Penyerapan Tenaga Kerja Analisis Penentuan Skor untuk Masing-masing Kriteria

akan meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan dan ikut meningkatkan pendapatan bagi daerah Kota Sabang.

4.2.11.2. Penyerapan Tenaga Kerja

Daya serap tenaga kerja dalam sektor pariwisata ditimbulkan dari permintaan pariwisata oleh wisatawan. Menurut Saifullah 2005, pengembangan kegiatan pariwisata berpengaruh positif pada perluasan peluang usaha dan kesempata kerja. Dalam tataran praktis dapat dikemukakan bahwa dengan adanya kedatangan atau kunjungan wisatawan ke suatu lokasi wisata akan membuka peluang bagi masyarakat di lokasi atau lokasi tersebut. Peluang usaha tersebut seperti usaha penginapan hotel, wisma, guest house, dan lain- lain, restoran, rumah makan, jasa pengangkutantransportasi, kegiatan perdagangan, sarana dan prasarana olah raga, sektor jasa, dan lain sebagainya yang menjadi kebutuhan pengunjung atau wisatawan. Dari konsepsi di atas, dapat diasumsikan bahwa semakin tinggi aktivitas kegiatan pariwisata di suatu daerah, baik secara langsung maupun tidak langsung akan membuka lebih banyak peluang usaha di daerah tersebut. Selanjutnya, peluang usaha yang semakin terbuka tersebut dengan sendirinya telah menciptakan lapangan pekerjaan. Konsekuensinya, dibutuhkan banyak tenaga kerja untuk mengisi lapangan pekerjaan tersebut. Untuk memberikan skor terhadap daya serap tenaga kerja dalam kegiatan wisata di TWA Laut Pulau Weh, terdapat kendala untuk menghitungnya karena kegiatan wisata terkait dengan kegiatan atau sektor ekonomi lainnya, seperti perdagangan, jasa, dan transportasi. Di samping itu, data tentang mengenai jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor pariwisata di Kota Sabang juga tidak tersedia. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka skoring dilakukan berdasarkan asumsi terhadap dinamika kegiatan wisata yang berlangsung di TWA Laut Pulau Weh. Pada saat ini atau dalam kondisi “SQ”, kegiatan wisata yang berlangsung di TWA Laut Pulau Weh hanya terbatas pada akhir pekan Sabtu dan Minggu dan atau hari libur lainnya. Di luar waktu tersebut, TWA Laut Pulau Weh hampir tidak ada pengunjung atau wisatawan. Dengan kondisi yang seperti ini, dapat dikatakan bahwa kegiatan wisata yang berlangsung masih sangat terbatas dan berdasarkan asumsi di atas, maka penyerapan tenaganya masih sedikit diberikan skor 1. Alternatif kebijakan pengelolaan TWA Laut Pulau Weh untuk ditetapkan sebagai “MPA” diperkirakan akan menambah daya serap tenaga kerja. Hal ini dikarenakan selain dapat menyerap tenaga kerja atas pelaksanaan kegiatan wisata sebagaimana dalam kondisi “SQ”, ditambah lagi dengan adanya keharusan untuk melibatkan masyarakat setempat dalam pengelolaan MPA. Berdasarkan asumsi tersebut, maka skor yang diberikan untuk kriteria ini dalam alternatif kebijakan “MPA” adalah 2 lebih banyak. Kenchington 1988 diacu dalam Gubbay 1995 mengatakan bahwa dengan turut melibatkan masyarakat setempat dalam pengelolaan MPA akan mengeliminasi konflik yang sering muncul karena daerah yang paling baik untuk konservasi adalah kawasan yang memiliki nilai ekonomi paling tinggi. Daya serap tenaga paling banyak skor 3 diperkirakan akan terjadi dalam alternatif kebijakan pengelolaan TWA Laut Pulau Weh secara “PP”. Penentuan skor tersebut didasarkan pada asumsi bahwa dengan semakin berkembangnya kegiatan wisata, akan membuka peluang usaha dan kesempatan kerja sehingga daya serap tenaga kerjanya juga akan semakin banyak paling banyak dibandingkan dengan dua alternatif kebijakan sebelumnya SQ dan MPA.

4.2.11.3. Konflik Pemanfaatan