yang hendak diwujudkan. Prinsip dasar dari konsep pembangunan berkelanjutan adalah dicapainya alokasi optimum dari pemanfaatan sumberdaya
alam pada saat ini tanpa mengurangi dan atau menghilangkan manfaatnya pada masa yang akan datang Fauzi dan Anna 2002.
Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pembangunan dan Lingkungan diacu dalam Conrad 1999 mengemukakan bahwa pembangunan berkelanjutan
sebagai upaya pemenuhan kebutuhan pada masa sekarang tanpa mengabaikan
ketersediaannya untuk generasi yang akan datang. Dengan demikian, isu pembangunan berkelanjutan sudah menjadi permasalahan di seluruh dunia
karena ancaman terhadap lingkungan sudah sedemikian besar akibat setiap negera berpacu mencapai kemajuannya dengan memanfaatkan sumberdaya
alam dan lingkungan secara berlebihan.
2.4. Konsep Nilai Ekonomi Sumberdaya Alam
TWA Laut Pulau Weh menghasilkan barang atau jasa yang dapat dimanfaatkan atau dikonsumsi baik secara langsung maupun tidak langsung
serta menghasilkan jasa-jasa services lingkungan. Adapun jenis barang atau jasa yang terdapat di wilayah perairan TWA Laut Pulau Weh adalah terumbu
karang, ikan hias dan konsumsi, mangrove, dan lain-lain Saifullah 2005. Selain menghasilkan nilai ekonomi yang dapat dimanfaatkan secara
langsung, juga memiliki nilai non-ekonomi yang memberikan manfaat terhadap keberlanjutan wilayah perairan laut tersebut. Manfaat tersebut, diklasifikasikan
sebagai manfaat fungsi ekologis ecological function yang sering tidak terkuantifikasikan dalam perhitungan nilai ekonomi total dari sumberdaya alam
dan lingkungan Saifullah 2005. Secara umum, nilai ekonomi didefiniskan sebagai pengukuran jumlah
maksimun seseorang untuk mengorbankan barang atau jasa guna memperoleh barang atau jasa lainnya. Secara formal, konsep ini disebut sebagai keinginan
membayar willingness to pay seseorang terhadap barang atau jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam dan lingkungan Djijono 2002.
Dengan menggunakan pengukuran ini, nilai ekologis dari ekosistem atau sumberdaya alam akan dapat diterjemahkan ke dalam bahasa ekonomi dengan
mengukur nilai monoter dari barang atau jasa. Misalnya, apabila suatu ekosistem pantai atau perairan mengalami kerusakan akibat polusi, maka nilai
yang hilang akibat degradasi lingkungan dapat diukur dari keinginan seseorang untuk membayar agar lingkungan tersebut kembali menjadi seperti semula atau
kondisi sebelum terjadinya pencemaran Fauzi 2004. Konsep dan teknik pengukuran nilai ekonomi seperti yang diuraikan di atas
dalam implementasi dan aplikasinya tetap masih mengandung kelemahan dan kendala. Untuk barang atau jasa yang dihasilkan dan diperdagangkan, maka
nilainya akan dengan mudah dapat diukur dengan melihat harga pasar market price. Sebaliknya, untuk menilai dan memberikan nilai ekonomi terhadap
barang dan jasa yang tidak diperdagangkan, maka akan kesulitan dalam mengatahui nilainya Fauzi 2002a.
Jenis-jenis barang atau jasa yang termasuk dalam kelompok ini adalah keindahan pantai atau perairan laut, kebersihan, keaslian dari alam, tradisi dan
budaya masyarakat setempat, dan lain-lain yang abstrak sifatnya. Hal ini disebabkan, pengguna atau konsumen tidak membayar secara langsung untuk
menikmatinya. Di samping itu, dalam sistem dan praktek ekonomi yang ada, konsumen tidak familiar bahkan tidak mengetahui terhadap harus adanya
pembayaran untuk jasa seperti itu Fauzi 2002b. Untuk menjawab besaran nilai ekonomi sumberdaya alam yang berasal
dari jasa-jasa lingkungan seperti yang disebutkan di atas, Fauzi 2000 mengemukakan bahwa dalam pengukuran nilai monoter sumberdaya alam tidak
selalu bahwa nilai dari barang atau jasa sumberdaya alam tersebut harus diperdagangkan. Untuk menghitungnya, yang diperlukan adalah mengukur
seberapa besar keinginan dan kemampuan membayar purchasing power dari konsumen atau pengguna untuk memperoleh barang atau jasa dari sumberdaya
alam. Selain itu, dapat pula diukur dari sisi seberapa besar penggunakonsumen harus diberikan kompensasai untuk menerima pengorbanan atas hilangnya
barang atau jasa dari sumberdaya alam.
2.5. Jenis-jenis Nilai Ekonomi