Untuk kondisi  “PP”,  dinamika yang tinggi dalam pelaksanaannya  karena terkait dengan pengembangannya akan menimbulkan konflik dalam
pemanfaatannya.  Diperkirakan konflik yang terjadi  berupa  pembatasan akses masuk penduduk sekitar ke  area atau  lokasi TWA,  kebebasan untuk
memanfaatkan sumberdaya yang ada,  keterlibatan masyarakat  dalam pengelolaan TWA, dan relokasi pemukiman penduduk di sekitar TWA.  Kategori
konflik yang akan terjadi dalam kondisi yang demikian lebih mengarah kepada konflik terbuka, sehingga untuk skor dari alternatif kebijakan “PP” berdasarkan
kriteria ini adalah 3.
4.2.11.4. Persepsi Masyarakat
Pengetian persepsi menurut  Mulyana 2002 merupakan inti dari komunikasi dan penafsiran interpretasi adalah inti dari persepsi itu sendiri, yang
identik  dengan penyandian-balik decoding dalam proses komunikasi.  Dengan demikian, maka definisi persepsi menurut  Sereno  dan Edward  1974 diacu
dalam  Mulyana 2002  adalah  sarana yang memungkinkan setiap orang untuk memperoleh kesadaran terhadap lingkungan sekelilingnya.
Dengan demikian, maka  kesadaran  terhadap lingkungannya  sangat dipengaruhi  sekaligus ditentukan  oleh pengetahuan yang dimiliki masayarakat
bersangkutan.  Semakin banyak pengetahuan yang dimiliki, maka semakin sadar orang-orang atau masyarakat tersebut terhadap lingkungannya, begitu juga
sebaliknya. Dalam konteks perumusan kebijakan pengelolaan TWA Laut Pulau Weh di
Kota Sabang, persepsi yang dimaksud adalah persepsi dari masyarakat sekitar terhadap kegiatan pariwisata  yang berlangsung di lokasi tersebut. Hal ini
dikaitkan dengan adanya anggapan dari sebagian masyarakat yang  terlanjur mengasosiasikan bahwa kegiatan pariwisata adalah kegiatan yang masuk ke
wilayah “abu-abu”, dalam artian lebih cenderung mengarah kepada  praktik- praktik yang tidak sesuai dengan norma sosial dan sistem nilai,  misalnya,  free
sex, mabuk-mabukan, dan lain-lain. Berdasarkan gambaran tersebut, maka dalam mengukur persepsi
masyarakat sekitar terhadap kegiatan pariwisata yang berlangsung di TWA Laut Pulau Weh, ditetapkan tiga jenis tingkatan persepsi, yaitu :
1.  Baik; masyarakat  di sekitar lokasi wisata  menganggap bahwa kegiatan pariwisata yang berlangsung di TWA Laut Pulau Weh bertujuan semata-mata
untuk refreshing dan menikmati keindahan alam, serta dari kegiatan tersebut
dapat  memberikan  efek positif dalam hal kemajuan perekonomian masyarakat setempat. Terhadap persepsi ini, skor yang diberikan adalah 1.
2.  Biasa Saja; masyarakat menganggap bahwa  kegiatan pariwisata bagian dari aktivitas manusia yang membutuhkan kesenangan dan lumrah apabila dalam
pelaksanaannya terdapat penyimpangan terhadap norma-norma sosial dan sistem nilai sepanjang hal tersebut tidak mengganggu ketenangan
masyarakat setempat.  Skor untuk persepsi ini adalah 2. 3.  Buruk; kegiatan  dan tempat  pariwisata merupakan  sarana melakukan
tindakan maksiat yang lambat laut ikut merusak budaya masyarakat setempat serta merusak lingkungan sumberdaya alam yang ada.  Tingkatan
persepsi ini diberikan nilai 3. Kondisi saat ini, persepsi masyarakat Kota Sabang pada umumnya dan
secara khusus dari  masyarakat yang tinggal di sekitar TWA terhadap kegiatan pariwisata yang berlangusung adalah  baik skor 3.  Hal ini karena  relatif tidak
ada atau jarang ditemukan kegiatan yang melanggar norma atau sistem nilai oleh wisatawan yang berkunjung  ke sana.  Kondisi yang demikian diasumsikan juga
akan terjadi pada altenatif kebijakan “MPA”. Dalam kondisi “PP”  upaya  diarahkan  kepada tujuan menarik minat
wisatawan yang sebanyak-banyaknya untuk berkunjung ke lokasi wisata TWA. konsekuensinya, selain mengandalkan daya tarik wisata alamnya, infrastruktur
pendukung dan berbagai jenis hiburan mutlak harus disediakan sesuai tuntutan. Dengan demikian,  potensi terjadinya atau berlangsungnya kegiatan  yang “abu-
abu” dan bertentangan dengan sistem nilai dan tradisi masyarakat setempat pasti akan sangat besar dan untuk kondisi ini, diberikan skor 1.
4.2.11.5. Partisipasi Masyarakat