memanfaatkan potensi sumberdaya alam tersebut di waktu mendatang Darusman et al. 2003.
2.6. Konsep dan Teknik Valuasi Ekonomi Sumberdaya Alam
Konsep valuasi ekonomi konvensional mendefiniskan nilai ekonomi sebagai nilai ekonomi total yang merupakan penjumlahan dari nilai-nilai pemanfaatan
use values dan nilai-nilai non-pemanfaatan non-use values. Secara umum, memang sulit mengukur dengan pasti konsep use value dan non-use value di
atas, sehingga valuasi ekonomi dengan menggunakan pendekatan di atas sering menjadi perdebatan menyangkut akurasi atau ketepatan dari pengukuran nilai
ekonomi sumberdaya alam Fauzi 2000. Salah satu kesulitan dalam mengukur nilai dari barang atau jasa yang
dihasilkan sumberdaya alam adalah terdapat barang atau jasa dari sumberdaya alam yang tidak memiliki harga pasar dan tidak dapat diobservasi, sehingga nilai
riil-nya tidak dapat diukur dengan baik. Menyikapi permasalahan tersebut, Krutila 1967 memperkenalkan konsep valuasi ekonomi total, yaitu sebuah usaha untuk
memasukkan seluruh nilai dari kedua komponen nilai ekonomi sumberdaya alam, yaitu use value dan non-use value.
Banyak metode yang tersedia untuk melakukan teknik valuasi ekonomi sumberdaya alam. Dixon et al. 1988 diacu dalam Fauzi 2000, telah
menjelaskan secara detail tentang konsep ini. Teknik valuasi ini disempurnakan oleh Turner et al. 1993 diacu dalam Fauzi 2000 yang mengklasifikasikannya
ke dalam dua kategori, yaitu nilai barang atau jasa melalui sebuah kurva permintaan dan tanpa melalui kurva permintaan.
Untuk kategori pertama, Garrod dan Willis 1999 mengklasifikasikannya dengan menggunakan dua metode, yaitu revealed preference dan
expressedstate preference. Revealed preference adalah teknik valuasi yang mengandalkan harga implisit dimana willingness to pay WTP terungkap melalui
model yang dikembangkan. Beberapa teknik valuasi yang termasuk dalam revealed preference ini adalah : i travel cost methode yang diperkenalkan oleh
Hotelling 1941 yang selanjutnya dikembangkan oleh Wood dan Trice 1958; dan ii hedonic price methode yang didasarkan pada teori atribut yang
dikembangkan oleh Lancaster 1966 diacu dalam Fauzi 2000. Menurut Garrod dan Willis 1999, expressed atau state preference adalah
teknik valuasi yang didasarkan pada survai dimana keinginan membayar atau
WTP diperoleh langsung dari responden, yang langsung diungkapkan secara lisan maupun tertulis. Salah satu teknik yang cukup popular dalam kelompok ini
adalah Contingent Valuation Methode CVM atau Metode Valuasi Kontingensi. CVM adalah motede teknik survai untuk menanyakan tentang nilai atau harga
yang diberikan terhadap komoditas yang tidak memiliki nilai pasar non-market. Dari uraian kedua teknik penilaian ekonomi sumberdaya yang tidak dapat
dipasarkan non-market valuation tersebut di atas, terdapat perbedaan paling mendasar antara keduanya. Revealed preference bekerja secara tidak langsung
dalam pengukuran nilai ekonomi yang tidak dipasarkan. Adapun expressedstate preference merupakan teknik pengukuran langsung. Menurut Fauzi 2004,
secara skematis teknik valuasi non-market tersebut dapat dilihat dalam diagram alir Gambar 3.
Sumber : Fauzi 2004. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan : Teori dan Aplikasi
Gambar 3. Klasifikasi Teknik Valuasi Non-Market Sumberdaya Alam Untuk kategori kedua, yaitu teknik valuasi tanpa melalui kurva permintaan,
salah satu teknik yang terkenal adalah effect on production EOP atau pendekatan opportunity cost. Teknik ini menguji efek produktivitas sumberdaya
terhadap intervensi atau campur tangan manusia. Dengan demikian, teknik ini memandang kualitas sumberdaya alam sebagai salah satu faktor produksi,
sehingga perubahan kualitas lingkungan akan mempengaruhi produktivitas sumberdaya dan biaya produksi yang pada akhirnya turut menentukan
perubahan harga dan produk. Sebagai contoh, polusi yang dilepaskan ke sungai akan mempengaruhi kualitas lingkungan sungai tersebut menjadi buruk,
sehingga akan menurunkan produksi perikanan Turner et al. 1993 diacu dalam Fauzi 2000.
Pendekatan EOP dalam penggunaannya dapat mengukur nilai pemanfaatan langsung direct use value. Banyak aplikasi dari teknik ini telah
digunakan dalam studi atau kajian sumberdaya pesisir di negara berkembang. Ruitenbeek 1991 diacu dalam Fauzi 2000 telah menggunakan pendekatan ini
untuk menduga nilai mangrove dan hubungannya dengan perikanan di Irian Jaya Papua, Indonesia.
Menurut Fauzi 2000, metode lainnya yang termasuk dalam pendekatan non-marked based adalah preventinve expenditure dan replacement cost.
Preventinve expenditure menempatkan nilai sumberdaya alam dan lingkungan dari seseorang atau individu yang memiliki keinginan membayar untuk mencegah
degradasi lingkungan atau untuk mengurangi pengaruh buruk terhadap sumberdaya alam dan lingkungan.
Adapun dalam teknik replacement cost, nilai sumberdaya alam didekati dari biaya atau pengeluaran untuk restorasi sumberdaya alam. Sebagai contoh,
berkurangnya produktivitas sumberdaya perikanan dapat ditunjukkan dari hilangnya hutan mangrove, sehingga dalam teknik ini, biaya yang dibutuhkan
untuk menanam kembali hutan mangrove yang hilang dapat dikonversikan sebagai sebuah pendugaan minimum dari manfaat yang dihasilkan sumberdaya
Fauzi 2000.
2.7. Tingkat Keinginan Membayar Willingness to Pay