Produk Domestik Regional Bruto PDRB

untuk masing-masing kriteria didasarkan pada landasan teoritis. Untuk beberapa kriteria, atribut dari skor ditetapkan dengan adjustment peneliti berdasarkan pengamatan, data, dan informasi dari responden di lapangan. Tabel 19 menyajikan atribut, dan skor dari kriteria yang ditetapkan. Tabel 19. Atribut dan Skor dari Setiap Kriteria untuk Analisis MCDM Tahun 2005 Skor dan Atribut No Kriteria 1 2 3 1 PDRB 5 5-10 10 2 Penyerapan Tenaga Kerja Sedikit Banyak Paling Banyak 3 Konflik Pemanfaatan Terselubung Lisan Fisik 4 Persepsi Masyarakat Baik Biasa Saja Buruk 5 Partisipasi Masyarakat Pasif Aktif Penentu 6 Illegal Fishing Tidak Ada Rendah Tinggi 7 Fenomena Alam Kecil Besar Sangat Besar 8 Keamanan Tidak Aman Kurang Aman Aman 9 Regulasi Biasa Saja Mendukung Sangat Mendukung 10 Aksesibilitas Tidak Mudah Mudah Sangat Mudah 11 Objek Daya Tarik Wisata Kurang Menarik Menarik Sangat Menarik 12 Sarana dan Prasarana Kurang CukupMemadai Sangat Lengkap Sumber : Data Primer dan Skunder Diolah, 2005 Secara lebih lengkap dan terperinci, berikut ini diuraikan proses penentuan skor dan atributnya untuk seluruh kriteria yang digunakan dalam mencari alternatif kebijakan terbaik untuk pengelolaan TWA Laut Pulau Weh. Uraiannya didasarkan pada landasan dan kerangka teoritis serta adjustment peneliti.

4.2.11.1. Produk Domestik Regional Bruto PDRB

Secara umum, pengertian PDRB dapat didekati dari tiga aspek, yaitu produksi, pendapatan, dan pengeluaran. Dari aspek prosuksi, PDRB didefiniskan sebagai jumlah nilai produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di suatu wilayah. Dari aspek pendapatan, PDRB adalah jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu wilayah. Berdasarkan aspek pengeluaran, PDRB diartikan sebagai jumlah pengeluaran yang dilakukan untuk konsumsi berbagai lembaga rumah tangga, swasta yang non-profit oriented, pemerintah, pembentukan modal tetap bruto, perubahan stok, dan ekspor netto. Jangka waktu perhitungan PDRB biasanya adalah satu tahun BPS dan Bappekot Kota Sabang 2004b. Dengan demikian, dapat dilihat suatu hubungan bahwa jumlah pengeluaran harus sama dengan jumlah produk barangjasa dan jumlah pendapatan untuk faktor-faktor produksinya. Jumlah PDRB dari satu unit produksi atau lapangan usaha merupakan cerminan dari besar-kecilnya kontribusi dari unit produksi lapangan usaha tersebut dalam membentuk struktur perekonomian suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu. Penentuan nilai dari skor kontribusi sektor pariwisata dalam perekonomian Kota Sabang didasarkan pada persentase kontribusinya dalam PDRB Kota Sabang dalam jangka waktu tertentu selama lima tahun, yaitu 1999-2003. Kontribusi di bawah 5 diberikan nilai 1. Seterusnya, nilai 2 dan 3 masing- masing diberikan untuk kontibusi 5 sampai dengan 10 dan di atas 10. Dasar penentuan tersebut dipertimbangkan dari jumlah lapangan usaha yang ada di Kota Sabang, yaitu sebanyak sembilan lapangan usaha, sehingga kalau dibagi secara merata, masing-masing lapangan usaha berkontribusi sebesar 11,11. Dengan demikian, maka kontribusi dari satu lapangan usaha tertentu di atas 10 dalam PDRB diasumsikan telah signifikan dalam struktur perekonomian Kota Sabang. Saat ini, kontribusi sektor pariwisata dalam PDRB Kota Sabang selama lima tahun terakhir 1999-2003 adalah sebesar 8,36 per tahun. Dengan demikian, untuk alternatif kebijakan “SQ”, diberikan skor 2. Selanjutnya, untuk alternatif kebijakan “MPA” diberikan skor 3, karena diperkirakan dengan pemberlakuan “MPA” akan menambah dan meningkatkan kontribusi sektor pariwisata dalam PDRB Kota Sabang sampai dengan lebih dari 10. Hal ini dapat terjadi karena menurut Salm dan Clark 2000 diacu dalam Satria et al. 2002 dan Gubbay 1995, MPA merupakan area yang potensial untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata dan akan berdampak bagi perekonomian setempat. Logikanya, dalam kondisi SQ saja, kontribusinya dalam PDRB Kota Sabang hampir mencapai 10 per tahunnya. Untuk alternatif kebijakan “Pengembangan Pasar PP”, skor yang diberikan adalah 3 atau sama dengan skor untuk kondisi “MPA”. Alasannya adalah salah satu kendala dalam pengembangan sektor pariwisata di Kota Sabang selama ini adalah keterbatasan sarana prasarana, sehingga jumlah kunjungan wisatawan dirasakan masih relatif sedikit sebagaimana hasil penelitian Saifullah 2000. Dengan demikian, maka dalam kondisi PP, pemenuhan sarana dan prasarana akan terwujud, sehingga dengan sendirinya akan meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan dan ikut meningkatkan pendapatan bagi daerah Kota Sabang.

4.2.11.2. Penyerapan Tenaga Kerja